Home / Pernikahan / HANYA SUAMI DI ATAS KERTAS / Bab 8. Aku Menantu Bukan Babu

Share

Bab 8. Aku Menantu Bukan Babu

Author: Trinagi
last update Last Updated: 2023-05-17 17:18:15

"Kamu jam segini belum masak, Nes? Ngapain aja dari tadi?" Tiba-tiba saja ibu Lastri datang dengan rambut macam rambut singa khasnya orang bangun tidur. Sedangkan untuk mencuci muka dan menggosok gigi saja beliau belum mengerjakannya. Pantas saja Sinta pemalas, ternyata nurun dari ibu Lastri.

 

"Agnes mau berangkat kerja, Bu. Masalah sarapan pagi, saya heran. Apa tidak bisa Ibu atau Sinta sendiri yang memasaknya? Kok dikit-dikit Agnes yang kerjainnya. Kapan Sinta bisa mandiri. Nanti kalau dia tinggal di rumah mertua bagaimana? Kalau tidak belajar dari sekarang kapan lagi? Ibu selaku orang tua kandung ajarinlah Sinta masak dan berberes rumah." Tiba-tiba saja timbul keberanian aku untuk menasehati ibu mertua yang terlalu memanjakan anak gadisnya. Jangankan memasak untuk makan sekeluarga, kurasa memasak untuk makan sendiri aja dia gak pernah.

 

"Lantam kali mulut kau, Nes." 

 

"Bukan lantam, Bu. Saya cuma menasehati aja. Kasian nanti di rumah mertua jika Sinta tidak bisa apa-apa."

 

"Ngapain dia tinggal di rumah mertuanya. Rumah disini lebar dan kamarnya pun banyak. Gak akan ibu lepaskan anakku. Bukan kayak orang tuamu yang melepaskan aja anak gadisnya tinggal sama mertua."

 

"Loh ... selama masih terikat suami istri. Agnes harus tunduk dan patuh sama suami dong, Bu. Gak bisa semau gue. Lagian orang tua saya gak suka mencampuri urusan rumah tangga anaknya."

 

Aku masih ingat sekali nasehat bapak.

 

'Nak, kamu harus patuh dan nurut sama suamimu ya. Surgamu di telapak kaki suamimu. Kamu sudah Bapak serahkan kepada Rama. Susah senang harus kamu syukuri. Dan Bapak sama Ibu hanya bisa mendoakan untuk kebahagiaanmu dari sini.'

 

"Ya udah. Kalau begitu sekarang kamu harus sediakan kami sarapan buat sekeluarga. Kamu 'kan masih terikat suami istri dengan anakku. Jadi otomatis kamu juga harus tunduk dan patuh terhadap orang tuanya dong. Lagian masih jam 06.00. Masih sempatlah sekedar menggoreng nasi."

 

"Iya, Dek. Goreng nasi sana. Mas sudah sangat lapar ni." 

 

Akhirnya mau tidak mau aku terpaksa juga mengerjakan pekerjaan tersebut dengan setengah hati. 

 

Heran aja melihat Mas Rama. Bukannya membela aku sebagai istrinya tapi dia malah membela ibunya. Jika aku terlambat atau bermasalah di kantor mana mau tau dia. Tetapi jika tanggal gajian dia duluan yang nagih. Dasar suami dan mertuaku sama-sama tidak tau malu.

 

Masakan sudah selesai aku kerjakan. Membuat nasi goreng dan dadar telur. Nasi goreng buatanku kata penghuni rumah ini memang sangatlah enak tiada duanya. Aku gak tau itu perkataan jujur yang keluar dari mulut mereka atau hanya sekedar basa-basi saja untuk menghiburku. Atau bisa jadi supaya dengan pujian itu membuat aku bersemangat dalam memasak dan mereka terlepas dari tugas di dapur.

 

Rasanya aku semakin tidak berdaya didepan Mas Rama. Entah kenapa. Apa aku ini terlalu bucin sehingga begitu mudah diperbudak. 

