JANGAN LUPA VOTE UNTUK MENDUKUNG PERINGKAT CERITA INI LUV U
Lily benar-benar ditinggalkan sendirian dan terkunci di dalam kamar. Brandon belum juga kembali sampai lewat tengah hari, entah dia pergi ke mana. Lily menduga Brandon kembali ke kapal dan meninggalkannya sendirian di pulau.Menjelang sore Hujan mulai turun di awali dengan angin ringan yang tiba-tiba menjadi deras disertai badai dan petir. Badainya seperti berpusar hingga membuat pohon-pohon palem ikut berputar ribut dan condong nyaris ambruk. Lily juga bisa melihat kilatan petir yang menjalar dari dinding kaca kamarnya yang masih terbuka, lama-lama Lily jadi takut karena ingat cuma sendirian di pulau kecil tersebut. Lily segera menutup semua tirai dan naik keatas ranjang untuk memeluk tubuhnya sendiri sambil terus berdoa untuk meredakan ketakutannya.Lily bukan hanya taku sendirian dan badai, dia juga takut pada kemarahan Brandon kali ini. Lily tahu Brandon sangat marah bukan hanya karena telah dikhianati tapi juga karena cara Lily mengkhianatinya. Ibarat dua orang anak manusia, mere
"Katakan padaku apa yang harus kulakukan agar kau mau bicara lagi denganku?" tanya Lily tiba-tiba.Sebenarnya Brandon juga terkejut Lily mau langsung bicara seperti itu karena tidak sesuai dengan gaya seorang Loghan yang biasa angkuh dan keras kepala."Duduki aku!"Brandon Lington masih menatap dingin pada wanitanya dengan kedua lengan kakunya yang terulur di masing-masing tepi jacuzzi. Nampak mengerikan untuk didekati tapi Lily sedang tidak punya pilihan dan juga tidak sanggup jika terus diperlakukan seperti ini. Harus ada yang lebih dulu nekat untuk mengakhiri perang dingin di antara dua orang yang sedang sama keras kepala.Perang dingin adalah masalah yang bisa menimpa pasangan manapun dan paling sering terjadi berulang-ulang karena pada dasarnya manusia tetap individu yang memiliki ego untuk dituruti meski kadang sudah tahu salahnya di mana.Lily berjalan mendekat, masih dengan pakaian tidurnya yang berbahan ringan dan setengah agak transparan."Lepas!" perintah Brandon begitu Lily
George membawa Anelies keluar melalui tangga darurat kemudian berlari melalui gang sempit yang agak licin karena sedang turun hujan. Hujan di akhir musim gugur membuat tubuh Anelies yang cuma memakai sweater tipis mulai menggigil. Begitu sampai di tepi boulevard George segera menghentikan taksi yang sedang melintas. Mobil kuning yang dikendarai seorang pria Meksiko itu segera berhenti, George buru-buru membawa Anelies masuk."Bandara!" perintah George.Taksi mereka mulai berjalan dan George segera mengaktifkan kamera tersembunyi yang tadi sengaja dia tinggalkan di kamar hotel untuk mengetahui siapa yang sedang memburunya. George melihat Jared dan seorang pemuda yang sama sekali tidak dia kenal masuk melalui pintu balkon."Siapa mereka, kenapa mereka ingin menyakitimu?" tanya Anelies saat ikut menyaksikan rekaman video yang terkoneksi dengan ponsel George."Terlalu banyak orang jahat di dunia ini, karena itu kita harus selalu hati-hati dan jangan pernah percaya dengan siapapun dari mere
