"Pak Gavin..." Sontak Vyan dengan terkejut. Axel menghela nafas dengan lega, dia berhasil mematikan timer di bom itu.Lalu Axel menoleh ke Vyan dengan senyuman kecilnya, "Semua baik-baik saja." Ucapnya.Mereka semua bernafas lega, dan tentu saja anak-anak itu heran kenapa bisa ada bom disini.Vina memperhatikan Axel, entah kenapa Vina sangat ingin dekat dengan guru olahraganya itu.Lalu Axel menoleh ke Vina, dia lega karena putrinya juga baik-baik saja.Dan semua anak di suruh berkumpul di aula, karena polisi akan melakukan penyelidikan lagi."Vyan masuklah ke aula." Ucap Axel.Vyan menganggukkan kepalanya dengan mengerti, "Oh iya pak Gavin, lain kita bicara ya pak." Ajak Vyan sambil tersenyum. Axel hanya diam dia terkejut karena Vyan mengajaknya bicara."I.iya." Jawab Axel dengan gugup. Vyan tersenyum lalu dia segera pergi.Vyan dan Aldo duduk di depan Vina dan Falen, mereka semua duduk di la
Axel memejamkan matanya dengan sedih, dan dia menatap Vina."Ada apa sih pak?" Tanya Vyan dengan kesal karena dia tidak tahu apa-apa.Vina hanya diam."Kita ke rumah sakit sekarang." Ajak Axel."Tidak." Jawab Vina."Ada apa sih?" Tanya Vyan dengan kesal."Asam lambungnya naik lagi, Vina kau jarang makan kah? atau stress berlebihan itu bisa memicu." Tanya Axel.Vina hanya diam."Jarang makan. Tu anak pasti jarang makan iya kan," Omel Vyan dengan kesal.Vina tetap diam, dia tidak mau menjawabnya."Kau ini ya benar-benar." Gumam Vyan dengan kesal."Sebelum pulang kalian harus makan dulu, Vina kau harus makan bubur." Ucap Axel lalu dia berdiri dan menuju ke dapur. Vyan semakin tidak paham dengan sikap Axel ke keluarganya itu lalu dia mengikuti Axel ke dapur."Bapak ini sebenarnya siapa? kenapa bapak terlihat sangat peduli dengan kita dan juga kenapa bisa bapak tahu tentang ke
Keesokan harinya.Axel bangun pagi-pagi untuk pergi ke rumah orang tuanya dulu. Rumah Axel jauh lebih besar da mewah daripada rumah di apartemennya. Axel masuk ke dalam rumahnya dan semua pekerja disana terkejut melihat Axel karena sudah 16 tahun mereka tidak melihat Axel."Tuan Axel.." Lirih bibik yang merawat Axel sejak kecil itu.Axel tersenyum ke bibik Ratih, dia memegang kedua tangan wanita 60 tahun itu."Iya ini aku bibik, aku pulang." Jawab Axel sambil tersenyum."Tuan...." Teriaknya dengan histeris lalu dia memeluk Axel dengan erat dan Ratih juga meneteskan air matanya, dia senang bisa melihat Axel kembali di rumah ini lagi setelah Axel di rumorkan meninggal oleh keluarganya sendiri.Lalu Ratih melepaskan pelukannya, "Tuan baik-baik saja kan?" Tanya bibik itu dengan cemas."Iya aku baik-baik saja, seperti yang bibik lihat sekarang." Jawab Axel dengan tersenyum.Ratih menganggukkan kepalanya dengan t
"Beginikah cara mu berterimakasih kepada orang yang sudah merawatmu?" Ucap Andre dengan kesal."Jika tidak ada papamu, rumah sakit milik mamamu tidak bisa sebesar sekarang." Ucap Rose dengan nada datar.Axel tersenyum kecil, "Aku selama ini diam bukan berarti aku tidak tahu apa-apa, aku memikirkan kalian dan berharap kalian sadar dengan perilaku kalian, tapi sekarang keputusanku sudah bulat. Aku akan mengambil alih semuanya." Jawab Axel dengan tegas."Jadi apa kau mengusir kita?" Tanya Dito dengan heran."Tidak. Pakai saja rumah ini, aku kesini hanya ingin bilang ini saja. Aku mengurus semuanya, secepatnya aku akan berada di rumah sakit sebagai direktur baru." Jawab Axel.Rose mengepalkan tangannya dengan kesal."Tenang saja, aku tetap akan mengirimkan uang untuk kalian." Ucap Axel."Bukankah kau harusnya merasa tidak pantas menerima semua, kau yang membuat mamamu mati." Ucap Rose.Axel menoleh ke Rose deng
