Jiwana menatap Sina dengan bangga, namun ekspresi gadis itu terlihat sangat lucu. Sina menatapnya seolah-olah tak percaya dengan apa yang ia katakan, lalu menutupi tubuhnya dengan ekspresi takut.
"Kamu pasti terlalu sering berkhayal." Ucap Sina pelan.
Mendengar hal itu, Jiwana hanya tersenyum remeh. Ia berfikir Lana pasti terlalu kaget karena ia memiliki gadis yang jauh lebih cantik darinya. Jiwana berharap gadis itu berhenti mengganggunya.
'Tidak apa-apa menyebut Sina, lagipula siapa yang tau Sina itu siapa. Pada kenyataannya Sina memang jauh lebih cantik dari Lana. Dia adalah mahluk tercantik yang pernah ada, dan tidak akan ada yang tau bahwa aku telah berbohong'
Jiwana tersenyum semakin lebar, hal itu membuat Sina semakin merinding. Ia segera berbalik dan tak ingin mengajak Jiwana berbicara lagi. Suasana berubah menjadi sangat hening. Hanya suara mesin mobil dan burung yang terdengar, hal itu membuat mereka berubah menjadi canggung.
Setela
Pieter terus tersenyum sumringah, entah kenapa suasana hatinya berubah. Awalnya ia sangat kesal mengingat kearoganan keluarga Lana, namun setelah melihat gadis yang akan ia nikahi, Pieter langsung berubah bahagia."Kamu tertarik padanya?" Tanya Jiwana penasaran.Ruangan itu hanya berisi Pieter dan Jiwana. Hal itulah yang membuat Jiwana terlihat santai saat bicara tanpa embel-embel tuan."Tidak ada laki-laki yang tidak tertarik pada gadis cantik Jiwana."Jiwana berdiri didepan pintu terlihat semakin tertarik mendengar jawaban sahabatnya lebih lanjut. Ia mendekat lalu duduk di seberang, sambil bertanya sekali lagi."Tapi dia seorang pribumi. Gadis yang berambut hitam dengan kulit kuning langsat. Sangat berbeda dengan gadis pirang berkulit putih pucat seperti kaum bangsawan milikmu. Apakah kamu masih tertarik?"Pieter menatap lekat mata sahabatnya. "Cantik adalah cantik Jiwana. Bagaimanapun warna kulit serta rambut mereka. Lagipula para wanita
Matahari telah terbenam, setiap orang mulai sibuk membereskan rumah dan bersiap untuk istirahat. Akan tetapi hal itu berbeda dengan penghuni tempat ini. Mereka sibuk bergosip dan menerka-nerka bagaimana nasib gadis itu. Apakah ia akan diperkosa malam ini?Mereka berharap Lana tidak mendapatkan siksaan yang terlalu berat. Obat-obatan tradisional telah mereka persiapkan, karena walaupun mereka bekerja sebagai seorang pelayan penjajah. Mereka tetaplah seorang pribumi, yang peduli terhadap saudara setanah air mereka.Pieter telah tampil rapi dan wangi. Ia akan membuat gadis itu bertekuk lutut didepannya. Dia mengakui bahwa Lana gadis yang sangat cantik akan tetapi Pieter juga laki-laki yang tampan. Jadi tidak ada alasan bagi Pieter untuk merasa rendah diri didepan gadis itu. Ia berusaha meyakinkan dirinya sendiri bahwa ia adalah seorang pemimpin dan tidak boleh melunak hanya karena kecantikan."Bagaimana penampilanku?""Masih luarbiasa seperti biasanya.
Sina dan Pieter terus saling menatap, seolah saling menilai penampilan masing-masing. "Pasti sangat menyakitkan berhubungan dengan laki-laki yang tidak kamu cintai.""Tidak juga. Tuan sudah cukup tampan untuk diajak tidur."Pieter berkekeh pelan. "Kamu bermulut manis, tapi aku tidak menyukai kata cukup."Sina tersenyum mendengar apa yang Pieter ucapkan. Sebenarnya ia tidak cukup yakin dengan kata-kata pelayannya. Namun setelah mendengar sendiri, ia menjadi sangat yakin. Pria didepannya adalah orang yang sangat narsis."Baiklah Tuan tampan, apa kamu akan terus berdiri disitu?"
