Jika itu Tobias pasti Jeremy sudah menembak kepalanya. Tapi karena itu Jared, Jeremy hanya bisa memukulnya.
Diantara semua penghianat di muka bumi ini kenapa harus Jared yang mengkhianatinya. Karena walaupun Jared yang dia pukuli tapi sebenarnya dada Jeremy sendiri yang terasa nyeri.
Jeremy kembali memasukkan pistol yang semula terselip di pinggangnya ke dalam laci dashboard. Sudah sejak kemarin dia berkeliaran dan hampir sinting karena ingin menembak kepala Tobias Harlot. Jeremy sudah merasa sangat di khianati oleh pemuda itu dengan cara yang sangat tidak dia suka. Padahal diantara para Harlot, Jeremy masih memiliki keyakinan jika Tobias Harlot satu-satunya yang bisa ia percaya.
Jeremy sama sekali tidak mengajak Geby bicara di sepanjang perjalanan itu, rahangnya masih terkatup rapat d
"Apa kau tidak bisa mencari orang lain untuk mengkhianatiku!"triak Jeremy ketika Olivia mengaku sedang mengandung anak James.Setelah kecelakaan yang menimpa kedua orang tuanya, Jeremy hanya tinggal memiliki James, mereka sangat dekat sebagai saudara dan Olivia sudah membuat kakak laki-lakinya tega ikut menjadi pengkhianat.Jeremy sangat murka saat itu juga dan pergi, tapi tetap tidak sesakit hati kebenciannya ketika mendengar James menikahi Olivia yang ternyata tidak sedang hamil.James menikahi Olivia hanya selang dua bulan setelah dirinya pergi dari rumah. Jeremy baru sadar jika Olivia sengaja berbohong mengenai kehamilannya untuk mengusir dirinya agar pergi menjauh, karena ternyata Olivia lebih memilih James sebagai anak pertama yang pastinya bakal mewarisi kerajaan bis
Karena tidak mau kembali gagal seperti kemarin-kemarin. Tobias memutuskan untuk menemui ayahnya, dia langsung terus terang bercerita jika Geby sedang hamil dan ingin pergi dari Jeremy Loghan. Tobias hanya tidak menyangka jika akan dengan begitu mudah untuk membuat sang ayah setuju membantunya. Padahal Tobias sadar jika idenya kali ini sangat gila yaitu 'menculik Geby dari suaminya!' Artinya ini sama sekali bukan masalah sepele mereka akan terlibat dengan seorang Jeremy Loghan yang bukan hanya memiliki kekuasaan tapi juga bisa menuntut mereka secara hukum. Walaupun bukan masalah bagi Tobias karena dia tetap akan melakukan apapun demi Geby tapi seharusnya sang ayah jauh lebih bijak untuk tidak asal begitu saja menyetujui ide gilanya. "Geby." Bibi Beatris menghampiri Geby yang sedang menemani Lily membaca di kamarnya. "Mr. Papkins
Jeremy Loghan kembali menghentakkan kaki ke tubuh kuda hitamnya dan membuat beberapa suara semacam derikan mengunakan lidahnya yang berdesis dengan getaran layaknya seorang penunggang kuda profesional ketika sedang berkomunikasi dengan kudanya. Dia coba mengarahkan Prince ke jalan setapak yang lebih rata menuju ke savana. Karena tadi Jeremy sudah menunggangi kuda Arab jantan itu dari arah perbukitan di sebelah Barat, kali ini dia ingin kembali pulang. Matahari sudah semakin tinggi dan terik membuat keringatnya mengalir deras dan merembas basah ke sekujur tubuh. Bagian punggung dan dada kemeja putihnya terlihat merekat mencetak gumpalan otot punggung dan dadanya yang meregang. Nafas Jeremy ikut memburu panas oleh hentakan tiap kaki kudanya yang sedang berlari seperti peluru. Pagi yang sempurna untuk berkuda, tanah kering juga lebih stabil untuk kaki-kaki kuda berderap. Jeremy bisa
Sepertinya bukan hanya dedaunan musim gugur saja yang bisa runtuh berguguran serempak, karena hati Geby juga seperti sedang demikian. Geby sudah pernah kabur dari Jeremy berulang- ulang kali tapi dia tidak pernah merasa sesedih hari ini. Mungkin karena kali ini dirinya tahu tidak akan pernah bisa menemui Jeremy Lagi dan mungkin juga karena pengaruh kehamilan yang semakin membuatnya sensitif. Tapi dia tidak boleh kembali, tidak boleh berbalik arah, dia harus tega, harus kuat, dan harus siap menghadapi semuanya. Semua, yang akan ada di depannya nanti. Geby meraba perutnya dan harus siap menatap masa depan. Tobias tersenyum dan merentangkan tangannya untuk menyambut Geby yang baru keluar dari dalam mobil. "Aku takut tidak bisa memelukmu lagi seperti ini," bisik Tobias sambil mempererat pelukannya.
