Ke empatnya menatap audiens, memberikan jeda terlebih dahulu untuk merilekskan diri, menarik nafas lalu dalam ketukan ketiga...Pria dengan rambut yang selalu belah tengah datang dengan gagahnya dari sisi yang tak terduga, melangkah maju dan terus maju hingga berdiri paling depan di antara kursi yang ditempati oleh ketua PPMI beserta stafnya.Pria itu datang berbarengan dengan Inda yang memulai permainannya sebagai intro. Suara tepukan tangan dan siulan terdengar bersahutan, menyambut ke indahan alunan musik yang ia mainkan.The song of secret garden.Lagu yang ia suka dan sering ia mainkan.Nada demi nada mengalun begitu syahdu merasuk ke setiap inci tubuh para penonton, hingga mereka dibuat merinding merasakan lembutnya irama musik yang dimainkan oleh wanita anggun nan cantik di atas sana.‘Kamu selalu membuatku tergila-gila Inda. Aku gila melihatmu bermain musik seperti ini Inda, kamu milikku, selamanya akan menjadi milikku’ ucap Zein dalam hatinya.Instrument itu kini terdengar d
Perasaan ini? Mengapa begitu nyaman sekali? Zein datang pada waktu yang tepat saat Inda patah hati dengan suaminya.Semua bersenang-senang di atas panggung, melompat dan menari riang mengekspresikan kebahagiaan mereka di akhir acara.“Dan kau hadir...Merubah segalanyaMenjadi lebih indahKau bawa cintakuSetinggi AngkasaKau buat ku merasa sempurna”Bait lagu dinyanyikan sang vokal mengiringi kekompakan mereka di atas panggung.Zein masih terus menghibur Inda agar bersemangat, entah apa yang membuatnya begitu gelisah setelah perform, Zein tidak mau bertanya dulu.“Lihat ke penonton... mereka ikut asik bersenang-senang,” wajahnya sedikit mendekat ke telinga Inda agar ia mendengarnya.Inda hanya tersenyum mencoba untuk bersemangat, namun kegelisahan masih tetap terpancar di wajahnya.***Pagi itu rapat terpaksa harus diundur pada sore hari karena berbagai urusan di kantor.Pukul 02 siang, beberapa orang terkait telah berkumpul di ruang rapat begitu juga dengan Jiddan yang siap mengut
Tiba-tiba ia teringat, malam ini akan ada pertemuan untuk membahas keuangan dengan Naya. ‘hampir saja terlupa’ gumamnya. Ia langsung beranjak dan langsung melanjutkan perjalanannya. *** [Maafkan aku Sayang, aku tidak bermaksud untuk mengabaikanmu. Karena rapat siang tadi sungguh menyita waktuku, aku tidak bisa mengabarkanmu] balas Jiddan saat dirinya sudah bersantai dalam senggang waktu sebelum bertemu Naya. Pesan yang ia kirim masih belum berwarna biru, melihat angka jam di ponsel, langsung memperkirakan bahwa istrinya pasti sudah tertidur. Perbedaan waktu yang cukup jauh, membuat ke duanya sulit untuk berkomunikasi, belum lagi harus terpotong karena kesibukannya masing-masing. [Sudah tidur ya? Selamat beristirahat bidadariku, mimpi yang indah. Besok pagi aku ingin melihat senyuman manis di wajahmu] pesan itu di lengkapi dengan emoticon peluk. “Bagaimana rapat tadi Nang? Apa sudah mendapat solusi?” tanya umi Ruqoyyah yang menghampiri Jiddan, ikut bersantai di atas sofa. “Mere
Setelah membaca pesan mengejutkan dari sang istri, Jiddan dengan sigap menekan tombol hijau menghubungi sang istri.“Ada apa denganmu bidadariku, bukankah aku menunggu senyumanmu ketika kamu terbangun?” selidiknya saat Inda sudah menerima panggilannya setelah beberapa kali hanya berdering.“Aku...” kalimat Inda terhenti, terdengar isakan tangis dari seberang saluran sana.“Sayang, kenapa begini? Jangan menangis bidadariku. Ceritalah apa yang kau rasakan saat ini?” rayu Jiddan tak kuasa mendengar isakan itu.***Kebiasaan Inda sebelum tidur adalah menuliskan rentetan kegiatan yang akan ia lakukan untuk esok, mengurutkannya dari mulai bangun tidur hingga menjelang tidur kembali, seperfecsionis itulah seorang istri kyai muda, wanita ambisius nan pintar memanfaatkan waktu.Wanita ayu berjalan kemudian melihat sebuah biola di dalam lemari yang terbuat dari kaca. Tampilannya amat menawan, jenis biola Jerman yang dimix dengan advenced Italian yang terukir mengikuti liukan indah badan biola.
