Sesampainya di kamar, Vanilla hanya diam memandangi Wildan yang juga diam dan langsung merebahkan tubuh ke tempat tidur.Sadar ada yang berbeda dari sikap sang suami, Vanilla pun turut membawa tubuhnya ke sisi Wildan. Tubuh wanita itu merangsek memepet tubuh sang suami untuk memeluknya."Wil?" panggil Vanilla saat itu."Hm?" sahut Wildan dengan posisinya yang tertidur memunggungi Vanilla."Kamu kenapa? Aku sempet lihat, tadi kamu bertengkar sama Mahessa? Ada apa sebenarnya?" tanya Vanilla kemudian dengan wajah cemas.Helaan berat napas Wildan membuktikan bahwa lelaki itu memang sedang dilanda sesuatu yang membebani pikirannya dan hal tersebut jelas membuat Vanilla jadi semakin khawatir."Boleh aku tanya sesuatu sama kamu?" ucap Wildan beberapa detik setelah keduanya saling diam. Tubuh lelaki itu berbalik menghadap ke arah sang istri.Vanilla sedikit mendongak menatap wajah sang suami. "Tanya apa?""Apa kamu percaya sama aku?"Vanilla mengerutkan kening. "Yaiyalah, aku percaya sama kam
Setelah terjadinya insiden menegangkan antara Wildan dan Mahessa kemarin, hari ini semua terlihat baik-baik saja.Baik Mahessa dan Wildan sudah kembali saling sapa di meja makan saat mereka menikmati sarapan bersama. Meski, keanehan yang dirasakan masih begitu kental atas sikap Wildan yang tak seceria hari kemarin. Berbanding terbalik dengan wajah berseri-seri Mahessa yang bahkan terus menyunggingkan senyuman di sepanjang hari itu.Seharian ini, kedua pasang pengantin baru itu berencana berkeliling kota Zurich.Di pagi hari usai sarapan, mereka menaiki kapal mengelilingi Danau Zurich, lalu berkunjung ke sisi utara danau sambil melihat sejumlah perumahan dan villa menarik.Vanilla tak hentinya berdecak kagum saat menikmati indahnya suasana sekitar dengan pancaran sinar matahari di tengah hawa sejuk sekeliling danau.Siang harinya, usai makan siang bersama di sebuah restoran ternama di Zurich, mereka berkunjung ke Rapperswill, yang dikenal sebagai kota bunga mawar.Rapperswill terletak
Sejak Mahessa menyebut nama Aro di dalam toilet resto sore tadi, pikiran Vanessa tak juga lepas dari satu nama itu.Vanessa benar-benar khawatir dan merasa penasaran dengan apa yang Mahessa ketahui sejauh ini mengenai hubungan yang pernah Vanessa jalin bersama Aro di masa lalu.Jika memang benar Mahessa sudah mengetahuinya, apa mungkin Gavin yang memberitahukan hal tersebut pada lelaki itu?Vanessa jelas ingat saat Gavin sempat menyebut nama Aro di pertemuan mereka malam itu di kediaman Mahessa. Dan itu artinya, Gavin memang mengetahui sesuatu tentang Aro.Lagi, ingatan Vanessa kembali tertuju pada sebuah gambar yang sempat dilihatnya terpampang di laptop Mahessa di malam pertama mereka sampai di Switzerland. Dan hal itu membuat Vanessa semakin yakin bahwa Mahessa memang sudah mengetahui tentang sosok Aro.Masih dengan perasaan khawatir dan cemas, setelah maju mundur berpikir, akhirnya Vanessa pun memberanikan diri untuk bertanya langsung pada Mahessa mengenai sosok Aro.Terpaksa meng
"Jujur, aku kagum padamu, Nessa," ujar lelaki itu yang masih berdiri di hadapan Vanessa dengan kedua tangan yang dia masukkan ke dalam saku celananya. "Menaklukan lelaki seperti Aro itu tidak mudah," tambahnya lagi.Mahessa menatap Vanessa dari ujung kaki hingga ke ujung kepala. Tatapannya menyiratkan beribu arti tersembunyi."Aku sendiri penasaran mengenai hal apa yang membuat Mafia kejam itu kini tergila-gila padamu," katanya lagi dengan raut wajah yang penuh dengan tanda tanya."Aro itu lelaki brengsek! Dia tidak benar-benar mencintai aku melainkan hanya menginginkan tubuhku! Aku benci dia!" balas Vanessa dengan wajah penuh murka, meski pancaran matanya tak mampu berbohong bahwa kini dia sedang ketakutan.Dia sudah mangkir dari kesepakatan kerja bersama Aro di Paris, lalu melarikan diri ke Indonesia bersama Yasa.Yasa palsu yang sudah menipunya.Mungkin, jika hanya berbicara soal uang ganti rugi yang harus dia bayar, Vanessa tak akan setakut dan sekhawatir ini, tapi, bagaimana deng