 

Lagi sibuk berbenah kamar dan bersiap-siap untuk berangkat, tiba-tiba Mas Rama masuk kamar. Bukannya bersiap-siap untuk ke kantor, lelaki yang sudah menemani hidupku selama delapan tahun ini malah mengambil kembali gulingnya dan hendak melanjutkan mimpi yang tertunda begitu katanya.

 

"Mas, kok malah tidur lagi sih. Mas gak kerja?"

 

"Lagi malas, Dek."

 

"Jangan gitu dong. Masak Mas makan gaji buta? Masih muda malas-malasan. Nanti dah tua baru menyesal."

 

"Jika kita tua nanti 'kan masih ada uang pensiun, Dek. Gak usah terlalu khawatir."

 

"Dek, besok gajin kan? Mas dengar Adek juga dapat bonus, ya? Bagaimana kalau kita beli mobil saja nanti kita ambil kredit lagi dan ditambah bonus kamu."

 

"Buat apa beli mobil, Mas. Kalau tidak perlu sekali jangan suka mengutang. Yang penting kita mempunyai rumah sendiri dulu baru pikirkan mobil. Toh mobil belum perlu kali untuk keluarga kita. Jika mau berpergian jauh bisa rental. Lagian bus umum sekarang nyaman juga kok."

 

"Kasian aja jika Sinta ke rumah mertuanya harus naik bus umum ataupun rental mobil, Dek. Mas gak mau mertua dan iparnya memandang sepele terhadap Sinta. Walau bagaimanapun adikku harus disegani dan dihormati sama keluarga suaminya."

 

Mas Rama tidak mau adik semata wayangnya di anggap sepele oleh keluarga mertuanya sementara mereka memperlakukan aku seperti babu disini. 

 

'Semoga saja mereka merasakan apa yang aku rasakan saat ini.' Batinku berdoa.

 

"Aku mau berangkat kerja dulu, Mas. Nanti terlambat. Malu sudah tua begini masih ditegor atasan karena terlambat. Dikira aku gak pernah solat subuh karena selalu saja terlambat masuk sekolah."

 

Malas juga melayani obrolan yang tidak berfaedah buatku. Dalam pikiran Mas Rama hanya ingin menyenangkan ibu dan adiknya saja. Seakan-akan aku ini hanyalah patung yang bernyawa dan tidak mempunyai keinginan apa-apa.

Herannya lagi ingin menyenangkan keluarganya kok malah mengharapkan uang dari gaji istri. Sementara orang tuaku saja selama menikah dengan Mas Rama sepersenpun mereka tidak merasakan gaji dari anak perempuannya yang telah susah payah dididik dan dibesarkan dengan penuh kasih sayang.

 

Apa dikira dia, orang tuaku menyekolahkan anaknya gak memakai uang? Apa mereka pikir orang tuaku mempunyai pohon uang sehingga mereka begitu tidak berperasaan dalam menguras habis-habisan gaji aku? Dan herannya Mas Rama juga suka meminjam uang sama Bapak ataupun sama Kak Ayu dengan alasan buat biaya aku berobat. Entah sejak kapan mereka selalu saja meminjam uang sama keluargaku dengan alasan yang dibuat-buat. Padahal aku sehat wal afiat tetapi mereka mengatakan aku sakit. Semoga saja mereka sendiri yang sakit nantinya karena telah menipu keluargaku.

 

"Dek, bagaimana saran Mas tadi? Nanti kita sama-sama mengajukan kreditnya, ya. Daripada gaji Adek habis gak jelas. Bagus Adek ambil kredit dan uangnya buat membeli mobil. Ya kan?"

 

"Gak ah. Malas berurusan dengan riba." Jawabku ketus dan pergi berlalu keluar dari kamar.

 

"Jangan marah dong, Nes. Mas hanya ingin kita hidup layak dan tidak direndahkan sama tetangga. Sekurang-kurangnya ada yang bisa Mas banggakan pada tetangga, teman dan kerabat." Mas Rama mengikutiku sampai ke teras.