Tobias terus menggenggam tangan Geby sambil memperhatikan layar monitor di depan mereka yang belum bisa berhenti membuat haru. "Percayalah kita bisa melalui ini," bisik Tobias untuk meyakinkan Geby sambil mengecup punggung tangan wanita itu yang berada dalam genggamannya. Geby masih berbaring dengan seorang dokter yang sedang menggerakkan alat USG di atas kulit perutnya yang masih rata, untuk bisa melihat kondisi janinnya dari beberapa sisi. Geby sudah beberapa kali menghapus benih air mata harunya yang sudah tak terukur lagi karena akhirnya bisa melihat mahluk kecil yang sedang tumbuh dan berdenyut-denyut di dalam rahimnya. Kehamilannya sudah masuk sembilan minggu. Geby tahu perjuangannya tidak akan mudah tapi Geby menginginkannya, Geby tetap menginginkan benih Jeremy yang se
"KAU HARUS MATI!" tekan Tobias dengan rahangnya yang mengeras kaku. ***** Rumah keluarga Harlot di kawasan Medina merupakan salah satu hunian paling elit dengan pekarangan luas yang masih ditumbuhi banyak pepohonan besar dan halaman belakang langsung menghadap ke danau Washington. Tempat tinggal yang sangat nyaman dibanding rumah mereka dulu di Manhattan, karena tidak ada kebisingan di sini dan udaranya terasa jauh lebih sehat untuk dihirup. Mereka juga bisa langsung memarkir yacht di halaman belakang. Sudah hampir delapan tahun keluarga Harlot pindah ke kawasan Medina. Mereka juga bertetangga dengan rumah keluarga Loghan yang sekarang sudah lama tidak ditempati. Rasanya seperti kembali ke masa lalau, Geby jadi ingat lagi semua kenangannya ketika dulu masih tinggal bersama di rumah keluarganya, ketika sepupu-sepupunya belum menikah, ketika mereka masih sering berkumpul bersama, dan tentunya ketika dia masih belum mengenal James Loghan. Kadang Geby juga hampir
Geby yakin dirinya sedang bermimpi karena hal terakhir yang dia lihat tentang Jeremy Loghan adalah saat pria itu berjalan pergi keluar dari pintu rumah keluarganya. Geby tidak melihatnya lagi dan tidak akan bisa melihatnya lagi. Rasanya hampir sama seperti ketika dirinya hanya mendengar suara tembakan peluru yang menembus kepala Walker tanpa pernah benar-benar melihat sendiri ketika Jeremy mengarahkan peluru tajam itu ke kepala kudanya kecuali hanya di dalam mimpi. Kali ini di dalam mimpinya Geby melihat Jeremy berada di atas tandu yang baru dikeluarkan dari ambulance dan Tobias berdiri di sampingnya dengan setelan rapi. Tobias membuka kain tudung yang semula menutup tubuh Jeremy dan Geby benar-benar tidak sanggup ketika harus melihat jejak luka di sekujur tubuh Jeremy yang sudah mulai memucat dan kebiruan. Pria itu sudah tidak bernapas, tidak bisa bergerak, tidak bisa bicara atau meneriakinya lagi, dan entah dia pergi ke mana. Geby hanya tahu jika dirinya tidak akan
Yang Geby lihat cuma kegelapan, dia juga sedang tidak bisa meraih apapun, tapi dia tetap merasakan bagaimana kewanitaanya sedang diserang. Geby tidak tahu kenapa matanya harus ditutup padahal tangannya sudah terikat dan tidak bisa kemana-mana dengan seorang pria menunggangi tubuhnya. Kecuali siapapun itu dia hanya tidak mau terlihat. Padahal ingatan terakhir Geby ia masih berada di rumah keluarganya dan sekarang Geby merasa tubuhnya juga sudah ditelanjangi. Geby merasa kedua buah dadanya sedang dicengkram seperti digunakan sebagai pegangan sementara pria itu terus melakukan penetrasi ke dalam tubuhnya. Rasanya penuh dan sesak, walupun tidak sakit tapi tetap saja mengerikan. Geby sudah sepenuhnya sadar dan dapat merasakan dengan pasti jika dirinya sedang disetubuhi oleh seorang pria yang tidak mau ia lihat atau dikenali. Bibir pria itu terasa panas menangkup kedua puncak payudara Geby bergantian. Geby hanya merasa semakin tidak benar tapi lumatan lembut dan pa
