Belum lama berjalan keluar dari pusat Majapahit, pasukan Majapaht yang dipimpin oleh Mahapatih Nambi, Mahisa Anabrang dan Ken Sora sudah dihadang oleh Pasukan Ranggalawe. Di sekitar Sungai Tambak Beras di kota Jombang, pasukan Majapahit telah dihadang oleh pasukan yang dipimpin oleh Ranggalawe yang merupakan keponakan dari Ken Sora. Perang yang tidak terduga pecah sebelum perkiraan membuat dua pasukan dari dua kubu terpaksa berperang.
Suara gemerincing ketika dua pedang saling bertumbukan, suara busur yang melepaskan panahnya dan suara teriakan pasukan yang siap mati untuk kemenangan menghiasi sekitar Sungai Tambak Beras di kota Jombang. Tidak berselang lama. . . darah merah mulai mengalir dari tubuh pasukan yang terluka dan beberapa pasukan jatuh tersungkur berada di ambang kematiannya, Hyang Yuda yang melihat pemandangan ini setelah ratusan dan ribuan kali merasakan sensasi yang berbeda.
Selama ini dirinya yang menjabat sebagai Dewa Perang hanya meng
TAHUN 1297 Selama dua tahun kemudian dihabiskan oleh Hyang Yuda untuk bekerja sebagai Bayangkara di Antapura dan sudah tidak terhitung jumlah perang yang diikuti oleh Hyang Yuda dalam rangka memperluas wilayah Majapahit. Dalam dua tahun juga, Hyang Yuda juga jarang pulang ke rumah dan bertemu dengan Gurunya. Sejak insiden pemberontakan Ranggalawe, Gurunya Ken Sora mengurangi jumlah kunjungannya ke Antapura dan lebih banyak menghabiskan waktunya tenggelam dalam pekerjaannya sebagai Rakryan Patih ri Daha(1) di Kediri. (1)Rakryan Patih ri Daha berarti Patih bawahan di Kadiri dalam kerajaan Majapahit. Kadiri sekarang dikenal dengan Kediri. Dalam dua tahun juga, Hyang Yuda berhasil mendapat kepercayaan dari Rakryan Tumenggung(2) dan menjadi tangan kanan serta ahli strategi dari Rakryan Tumenggung.Namun setelah keberhasilannya untuk menjadi kepercayaan dari Rakryan Tumenggung, Hya
TAHUN 1298 Setahun kemudian. . . “Maharaja. . .” Pawestri Manohara dengan sengaja meluangkan waktu paginya untuk menemui kakaknya yang menjadi raja pertama Majapahit. “Adikku tersayang. . .” ucap Maharaja melihat kedatangan adik tersayangnya. “Karena sibuk dengan urusan kerajaan, kakakmu ini tidak memiliki waktu untuk mengunjungimu. . . bisakah kamu memaafkan kakakmu ini?” Pawestri Manohara tersenyum mendengar ucapan kakaknya itu, “Saya tidak berani, Maharaja. . .Saya juga bersalah karena tidak menyempatkan waktu untuk mengunjungi Maharaja. . .” “Ada apa kamu datang kemari pagi – pagi sekali, Manohara?” tanya Maharaja. “Ada yang ingin aku minta dari Maharaja. . .” Raut wajah Maharaja berubah menjadi sedikit serius meski berusaha tetap tersenyum di depan adik tercintanya. “Bisakah kita berbicara dengan berjalan – jalan di sekitar
Nama Rakryan Tumenggung Sena menggema di seluruh Majapahit terutama di Kota Mojokerto yang merupakan ibu kota kerajaan Majapahit. Bahkan kedatangan pasukan Rakryan Tumenggung Sena mendapat sambutan luar biasa dari rakyat Majapahit. Bak pesta tahunan di Majapahit, iring -iringan pasukan Rakryan Tumenggung Sena yang sejak masuk dari gerbang kota Mojokerto hingga masuk ke Antapura diikuti oleh rakyat yang ingin melihat Rakryan Tumenggung mereka yang masih muda. Beberapa gadis di jalan berteriak memanggil nama Sena dengan harapan Sena akan melihat mereka. Beberapa anak kecil berteriak memanggil Nama Sena berharap dirinya tumbuh dewasa dan bisa menjadi seperti Sena. Dan beberapa orang tua meneriakkan nama Sena untuk memberi pujian kepada Sena.Pemandangan yang menghebohkan di seluruh Majapahit itu tidak luput dari pandangan Dyah Manila adik dari Mahapati yang kebetulan sedang berada di jalanan menuju Antapura ketika pasukan Rakryan Tumenggung tiba di jalanan kota Mojokerto.
