Pesta pernikahan telah usai. Semua orang pulang dengan wajah sumringah, mereka bersiap untuk menceritakan pengalaman menakjubkan mereka pada anak istrinya di rumah. Tak lupa nasi, lauk dan jajanan tradisional di bawa pulang.
Tuan Pemusungan terus berjalan dengan bahu tegak dan dagu yang mendongak. Terlihat angkuh dan sombong, namun setiap orang memaklumi itu. Wajar saja, gadis semata wayangnya menikah dengan orang Kaya dan Bangsawan. Apalagi, anaknya diperlakukan dengan baik oleh suaminya.
Saat Tuan Pemusungan dan Jiwana berhadapan, semua orang dibelakang Tuan Pemusungan saling melihat dengan mengerti. Tak lama mereka mundur beberapa langkah, lalu pergi meninggalkan kedua orang itu sendirian.
Tuan Pemusungan menghela nafas berat, bahunya sedikit longgar dan dagunya sedikit menunduk. Laki-laki tua itu berusaha menurunkan wibawanya. Tak lama suara berat terdengar dengan pelan.
Mahkota emas dengan manik-manik kecil yang terlihat berkilau. Sangat indah dipandang mata. Pieter tak henti-hentinya mengagumi kecantikan istrinya itu. Terlihat menawan dan sangat menggemaskan.Wanita itu sekarang telah sah menjadi istrinya. Wanita yang akan menemaninya hingga tua. Wanita yang akan berbagi suka duka bersamanya hingga akhir hayat.Tangan Pieter membelai Kris dibalik punggungnya, serta melonggarkan kain di pinggangnya untuk menghilangkan sesak. Namun saat ia melihat ke kaca, ia semakin menyadari betapa gagahnya ia saat memakai pakaian tradisional.Setelah lama mengagumi dirinya sendiri, kini ia beralih pada istrinya lagi. Saat ia memandang istrinya dengan seksama, ia merasa Sina adalah jodoh yang ditakdirkan surga.Sina terus duduk sambil melepas satu persatu perhiasan disekujur tubuhnya. Ia sebenarnya sedikit kesal karena tak ada yang membantu. Tentu saja ini terjadi karena ulah Pieter yang enggan membawa masuk pelayan kekamar mereka
Sudah larut malam, namun semua orang masih sibuk membersihkan sisa-sisa barang setelah pesta berlangsung. Keringat dan rasa ngantuk menghiasi wajah mereka. Namun tak ada satupun dari mereka yang mengeluh karena lelah. Setiap orang masih tetap bekerja tanpa ada suara sumbang tentang betapa melelahkan nya hari ini. Jiwana adalah orang yang paling lelah pada malam hari ini, dia adalah orang yang paling sibuk. Setiap hari mengurus semua hal untuk membuat pernikahan ini sempurna. Wajahnya terlihat lesu dan sedikit kusam. Namun dia masih bersemangat untuk membantu yang lainnya. Seorang perempuan paruh baya melihat jiwana dengan sedikit khawatir. Laki-laki itu telah bekerja sepanjang hari. Hal itu membuat orang-orang disekitarnya merasa bersimpati. Perempuan itu mendekat dan menepuk pundak jiwana dengan pelan. Jiwana yang sedang membersihkan piring menoleh dengan senyum diwajahnya. Terlihat sumringah dan menawan, namun matanya terlihat jelas membengkak dan men
Semua orang sedang tertidur lelap. Mereka berusaha menghilangkan semua rasa lelah yang didalam diri mereka. Mengisi kembali semua tenaga yang telah mereka gunakan sebelumnya.Tak ada suara manusia yang terdengar. Hanya suara angin dan binatang malam yang menghiasi mimpi mereka. Semua hening, seolah rumah itu tak ada penghuninya.Saat pagi menjelang, semua orang bangun dengan rasa enggan di hati mereka. Namun apa daya, kewajiban sebagai seorang pesuruh harus segera terlaksana.Halaman mulai dibersihkan, dapur mulai mengepul dan suara burung yang mencari makanan mulai terdengar. Semua orang bekerja dengan giat. Tak ada yang mengeluh tentang bagaimana lelahnya mereka.Semua orang mulai berkeringat dengan semua hal yang mereka lakukan. Namun hal itu tidak berlaku bagi pasangan yang baru saja menikah. Siapa lagi kalau bukan Pieter dan Sina.Pasangan itu masih bergelut dengan selimut mereka yang tebal. Tak lupa pelukan hangat yang tak pernah lepas sejak