Ivan membuatkan Axel minuman hangat karena udara malam yang semakin dingin jadi teh hangat adalah solusi yang tepat."Minumlah." Ucap Ivan."Hm." Jawab Axel lalu dia meminum tehnya. Ivan terus memperhatikan Axel karena ia masih tidak menyangka bisa melihat sahabatnya lagi setelah 16 tahun Axel menghilang."Ini beneran kau kan?" Tanya Ivan dengan terheran-heran.Axel menganggukkan kepalanya."Bagaimana bisa kau..kau ini sebenarnya kemana saja sih???? kau tahu betapa sulitnya hidup Keara karena ulahmu!" Omel Ivan dengan kesal."Aku tahu, aku sudah tahu semuanya." Jawab Axel, lalu Axel menceritakan tentang perjalanan hidupnya saat dia kabur dari rumah sampai detik ini. Dan tentu saja hal itu membuat Ivan terkejut, dia kaget karena ternyata Axel tidak tahu jika Keara hamil anaknya, awalnya Ivan ingin memaki-maki Axel tapi setelah dia tahu kebenarannya dia jadi mengurungkan niatnya, karena dia pun tahu bagaimana keadaan keluarga
Axel pergi rumah sakit Celssie. Rumah sakit tempat dia membawa Vina saat jatuh pingsan dulu itu. Sebenarnya rumah sakit ini milik keluarga mama Axel, dan dia kesini untuk mengenalkan diri ke semua orang disana.Axel masuk ke ruangan para karyawan, dan mereka sudah berdiri untuk menyambut kedatangan Axel."Wah ini direktur barunya, keren banget.""Iya masih muda lagi, ganteng banget."Bisik-bisik para karyawan perempuan itu."Selamat datang pak Axel, saya Abram. Saya sebagai sekretaris disini pak." Ucap Abram, pria 35 tahun itu.Axel hanya menoleh ke Abram, "Saya harap kita bisa bekerja sama." Ucap Axel."Baik pak," Jawab Abram sambil tersenyum."Siapa yang menyuruhmu datang kesini?" Tanya Andre dengan kesal, semua orang sontak terkejut melihat Andre yang baru datang itu. Sedangkan Axel hanya menoleh ke papanya itu."Kalian semua bubar!!!" Teriak Andre dengan kesal."Papa sebaiknya beristir
"Ivan kau harus hati-hati, kalau aku tidak dengamu mereka mungkin akan menyerangmu." Ucap Axel dengan tatapan tajamnya."Apa sih? siapa emang?" Tanya Ivan dengan heran."Wanita itu menyuruh orang untuk menggangguku." Jawab Axel.Ivan menghela nafas dengan kesal, "Lalu jika mereka mengganggumu bagaimana?" Tanya Ivan dengan cemas."Lebih baik begitu daripada kalian yang diganggu." Jawab Axel dengan kesal."Heh mungkin saja anggota mereka itu banyak, kau ini jangan merasa hebat kenapa sih?" Omel Ivan dengan kesal."Aku ini polisi meskipun hanya bayangan saja. Banyak kasus yang sudah aku selesaikan, meskipun ini tidak terlalu sulit tapi aku tetap harus berhati-hati taruhannya kalian." Jelas Axel."Axel tenang saja meskipun kau tidak ada aku tetap jaga diri dan jaga keluargamu. Tapi Axel aku penasaran dengan dirimu, jadi kau selama ini menangangi kasus berat-berat begitu?" Tanya Ivan dengan penasaran. Axel menoleh ke Iva