 

"Persetan dengan teman dan kerabatmu, Mas. Aku tidak tertarik." Ucapku ketus dengan sedikit berbisik tetapi aku yakin jika suaraku itu terdengar jelas ditelinga Mas Rama. Enak saja dia mau menyenangkan keluarganya sendiri dengan menguras gajiku habis-habisan. Aku mau dijadikan sapi perah Mas Rama dan keluarganya. Sementara bapakku saja tidak pernah sedikitpun menanyai berapa jumlah gaji anaknya yang sudah mati-matian diperjuangkan untuk bisa berhasil seperti ini.

 

"Dek, jangan gitu dong. Mas kepingin kita bisa membeli mobil. Gaji kamu kan masih penuh. Jadi bisa dong kita gadaikan SK kamu di bank. Kita ambil dua ratus juga aja. Kalo ada sisa 'kan bisa buat modal Romi."

 

"Buat modal Romi? Tapi kata ibu, suami Sinta seorang pengusaha yang kaya raya? Jadi buat apa kita kasih modal lagi?"

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Ervina Chesika
terlalu bnyak drama tegas dong nisa keluar dr rumah ngapain mau d jdiin babu jg d peras uangmu jgn bodoh
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • HANYA SUAMI DI ATAS KERTAS   Bab 9. Keluarga Benalu

    "Apa Mas bilang? Modal buat Romi? Apa saya gak salah dengar, Mas?" Tanyaku dengan kaget."Iya, Dek." Jawab mas Rama singkat."Setau saya, suami Sinta seorang pegusaha yang sukses dan juga kaya raya. Tajir melintir. Kekayaan dia tidak bakal habis sampai tujuh turunan. Kenapa malah minta modal sama kita? Aneh-aneh aja manusia sekarang." Kuberondong pertanyaan terhadap lelakiku, dia menatap nyalang seakan diri ini hendak di telan hidup-hidup.Masih teringat dalam ingatanku, dulu mertuaku begitu sombong, beliau sangat membanggakan Romi sebagai calon menantu yang kaya raya. Sampai-sampai harga diri anak juga di gadaikan, hanya untuk mendapatkan lelaki macam Romi. Tapi sekarang kenapa malah minta di modalin? Betul-betul tidak habis pikir dengan jalan pikiran mertua dan suamiku."Memang iya ... Romi seorang pengusaha kaya raya, Nes. Tetapi itu 'kan punya keluarga besar mereka. Mana mungkin Sinta akan merasakan uang dari suaminya sementara semua pembukuan, uang keluar dan uang masuk diatur sa

    Last Updated : 2023-05-18
  • HANYA SUAMI DI ATAS KERTAS   Bab 10. Keluarga Benalu

    Sekarang ibu mertua sudah mulai melunak, itu semua dilakukan demi melukuhkan hatiku. Beliau sangat berharap aku bersedia mengajukan kredit uang di Bank. Mengambil kredit mah, gampang. Tapi bayarnya ini cengap-cengap. Dia pikir membayar cicilannya pake apa? Apa bisa bayar memakai daun pisang? Kalau bisa begitu, ya senang sekali aku. Sekarang untuk sementara waktu sikap dan sifat ibu mertua seakan menjadi malaikat tanpa sayap, yang selalu membela dan menyayangi anak menantunya. Begitulah beliau jika ada maunya. Padahal biasanya seperti singa yang sudah siap menerkam mangsanya."Gak apa-apa, Bu. Saya bisa jalan sendiri ke sekolah. Biasanya pun, begitu 'kan? Kemana-mana sendirian saja, gak ada yang mau tau bagaimana keadaan saya di jalan." Sindir aku."Apakah ada masalah atau enggak tidak ada orang yang memedulikannya. Saya sudah biasa mandiri. Semua bisa saya kerjakan sendiri. Mau ada suami gak ada suami bagi saya sama saja, Bu. Gak ada pengaruh apa-apa bagi kehidupan ini." Lanjutku l

    Last Updated : 2023-05-18
  • HANYA SUAMI DI ATAS KERTAS   Bab 11. Aku Menantu Bukan Babu