Pagi menjelang, semua orang mulai bangun dan sibuk dengan aktifitas mereka masing-masing. Tak ada yang mengungkit mengenai kejadian semalam. Mereka berpenampilan murung dan ada beberapa yang memiliki mata sembab. Para pekerja yang tinggal di dalam rumah tak bisa tidur semalaman. Mereka mendengar suara tangis Lana samar-samar dikeheningan malam. Mereka sedikit takut dan kasihan. Mereka cukup bersimpati pada gadis itu. Para pekerja memang memiliki solidaritas yang tinggi. Uang adalah hal yang mereka butuhkan, akan tetapi sikap persaudaraan masih melekat dihati mereka. Hal itu juga dirasakan oleh Isah. Ia menangis semalaman membayangkan nasib tuannya. Isah adalah pelayan dengan dedikasi tinggi. Ia hidup ratusan tahun namun tetap setia menunggu tuannya bereinkarnasi. Namun waktu yang ia habiskan membuat ia memyaksikan pengalaman menyeramkan semacam ini. Isah terbiasa memanjakan Sina. Memberinya pelayanan terbaik serta makan lezat dengan bahan
Jiwana menatap langit biru namun terlihat aneh seperti ilusi. Ia terus menatap tanpa memerhatikan sekelilingnya. Pakaiannya terasa sedikit sesak membuatnya sedikit tidak nyaman.'apakah aku bermimpi lagi?'Ia menunduk menatap pergelangan tangannya yang kasar dan sedikit kapalan. Gelang emas terlihat mencolok dengan pola rumit dan ada sedikit darah kering yang menempel disana.'Apa aku terluka?'Ia terus bertanya pada dirinya sendiri seolah itu menjadi kebiasaan baru untuknya akhir-akhir ini. Terasa sangat membingungkan akan tetapi ia tak bisa berhenti memikirkannya.Matanya yang kosong terus menatap kesegala arah tanpa mengerti apa yang ia lihat sebenarnya. Apakah ini ilusi atau ingatam serta harapannya. Ia sangat bingung.Tepukan pelan dibahunya membuat Jiwana sedikit tersadar. Ia melihat kesamping dan ada senyum manis sahabatnya disana. Entah bagaimana ia tau bahwa laki-laki ini memang sahabatnya. Ia menatap dengan bingung, namun wajah itu
Pieter terus memegang pipinya dengan marah. Ia menatap Jiwana dengan mata yang nyalang. Akan tetapi laki-laki itu seolah tak peduli."Kau berani padaku?! Kamu pikir kamu siapa? Kamu adalah seorang budak dari tanah hina, seorang pesuruh yang menghianati saudaranya. Kamu lebih buruk daripada seorang pembunuh. Kamu adalah orang yang menipu saudara setanah airmu hanya demi uang dan emas dari keluargaku! Beraninya kamu mengancamku."Suara teriakan Pieter seolah angin lalu bagi Jiwana. Ia menatap Pieter dengan dingin lalu berbalik dan meninggalkan tempat itu dengan tergesa. Ia tak peduli dengan sumpah serapah yang dikeluarkan Pieter padanya. Ia hanya ingin pergi dan mencari Lana. Karena kalau tidak mungkin dia akan membunuh Pieter tanpa peringatan.Ia berjalan menuju tempat paling ujung di rumah itu. Tempat gadis yang selalu ia khawatirkan sepanjang malam. Gadis yang membuatnya gelisah dan tak tenang. Gadis yang berbahaya.Jiwana segera membuka pintu tanpa peri
Suasana rumah itu terbilang suram. Anak laki-laki mereka pergi ke kota dan anak perempuan mereka akan segera menikah. Hanya ada rasa sepi yang membelenggu. Semua pelayan terasa berlebihan, karena harus melayani dua orang di rumah itu.Sebagai keluarga terpandang di Desa tentu saja banyak orang yang mengenal mereka. Berbagai rumor tentang putri semata wayang mereka pun tak pernah terlewatkan. Banyak yang bersimpati namun diam-diam bersyukur pada Tuhan. Setidaknya Tuhan itu adil. Ketika mereka dilanda kemiskinan anak-anak mereka masih mampu menikah dengan pasangan yang baik.Tuan Pemusungan adalah orang yang kaya dan berpangkat bangsawan. Tak ada yang meragukan wibawa dan perintah beliau. Meskipun mereka tau bahwa dia adalah orang yang sombong, tapi hal itu dimaklumi oleh sebagian besar orang.Sekarang rumah itu tidak seramai biasanya. Orang-orang yang berlalu lalang terkadang mencoba mencuri dengar tentang apa yang terjadi di sana. Maklumi saja, setiap oran