Jiddan melangkahkan kakinya memasuki pintu ruang pertemuan. Kali ini ia berpakaian layaknya seorang ustadz, memakai sarung corak berwarna biru tua beraksen putih, koko lengan panjang serta lengkap mengenakan peci dan sorban yang semua itu serba putih. Dengan gagah kharismatik, santai nan santun ia menyapa.“Assalamu’alaikum,” Jiddan mengatupkan tangan ke arah semuanya mengisyaratkan tidak bisa bersalaman satu persatu.“Wa’alaikumussalam,” semua menundukkan kepala memberi tanda hormat padanya.Di sana sudah ada umi Ruqoyyah dan Ust Hanan selaku pembimbing santri. Pun sudah berkumpul keluarga korban dan 3 santri pulang pergi yang terlibat pada perkelahian.“Silahkan wali santri Fikri apa yang ingin disampaikan,” ucap Jiddan mempersilahkan.“Saya ingin meminta pertanggung jawaban atas kelalaian pesantren dalam menjaga santri, bagaimana bisa pondok sebesar ini tidak diawasi oleh pengurus? Kemana saja pengurusnya?” ketus seorang bapak yang terlihat masih bugar, berbicara dengan lantang tan
Beberapa kali mata indah melirik pada arloji yang menempel di tangan, sudah pukul empat sore. Jika bus tak kunjung datang ia akan segera melambaikan tangan menghentikan taxi. Terdengar suara candaan seseorang dari jarak sepuluh langkah dari halte, mengundang tatapan untuk segera menoleh ke arah sumber suara tersebut. Ya, wanita cantik dan seorang pria tampan terlihat berjalan bersamaan mendekati Inda.“Bisa minta waktunya sore ini?” tanya Zein tersenyum, begitu juga dengan wanita cantik di sampingnya.“Mau kemana?” tanyanya heran.“Kamu? Kalian?” tanya Inda lagi melirik pada Zein dan Sasa.“Ini Sasa, adik saya, anak baru juga sama seperti Sofia,” jelas Zein.“Oooh... ternyata kalian adik kakak, pantas saja tadi saat ngobrol terbersit mirip Zein,” ujar Inda tak menyangka. Mereka tertawa bersama.“Yuk?” ajak Zein.“Baiklah, tapi mau kemana?” tanyanya lagi sambil beranjak dari kursi semen panjang.“Ada deeeh,” goda Zein.Mereka menaiki taxi, melesak dengan cepat menuju ke suatu tempat y
“Ma... Kami sedang bersama calon menantu Mama loh, mau kenalan tidak Ma?” Sasa mengabarkan mamanya lalu mengarahkan ponsel ke arah Inda.Inda yang semula tersenyum melihat tingkah mereka, kini sontak terkejut mendengar kata calon menantu yang barusan terlontar dari bibir Sasa. Ia mencoba menolak ponsel yang diarahkan padanya, namun wajah Inda terlanjur terlihat oleh mama Nadia.“Assalamu’alaikum Tante,” sapa Inda tersenyum simpul.“Wah ini ya calonnya Zein, cantik sekali Nak. Orang mana?” tanya mama Nadia semakin membuat Inda tidak enak hati untuk melanjutkan obrolannya.“Dari Banten Tante,” jawab Inda singkat, bingung harus berbasa-basi seperti apa.“Ooh pantesan ayu sekali,”“Terimakasih Tante,” ucapnya tersenyum lagi.Tak lama mengobrol dengan mama Nadia, ponsel Sasa ia kembalikan, berharap tidak ada drama lagi bersama mama mereka.Suasana hati Inda kian berubah drastis menjadi kecewa dan marah pada Zein, ia terdiam tanpa kata. Zein yang menangkap perubahan Inda setelah vidiocall b