Pieter duduk didepan meja makan yang penuh dengan makanan serta buah-buahan. Terlihat segar dan menyehatkan. Berbagai buah lokal dengan cita rasa manis terlihat menggiurkan. Namun Pieter tetap diam dan menunggu dengan sabar. Sayangnya orang yang ia tunggu tak kunjung datang.Dalam diri Pieter terbesit pikiran picik, bahwa pernikahannya dengan Sina adalah hukuman Tuhan untuknya. Hukuman untuk dirinya yang emosional. Menikah dengan Sina seperti sebuah pelatihan untuk meningkatkan kesabaran.Setelah urat-urat kecil mulai terlihat, tak lama orang yang ia tunggu akhirnya datang. Pieter menatap Sina dengan muka datar. Namun wajah itu hanya bertahan beberapa detik saja. Setelah melihat Istrinya berjalan mendekat, emosinya hilang entah kemana.Dalam hati Pieter sedikit takut. Gadis yang ia nikahi sangat 'berbahaya'. Dalam waktu yang terbilang singkat, ia berhasil melakukan semua hal yang tidak sesuai dengan karakternya sendiri. Hal itu membuat perasaan posesif dal
Matahari semakin terlihat cerah. Beruntung pohon disekitar rumah rimbun dan lebat, hingga mereka tak perlu merasakan rasanya kulit terbakar.Semua orang telah menyiapkan banyak barang serta peralatan untuk tuan mereka yang akan segera berlibur. Dan diluar dugaan, orang yang paling semangat menyiapkan barang adalah Jiwana.Tangan Jiwana dipenuhi oleh selimut tebal serta kotak obat dan makanan. Hal itu membuat Pieter ingin melempar sesuatu untuk kedua kalinya."Kenapa kamu membawa selimut?" Ucap Pieter tak sabar."Aku takut kalian kedinginan, diatas bukit udara malamnya sangat dingin. Apalagi bukit yang sangat dekat dengan laut, angin laut sangat kencang akhir-akhir ini.""Aku tau itu. Tapi dipenginapan pasti ada selimut. Aku tidak mungkin menginap ditempat murah dengan fasilitas buruk." Ucapnya Pieter kesal.Tak ingin mengalah, Jiwana pun melemparkan pertanyaan telak."Memangnya kamu pernah kesana?"'sial' umpat Pieter didalam hat
Setelah perjalanan panjang, mereka akhirnya sampai Didepan penginapan yang mereka tuju. Bangunannya terlihat megah dengan banyak ukiran kayu dan batu yang cantik.Pieter menatap wanita yang ada di sampingnya. Wanita itu terlihat tertidur sangat lelah namun masih terlihat menawan. Sangat cantik hingga Piter enggan untuk membangunkannya. Akan tetapi apa daya kursi mobil tak seempuk kasur, Ia takut wanitanya akan merasa pegal dan tak nyaman saat ia akan bangun nanti.Pieter membelai pelan wajah Sina dengan lembut, ia takut wanita itu kaget saat ia membangunkannya.Perlahan mata Sina mulai terbuka, terlihat cantik dan menggemaskan. Sina terus menengok ke kiri dan ke kanan dengan nyawa yang belum terkumpul sepenuhnya. Terlihat linglung dengan cara yang lucu.Setelah lama mengumpulkan nyawa, Sina sadar sepenuhnya. Mereka akhirnya keluar dari mobil dan disambut oleh para pelayan.Pelayan penginap