"Hantu?"Pieter langsung tertawa dengan keras, itu adalah respon pertama saat ia mendengar kata itu. Namun yang terjadi setelahnya justru diluar dugaan. Ia selalu bermimpi buruk setelahnya.Sudah tiga hari berlalu saat Sina mengunjungi ruangannya. Jiwana yang sibuk mengurus upacara pernikahan tanpa harus berdiskusi dengannya lebih dulu. Tapi rasa lelah terus menyertainya. Mimpi buruk membuat kualitas tidur Pieter menjadi berantakan.Mimpinya dipenuhi dengan pedang, pakaian perang serta pasukan yang tak terhitung jumlahnya. Suara kuda seperti menggema di atap kamarnya. Semua terasa nyata dan mengerikan. Bau darah samar di hirup oleh hidungnya.Pieter yakin tidak ada hantu di dunia ini, tapi setelah Sina menyebut kata hantu entah kenapa ia mulai percaya. Ia sedikit berdelusi melihat pasukan perang dengan gada. Terkadang ia merasa ikut bersama mereka melawan musuh.Bulu kuduk Pieter terkadang berdiri dan keringat dingin bercucuran. I
Di lain pihak, Jiwana telah mendengar tentang invasi Nippon ke pulau ini yang berniat menggantikan kekuasaan Netherland. Hal tersebut membuat Jiwana tidak setuju, bukan hanya karena ia bekerja bersama para bangsawan Netherland, tapi juga karena Jiwana merasa bahwa bangsawan Netherland tidak terlalu kejam selama di pulau ini, mereka hanya sangat sombong dan pelit.Netherland memang memiliki riwayat buruk dengan para pribumi, akan tetapi itu hanya berlaku di pulau seberang. Di pulau ini, Jiwana lah yang mengaturnya. Ia menjilat para bangsawan Netherland untuk mendapatkan upah yang lebih baik. Ia juga membujuk para pribumi untuk mau bekerja tanpa sebuah paksaan. Sehingga keduanya tidak memiliki konflik yang berarti.Akan tetapi Nippon datang dan Jiwana tidak tau seperti apa strategi politik yang akan dilakukan Nippon di masa depan. Jiwana takut Nippon akan lebih sulit dibujuk dan akan menyengsarakan pribumi dan lebih kejam dari Netherland. Hal tersebut membuat Jiwana membentuk kelompok k
Saat peperangan meledak, hujan di Ziel tak henti-hentinya turun. Alam sepertinya mendukung para pribumi dengan menurunkan hujan deras agar mereka bisa memiliki lebih banyak waktu untuk lari, sedangkan tentara Nippon kesulitan karena cuaca dan Medan yang belum mereka kuasai.Disaat hujan terus mengguyur Ziel dan tentara Nippon memaksakan diri untuk masuk, Pieter bersembunyi di balik pohon sambil membawa pedang telah ia asah selama beberapa hari. Matanya telah terbiasa oleh hujan dan kabut, jadi Pieter mampu melihat dengan jelas gerakan lawan dibalik pohon itu.'hmm mereka terlihat familiar'Tentara Nippon memiliki perawakan yang hampir sama dengan pribumi, hanya saja kulitnya putih dan matanya agak sipit. Hampir mirip dengan keturunan Tionghoa yang biasa Pieter lihat. Mereka memiliki suara yang keras dan perawakan yang kaku, jadi wajar saja jika Pieter merasa wajah mereka terlihat familiar.Pieter bergerak dengan sangat hati-hati, ia tidak ingin meremehkan musuh. Walaupun tubuh Pieter