Lily kembali terbangun dengan rasa lemas yang belum mau terlepas dari sum-sum tulangnya. Tubuhnya masih telanjang terlilit gumpalan selimut yang sudah ikut kusut. Lily beringsut menggesekkan pinggulnya sendiri yang tidak nyaman di dalam selimut karena masih agak lembab dan berdenyut agak perih. Nampaknya Brandon sudah membuatnya sedikit lecet. Lily segera berguling untuk berbaring telentang, mendekap dada dan memperhatikan langit-langit kamarnya yang tidak terlalu tinggi. Dia sendirian, entah apa Brandon kembali meninggalkannya. Lily menoleh ke luar. Cuaca sangat cerah meski seharusnya sudah hampir sore.Lily turun dari tempat tidurnya dengan menyeret selimut yang membungkus tubuh polosnya. Lily melihat Brandon sedang duduk di tepi kolam sambil menelpon seseorang. Lily masih ingat jelas bagaimana tadi mereka telah bercinta dan malah membuat Brandon marah.Brandon Lington benar-benar bukan pria yang mudah menemukan seseorang untuk dapat dia percaya, dan sudah berulang kali dia justru d
Lily memiliki phobia terhadap darah dalam kondisi syok, seperti melihat sayatan yang berdarah atau dalam kondisi yang tidak semestinya."Brandon!" teriak Lily dengan nyaring.Brandon langsung berlari ke dalam kamar, melihat Lily yang masih memperhatikan tangannya."Darah ..." gumam mulutnya yang melemah sebelum tiba-tiba memucat dan pingsan. "Lily!" Brandon seketika panik apa lagi ketika menyibak selimut Lily dan melihat darah segar yang merembas sudah merembas ke seprai. "Oh, Tuhan ...!"Brandon segera mengangkat tubuh Lily dan menghubungi anak buah kapal. Brandon membawa Lily ke rumah sakit terdekat mengunakan helikopter untuk segera mendapat pertolongan karena Lily juga masih lemas pingsan di sepanjang perjalanan sama sekali tidak sadar.Lily sudah kehabisan banyak darah dan semakin pucat. Brandon merasa benar-benar bisa ikut mati jika sampai terjadi sesuatu pada Lily.*****Hampir satu jam berlalu, Brandon terus menunggu dalam kerisauan. Lily masih ditangani tim medis dan belum a
Begitu keluar dari bilik toilet, Brandon langsung terduduk di sofa sambil meremas wajahnya sediri dengan telapak tangan. Geby, Jeremy, dan Lily juga langsung memperhatikan meski Brandon tidak bicara apa-apa."Kenapa denganmu?" Geby yang bertanya.Tengkuk Brandon masih berkeringat dingin dengan kontraksi mual di perutnya yang sangat tidak enak. Brandon juga masih belum menjawab apa-apa sampai Geby berjalan mendekatinya."Kau sakit?" Geby keheranan melihat dahi Brandon yang makin berkeringat dingin. "Kami akan panggilkan perawat?" Geby menawarkan."Tidak perlu!" tolak Brandon yang baru mau bicara. "Aku hanya mual."Geby langsung menoleh Lily dan Jeremy bergantian."Minumlah sesuatu!" perintah Lily tapi Brandon terlihat menggeleng. Tiba-tiba Brandon kembali beranjak berdiri untuk buru-buru masuk ke bilik toilet dan menutup pintu. Brandon benar-benar muntah seperti pria payah dan mulai khawatir jika dirinya akan kembali mengalami penyakit aneh. Brandon memang masih sama sekali tidak sadar
"Kemari lah," panggil Lily agar Brandon ikut naik ke atas ranjangnya.Brandon yang dari tadi duduk di sofa bangkit berdiri dengan langkah lesu mengikuti permintaan Lily. Brandon naik pelan-pelan dan ikut menyelipkan sebagian tubuhnya ke dalam selimut. Ranjang rumah sakit memang tidak terlalu besar tapi cukup untuk menampung mereka berdua jika saling merapat. Geby sudah kembali ke hotel, mereka hanya tinggal berdua. Berdua, untuk saling menjaga."Apa yang kau rasakan?" tanya Lily."Sudah jauh lebih baik."Lily yang mendekat lebih dulu untuk mencium Brandon. Sebenarnya Lily ingin melakukanya dari tadi. Lily benar-benar tidak tega melihat Brandon lemas karena muntah. "Maaf, aku sedang tidak bisa banyak membantu.""Seharusnya aku yang menjagamu bukan malah jadi payah seperti ini."Seharian tadi Geby yang mengurus Brandon, membujuknya makan dan terus memberi semangat dari rasa mual yang memang bisa sangat menguras energi."Apa rasanya selalu seperti itu?" Lily jadi ingin tahu dengan apa ya