Lalu mereka pergi ke tempat penyewaan gedung olahraga. Dan mereka pun mulai bertanding basket. Axel senang kemampuan Vyan melebihi dirinya."Wah kita 4-3, ngalahin bapak susah banget sihh..." Ucap Vyan dengan ngos-ngosan."Kamu udah bagus loh ini," Puji Axel."Kalau sama bapak masih kalah jauh." Jawab Vyan.Lalu Vyan mengambil bola Axel dan memasukan ke ring, dan akhirnya bolanya masuk. Vyan berteriak dengan senang sedangkan Axel hanya tersenyum melihatnya."Yang tadi dianggap skor juga ya pak..." Pinta Vyan.Axel berdecih tersenyum, "Kita 4-4 kan, ayo istirahat dulu!" Ajak Axel.Lalu mereka duduk sambil minum."Ahh lega banget rasanya..." Ucap Vyan dengan senang."Kenapa?" Tanya Axel dengan heran."Enggak tahu sih pak, tapi rasanya lega aja..." Jawab Vyan.Axel hanya diam, lalu dia meminum minumannya."Bapak boleh saya tanya sesuatu?" Tanya Vyan dengan heran."H
"Terimakasih sudah membimbing putraku. Dia tidak menyusahkan kan?" tanya Axel. Felix berdecih tersenyum, "Gila kau ya..kau kemana aja sih??" omelnya dengan kesal. "Banyak hal terjadi, itu nanti saja. Kalian kesini mencari papa kan..dia sudah kabur dengan Sharena dan semua anak buahnya aku sekap di dalam kamar..." jelas Axel. Vyan tidak peduli lagi dengan kakeknya itu, matanya masih terfokus ke pria yang sangat ia rindukan itu, dan air mata Vyan tidak bisa ditahan lagi untuk keluar. "Vyan, nanti akan papa jelaskan untuk saat ini kita fokus ke kakek." jelas Axel. Vyan mengepalkan tangannya dengan kesal, dia mau memukul papanya tapi Axel menahan tangannya itu. "Papa...kenapa papa selalu seperti ini?? papa selalu menghilang saat kita berdua butuh bahkan mama juga ikut menghilang...apa papa tahu Vina sangat terpuruk karena kalian meninggal..dia bahkan jarang keluar kamar dia selalu menangis setiap m
"Kau gila?" tanya Vyan dengan heran."Aku ingin menikah denganmu." jawab Hana.Semua orang sontak melihat mereka dengan terkejut, Vyan juga sangat syok mendengarnya, dia mungkin terbiasa di tembak cewek tapi untuk di lamar ini sangat perdana baginya.Vyan berdecih tersenyum melihat Hana dan dia mengakui keberanian Hana itu."Pergilah ke kelas! jam mu sudah mulai." ucap Vyan."Ditolak kah..." gumam Hana sambil menundukkan kepalanya dengan sedih.Vyan menatap Hana dengan senyuman tipis di bibirnya, lalu Vyan mengusap rambut Hana."Terimakasih..tapi untuk menikah saat ini sangat tidak mungkin...bukankah kita seharusnya berada di tahap pendekatan dulu?" tanya Vyan sambil tersenyum.Hana mendongak ke Vyan dengan terkejut, "A.a.apa maksudnya?" tanya Hana dengan heran."Hana...aku sudah tentangmu dari Aldo beberapa kali...hanya kau saja yang direstui oleh Aldo itu katanya. Sesekali aku sering melihatmu, kau su
"Papa..." lirih Vina dengan terkejut.Pria yang duduk di kursi itu berdiri dan menatap Vina dengan raut wajahnya yang senang."Vina?"Vina meneteskan air matanya mendengar nama dia disebut oleh pria itu.Pria itu berjalan pelan-pelan menuju ke Vina, dan pria itu mengusap wajah Vina dengan sedih."Ini benar Vina?" tanya pria itu.Vina menganggukkan kepalanya dan dia memeluk pria itu dengan erat."Papa...." lirihnya dengan senang.Barack menghela nafas melihat mereka, dia sudah terlambat ingin menghentikan Vina."Paman, maaf..." ucap Barack ke Axel itu.Axel tersenyum lalu dia melepaskan pelukannya dari Vina."Papa bagaimana papa bisa selamat? mama? mama bagaimana?" tanya Vina dengan cemas."Mama mu sedang dalam pemulihan, aku lebih cepat pulih dari obat itu karena ada penangkal racun ditubuhku. Tenang saja Keara sebentar lagi akan bangun." jawab Axel."Ini semua apa ma