Beberapa tahun setelah kematian Sina, perang terjadi di pulau Mirah Adhi dan diprediksi Netherland akan segera kalah. Pasukan Nippon telah mulai melakukan aksi untuk menguasai, sehingga Pieter pun harus bersiap mengevakusi anggota keluarga agar bisa pergi ke tempat yang lebih aman. Pieter bahkan memecat semua pelayanannya agar mereka bisa pergi mengungsi dengan cepat. Pieter tidak ingin orang-orang dibunuh ataupun dibantai karena mereka bekerja pada Netherland. Karena bagaimanapun para pelayannya bukanlah penghianat negara melain orang biasa yang mengais rezeki dengan bekerja padanya. Walaupun begitu ada beberapa pelayan masih enggan untuk pergi karena merasa sayang pada Pieter."Tuan, kami masih ingin tetap bersamamu. Kami rela mati bersamamu jadi kami tidak akan pergi kemanapun. Atau kalau Tuan mau, ikutlah bersama kami ke kampung. Disana kami akan menyembunyikan Tuan agar aman dan tak akan tertangkap oleh tentara Nippon."Mereka bekerja bersama Pieter, akan tetapi mereka mendedika
Pieter menatap ke arah gundukan tanah yang tertulis nama Lana di atasnya. Pieter ingat ketika ia membuka mata untuk pertama kalinya tubuh Sina telah mendingin di dalam pelukannya. Tubuh yang cantik itu telah kehilangan jiwanya dan Pieter akhirnya ditinggalkan untuk yang kedua kalinya.Selama dua kehidupan ia harus ditinggalkan oleh kekasihnya. Akan tetapi walaupun rasa sedih menguasai hatinya, ia selalu ingat bahwa kematian Sina saat ini adalah untuk kebaikannya sendiri. Sina tak lagi merasakan kesakitan dan penderitaan seperti yang ia rasakan ratusan tahun yang lalu. Dia telah terbebas dan Pieter bahagia karenanya."Kamu bebas sekarang." ucap Pieter lirih.Saat pemakaman berlangsung, banyak orang yang datang untuk melayat. Mereka berdoa dengan penuh hikmat dan terkadang datang untuk bersalaman dengan Pieter sambil mengucapkan banyak kalimat menghibur. "Dia sekarang berada di lindungan Tuhan, jadi kamu jangan bersedih terlalu berlarut-larut.""Ya, Lana adalah gadis yang baik dan taat
Saka meninggal di hutan keramat saat berusia ia telah 97 tahun. Ia sangat tua dan tak pernah pergi dari tempat itu satu kali pun. Ia telah meninggalkan semua kemewahan dan kejayaan serta masa mudanya. Ia memilih untuk tinggal bersama Sina di hutan keramat. Ia ingin jiwa Sina tak merasa kesepian, setidaknya sampai ia meninggalkan dunia ini. Saka juga tak pernah berkomunikasi dengan orang lain sehingga ia tak pernah tau apa yang terjadi di luar hutan. Baginya tugas sebagai seorang Raja telah ia penuhi, ia telah berusaha untuk membuat rakyat sejahtera dan keluarga yang ia tinggalkan dapat dipastikan akan aman setelah ia pergi meninggalkan mereka.Jika orang lain melihat keseharian Saka di tempat itu maka mereka mungkin akan menyimpulkan bahwa Saka telah menjadi orang 'gila'. Saka akan berbicara pada sendiri dan setelah itu menangis, setelah itu tertawa keras. Hanya itu yang ia lakukan setiap hari.Saka telah tinggal di hutan keramat selama puluhan tahun, dan ia telah bertapa serta mening
Setelah kemenangan, semua orang di Mirah Adhi merasakan 'duka' yang dirasakan oleh Raja. Harga ternak telah turun drastis mengingat dilarangnya konsumsi daging selama setahun, hal tersebut membuat para peternak dan pemburu hewan tak memiliki mata pencaharian dan terpaksa beralih profesi. Para petani pun bersedih karena bahan pangan juga tak terlalu laku mengingat adanya pengadaan puasa selama 40 hari. Apalagi para bangsawan, mereka sekarang terlihat seperti rakyat biasa karena tak ada lagi pakaian mewah dan perhiasan yang bisa mereka gunakan selama lima tahun ke depan.Sekarang hutan keramat menjadi momok paling menakutkan bagi masyarakat. Mereka tidak berani ke sana karena takut akan dieksekusi mati oleh Raja. Apalagi saat melihat secara langsung bagaimana raja memberi hukuman pada orang-orang yang membuat Sina menderita. Pada hari itu semua orang tak berani keluar rumah karena mendengar suara jeritan orang-orang yang dibakar dengan kejam. Bahkan setelah kejadian itu, para orang tua