Sindrom kehamilan membuat Brandon Lington seperti kalah oleh ulahnya sendiri. Karena saat tidak ada seorang pun yang berani menentangnya, ternyata ia justru dikacaukan oleh penyakit tidak terduga macam ini.Brandon menggenggam kaleng coca-cola yang kembali dia minum sedikit-sedikit untuk meredakan rasa mual. Dia sudah lemas karena kurang asupan makanan sejak beberapa hari terakhir ini. Brandon hanya menelan beberapa potong buah setelah dipaksa oleh Geby."Kau tidak bisa terus mengisi perutmu dengan minuman soda sementara tidak menelan makana yang lain." Geby kembali memaksa Brandon untuk makan beberapa potong pisang yang sudah dia letakkan dalam mangkok. Geby juga menusukkan beberapa potongan ke ujung garpu agar Brandon mudah mengambilnya."Ayo tetap telan asal tidak mencekik lehermu."Geby benar-benar paling pantang menyerah untuk membujuk Brandon, jikapun Brandon mau menelan makanan, itu karena dia tidak mau dianggap pengecut yang takut muntah. Padahal setelah di telan Brandon juga a
Anelies semakin menggigil dengan pakaian basah yang menempel di tubuhnya. Suhu ruangan di kamar itu semakin turun. Sepertinya Anelies juga sedang dibawa ke arah utara, entah akan diapakan lagi setelah ini, dia benar-benar tidak tahu nasibnya akan berujung seperti apa. Anelies pikir, jika Omar mengatakan dia akan diadili, seharusnya ia tidak dibawa ke utara tapi ke timur. Rasanya sangat aneh namun Anelies belum sempat memikirkannya, sekarang dia harus segera mengeringkan pakaian jika tidak mau benar-benar membeku. Anelies segera membuka pakain longgar basahnya untuk dia peras. Sama seperti kemarin, Anelies diberi pakaian wanita berpotongan longgar dengan warna serba hitam. Anelies baru akan memeras pakaian basah tersebut ketika tiba-tiba pintu kamarnya terbuka dan Anelies menjerit. "Oh Tuhan!" Kaget laki-laki itu tidak kalah syok melihat Anelies telanjang. "Apa yang kau lakukan!" Anelies segera melempar pakaian basahnya ke lantai dan menyambar seprai untuk menggulung tubuhnya yang s
Tuan Husain diberitakan meninggal akibat serangan jantung di rumah istri seniornya. Tidak ada yang tahu jika sebenarnya pemimpin besar itu ditemukan sedang dalam kondisi telanjang dan tertelungkup di kamar istri muda yang baru beberapa saat dia nikahi. Pangeran Serkan sengaja menyembunyikan fakta tersebut untuk melindungi reputasi keluarganya. Serkan adalah putra kedua dari istri senior Tuan Husain. Kakak laki-laki Serkan mengalami koma selama hampir dua puluh tahun dan cuma hidup karena berbagai alat penopang kehidupan yang terpasang di tubuhnya. Tuan Husain juga sudah memiliki dua istri muda, dia punya tiga putra dari istri keduanya dan dua putri dari istri ketiga. Setelah Tuan Husain meninggal otomatis Serkan yang mengantikan posisi ayahnya. Posisi yang sempat ditentang oleh paman-pamannya karena menganggap Serkan masih terlalu muda dan masih lajang di usianya yang ke dua puluh delapan tahun. Diam-diam Pangeran Serka terus menyelidiki kasus kematian ayahnya yang dia anggap tidak w