“Kamu sangat kecewa padaku? Atau benci padaku? Aku sudah siap akan hal itu Zein. Mulai detik ini, aku harap kamu bisa dengan mudah melupakanku, sebagaimana kamu dengan mudahnya meninggalkanku saat itu,” ratap Inda memandangi Zein lamat-lamat, menerka setelah ini mungkin tidak akan ada lagi pertemuan dengannya.“Aku pamit!” kata terakhir Inda sebagai penutup pertemuan.Dengan gontai wanita anggun itu berjalan meninggalkan Zein yang masih membeku di sana, sesekali menyeka pipi yang sudah basah akibat butiran bening yang berderai tiada henti.“Ka Zein,” tegur Sasa yang telah sampai di samping sang kakak, dengan penuh kebingungan melihat Zein dan Inda berpisah di tengah perjalanan, ia mengayun-ayunkan tangan Zein agar cepat tersadar dari lamunannya.Matanya masih memandangi dengan pandangan begitu pilu pada wanita pujaan hati yang sudah jauh sendiri berjalan di depan sana.“Ayo pulang,” ajak Zein dengan berat melangkahkan kaki menerima kenyataan yang baru saja ia dengar.“Ada apa Ka? Kal
Jum’at, 13 maret 2023. Acara akad dan walimatul ‘ursy akan dilaksanakan. Semua persiapan selama tiga minggu lalu telah berbuah pada hari ini.Koordinasi pengurus yang sangat solit hingga terlihat begitu memuaskan. Mulai dari pengaturan para santri, tata letak dekorasi, serta sususan acara telah siap dimulai pada detik ini.Acara sakral, yaitu pengucapan janji suci, akan segera dimulai. Para tamu agung mulai berbondong menuju masjid dengan pelataran yang sangan indah. Dikhiasi bunga-bunga cantik bernuansa putih hijau, kursi-kursi yang berjejer rapi berselimutkan putih, karpet merah yang terbentang Panjang hingga tangga masjid yang sudah di dekor lengkungan bunga di depannya sebagai tempat penjemputan mempelai wanita saat ijab qabul telah dilantunkan. Semua tersusun rapi dan sangat khidmat.“Jidan sudah siap?” tanya penghulu.“Insyallah siap,” jawabnya mantap.“Ankahtuka wazawwajtuka Inayatu Shalihah binti H. Hasan Asy-Syadzuli bi mahril madzkur haaaalan,”“Qobiltu nikahaha wa tazwijaha
“Sofi,” panggil Inda yang sangat mengerti apa yang sedang terjadi pada Sofia.“Ya Ka,” Sofia menoleh masih dengan wajah lesunya.“Dengarlah apa yang dikatakan oleh hatimu,” titah Inda tiba-tiba.Sofia hanya mengangguk lalu kembali berlalu.“Banyak yang menderita hatinya di rumah ini karena aku,” ucap Inda menyesal.“Kalau saja Ustadzah Inda saat itu tidak berterus terang memberitahu perasaan Kana pada Pak Kyai. Mungkin sampai kapanpun Kana akan terjerat oleh rasa yang membingungkan itu, dan menjadi benalu di rumah tangga Ustadzah. Karena untuk pergi dari pesantren ini pun Kana tidak mampu. Ternyata, cinta Kana pada pesantren ini, ketulusan Kana pada Umi dan Abi lebih besar dari apapun,”Inda terdiam, tertegun mendengar ucapan Kana.“Hingga akhirnya, Kana menemukan hikmah saat Kana berada di kampung. Seorang pria yang selama ini hanya sibuk dalam mempertaruhkan nyawa seseorang datang untuk menyatakan perasaannya dan telah berhasil membuka fikiran Kana dan memberi ruang padanya,”“Janga
“Tapi…”“Kenapa?”“Naya malu Pak Kyai,”“Malu pada siapa?”“Anak santri. Mereka belum mengetahui acara ini. Dengan pergi berdua seperti ini, Naya khawatir ini akan menjadi fitnah,”Jidan menghela napas memperbaiki posisi duduknya berhadapan dengan Naya.“Kana,” panggil Jidan.“Baik Pak Kyai,” sahut Kana yang muncul dari ruang keluarga.“Tolong kumpulkan semua pengurus disini sekarang,”“Sekarang Pak Kyai?” tanya Kana memastikan.