Kemenangan Senggrala atas Malaka telah dipastikan, akan tetapi tak ada satupun orang yang merayakannya. Semuanya menunduk dan bersedih, kala mengetahui panglima perang mereka telah mati karena bunuh diri. Awalnya semua orang meributkan siapa yang disalahkan atas kejadian ini, akan tetapi saat melihat Saka yang masih diam, semua orang pun langsung ikut diam.Saka adalah orang yang paling terpukul pada kejadian ini. Ia kehilangan satu orang kepercayaannya, dan satu orang yang paling cintai serta kasihi. Akan tetapi Saka masih tetap diam dan memandang jasad Jarka yang dikebumikan dengan tatapan yang sangat datar.Hati Saka sangat hancur dan sedih, akan tetapi yang paling menyakitkan dari semua itu adalah tak ada satu tetes pun air mata yang jatuh di pelupuk matanya. Seolah ia telah dikutuk untuk tidak bisa melampiaskan kesedihan yang ia miliki seumur hidupnya.Setelah Jarka dimakamkan, Saka masuk ke dalam kamarnya sambil melihat kendi yang berlapis emas di atas kasurnya. Kendi itu berisi
Seperti jantung yang ditusuk dengan pisau, setiap langkah kaki kuda yang ia tunggangi membuat Jarka semakin sulit bernafas. Ia tidak tau apa yang terjadi pada Sina nya tapi satu hal yang ia tau Sina nya pasti sedang tak baik-baik saja.Jarka mencoba menghibur dirinya sendiri dengan berfikir sesuatu yang indah, tapi ia tetap tidak bisa. Seolah otaknya telah dipenuhi oleh bau daging yang terbakar dari perhiasan yang pernah ia berikan pada Sina."Tidak mungkin terjadi bukan..."Jarka menatap ke arah burung elang yang terbang di atasnya, lalu menatap ke arah depan sambil menghapal jalan. Tak lama mata Jarka memerah dan air matanya jatuh."Ini bukan jalan menuju istana, ini bukan jalan menuju rumah..."Semakin panjang perjalanan Jarka, semakin jauh ia dari istana. Ia semakin masuk ke dalam sebuah hutan yang tak pernah ia masuki sebelumnya. Hutan yang mungkin tidak pernah dikunjungi manusia. Tapi, kenapa perhiasan Sina ada di tempat yang seperti ini?Semakin banyak Jarka menebak dalam otakn
Beberapa hari setelah datangnya Saka ke medan perang, Jarka sudah tak menerima surat balasan lagi dari Sina. Bahkan Jarka telah menyempatkan diri untuk meluangkan waktu membuat puisi untuk Sina, akan tetapi surat yang datang hanya ditujukan pada Saka. Hal tersebut membuat Jarka sedikit cemburu pada calon kakak iparnya itu."Semenjak Saka ada di medan perang, Sina tak lagi memperhatikan ku." Wajah cemberutnya yang terkesan kekanakan sangat jauh berbeda dengan citranya di tentara sebagai orang yang ganas."Bersabarlah Tuan, setelah kita menang nanti Tuan dapat membawa Putri Sina pulang tanpa hambatan dari siapapun."Beberapa prajurit mencoba menghibur Jarka, mengingat perasaan Jarka sangatlah penting bagi peperangan ini. Jika Jarka dalam keadaan kurang bahagia atau bersemangat, maka habislah sudah karena Jarka adalah penentu menang atau tidaknya Senggrala dalam peperangan ini."Ya, kamu benar. Kita akan pulang dengan kemenangan dan membawa Putri Sina ke rumahku sebagai hadiah."Semuany