Salju mulai menebal di pertengahan Desember dan sampai puncaknya di bulan Januari. Padang rumput yang luas sudah sempurna diselimuti salju. Meskipun para kuda termasuk hewan yang paling tahan terhadap cuaca dingin, tapi biasanya justru para pekerja yang semakin enggan membawa kuda keluar istal. Cuma Jared yang terlihat tetap tidak keberatan untuk berkeliaran di cuaca yang sudah semakin membeku, menurutnya kuda-kuda tersebut tidak hanya cukup di beri tumpukan jerami kering, mereka perlu bergerak utuk terus bugar dan mempertahankan panas tubuhnya. Mateo memperhatikan Jared yang sudah beraktifitas sejak pagi, seolah sama sekali tidak mengenal rasa dingin meskipun napasnya terlihat berkabut. "Kubuatkan minuman panas untukmu!" Mateo mengangkat segelas coklat panas utuk dia tunjukkan pada Jared yang masih sibuk membawa kuda-kuda berputar di sekitar istal. "Sebentar lagi Paman!" Jared berputar sekali lagi sebelum kemudian memasukkan kuda-kuda ke dalam istal. Paling tidak dua jam dalam se
Semua pekerja istal ikut berkumpul di beranda samping rumah utama mengelilingi meja besar di area dapur kekuasaan Carolina. Jadi jangan heran jika juru masak bertubuh subur itu jadi yang paling jumawa jika ada yang berani melanggar aturannya. Carolina sudah menyiapkan bebagai menu masakan dan seperti biasa para pria-pria tua itu selalu rakus. "Kemari, Jared. Sudah kuambilkan sup untukmu." "Karena dia masih muda dan tampan jadi kau paling memanjakannya?" "Diam kau, Kakek Tua! " Carolina tidak menghiraukan dia tetap menarik lengan Jared yang kebetulan terakhir tiba. Anelies sudah ikut duduk di tengah meja makan bersama mereka semua dan ikut menertawakan entah lelucon apa karena Jared memang sudah tertinggal. Anelies menoleh padanya dan tersenyum. "Ingat anak muda jangan coba menggoda nona kami, cukup Carolina saja. " Carolina langsung memukul punggung sepupunya itu dengan spatula. Selain sepupunya, paman Carolina dulu juga bekerj
Anelies duduk di atas batu agak datar di antara semak rumput tidak terlalu tinggi, gadis itu menyingkirkan sisa terakhir pakaiannya, membiarkan Jared melihatnya. Tungkai rampingnya yang lembut terlihat sepeti kaki peri ketika Anelies menjejak ke tepian batu tempatnya sedang duduk setengah berbaring. Jared langsung melompat turun dari punggung kuda, menyambar pakaian Anelies untuk menutupi tubuh gadis itu. "Satu minggu yang lalu usiaku sudah genap tujuh belas tahun aku sudah cukup dewasa untuk berbuat apa saja, dengan siapa saja. Kau tidak perlu khawatir, aku juga sudah pernah melakukannya," ucap Anelies pada Jared yang masih coba menutupi tubuh Anelies sekenanya. "Aku tidak akan apa-apa." Anelies mencekal tangan Jared yang hendak berdiri dan gadis itu masih menengadah se
Jared kembali melihat daun pintu kamar yang sedikit terbuka, dia tahu apa ayang akan terjadi jika dirinya tetap melangkah, tapi setiap kali rasa penasaran itu selalu tumbuh lebih besar untuk menenggelamkan sisa kewarasannya. Dirinya juga akan hancur tak tertolong dan tidak bisa dihentikan, dia bisa mengubah erangan kenikmatan menjadi jeritan bersimbah darah. Tubuhnya akan mulai bergetar meningkat semakin panas, terus bergolak seolah nadinya memang dialiri magma. Jared akan meregang dan mengerang sendiri dalam rasa kejang yang menyiksa dengan sangat luar biasa sampai akhirnya ia akan tersentak dari tidurnya dan terduduk dengan sisa jantung berdentam-dentam.Sudah lewat tengah malam, ketika Jared kembali terbangun dengan telapak tangan bergetar dan mengepal. Napasnya berderu kasar dan sama sekali belum bisa menjinakkan ritme jantungnya yang liar. Mimpi mengerikan itu kembali menerjang beru