Setelah empat tahun lamanya, perlahan Hyang Yuda mulai melupakan nama Hyang Yuda dan posisinya sebagai Dewa Perang yang Agung dari Amaralokadan terbiasa menjalani segalanya layaknya sebagai manusia biasa bernama Sena. Dari makan bersama dengan pasukannya, dari menikmati jalan – jalan di pasar dengan dikelilingi oleh orang tua yang berebut menunjukkan putrinya dan menikmati jalannya perang bersama dengan pasukannya. Kebiasaan itu kini sudah menjadi bagian dari hidup Hyang Yuda dengan nama Sena. Dua hari sebelum hari pernikahannya, Maharaja meminta untuk bertemu dengan Hyang Yuda untuk menemaninya berjalan – jalan di sekitar tembok Antapura hanya untuk menikmati langit malam. “Apakah kamumerasa gugup, Rakryan Tumenggung Sena?” tanya Maharaja yang berjalan di depan Hyang Yuda. Dengan penuh rasa hormatnya, Hyang Yuda menjawab pertanyaan Maharaja, “Lebih gugup dari pada harus pergi berperang, Maharaja.” Maharaja menghentikan l
TAHUN 1300 Setahun kemudian. . . Hyang Yuda yang selama setahun telah tinggal di Antapura bersama dengan Pawestri Manohara pergi mengunjungi rumah lama gurunya yang dulunya ditinggalinya yang berada di luar Antapura. Di depan gerbang rumah miliknya yang sederhana berdiri Rangga, sahabatnya yang telah lima tahun lamanya pergi berkelana ke seluruh daerah kerajaan Majapahit. “Rangga. . .” sapa Hyang Yuda ketika mengenali wajah sahabatnya yang sudah lama tidak ditemuinya. “Rakryan Tumenggung Sena. . .” balas Rangga dengan sedikit menundukkan kepalanya memberi hormat kepada Hyang Yuda. Terkejut melihat sahabatnya memberi hormat padanya, Hyang Yuda segera berlari menghampiri sahabatnya dan berkata, “Jangan begitu Rangga, kita adalah teman. Jangan bersikap terlalu formal dan memanggilku dengan jabatanku. Kamu bisa memanggil namaku seperti yang biasa kamu lakukan, Rangga. . .” Ran
Setelah selesai berkunjung ke rumah lamanya, Hyang Yuda kembali ke Antapura. Di depan pintu masuk Antapura, Hyang Yuda sudah dicegat oleh pelayan pribadi Maharaja yang membawa pesan dari Maharaja untuk segera menghadapnya. Bersama dengan pelayan Maharaja, Hyang Yuda segera bergegas menuju Aula tempat Maharaja berada. “Rakryan Tumenggung Sena. . . “ sapa Bayangkara Rama yang menjadi pengawal pribadi Maharaja. “Bayangkara Rama. . . saya mendapat pesan untuk segera menghadap Maharaja,” jelas Hyang Yuda. “Mohon tunggu sebentar Rakryan Tumenggung Sena, Maharaja sedang kedatangan tamu pentingsecara tiba – tiba.” Hyang Yuda menuruti perintah Bayangkara Rama dan berdiri menunggu di depan aula tempat Maharaja berada. Setelah menunggu sekitar satu jam lamanya, Hyang Yuda melihat tamu yang menemui Maharaja keluar dan berpapasan dengannya. “Siapa itu tadi, Bayangkara Rama?” tanya Hyang Yuda penasaran karena merasa belum perna
Setelah selesai memberi salam dan menyapa Mahapati, Hyang Yuda berpamitan kepada Maharaja dan Mahapati untuk meninggalkan Aula tempat Maharaja berada dan kembali bertugas. Hyang Yuda berbalik dan melangkah pergi untuk keluar dari Aula, namun langkahnya terhenti ketika tanpa disengaja telinganya mendengar suara Mahapati yang berbicara kepada Maharaja. “Mohon maafkan kelancangan saya, Maharaja. Sepertinya saya tadi melihat Mahisa Taruna datang kemari, Maharaja. . .” Hyang Yuda mendengar Mahapati menyebut nama Mahisa Taruna. Untuk sesaat. . . Hyang Yuda menghentikan langkahnya, namun dengan segera Hyang Yuda melanjutkan lagi langkahnya hingga keluar dari Aula tempat Maharaja berada. “Bayangkara Rama. . .” sapa Hyang Yuda. “Ya. . . Rakryan Tumenggung. Apakah sudah selesai menemui Maharaja?” tanya Bayangkara Rama yang menjaga pintu aula tempat Maharaja berada. “Ya. . . bisakah aku menanyakan sesuatu padamu, Bayangkara