Setelah kembali disekap untuk dipindahkan dalam kondisi tangan serta mata terikat, kali ini Anelies mendapat kamar yang lebih layak. Anelies dimasukkan ke dalam kamar berukuran tiga kali tiga meter degan bilik toilet kecil dan ranjang seukuran tubuhnya. Paling tidak Anelies sudah tidak tidur di lantai dan ruangannya terang benderang. Ada jendela kaca bulat di dinding, satu-satunya akses dia bisa melihat keluar dan tahu pergantian hari.Anelies sedang dibawa dalam perjalanan mengunakan kapal pesiar besar, dia masih belum tahu akan dibawa ke mana. Seharusnya ini sudah hari ketiga jika Anelies tidak salah hitung sejak dia dipindahkan. Anelies belum pernah berada dalam pelayaran, dan sekarang dia agak mual, bahkan dia tidak berani mengintip ke luar karena takut melihat gelombang permukaan air."Jangan menyisakan makanan atau kami tidak akan memberimu makanan lagi!" seorang pengawal memasukkan makanan untuk Anelies dari lobang pintu.Anelies cuma memandangi makanan dalam piring logam bersek
PRANKKK!!!Terdengar suara pecahan gelas kaca yang jatuh ke lantai, Mara segera berlari menengok Jared."Ada apa?" kaget Mara melihat Jared telah menjatuhkan cangkir kopi yang baru dia buatkan."Aku hanya tidak sengaja menjatuhkannya," Jared Berbohong.Jared tidak mau Mara sampai tahu mengenai kilasan penglihatan yang baru muncul di kepalanya. Baru saja Jared melihat penglihatan Anelies yang gelap, benar-benar gelap tanpa cahaya hingga yang bisa Jared dengarkan cuma hembusan lemah dari napas anak gadisnya yang terkulai lemas. Anelies sedang dalam bahaya dan jared tidak mampu berbuat apa-apa untuk menjangkaunya."Biar kubuatkan lagi." Mara menyentuh bahu Jared agar tenang.Sebenarnya Mara juga tidak bodoh, Jared tidak akan setegang itu jika bukan karena baru melihat sesuatu. Yang membuat Mara semakin cemas adalah Jared yang tidak mau bercerita jujur, karena artinya bisa jauh lebih menakutkan bila Jared sampai pilih merahasiakannya sendiri."Istirahatlah jika kau capek." Mara mengelus ba
Anelies mendekat pelan-pelan untuk memastikan jika pria besar itu benar-benar sudah tidak bernapas dan Anelies kembali menyingkir ketakutan. Anelies baru saja membunuh, gadis muda itu sangat panik hingga yang bisa dia pikirkan cuma satu yaitu 'cara untuk kabur!' Anelies harus kabur sebelum ada yang tahu Tuan Husain sudah meninggal di kamarnya dengan posisi tertelungkup di atas ranjang dan sedang telanjang. Anelies menarik tirai jendela kemudian mengikatnya sambung menyambung untuk dia pakai turun dari lantai tiga. Kamar itu cukup tinggi, sangat mengerikan jika Anelies sampai terjatuh. Tapi Anelies sedang tidak punya pilihan, kematian pria kaya seperti Tuan Husain pasti akan segera membuat dunia ikut heboh. Yang harus Anelies lakukan sekarang adalah mencari tiang yang kuat untuk mengikat talinya. Anelies mengikat talinya ke kaki ranjan dan memastikan semua ikatannya sekali lagi. Anelies juga mengikat ujung talinya ke pinggang untuk berjaga-jaga jika dia terpeleset saat berpijak di d
Mara serta Jared masih berada di Hampton, jarak yang sebenarnya juga tidak terlalu jauh dari putri mereka. Tapi meskipun cuma berjarak sejengkal dan mungkin mereka saling berpapasan, bisa saja Jared atau Mara tidak mengenali Anelies dengan penampilan barunya. Apalagi sampai sejauh ini Anelies juga masih belum tahu jika dia punya keluarga kaya raya, punya ayah, punya ibu dan mereka semua sedang mencarinya."Apa kau masih belum mendapat informasi lagi mengenai putri kita?" Mara menghampiri Jared."Kita pasti menemukanya segera."Dari tadi Jared cuma terlihat duduk di dermaga memandang ke arah gulungan ombak yang berakhir landai ketika meraih pantai. Seperti itu pula perasaan mereka kali ini. Bergejolak seperti gelombang tapi berulang kali harus melandai hilang lagi seolah tanpa harapan."Kita harus tetap berhati-hati karena tidak boleh ada yang tahu jika putri kita selamat dari ledakan. Siapapun bisa ikut memburunya jika tahu Anelies masih hidup. Masih ada beberapa organisasi yang teta