Anelies tidak menyangkan jika bibir seorang pria akan terasa seperti ini. Hangat dan tebal bertekstur tapi tetap lembut ketika menakup dan mengaisnya dalam lumatan. Gairahnya berbeda, tidak seperti ketika dia sekedar 'flirting' bersama teman laki-laki di sekolah.Napasnya pria dewasa lebih panas merongrong untuk terus dipenuhi kemauannya. Lidahnya bisa disebut lembut tapi juga kasar dengan caranya menjerat mangsa dengan tepat. Pria itu liar, besar, panas bergemuruh penuh nyali.Jared masih menakup pipi Anelies dengan kedua telapak tangannya yang hangat sampai gadis itu cukup menengadah untuk menyambut hisapannya.Entah kemana perginya udara yang tadi nyaris membeku karena kali ini atmosfer di sekitar mereka tiba-tiba menjadi panas seperti uap sup jamur mereka yang terlupakan.Anelis merasa tengkuknya mulai dicengkeram, cukup keras tapi tidak tahu kenapa sepertinya dia juga tidak mau pria itu berhenti memperlakukannya seperti itu. Bibirnya kembali digigit
Sebentar lagi akan menghadapi musim dingin dan beberapa tahun belakangan ini musim dingin bisa menjadi lebih ekstrim, bahkan tahun kemarin sampai mencapai titik terendah minus 10 derajat celcius di bulan Januari. Dari sekarang semua pengurus istal harus bersiap agar dapat bertahan sampai musim semi tahun depan. Semua penghangat di istal harus dipersiapkan dan memastikan semua mesinnya berfungsi dengan baik. Karena sudah lama tidak digunakan kali ini juga menjadi pekerjaan tambahan Jared untuk memastikan semua penghangat masih berfungsi normal. Sebenarnya kemarin Mato sudah hendak memanggil tukang servis tapi Jared melarangnya dan menawarkan diri karena itu kadang hanya Mato yang menemaninya bekerja sampai malam ketika harus melembur pekerjaan tersebut. Sebagai kepala pengurus istal Mato juga merasa ikut bertanggung jawab dan tentunya dia juga menyukai Jared yang tidak pernah pilih-pilih pekerjaan. Dia mau memegang pekerjaan apa saja
"Jared ..!" pekik gadis yang sedang ia himpit ke sudut istal. Tangan rapuhnya mencengkram erat pada pagar tiang pengait kuda, berusaha mencari pegangan apa saja ketika tubuhnya semakin bergoncang-goncang. Jared terus mendesaknya meskipun tau gadis itu sudah sangat kesakitan dan berulang kali memohon agar dirinya berhenti. "Kau sakit ...." pekiknya sekali lagi "Oh ...!" "Hentikan! kau menyakitiku .... " Tapi Jared tetap tidak bisa berhenti, dia senang melakukannya dan justru semakin terpacu untuk menumbukkan pingulnya lebih keras lagi. Dirinya sangat besar keras dan kejang, sekujur tubuhnya panas seperti api ketika sedang terbakar seperti ini. Sebenarnya Jared sangat membenci kek
Jared sudah kembali memakai celana panjangnya meskipun tubuh dan rambut di kepalanya masih basah menetes-netes ketika menghampiri gadis muda yang sedang merintih kesakitan di atas rumput. "Maaf apa kau tidak apa-apa?" "Kakiku terkilir." "OH, Tuhan!" Jared segera mengangkat tubuh gadis itu utuk dia bawa ke dalam pondok. Jared mendorong daun pintu dengan kaki panjangnya kemudian mendudukkannya di tepi ranjang. "Bagian mana yang sakit?" Jared buru-buru memeriksa karena gadis itu mulai menangis disertai air mata. "Ini sakit sekali..." dia masih merintih sambil memegangi lututnya sampai tidak terlalu perduli dengan pria yang sedang berjonkok di depannya. "Tarik napasmu pelan-pelan biar kuperiksa." "Kau tidak bisa!" buru-buru dia mencegahnya. " Aku memakai celana!" baru kemudian gadis itu sadar jika dia juga tidak mengenal pemuda yang coba menolongnya itu. "Apa kau mau aku memanggilkan seseorang?" Jared juga terlihat
Jared pergi tanpa berpamitan dengan siapapun bahkan paman dan bibinya pun juga tidak tahu. Jared pergi hanya dengan membawa ransel seperti biasanya ketika dia berangkat bekerja. Cuma ada beberapa lembar pakaian di dalam benda tersebut. Jared bukan tipe pria yang bakal mau repot mengurusi penampilannya, baginya yang terpenting tubuhnya bersih rambutnya pun selalu kelewat panjang untuk bercukur. Sampai Jared pergi kemarin, paman dan bibinya juga tidak tahu jika ia sudah di usir dari bengkel Norton dan sedang jadi pengangguran. Meskipun kemarin Josephine mengatakan bahwa ayahnya ingin dirinya bekerja lagi, tapi Jared yakin itu juga cuma kerena Josephine yang memohon lagi kepada ayahnya. Jared kenal sifat tuan Norton, mustahil dia mau menarik ucapannya kembali hanya untuk pemuda tak berguna seperti dirinya meskipun ia terbukti tidak bersalah.