Pieter menatap sekelilingnya dengan wajah heran. Tempat ini terlihat sangat familiar tapi ia lupa tempat apa ini. Hutan belantara yang terlihat sangat terjaga. Tapi rasa suram tak bisa menutupi keindahan dan keasrian didalamnya.Perasaan Pieter menjadi tak menentu. Ia tak tahu perasaan apa itu. Ia langsung melihat tangannya yang kotor dipenuhi dengan debu. Tidak, itu bukan debu tapi abu. Abu itu masih terasa sangat hangat, bisa dikatakan itu abu baru setelah pembakaran.Tangannya terlihat kecoklatan, entah kemana kulit pucat miliknya. Ia yakin ini bukan tangan miliknya selama ini. Tapi perasaan itu terlalu nyata, ia tak bisa menyangkalnya. Saat melihat abu di tangannya sekali lagi, perasaan sedih langsung timbul di hatinya.Perasaan sedih itu semakin terasa dan semakin kuat. Matanya pun terasa sedikit panas dan air mata akhirnya jatuh juga. Pieter sok tahu apa yang ia tangisi. Biasanya merasa sedih, Sasa dan kehilangan. Rasa itu sangat menyiksa dan membuatnya ta
Sina dan Pieter segera berganti kamar. Mereka memilih tempat paling sederhana. Disana mereka dapat tidur dengan tenang dan berbicara dengan santai.Suasana bulan madu tak terlepas dari pemandangan dan pelayanan yang baik. Apalagi mereka disuguhkan dengan berbagai macam makanan yang mewah dan enak.Berbagai jenis daging diolah sedemikian rupa. Untuk masa kolonial semacam ini, tentu saja ini adalah harta Karun.Sina menikmati semua makanan dengan perasaan gembira. Ia berusaha melupakan semua masalah yang ada dengan melahap makanan lebih banyak. Ia memasukkan berbagai jenis makanan dalam satu suapan. Pipinya langsung mengembung dan wajahnya sedikit memerah karena senang. Itu membuat Pieter tersenyum pelan."Makan pelan-pelan, tak ada yang akan mengambil makananmu. Kamu terlihat seperti orang hamil." Pieter langsung mengambil serbet putih untuk membersihkan makanan yang ada dibibir istrinya.M
Di lain pihak, Jiwana telah mendengar tentang invasi Nippon ke pulau ini yang berniat menggantikan kekuasaan Netherland. Hal tersebut membuat Jiwana tidak setuju, bukan hanya karena ia bekerja bersama para bangsawan Netherland, tapi juga karena Jiwana merasa bahwa bangsawan Netherland tidak terlalu kejam selama di pulau ini, mereka hanya sangat sombong dan pelit.Netherland memang memiliki riwayat buruk dengan para pribumi, akan tetapi itu hanya berlaku di pulau seberang. Di pulau ini, Jiwana lah yang mengaturnya. Ia menjilat para bangsawan Netherland untuk mendapatkan upah yang lebih baik. Ia juga membujuk para pribumi untuk mau bekerja tanpa sebuah paksaan. Sehingga keduanya tidak memiliki konflik yang berarti.Akan tetapi Nippon datang dan Jiwana tidak tau seperti apa strategi politik yang akan dilakukan Nippon di masa depan. Jiwana takut Nippon akan lebih sulit dibujuk dan akan menyengsarakan pribumi dan lebih kejam dari Netherland. Hal tersebut membuat Jiwana membentuk kelompok k
Saat peperangan meledak, hujan di Ziel tak henti-hentinya turun. Alam sepertinya mendukung para pribumi dengan menurunkan hujan deras agar mereka bisa memiliki lebih banyak waktu untuk lari, sedangkan tentara Nippon kesulitan karena cuaca dan Medan yang belum mereka kuasai.Disaat hujan terus mengguyur Ziel dan tentara Nippon memaksakan diri untuk masuk, Pieter bersembunyi di balik pohon sambil membawa pedang telah ia asah selama beberapa hari. Matanya telah terbiasa oleh hujan dan kabut, jadi Pieter mampu melihat dengan jelas gerakan lawan dibalik pohon itu.'hmm mereka terlihat familiar'Tentara Nippon memiliki perawakan yang hampir sama dengan pribumi, hanya saja kulitnya putih dan matanya agak sipit. Hampir mirip dengan keturunan Tionghoa yang biasa Pieter lihat. Mereka memiliki suara yang keras dan perawakan yang kaku, jadi wajar saja jika Pieter merasa wajah mereka terlihat familiar.Pieter bergerak dengan sangat hati-hati, ia tidak ingin meremehkan musuh. Walaupun tubuh Pieter