“Ya,”“Nggeh Pak Kyai,” angguk Kana lalu bergegas keluar mengerjakan perintah Jidan.Naya terbelalak mendengar ucapan Jidan yang tiba-tiba memanggil semua pengurus untuk berkumpul disini. Keputusan itu, pasti karena ucapannya barusan yang merasa malu karena para santri belum ada yang tahu.“Pak Kyai?” suaranya lirih tak percaya.“Kita cukup memberitahu pengurus saja kan?”“Kenapa tiba-tiba begini Pak Kyai? Pak Kyai semakin membuat Naya malu,” ujarnya mengerucutkan bibir manisnya.“Siap-siap saja dengan tanggapan mereka nanti,”Mendengar kalimat itu, wajah Naya
Dua hari kemudian, kondisi bayi dalam kandungan Inda dinyatakan normal, dan sudah diperbolehkan pulang.Sore hari, Inda dan Jidan sudah sampai di halaman pesantren. Suasana yang tenang, beberapa kegiatan masih berlangsung. Ada yang sedang menghafal di gazebo, ada yang sedang gotong royong membersihkan kamar masing-masing, dan ada juga yang sedang mengikuti ekstrakulikuler karena hari ini adalah hari minggu, dimana kegiatan kesenian dijadwalkan pada hari itu sebagai waktu refreshing bagi para santri.Juga, di area lahan kosong yang terletak di samping rumah pengasuh terlihat Pak Maman sedang mengkordinasi para pegawai yang mulai merancang Pembangunan sebuah rumah yang akan dihadiahkan untuk Naya nanti.“Apa Naya sudah memilih desain interiornya Mas?” tanya Inda yang melihat-lihat area tersebut.“Dia masih melihat-lihat katalog yang diberikan arsitek kemarin Sayang,” jawab Jidan santai.“Assalamu’alaikum Ustadzah?” sapa para santri yang berlalu didekatnya dan tak lupa mereka menyalami J
Sungguh ingin ia mempertahankan sang mantan agar dapat kembali padanya. Sudah sejauh ini ia memperjuangkan sang kekasih, berharap masih ada ruang baginya untuk mendapat cinta yang selama ini telah ia pupuk hanya untuk wanita pemilik wajah anggun nan cantik, yang matanya mampu meluluh lantakkan hati yang memandangnya, yang senyumnya mampu meruntuhkan benteng pertahanan.‘In, siapa yang akan menutup luka yang tergores dalam di hati ini In? Aku masih menyayangimu bahkan entah sampai kapan. Bisakah kamu melihat itu In? aku akan selalu menunggumu’ Pemandangan di balik jendela bus menuju kota Jakarta terasa sedang mengiba ikut merasakan pilunya cinta seorang pria yang baru saja menerobos masuk dalam kehidupan sang mantan. Dengan penuh resiko dan bahaya.KLING KLINGPonsel Zein berbunyi. Panggilan dari Firhan sang wakil keamanan.“Halo assalamu’alaikum Han,”“wa’alaikumussalam Zein,” jawab Firhan tergesa. “Zein gawat Zein. Ada pengeroyokan antar kekeluargaan di distrik 10 Zein,”Zein terteg
TAK TAK TAKLangkah kaki terdengar gagah mendekat memasuki ruang tunggu.“Sofi. Bagaimana keadaan Kakak?” panik Jidan.“Kak Inda masih harus istirahat Kak,” jawab Sofia.Zein hanya melirik sinis pada Jidan dan Naya yang baru saja sampai di ruangan itu. Jidan melangkah sampai di depan Zein yang hanya duduk tak menghiraukan kedatangan Jidan.“Silahkan tinggalkan ruangan ini,” perintah Jidan pada Zein.Zein beranjak dari kursinya dan memandang tajam pada lawan bicaranya.“Jika kamu tidak bisa membahagiakannya. Lepaskan dia dari jerat hidupmu yang rumit itu!” ucapannya penuh penekanan dan mengintimidasi.“Apa hak kamu berbicara seperti itu hah?” cecar Jidan.“Aku. Tidak akan pernah menyerah untuk ini! Ingat itu!”“CUKUP!” teriak Sofia menghentikan perdebatan keduanya. “Jika masih ada yang belum selesai antara kalian, kenapa kamu meminta aku untuk memulai suatu hubungan Kak Zein? Kenapa?” derai air mata tak sanggup untuk dibendung. Kenyataan itu cukup menyakitkan bagi Sofia yang hanya menj