Setelah berpikir seharian tadi, akhirnya Wildan pun memutuskan untuk kembali mengajak Mahessa bicara secara empat mata.Demi menghindari konflik yang lebih serius, karena mereka kini sudah menjadi satu keluarga, Wildan hanya ingin tahu lebih jelas, mengenai alasan Mahessa menjebaknya melalui Anggun.Seharian tadi saat mereka bepergian mengelilingi kota Zurich bersama, Wildan tak juga mendapat kesempatan untuk bicara dengan Vanessa. Dan sepertinya, hal itu memang akan sulit dilakukan dalam keadaan mereka yang sedang berbulan madu seperti sekarang.Itulah sebabnya, Wildan memilih untuk mengajak Mahessa bicara baik-baik agar dia bisa lebih paham dengan apa yang sebenarnya lelaki itu inginkan. Jika memang semua ini hanya bentuk kesalahpahaman semata, maka Wildan berharap, masalah ini bisa selesai dengan segera."Kita sama-sama sudah dewasa, Mahess, terlebih kita sekarang sudah menjadi satu keluarga. Aku mengajakmu bicara baik-baik hanya untuk mengkonfirmasi ulang mengenai ucapanmu kemarin
Setelah percakapan Mahessa dan Wildan di tepi kolam renang tadi malam, pagi ini keadaan tampak kembali normal, seperti biasa, seolah tak sedang terjadi apa-apa di antara keempat manusia yang kini sedang menyantap sarapan pagi mereka.Dan hari ini, Mahessa kembali mengajak Vanessa, Vanilla dan juga Wildan berkeliling Swiss untuk menikmati keindahan panorama alamnya yang menakjubkan.Vanessa yang sudah benar-benar tak tahan dengan sikap Mahessa, akhirnya berhasil mendapatkan waktu yang tepat untuk mengajak Wildan bicara empat mata, hanya mereka berdua saja.Saat itu, mereka sedang berada di salah satu area permainan ski di St.Moritz dan Vanessa memanfaatkan moment di mana Vanilla dan Mahessa tampak asik bermain ski bersama untuk berbicara dengan Wildan."Soal foto lo bersama seorang wanita di kamar itu, nggak usah terlalu dipikirin, Wil. Gue yakin, Vanilla percaya sama lo," ucap Vanessa membuka percakapan."Bagaimana lo bisa seyakin itu, hah?" tanya Wildan dengan nada datar. Dari ekspr
Entah apa yang terjadi dengan Mahessa hari itu, usai perjalanan mereka berakhir di sore hari dan mereka puas bermain ski di St.Moritz, malam harinya, Mahessa tidak keluar dari kamar untuk makan malam bersama di meja makan.Dan yang membuat Vanessa lebih terkejut adalah, saat dirinya kembali ke dalam kamar untuk beristirahat, usai makan malam, Vanessa mendapati keadaan kamarnya yang begitu kacau, seperti kapal pecah.Bahkan lantai yang tadinya bersih kini penuh dengan pecahan kaca-kaca dari hiasan dan pernak-pernik kamar yang hancur total.Kebetulan, jarak antara kamar ini dengan meja makan cukup jauh, dan lagi, kamar ini memang dilengkapi dengan fasilitas ruangan yang kedap suara, itulah sebabnya, Vanessa dan yang lain tak sama sekali mendengar apa pun saat mereka makan tadi sewaktu Mahessa mengamuk di kamar ini.Menatap bingung ke arah sosok Mahessa yang saat itu berdiri membelakangi arah pintu masuk, dengan satu tangan yang memegang botol minuman sementara tangan satunya dia masukka
"Aku benci ibuku! Aku benci perempuan seperti dia! Karena dia Ayah dipenjara dan tidak lagi menyayangiku! Aku benci ibuku, Vi!" ucap seorang bocah lelaki pada seorang bocah perempuan di teras sebuah tempat ibadah di lapas tahanan khusus pria.Bocah lelaki itu menangis meski tanpa isakan, hingga sebuah tangan mungil terjulur membelai pipinya untuk mengusap air mata yang menetes."Nasib kita sama ya Yas? Aku juga benci sama Ibuku. Karena dia lebih menyayangi saudaraku daripada aku!" ujar si bocah perempuan yang dipanggil Vi tadi.Sang bocah lelaki yang bernama Yasa itu mendongak menatap polos ke arah Vi."Apa mungkin, Tuhan mempertemukan kita karena kita memang berjodoh?" tanya Yasa saat itu.Vi tertawa kecil dengan wajah tersipu dan menjadi terkejut saat tiba-tiba Yasa mengaitkan jari kelingking mereka."Kamu mau kan janji sama aku, Vi?" tanya Yasa saat itu."Janji apa?""Kalau kamu sudah besar nanti, jaga dirimu baik-baik ya. Jangan menjadi perempuan seperti ibuku, nanti aku akan memb