"Aku tidak akan bisa mengeluarkan Antonio tanpa uang itu!" mohon Anelies pada kedua pria kulit hitam yang mengambil semua uangnya."Mereka pasti akan memberimu lagi. Pergi dan minta lagi pada Madam Lexsis!"Anelies dilepaskan dengan didorong kasar sampai terjungkal di lantai dan lututnya perih. Anelies benar-benar ingin membasmi manusia-manusia seperti mereka."Cepat pergi sebelum kami berubah pikiran!"Anelies juga sangat takut karena kedua pria kulit hitam itu jelas bisa berbuat keji padanya. Anelies benar-benar sedang tidak bisa menolong dirinya sendiri apa lagi Antonio. Anelies cuma bisa buru-buru kabur selagi ada kesempatan. Anelies berlari di lorong sepi dengan setengah terpincang-pincang dan berurai air mata karena semua kebodohannya. Sekarang Anelies tidak tahu kemana lagi harus mendapatkan uang lima puluh ribu dolar. Akhirnya Anelies kembali ke klub dan langsung melihat Pablo yang menyeringai ke arahnya. Anelies tidak ingin menemui pria jelek itu lagi, tapi dia tidak punya
"Lepaskan!" Anelies memukul-mukul lengan Pablo yang kaku seperti besi agar melepaskan cengkeraman di lehernya. "Aku tidak bisa bernapas!"Napas Anelies mulai tersendat dengan tangan besar Pablo Morez yang justru makin mencengkeramnya."Apa sekarang kau takut!" Desis Pablo tepat di depan wajah Anelies. Pria itu benar-benar jelek, bukan sekedar fisiknya tapi juga perangainya."Kau harus tahu diri di tempat ini!""Lepaskan aku, pengecut!"Banyak yang melihat Anelies ditekan ke atas meja tapi tidak ada satupun yang berani menolongnya jika sudah berurusan dengan Pablo Morez. Sebelum bekerja sebagai pengawal kepercayaan Madam Lexsis, Pablo sudah pernah beberapa kali keluar masuk penjara karena kasus pembunuhan dan pemerkosaan. Dia juga pernah menjadi pegulat liar, dan masih bisa dilihat berbagai bekas sayatan di bagian wajah serta lengannya yang di penuhi tato seram."Pemuda sialan itu tidak akan bisa menolongmu lagi!"Anelies semakin yakin jika Pablo yang telah bermain kotor di belakang Mad
Setelah George Loghan musnah Jeremy dan Brandon ingin melacak semua organisasi yang tersisa agar tidak kembali tumbuh dengan ideologi yang sama. Mereka adalah orang-orang yang ingin kembali membangkitkan kejayaan monarki, dan sangat mengimani George Loghan hingga seperti dewa mereka. Setelah George tidak ada tentu kiblat mereka akan mengarah pada putra yang telah dipersiapkan oleh George sebagai pemimpin mereka. Jared Landon adalah target yang sempurna, dia mutan yang kuat dan bisa sangat tidak terkendali. "Selama putri dari Jared belum ditemukan, kita semua harus waspada karena siapapun bisa memanfaatkan gadis itu untuk mengendalikan adik laki-lakiku!" Mereka semua sedang melacak keberadaan gadis berambut merah, mungkin anak buah George telah mengira jika gadis itu sudah ikut tewas bersama Georgen dalam ledakan yang menjadikannya debu, tapi Jared jelas tahu jika putrinya masih selamat dan mereka harus segera menemukannya sebelum yang lain tahu jika Anelies masih hidup dan akan ikut