Pagi yang segar di hari sabtu, Inda memutuskan untuk memulai harinya dengan menyirami tanaman bunga di halaman depan rumah. Para santri pun yang hendak masuk ke kelas berlalu Lalang menyapanya dengan santun, beberapa mereka menyalami Inda dengan takzim.“Kamu tau gak Ser? Kemarin Pak Kyai pergi sama Ka Naya loh!”“Kemana ya kira-kita?”“Kalo akau perhatiin ya, akhir-akhir ini Ka Naya selalu dipanggil ke rumah pengasuh tau,”Tak sengaja Inda mendengar percakapan segerombol santriwati sedang membicarakan suaminya dengan ketua putri. Rasanya tidak etis sekali ada pembicaraan seperti itu di pesantren ini, terlebih itu menjurus kepada fitnah nantinya.Larut dalam fikiran, seketika perut Inda terasa nyeri seperti ada yang meremasnya dengan kuat. Inda merintih kesakitan, wajahnya memucat, tubuhnya membungkuk menahan sakit. Selang air yang semula di tangan, ia jatuhkan seketika.Dua oran santriwati yang melihat Inda hampir terjatuh di tanah, segera berlari untuk menopang tubuh Inda. Seluruh s
“Kyai?” panggil Naya.“Ya?” sahut Jidan.“Apa Ustadzah Inda telah menyiapkan semua isi tas Pak Kyai?” tanya Naya yang masih terkesima dengan ketelatenan Inda dalam menyiapkan perjalanan Jidan.“Iya. Kenapa?”“Masyaallah sekali Pak Kyai, sangat lengkap dan rapi,” puji Naya.“Kamu sudah membuka semua bagian?” tanya Jidan memastikan. Naya menggeleng.“Di bagian paling besar, itu berisi pakaian, termasuk handuk kecil dan sapu tangan, di bagian ke tiga, ada perlengkapan untuk perawatan mulut. Dan yang paling kecil ini, Inda berpesan,”kalau ada receh kembalian, taruh disini ya Mas, biar dompet Mas tidak gembung” Begitu katanya,”Naya tersenyum mendengar penjelasan Jidan, kemudian menunduk merasa insecure denga napa yang dilakukan Inda untuk Jidan. Dia tidak yakin bahwa dirinya akan seperfeksionis Inda atau malah menyusahkan mereka.“Kamu, tetaplah jadi dirimu sendiri. Aku akan mencintaimu dengan apa adanya dirimu,” kata Jidan melihat perubahan sikap Naya.“Terimakasih Pak Kyai,” ucap Naya
Waktu itu telah tiba. Hari dimana Jidan dan Inda akan segera berangkat menemui ibunda Naya.Jam dinding menunjukkan pukul delapan pagi, seperti jadwal yang sudah ditentukan, Inda akan pergi untuk memeriksakan kehamilannya terlebih dahulu Bersama Jidan.Setelah mengantri menunggu giliran, akhirnya Inda dan Jidan sudah berada di ruangan dan akan segera dilakukan USG yang ditangani langsung oleh bidan Laila.“Sepertinya Ustadzah terlalu banyak fikiran ya?” tebak Laila.“Tidak juga sih Dok, biasa saja, tidak ada yang saya fikirkan berlebihan,” tanggapan Inda mencoba mengelak.“Harus badrest dulu ya Ustadzah. Jangan terlalu melakukan yang berat-berat dulu,”“Apa melakukan perjalanan jauh akan berpengaruh pada bayi kami Dok?”“Kemana?”“Bandung misalnya,”“Emmm. Sepertinya tidak bisa Ustadzah, khawatir terjadi sesuatu pada bayinya nanti,”Inda hanya melirik pada sang suami. Mengisyaratkan hari ini ia tidak akan bisa menemani sang suami.“Baik kalau begitu Dok, terimakasih ya Dok,” ucap Jida