Beberapa tahun setelah kematian Sina, perang terjadi di pulau Mirah Adhi dan diprediksi Netherland akan segera kalah. Pasukan Nippon telah mulai melakukan aksi untuk menguasai, sehingga Pieter pun harus bersiap mengevakusi anggota keluarga agar bisa pergi ke tempat yang lebih aman. Pieter bahkan memecat semua pelayanannya agar mereka bisa pergi mengungsi dengan cepat. Pieter tidak ingin orang-orang dibunuh ataupun dibantai karena mereka bekerja pada Netherland. Karena bagaimanapun para pelayannya bukanlah penghianat negara melain orang biasa yang mengais rezeki dengan bekerja padanya. Walaupun begitu ada beberapa pelayan masih enggan untuk pergi karena merasa sayang pada Pieter."Tuan, kami masih ingin tetap bersamamu. Kami rela mati bersamamu jadi kami tidak akan pergi kemanapun. Atau kalau Tuan mau, ikutlah bersama kami ke kampung. Disana kami akan menyembunyikan Tuan agar aman dan tak akan tertangkap oleh tentara Nippon."Mereka bekerja bersama Pieter, akan tetapi mereka mendedika
Pieter menatap ke arah gundukan tanah yang tertulis nama Lana di atasnya. Pieter ingat ketika ia membuka mata untuk pertama kalinya tubuh Sina telah mendingin di dalam pelukannya. Tubuh yang cantik itu telah kehilangan jiwanya dan Pieter akhirnya ditinggalkan untuk yang kedua kalinya.Selama dua kehidupan ia harus ditinggalkan oleh kekasihnya. Akan tetapi walaupun rasa sedih menguasai hatinya, ia selalu ingat bahwa kematian Sina saat ini adalah untuk kebaikannya sendiri. Sina tak lagi merasakan kesakitan dan penderitaan seperti yang ia rasakan ratusan tahun yang lalu. Dia telah terbebas dan Pieter bahagia karenanya."Kamu bebas sekarang." ucap Pieter lirih.Saat pemakaman berlangsung, banyak orang yang datang untuk melayat. Mereka berdoa dengan penuh hikmat dan terkadang datang untuk bersalaman dengan Pieter sambil mengucapkan banyak kalimat menghibur. "Dia sekarang berada di lindungan Tuhan, jadi kamu jangan bersedih terlalu berlarut-larut.""Ya, Lana adalah gadis yang baik dan taat
Saka meninggal di hutan keramat saat berusia ia telah 97 tahun. Ia sangat tua dan tak pernah pergi dari tempat itu satu kali pun. Ia telah meninggalkan semua kemewahan dan kejayaan serta masa mudanya. Ia memilih untuk tinggal bersama Sina di hutan keramat. Ia ingin jiwa Sina tak merasa kesepian, setidaknya sampai ia meninggalkan dunia ini. Saka juga tak pernah berkomunikasi dengan orang lain sehingga ia tak pernah tau apa yang terjadi di luar hutan. Baginya tugas sebagai seorang Raja telah ia penuhi, ia telah berusaha untuk membuat rakyat sejahtera dan keluarga yang ia tinggalkan dapat dipastikan akan aman setelah ia pergi meninggalkan mereka.Jika orang lain melihat keseharian Saka di tempat itu maka mereka mungkin akan menyimpulkan bahwa Saka telah menjadi orang 'gila'. Saka akan berbicara pada sendiri dan setelah itu menangis, setelah itu tertawa keras. Hanya itu yang ia lakukan setiap hari.Saka telah tinggal di hutan keramat selama puluhan tahun, dan ia telah bertapa serta mening
Setelah kemenangan, semua orang di Mirah Adhi merasakan 'duka' yang dirasakan oleh Raja. Harga ternak telah turun drastis mengingat dilarangnya konsumsi daging selama setahun, hal tersebut membuat para peternak dan pemburu hewan tak memiliki mata pencaharian dan terpaksa beralih profesi. Para petani pun bersedih karena bahan pangan juga tak terlalu laku mengingat adanya pengadaan puasa selama 40 hari. Apalagi para bangsawan, mereka sekarang terlihat seperti rakyat biasa karena tak ada lagi pakaian mewah dan perhiasan yang bisa mereka gunakan selama lima tahun ke depan.Sekarang hutan keramat menjadi momok paling menakutkan bagi masyarakat. Mereka tidak berani ke sana karena takut akan dieksekusi mati oleh Raja. Apalagi saat melihat secara langsung bagaimana raja memberi hukuman pada orang-orang yang membuat Sina menderita. Pada hari itu semua orang tak berani keluar rumah karena mendengar suara jeritan orang-orang yang dibakar dengan kejam. Bahkan setelah kejadian itu, para orang tua