Vyan berdiri jauh dari rumah kakeknya sampai malam hari, dia berjanji kepada Felix jika dia tidak akan menghancurkan rencananya, Vyan penasaran saja dengan kehidupan kakeknya di belakang dirinya itu.Jam 11 malam, Andre baru pulang dan dia turun dari mobil dengan Sharena. Vyan berdecak tersenyum, dia tidak terkejut lagi karena Sharena mengkhianatinya. Sharena memberitahu padanya jika kakeknya ada sangkut pautnya dengan semua ini tapi Vyan masih tidak mengerti dengan hal itu tapi ternyata Sharena sekarang dengan kakeknya itu."Wanita apa dia." gumam Vyan dengan kesal.Vyan memasang earphone yang menyambungkan alat sadapnya. Vyan kini mendengarkan semua pembicaraan mereka, tapi yang dia dengar hanyalah desahan Sharena."Cih!" gumam Vyan dengan kesal, lalu dia melepas earphonenya. Setelah beberapa menit dia memasangnya lagi."Aku capek jika terus mejadi pemuas nafsu saja." ucap Sharena."Aku tidak bisa menikahimu." jawab Andre.
"Vyan..." lirih Hana dengan terkejut."Kenapa disini? menyedihkan sekali!" ucap Vyan dengan nada ketusnya itu.Hana mengusap air matanya, dan dia segera berdiri dan berhadapan dengan Vyan."Ka.kamu bagaimana bisa tahu kalau....-""Aku kesini mau basketan!" sahut Vyan karena dia tidak mau Hana geer dengannya.Hana mengangguk dengan mengerti, dan Vyan memperhatikan pipi Hana yang memar itu tanpa dia tanya pun dia sudah yakin jika Hana pasti ditampar oleh Selena."Pergilah!" usir Vyan karena dia juga harus pergi dan memastikan jika Hana pergi dari tempat ini."I.iya." jawab Hana dengan pelan dia segera berjalan keluar karena tidak mau mengganggu Vyan, belum juga selangkah berjalan Vyan mendengar suara Selena dan beberapa anak yang berjalan ke arah ruangan ini, dan tanpa sadar Vyan langsung menggandeng tangan Hana lalu mengajaknya bersembunyi.Hana terkejut saat Vyan mendekapnya di balik troli berisi bola itu, Vyan
Felix berjalan menyusul Vyan dengan raut wajah tenangnya itu."Ini..ini apa maksudnya..." lirih Vyan dengan terkejut, di ruangan itu ada banyak sekali tumpukan uang, dan di rak itu ada beberapa emas batang."Ini milik siapa?" tanya Vyan dengan heran."Menurutmu...kau tidak bisa memikirkan sampai sini?" tanya Felix dengan kesal.Vyan hanya diam, karena dia benar-benar tidak mengerti kaitannya dengan semua ini."Tenangkan dirimu dan berpikirlah!" ucap Felix.Vyan hanya diam karena dia masih kebingungan dengan semua ini..Sedangkan itu, Sharena keluar dari apartemennya untuk pergi ke suatu tempat. Dia pergi sendirian tanpa mengajak asprinya.Dan ada seseorang yang mengikutinya dari tadi, tapi Sharena tidak tahu itu.Sharena sampai di rumah seseorang, dia masuk ke dalam dan orang yang mengikutinya itu hanya berdiri didepan rumah ini."Kenapa disini." gumamnya dengan heran..