    "Mas, Adek mau berangkat sekarang." Aku minta pamit pada Mas Rama untuk pulang kampung menjenguk bapakku sakit."Apa gak bisa nunggu gajian saja pulangnya. Kita pulang bareng sama ibu dan juga Sinta. Kata Sinta dia sekalian mau berbulan madu ke desa.""Mas ..." pekikku."Tolonglah. Saya mau menjenguk orang tua yang sakit. Bukan mau main-main." jawabku dengan lantang."Jadi bagaimana? Bukannya Mas gak ijinin menjenguk bapak, Dek. Kita disini pun banyak tugas yang belum selesai." Berbagai alasan selalu saja Mas Rama lontarkan."Tugas apa lagi? Tolonglah Mas mengerti perasaan saya saat ini. Adek hanya minta ijin pulang. Tidak lebih. Segala biaya ongkos atau apapun biarlah Adek tanggung sendiri." Emosiku sudah sampai ke ubun-ubun, tapi tetap berusaha terlihat biasa saja di depan mas Rama. Bagaimana pun aku tidak ingin menjadi istri pembangkang."Mas tau, Dek. Mas bingung mau mengambil keputusan. Coba Adek bayangkan, sebentar lagi keluarga mertua Sinta mau datang. Siapa yang layani? Disini

    Last Updated : 2023-05-18
  • HANYA SUAMI DI ATAS KERTAS   Bab 12. Tolong Hargai Aku

    Di rumah mertua, diri ini diperlakukan bagaikan seorang pembantu. Ya ... pembantu yang tidak pernah di gaji. Enak benar hidup mereka bukan? Kadang aku berfikir, aku ini bodoh apa terlalu bucin? Bisa-bisanya seorang wanita karir dan lulusan sarjana seperti aku, tidak berdaya di hadapan seorang wanita yang bernama bu Lastri.Mungkin wanita lain akan berontak jika diperlakukan begini. Pekerjaan rumah tangga semua aku kerjakan, dari memasak sampai mencuci baju seluruh anggota keluarga Mas Rama. Pantas saja mereka tidak mempekerjakan pembantu, mungkin karena sudah ada aku, wanita pintar di sekolah tetapi tak berdaya di rumah.Walaupu aku ini bukan anak kandungnya apa pantas ibu dan ipar memperlakukan seenak hati."Bu, jangan biasakan jam segini Sinta masih tidur. Dia anak perempuan dan suatu saat akan punya tanggung jawab sebagai seorang istri." nasehat aku kepada wanita paruh baya itu."Dia anakku. Wajar dong aku mrmanjakan dia dan Rama pun tidak keberatan. Kenapa kamu pula yang sewot." M

    Last Updated : 2023-05-19
  • HANYA SUAMI DI ATAS KERTAS   Bab 13. Dimana Hati Nurani Kalian

    "Dek, Bapak terus saja memanggil namamu dan mulai tadi pagi Bapak tidak selera makan dan minum. Mungkin Bapak kangen berat sama kamu, Dek. Bisa gak, jika kamu harus pulang sekarang?" Suara tangis Kak Ayu diseberang telepon terdengar semakin kencang membuat kaki ini seakan tidak menapak lagi di bumi ini."Iya, Kak. Agnes pulang sekarang. Ini sedang bersiap-siap." ujarku berusaha menenangkan kak Ayu yang sangat frustasi dengan kondisi sang bapak."Cepat datang ya, Dek. Tapi kamu juga harus hati-hati di jalan. Jangan banyak pikiran." Sempat-sempatnya Kak Ayu memberi nasehat kepadaku untuk berhati-hati, padahal aku tahu pikirannya sangat kalut saat ini."Iya, Kak. Kakak juga, jangan banyak pikiran. Ibu bagaimana? Sehat kan?" Tanyaku lagi."Nampaknya ibu juga kurang sehat. Beliau melamun saja seperti orang sedang banyak pikiran. Mungkin karena melihat bapak yang sedang terbaring lemah dan tidak berdaya dirumah sakit."Kemudian tanpa basa basi tiba-tiba saja Kak Ayu menutup teleponnya sepiha