Kemenangan Senggrala atas Malaka telah dipastikan, akan tetapi tak ada satupun orang yang merayakannya. Semuanya menunduk dan bersedih, kala mengetahui panglima perang mereka telah mati karena bunuh diri. Awalnya semua orang meributkan siapa yang disalahkan atas kejadian ini, akan tetapi saat melihat Saka yang masih diam, semua orang pun langsung ikut diam.Saka adalah orang yang paling terpukul pada kejadian ini. Ia kehilangan satu orang kepercayaannya, dan satu orang yang paling cintai serta kasihi. Akan tetapi Saka masih tetap diam dan memandang jasad Jarka yang dikebumikan dengan tatapan yang sangat datar.Hati Saka sangat hancur dan sedih, akan tetapi yang paling menyakitkan dari semua itu adalah tak ada satu tetes pun air mata yang jatuh di pelupuk matanya. Seolah ia telah dikutuk untuk tidak bisa melampiaskan kesedihan yang ia miliki seumur hidupnya.Setelah Jarka dimakamkan, Saka masuk ke dalam kamarnya sambil melihat kendi yang berlapis emas di atas kasurnya. Kendi itu berisi
Seperti jantung yang ditusuk dengan pisau, setiap langkah kaki kuda yang ia tunggangi membuat Jarka semakin sulit bernafas. Ia tidak tau apa yang terjadi pada Sina nya tapi satu hal yang ia tau Sina nya pasti sedang tak baik-baik saja.Jarka mencoba menghibur dirinya sendiri dengan berfikir sesuatu yang indah, tapi ia tetap tidak bisa. Seolah otaknya telah dipenuhi oleh bau daging yang terbakar dari perhiasan yang pernah ia berikan pada Sina."Tidak mungkin terjadi bukan..."Jarka menatap ke arah burung elang yang terbang di atasnya, lalu menatap ke arah depan sambil menghapal jalan. Tak lama mata Jarka memerah dan air matanya jatuh."Ini bukan jalan menuju istana, ini bukan jalan menuju rumah..."Semakin panjang perjalanan Jarka, semakin jauh ia dari istana. Ia semakin masuk ke dalam sebuah hutan yang tak pernah ia masuki sebelumnya. Hutan yang mungkin tidak pernah dikunjungi manusia. Tapi, kenapa perhiasan Sina ada di tempat yang seperti ini?Semakin banyak Jarka menebak dalam otakn
Beberapa hari setelah datangnya Saka ke medan perang, Jarka sudah tak menerima surat balasan lagi dari Sina. Bahkan Jarka telah menyempatkan diri untuk meluangkan waktu membuat puisi untuk Sina, akan tetapi surat yang datang hanya ditujukan pada Saka. Hal tersebut membuat Jarka sedikit cemburu pada calon kakak iparnya itu."Semenjak Saka ada di medan perang, Sina tak lagi memperhatikan ku." Wajah cemberutnya yang terkesan kekanakan sangat jauh berbeda dengan citranya di tentara sebagai orang yang ganas."Bersabarlah Tuan, setelah kita menang nanti Tuan dapat membawa Putri Sina pulang tanpa hambatan dari siapapun."Beberapa prajurit mencoba menghibur Jarka, mengingat perasaan Jarka sangatlah penting bagi peperangan ini. Jika Jarka dalam keadaan kurang bahagia atau bersemangat, maka habislah sudah karena Jarka adalah penentu menang atau tidaknya Senggrala dalam peperangan ini."Ya, kamu benar. Kita akan pulang dengan kemenangan dan membawa Putri Sina ke rumahku sebagai hadiah."Semuany