Keesokan harinya!Ivan datang ke rumah mereka untuk membawakan sarapan yang ia beli, bahkan mereka berdua belum ada yang bangun. Ivan bisa bebas keluar masuk karena dia punya kunci cadangan rumah mereka ini. Ivan masuk ke kamar Vina dan dia masih tertidur lelap, Ivan mendekat ke gadis itu dan memperhatikannya dengan penuh rasa iba. Dia tidak menyangka jika kejadian buruk selalu menimpa gadis yang ia anggap sebagai putrinya sendiri itu.Axel...kedua kalinya kau melewatkan masa tumbuh mereka, masa remaja mereka sudah usai dan dipenuhi tangis tentu saja masih terjadi sampai detik ini, dan mereka sudah berumur 20 tahun, mereka bukan anak-anak lagi...harusnya kau yang disini untuk melihat mereka.- batin Ivan.Ivan mengusap air matanya, lalu dia mengusap rambut Vina dengan lembut."Paman?" tanya Vina dengan setengah sadar."Ah maaf..tapi memang paman sengaja mau membangunkanmu..ayo bangun sudah pagi.." ucap Ivan sambil tersenyum."Itu
Vyan sedang berlatih boxing sendirian di rumah, dia merebahkan tubuhnya di lantai karena penat dan lelah."Nih!" ucap Aldo sambil membawakan minuman yang ia buat, Aldo memang sedang main dirumah Vyan."Kau buat makan malam apa?" tanya Vyan, karena Aldo bilang jika dia akan memasak untuk mereka berdua itu, Aldo benar-benar sudah dianggap seperti keluarga sendiri dirumah ini bahkan Vina pun sudah tidak heran lagi jika Aldo melakukan apapun dirumah ini."Vina bilang mau dibuatin sup..aku sudah memasak ayo makan bareng!" ajak Aldo.Vyan tersenyum, "Dia tidak pernah request padaku...bisa-bisanya dia request denganmu." ucap Vyan dengan heran."Karena masakanmu tidak enak." canda Aldo lalu dia beranjak dari tempat duduknya dan segera memanggil Vina untuk makan malam bersama.Vyan tersenyum kecil.Setelah Vyan mandi dia segera bergabung dengan mereka berdua di meja makan. Vyan melihat Vina yang makan dengan lahab, dia senang mel
Keesokan harinya!Vyan dan Felix berada di depan rumah Andre, mereka melihat Andre yang pergi keluar dengan asprinya itu."Aku akan mengambil dokumen warisan itu, paman cukup disini saja. Jika mereka tahu paman ikut nanti mereka akan bilang kakek." ucap Vyan.Felix hanya mengangguk lalu Vyan segera masuk ke dalam rumah kakeknya itu. Vyan pura-pura bertamu dan mencari kakeknya, dia bersikap biasa saja disana agar tidak ada yang mencurigainya.Dan Vyan masuk ke dalam ruangan kakeknya untuk mencari dokumen yang ia incar itu, disaat dia sibuk menggeledah, Vyan menemukan foto Andre dengan seorang remaja, Vyan tidak yakin itu papanya karena wajahnya sangat berbeda, dan dia juga tidak yakin jika ini adalah adik papanya yaitu Dito. Wajah anak yang berfoto itu tidak mirip dengan kakeknya itu."Siapa ini..." gumam Vyan dengan heran. Vyan memfoto foto itu dari hpnya karena dia masih penasaran dengan remaja di samping kakeknya itu, Vyan menaruh foto