Setelah mendengar berita yang dibawa oleh Anggara, Hyang Yuda benar – benar tidak bisa tertidur hingga fajar akhirnya tiba. Begitu pagi tiba, Hyang Yuda segera berpesan kepada Biyada yang menjaga Pawestri Manohara karena tidak ingin membangunkan istrinya yang kelelahankarena pesta kecil yang dibuat Maharaja untuknya kemarin. Setelah meninggalkan pesan untuk istrinya, Hyang Yuda kemudian pergi menemui Anggara lagi di tempat pelatihan pasukan miliknya. “Anggara. . .” panggil Hyang Yuda ketika tiba di tempat pelatihan pasukan miliknya. “Ya, Rakryan Tumenggung. . . ada yang bisa saya lakukan untuk Rakryan Tumenggung?” tanya Anggara. “Setelah ini. . . aku akan pergi mengunjungi Guruku. Perasaanku tidak enak sejak semalam dan aku benar – benar tidak bisa tertidur. Jadi kuputuskan hari ini aku akan mengunjungi Guruku. Untuk itu. . . aku butuh bantuanmu.” “Apa yang perlu saya lakukan, Rakryan Tumenggung?” tanya Anggara. “
“Begitulah kisah cinta dan kisah perjuangan dari Rakryan Tumenggung Sena dan Pawestri Manohara. Setelah terpisah oleh kematian, setelah melewati tiga kehidupan penuh ujian dan penantian yang panjang, Rakryan Tumenggung Sena dan Pawestri Manohara akhirnya bersatu kembali di Amaraloka.” “Benarkah begitu Paman?” tanya anak laki – laki dari lima anak laki – laki yang mendengarkan kisah dari pendongeng bernama Rangga. “Benar.” “Lalu apakah kerajaan dan Maharaja melupakan Rakryan Tumenggung Sena dan Pawestri Manohara?” tanya satu dari empat anak perempuan yang juga ikut mendengar kisah dari pendongeng bernama Rangga. “Maharaja tidak melupakan adik kesayangannya, Manohara. Hanya saja kisah cinta mereka kemudian terkubur bersama dengan kematian seluruh saksi dari kejadian yang membunuh RakryanTumenggung Sena dan Pawestri Manohara. Semua saksi dalam kejadian itu menyimpan rahasia itu sebagai bentuk sumpah setia kepada Maharaja dan
Hyang Yuda berdiri di depan gerbang Sadyapara menunggu pratiwimba milik Hyang Marana datang membawa atma dari Isvara yang merupakan reinkarnasi keempat dari Manohara. Dengan gugup, Hyang yuda berdiri menunggu sementara Hyang Tarangga yang berdiri menemani di sampingnya tampak begitu tenang seperti biasanya. “Tenanglah, Hyang Yuda.” Hyang Tarangga berusaha menenangkan Hyang Yuda yang begitu gugup bahkan lebih gugup ketika harus memimpin perang. “Kenapa pratiwimba milik Hyang Marana lama sekali, Hyang Tarangga?” Hyang Yuda berkata dengan raut wajah yang sudah tidak lagi bisa menahan rasa sabarnya. “Manusia yang mati hari ini berjumlah ratusan dan belum lagi yang mati di sisi lainnya di Janaloka. Tugas Hyang Marana begitu banyak, jadi tunggulah dengan sabar,Hyang Yuda. Atma dari Isvara tidak akan menghilang.” Tidak lama kemudian dari gerbang masuk Sadyapara, Hyang Yuda melihat kedata