    Last Updated : 2023-05-19
  • HANYA SUAMI DI ATAS KERTAS   Bab 14. Firasat

    "Niken gaka usah ikut ke rumah sakit, ya Mas. Kasian. Di sana banyak penyakit menular." Ujarku memohon pada mas Rama untuk menjaga Niken selama dia masih di rumah."Ya udahlah. Terserah kamu saja." Jawabnya malas. Mas Rama masih rebahan saja di kamar. Dari raut wajahnya aku melihat seakan dia itu keberatan jika aku mengurus bapak di rumah sakit. Tapi jika mengurus ibu atau saudaranya dia sangat ceria, banyak bicara. Penuh semangat. Sangat tidak adil.Kemudian aku keluar kamar dan menjumpai kak Ayu yang masih mempersiapkan perlengkapan yang akan di bawa ke rumah sakit, seperti cemilan dan juga air panas yang sudah diisi dari tadi."Niken bisa ditingal 'kan? Gak akan rewel dia?" Tanya kak Ayu. Dia selalu mencemaskan anakku. "Gak apa-apa, Kak. Kita berangkat saja ke rumah sakit sekarang. Niken pasti gak akan rewel. Lagian ada ayahnya." Aku tidak perduli bagaimana raut wajah Mas Rama. Bagaimana reaksinya aku gak mau tau. Yang penting aku harus menjumpai bapak karena rasa rinduku sangat m

    Last Updated : 2023-05-19
  • HANYA SUAMI DI ATAS KERTAS   Bab 15. Firasat

    "Ibumu mana, Nak." tanya Bapak saat beliau sudah siuman."Ibu masih dirumah, Pak. Beliau istirahat sebentar, gantian sama Agnes." ujarku seraya tersenyum semanis mungkin dihadapan bapak."Maafkan Bapak ya, Nak. Sudah merepotkan kalian semua." Ujar bapak dengan suara berat."Gak merepotkan kok, Pak. Agnes malah bahagia bisa terus bersama Bapak." sergahku."Betulkah begitu, Nes? Alhamdulillah kalau begitu, Bapak sangat senang mendengarnya." ucap Bapak terbata-bata."Betul kok, Pak. Apa gunanya berbohong. 'Kan Bapak selalu mengajari kami supaya tidak berbohong. Ya kan?" Aku berusaha mengajak bapak untuk mengingat masa-masa indah kami dulu. Berkumpul bersama dan bapak selalu bercerita tentang masa kecilnya. Beliau juga sangat mahir dalam mengarang cerita dongeng."Iya ya, Nak. Kamu masih aja ingat ya?" Ujarnya tersenyum.Aku terus memijit lembut tangan keriput bapak. Tangan yang sudah bekerja keras menghidupi keluarga sehingga kami bisa seperti sekarang ini. Panas terik tidak dihiraukan y

    Last Updated : 2023-05-20
  • HANYA SUAMI DI ATAS KERTAS   Bab 16. Kehilangan

    "Rama sudah kembali ke rumah ibunya dari tadi subuh. Kata dia tadi sudah memberitahukan sama kamu.""Oh ya. Agnes lupa. Hmmm ... Niken mana Kak?" Padahal mas Rama tidak pernah minta izin pulang. Pandainya dia berbohong."Dan Niken gak Kakak ajak ke rumah sakit. Kasian dia masih kecil, di sini sarangnya penyakit-penyakit menular. Jadi dia Kakak titip saja sama Bik Rum." Jelas Kak Ayu panjang lebar."Oh ya udah kalau begitu. Agnes ke kantin dulu ya, Kak. Mau minum teh hangat. Kakak mau pesan apa?" Aku pamit pada kak Ayu dan bergegas menuju ke kantin untuk menenangkan diri. "Gak. Kakak masih kenyang." ucap kak Ayu tersenyum sambil mengelus perutnya.Sebenarnya aku tidak selera makan atau minum. Ke kantin hanya untuk menghindari dari Kak Ayu atau Ibu. Aku tidak ingin mereka mengetahui jika aku sangat sakit hati dan terluka atas perlakuan Mas Rama.Aku hanya bisa terdiam dalam kesakitan. Tega suamiku, sudah datang kemari bukannya mau menjenguk bapak di rumah sakit. Jadi tugas dia hanya me

    Last Updated : 2023-05-20

Latest chapter

  • HANYA SUAMI DI ATAS KERTAS   Kasihan Mas Rama

    Tiga tahun sudah berlalu sejak mas Rama meminta hak asuh Niken jatuh ke tangannya. Sekarang lelaki yang pernah menjadi suamiku itu tidak mempersoalkan lagi Niken tinggal sama dia atau ikut denganku. Baginya yang penting buah hati kami berdua bahagia dan tidak kurang kasih sayang sedikit pun dari kedua orang tuanya."Ma, besok Niken mau nginap di rumah papa!" ujar Gadis berusia tiga belas tahun itu seraya duduk disebelah aku yang sedang menonton drama korea."Dijemput kan?" tanyaku memastikan. Bukan aku tidak mempercayai kepada Niken, tetapi untuk memastikan keamanannya saja."Iya, Ma. Dijemput besok siang dari sekolah. Kayak biasalah, Ma. Papa menelpon Mama jika kami sudah berangkat," jelas Niken panjang lebar."Kalau di jemput, ya udah gak apa-apa," ujarku."Mama gak ngajar hari ini? Kok santai banget nonton drakor?" tanya gadis kecilku yang sudah menginjak remaja tersebut."Mama gak enak badan tadi, Nak." Ketika berbincang-bincang dan menyantap makanan yang di beli oleh Niken sepul

  • HANYA SUAMI DI ATAS KERTAS   Menyesal Tidak Ada Gunanya

    "Biar saja Niken bersama saya, Mas," ujarku disaat mas Rama meminta izin untuk membawa Niken tinggal bersamanya."Kenapa kamu keberatan Niken bersama aku, Nes? Niken kan anak aku juga. Apa kamu takut dia akan kelaparan jika tinggal bersama aku? Enggak, Nes. Apapun akan kulakukan untuk membahagiakan darah dagingku. Aku bukan lagi Rama yang dulu," tegas Mas Rama."Saya tau Mas juga sayang sama Niken. Bapak mana sih yang gak sayang sama darah dagingnya sendiri? Tapi Mas, kalau Niken bersama saya, saya pastikan Mas akan lebih leluasa mencari rejeki tanpa kepikiran Niken bakal tinggal sama siapa di rumah," ucapku mencoba meyakinkan mantan lelaki yang pernah sangat aku cintai waktu itu."Kamu tenang saja. Niken akan aku bawa kemana saja aku pergi, Nes." Nampaknya mas Rama sangat menginginkan Niken untuk tetap tinggal bersamanya. Dan aku bukan seorang ibu yang bisa hidup terpisah dengan anak yang masih butuh perlindungan kedua orang tuanya. Jangan tinggal terpisah, tidak berjumpa sehari saj

  • HANYA SUAMI DI ATAS KERTAS   Bermain Dengan Niken

    "Papa!" Niken berteriak kencang dan berlari ke arahku saat dia sudah keluar dari pintu gerbang sekolah. Hari ini aku menjemputnya dan akan menginap semalam dirumah sesuai janji kami kemarin sore."Niken!" Aku renggangkan kedua tangan seraya berjongkok, kemudian memeluk putri cantikku. Aku mengangkatnya tinggi dan membawa kepelukan. Niken tertawa serta menjerit kesenangan. Hanya inilah yang bisa aku lakukan untuk membuatnya bahagia. "Papa mau mengajak Niken menjumpai nenek, mau?" tanyaku sambil tetap menggendong bocah berusia sepuluh tahun itu."Mau ... mau," jawabnya antusias. Dia tidak tahu jika neneknya sekarang sedang dirawat di rumah sakit jiwa."Tadi udah bilang sama papa Raka dan mama kan bahwa Niken akan dijemput Papa?" tanyaku sekali lagi untuk memastikan."Udah, Pa!" seru Niken dengan mimik lucunya.Merasa tidak enak hati, akhirnya aku menelpon Agnes dan Raka untuk memastikan bahwa Niken sudah meminta izin kepada kedua orang tuanya menginap di rumahku."Gak apa-apa, Mas. Kas