Sepuluh tahun kemudian. Tahun 1945. Isvara kini telah tumbuh menjadi gadis yang cantik dengan karakter dan kepribadian yang baik. Dengan keluarganya yang merupakan keluarga bangsawan, tidak sulit bagi Isvara untuk mendapatkan pendidikan yang tinggi untuk masa depannya kelak. Isvara yang sudah memiliki kecerdasan yang cukup tinggi sejak masih kecil mengenyam pendidikan di Sakolah Raden Dewi(1) dan lulus di usianya yang masih muda. (1)Sakolah Raden Dewi adalah sekolah yang didirikan oleh Dewi Sartika pada tahun 1904 dengan nama sekolah istri atau sekolah untuk perempuan di Bandung. Sekolah ini mengalami perubahan nama beberapa kali sebelum akhirnya pada tahun 1929 berubah nama menjadi Sakolah Raden Dewi. Hyang Yuda yang melihat pertumbuhan Isvara merasa begitu senang karena Isvara memiliki kehidupan yang benar – benar membuatnya bahagia. Hyang Yuda
Tahun 1925 Hyang Yuda menghela napas panjang ketika mendapati dirinya harus bertugas hanya berdua dengan Hyang Marana. Mendengar helaan napas panjang dari Hyang Yuda, Hyang Marana melirik dengan tajam ke arah Hyang Yuda dan berkata, “Aku mendengar helaan napas panjang itu, Hyang Yuda. Apakah begitu membosankannya bagi Hyang Yuda untuk bekerja bersama denganku?” Hyang Yuda dengan cepat berusaha tersenyum mendengar omelan dari Hyang Marana yang mendengar helaan napas panjangnya dan menjawab pertanyaan dari Hyang Marana, “Tidak, Hyang Marana.” “Kalau begitu berhentilah menghela napas panjang karena bukan hanya Hyang Yuda saja yang merasa sebal. Aku pun juga merasakan hal yang sama. . . Akan lebih baik jika Hyang Tarangga ada di sini menjadi penengah di antara kita berdua. . .” Hyang Yuda menganggukkan kepalanya mendengar ucapan Hyang Marana. Untuk pertama kalinya dalam 600 tahun keh
Seratus tahun kemudian. . . Selama seratus tahun, Hyang Yuda melakukan semua pekerjaan yang dimilikinya dengan giat. Dari pergi melihat jalannya perang bersama dengan Hyang Marana dan Hyang Tarangga, kemudian pergi bersama dengan Hyang Marana dalam menjemput banyak atma manusia yang tewas karena serangan wabah dan sesekali membantu pekerjaan para Hyang lainnya ketika Hyang Yuda sebagai Hyang Ruksa melepas panah Sanghara Gandhewa dan membuat kiamat kecil datang ke Janaloka. Pada tahun 1815, Sanghara Gandhewa yang dilepaskan oleh Hyang Yuda membuat Tambora Giri(1) meletus dan mengakibatkan banyak manusia yang tewas. Hyang Marana dan Hyang Tarangga benar – benardibuat bekerja keras ketika Sanghara Gandhewa milik Hyang Ruksa dilepas ke Janaloka. Tidak hanya itu saja akibat dari letusan Tambora Giri yang sangat dahsyat, tsunami datang di beberapa titik di Janaloka dan mengakibatkan ribuan manusia kehilangan nyawanya. Akibat l
Mendengar ucapanku, sosok hitam dengan wujud wanita itu kemudian memasang wajah murka kepadaku. Tangannya mengepal berusaha merusak selubung pelindung yang dibuat Hyang Yuda sebelum hilang kesadarannya. Tatapan matanya menyala seakan berusaha membakarku dengan amarahnya. Beruntungnya aku,berkat selubung itu aku berhasil menyelamatkan diri dan berjalan menjauh dari sosokhitam dengan wujud wanita itu. Menyadari aku yang perlahan berusaha pergi, sosokhitam dengan wujud wanita itu kemudian memanggil senjata miliknya yakni sabit besar berwarna hitam yang pernah aku lihat ketika sosok itu menyerang Hyang Yuda dan berusaha menghancurkan selubung yang melindungiku. Entah itu beruntung atau mungkin kekuatan Hyang Yuda lebih kuat darinya, selubung itu masih melindungiku dan membuat usaha sosok itu berakhir dengan kegagalan. “Sial. . .” Sosok itu mengumpat kesal ke arahku sembari melempar tatapan tajam penuh amarah kepad