  • HANYA SUAMI DI ATAS KERTAS   Agnes melahirkan

    Hari lahiranku, rasanya akan segera tiba. Saat hendak sarapan, aku merasakan ada cairan keluar dari jalan lahir. Cairan kental berwarna merah muda. Karena rasa sakit belum begitu terasa, aku masih menyempatkan mengantar Niken berangkat ke sekolah, setelahnya singgah ke klinik bersalin untuk menanyakan perihal yang aku rasakan saat ini. "Ini tanda-tanda mau melahirkan, Bu. Cuma masih lama karena masih pembukaan satu," ucap bu Bidan. "Kalau begitu, saya pulang dulu untuk menyiapkan keperluan bayi saya, Bu." pamitku pada wanita muda berusia lima tahun di atas aku. "Boleh, Bu. Hmmm ... Raka gak ikut, Bu?" tanya bu bidan. Beliau sangat mengenal keluarga kami, apalagi anaknya merupakan sahabat Niken di sekolah dan juga merupakan anak didikku juga. "Belum saya beritahu, Bu. Kasihan merepotkan," ucapku seraya beranjak dari tempat tidur kamar pasien. "Jangan gitu, bu Agnes. Suaminya harus diberitahu juga, kan buatnya bersama-sama. Masak lahiran sendirian," ucap bu bidan terdengar sedikit

  • HANYA SUAMI DI ATAS KERTAS   Bahagia Bersama Putriku

    Setelah salat subuh, aku memasak nasi goreng untuk sarapan. Hari ini, aku buat agak banyak karena ingin memberi sedekah sedikit untuk pekerja karena ibu sudah di temukan.Setelah membagikan sarapan, ku rebahkan tubuh ini di gubuk kecil dekat kolam ikan. Angin bertiup lembut menghadirkan rasa kantuk pada mata ini. Hingga tak sadar, diri ini terlelap. Sebuah dering telpon membuat ku terjaga. Nama Niken tertera disana. Aku segera mengangkat dan mengucapkan salam."Papa, jadi jemput Niken hari ini?" tanya gadis kecilku."Jadi dong! Anak Papa dimana sekarang?" Kubalik bertanya."Udah di dekat rumah Papa, nih," jawabnya."Ya udah. Papa jemput dimana ni? Atau langsung ke rumah aja ya, Nak?" titahku."Jemput di mini market sejahtera ya, Pa! Niken tunggu disitu." "Baik, tunggu Papa ya?" Aku menutup telpon dan bergegas pergi.Niken sedang menunggu di bangku di teras mini market tersebut. Dia nampak seperti kebingungan. Mungkin takut tidak jadi ku jemput."Niken!" "Papa!" Niken berteriak kenca

  • HANYA SUAMI DI ATAS KERTAS   Mantan Mertua Masuk Rumah Sakit Jiwa

    Aku sangat kaget melihat mantan mertua berjalan sepanjang rel kereta api. Beliau menghitung batu kerikil yang berada di rel tersebut. Aku mengikuti wanita yang telah menjadikan aku menjanda dari belakang, karena ku pandang bu Lastri bagaikan orang yang sedang linglung. "Bu, mau kemana?" tanyaku saat melihat wanita berkerudung coklat susu itu menuju ke arah pemakaman."Mau menemani anak saya. Kasian dia sendirian di dalam situ." Tunjuknya ke area tempat pemakaman. "Apa? Ah enggak-enggak saja ibu? Ibu pulang aja ya? Biar saya telpon mas Rama untuk menjemput Ibu ya?" "Apa hak kamu menyuruh aku pulang?" Karena tidak bisa di ajak bicara baik-baik akhirnya aku menelpon mas Rama, anaknya yang jelas-jelas lebih tahu apa yang terjadi pada bu Lastri."Mas, mantan mertua saya nampaknya sedang depresi. Dia mau masuk ke area pemakaman," ucapku pada mas Raka melalui sambungan telpon."Jadi bagaimana?""Mas, bisa bantu saya? Saya mau menelpon mas Rama untuk menjemput ibunya. Saya yakin dia gak t