Pertemuanku dengan Hyang Yuda benar – benar berjalan mulus sesuai dengan rencana yang dibuat oleh sosok itu. Dengan jantung yang berdetak kencang, aku berusaha keras menyembunyikan rona merah di wajahku dan suara detak jantungku yang bahagia melihat kedatangan Hyang Yuda tepat di hadapanku. Aku tahu hanya diriku seorang yang dapat mengingat kehidupan lama Hyang Yuda sebagai Sena. Tapi dengan hanya itu saja, akuyang hidup berteman dengan kesepian dan kehilangan semua harapanku sejak kematian bibiku akhirnya memiliki sebuah harapan lagi. Meski Hyang Yuda melupakan jati diri dan identitasku di masa lalu, meski Hyang Yuda tidak mengingat janji dan cinta di antaraSena dan Pawestri Manohara, aku akan membuat Hyang Yuda kembali menyukaiku seperti yang pernah terjadi antara Sena dan Pawestri Manohara di masa lalu. Itulah yang aku harapkan. Hyang Yuda membantuku dengan menggendongku di punggungnya yang hangat, membawaku kembali ke rumah s
Adegan demi adegan dengan cepat berputar di dalam benakku. Adegan yang memutar segala kenangan milik Pawestri Manohara bersama dengan Rakryan Tumenggung Sena dari pertemuan pertama, waktu – waktu yang dihabiskan oleh Pawestri Manohara bersama dengan Sena sewaktu menjadi pengawal pribadinya, permintaan Pawestri Manohara kepada Maharajamengenai pernikahannya, kemudian pesta pernikahan antara Pawestri Manohara, kehamilan Pawestri Manohara hingga terakhir kematian mengenaskan yang dialami oleh Manohara dan Rakryan Tumenggung Sena sebagai suaminya. Semua adegan berputar dengan cepat dalam waktu singkat seakan tumpah di dalam benakku. Begitu pemutaran adegan itu berakhir, air mataku tanpa kusadari jatuh dan membasahi wajahku. Sementara aku menghapus air mata di wajahku, sosok gelap di hadapanku kemudian mengangkat telapak tangannya dari keningku, menghentikan pemutaran adegan di dalam benakku. “Apa yang baru saja aku lihat ini?” tanyaku masih dengan mengh
Hyang Yuda akhirnya mengerti. Hyang Yuda akhirnya memahami alasan dari Sasarada yang memiliki kemampuan untuk melihat sosoknya sebagai Dewa. Kemampuan itu seakan menjadi jawaban dari keinginan dua reinkarnasi Manohara sebelumnya yakni Anindya dan Samanta. Harapan itu didengar oleh berkah milik Hyang Yuda yang sejak awal juga ingin kembali pada Tuannya. Berkah itu membuat dua reinkarnasi dari Manohara menyimpan perasaan yang dalam dari Manohara untuk suaminya, Sena yang tidak lain adalah Hyang Yuda. Berkah itu jugamembuat Samanta dapat melihat beberapa kenangan miliknya di kehidupannya sebagai Manohara dalam bentuk mimpi. Seperti ucapan Hyang Tarangga pada Hyang Yuda, reinkarnasi Manohara terlindungi dari makhluk – makhluk tak kasat mata yang berniat mengganggunya. Namun dalam ucapan Hyang Tarangga pada Hyang Yuda itu ada sebuah kesalahan kecil yang harusnya menjadi peringatan untuk Hyang Yuda. Hyang Yuda juga termasuk ke dalam makhluk