  • HANYA SUAMI DI ATAS KERTAS   Rindu Yang Sangat Menyakitkan

    "Rama, kawanin Ibu ke toko ponsel sebentar. Ibu mau membeli ponsel tercanggih." titah ibu membuat aku bertanya-tanya. "Untuk apa, Bu? Kan ponsel Ibu masih bagus?" "Ibu mau menelpon Sinta, Nak. Ibu sudah sangat rindu sama permata hati Ibu." Suara ibu serak seakan ada tangisan yamg sedang ditahankan."Ibu berhentilah meratapi kepergian Sinta. Kasian dia tersiksa di sana," ucapku dengan air mata sudah menganak sungai tidak dapat lagi aku tahankan. Cobaan hidup terberat dalam hidupku adalah ditinggal pergi ayah untuk selamanya dan sekarang menyusul adik semata wayangku, Sinta."Ibu tidak meratapi Sinta. Hanya ingin menelpon dia aja, menanyakan kabar dia. Apa ada yang salah?" tanya wanita yang telah melahirkanku ke dunia ini dengan tatapan kosong."Ibu, Sinta sudah enggak ada lagi di dunia ini. Mana bisa di telpon sih, Bu. Kita sudah berbeda alam dengannya," ujarku seraya memijat lembut betis wanita yang sangat aku sayangi itu."Berbeda alam? Hahaha. Kita sudah berbeda alam, Nak. Jadi ba

  • HANYA SUAMI DI ATAS KERTAS   Hancur Duniaku

    "Bu, jenazah Sinta mau dimandikan," ungkap Rama membuyarkan lamunanku."Jenazah? Apa maksud kamu, Rama? Jangan sok tau kamu. Sinta belum mati. Dia hanya tidur saja. Pengaruh obat bius." Ku tepis tangan Rama yang berusaha memeluk bahu ini. "Bu, ikhlasin Sinta. Jangan beratin jalannya," ucap Romi, mantan suami Sinta. Air matanya berlinang. Pasti dia itu berpura-pura sedih. Aku tahu itu. Tidak mungkin dia menangisi anakku yanag sudah menjadi mantan di dalam hidupnya. Apalagi sekarang dia sudah memiliki pengganti Sinta."Ugh ... ini semua gara-gara kamu. Keluar kau dari rumahku." Seketika kudorong tubuh Romi hingga dia hampir terjatuh mengenai tubuh anakku yang masih terbaring diruang tamu."Bu, maafkan saya, tapi saya masih mencintai Sinta. Tidak ada yang bisa menyamainya." tutur Romi membuat aku semakin jijik melihatnya. Tidak perlu lagi ucapan itu keluar dari mulut sampahnya.Jika dia tidak menceraikan Sinta dan menikah dengan wanita lain, tidak mungkin Sinta akan menjajakan diri kepa

  • HANYA SUAMI DI ATAS KERTAS   Kehilangan

    Rasanya duniaku hampir runtuh. Siang ini ada seseorang datang ke rumah, memberi kabar bahwa Sinta anak yang sangat aku sayangi, jatuh pingsan dipasar waktu berbelanja keperluan warung.Sekarang dia sudah di bawa ke rumah sakit, menurut informasi yang aku terima Sinta belum sadar dan terpaksa di rawat di ruang ICCU.Dan yang membuat aku hampir berhenti bernafas saat dokter mengatakan penyakit yang diderita Sinta. Penyakit menular seksual yang sangat mematikan itu.Aku malu, anak yang selama ini selalu aku banggakan ternyata selama di kota bekerja sebagai penjaja seks komersial. Putri semata wayang yang kubanggakan, kusayangi dia sepenuh hati, dia sangat ku manja bahkan semua yang dia inginkan pasti aku penuhi, tak peduli dari mana uang itu aku peroleh, yang penting anakku bahagia. Tak kusangka nasib dia seburuk ini."Bu, bagaimana kondisi Sinta?" tanya Rama. Anak yang tidak pernah aku harapkan kehadirannya dimuka bumi ini menanyakan kabar adiknya."Masih belum sadarkan diri," jawabku

DMCA.com Protection Status