Keesokan harinya, sekitar pukul sepuluh pagi mereka check out dari hotel. Alfian merasakan Bunga tidak bisa menikmati keindahan panorama pantai yang seharusnya menjadi kenangan indah menyongsong tahun baru. Wajahnya kusut, pucat, dan tidak bersemangat seperti biasanya. Sepertinya bukan Bunga saja, tapi putri malu. "Jalan sebentar, yuk, ke karang itu.""Buat apaan?""Kamu belum foto sama sekali, Na. Sayang, sudah sampai Anyer. Anyer is a small town with a great beach, nggak tahu, kan?""Nggak tau! Lagian aku Malas. Muka juga udah kayak topeng monyet," helah Bunga berusaha menolak. Alfian sadar, nggak, sih, kalau dia itu dilanda jengah mendekati kikuk. "Bunga adalah Bunga. Mau pagi, sore, malam, hujan, tetap shining. Bersinarnya dari hati soalnya.""Gombal banget, sih. Dasar manusia teknik!"Bunga menjadi lebih pendiam, itu pasti. Bagaimana tidak, tadi malam itu jangan tanya bagaimana malunya dia. Namun, gadis itu dibuat heran karena tidak melihat gurat malu mampir di wajah Alfian. K
Keduanya sampai di Jakarta tengah hari. Akan tetapi, mereka tidak langsung pulang ke rumah. Alfian mengajak Bunga ke supermarket dengan alasan lima hari ini sudah membebaskan Bunga untuk tidak memasak untuknya. Jadi hari ini, mereka harus belanja bahan makanan dan tugas memasak sudah menanti Bunga. Tentu saja, Bunga sedikit kesal, tetapi mengingat dia berjanji dalam hati akan berada pada mode original babu, akhirnya dia menurut juga. Padahal, Bunga sudah tidak sabar untuk mencharge baterai ponsel barunya. Si apel krowak. Dia juga ingin tahu siapa saja yang menghubunginya selama ponselnya mati. "Saat di mobil, kita bisa mencharger ponsel, lho, Mas Al.""Tidak baik. Nanti mobilku rusak.""Iya? Padahal mobilnya bagus gini. Kalau di bus itu âŠ.""Bus itu lebih bagus. Memang didesain seperti itu. Kamu tahu mereknya apa? Mercedes Benz.""Beneran nggak boleh?""Cas HP di dalam mobil dapat menyebabkan arus pendek yang berpotensi merusak mesin mobil, Raihana. Karena apa, karena arus listrik y
Sampai di rumah Alfian, Bunga terlihat sibuk dengan apel krowak miliknya. Dia bahkan lupa, seharusnya segera memisah belanjaan, menyiangi sayuran dan menempatkan pada kulkas atau lemari dapur. Dia lupa diri, tetapi Alfian membiarkan. Laki-laki itu bahkan hanya duduk di kursi melihat gelagat gadis itu yang asyik menimang ponselnya. Hampir tiga puluh menit berlalu. "Ehem!"Bunga mendongak, kemudian senyumnya mekar. Rasa kesal sekaligus takut saat berjumpa Fatah, tetangga yang juga seniornya saat sekolah sudah lenyap. Apa yang tampak adalah sorot mata takjub. "Ehem!" Untuk kedua kalinya Alfian berdeham. "Ehem!" Bunga ikut-ikutan membalas. "Mas Al batuk? Kenyang kena angin laut. Kemaren jogging gaya, pakai singlet aja." "Hari ini kita masak apa, Na?" tanya Alfian to the points. Yah, karena dehamanya bahkan tidak membuat Bunga peka. "Masak apa �" Bunga sontak berdiri seperti robot yang mendapat alkalin baru. Dia juga tertawa terbahak-bahak karena sudah lupa pada tugas sampingannya,
Disuguhi pemandangan orang berpelukan membuat Bunga merasa seperti obat nyamuk. Namun, kalau dilihat-lihat memang hanya Gina saja yang menempel seperti ulat bulu pada Alfian, sedangkan laki-laki itu berusaha untuk melepaskan cekalan si Mak Lampir."Mas Al ada telepon, nih," kata Bunga berusaha bersikap biasa saja. Tidak benar, Bunga sedikit melongo dan panggilannya kepada Alfian itu rasa-rasanya lebih mesra dari biasanya. Sengaja, ya? Iya, dong!Bunga jarang memanggil nama seseorang dengan suara meliuk-liuk. Untung tegurannya itu membuat Gina segera melepaskan diri dan memandang Bunga dengan tatapan sengit. "Kamu ngapain di sini?" tanyanya ketus."Kerja lah. Kerja! Kerja! Kerja! Nggak tahu apa Pakde itu, tetanggaku."Bunga mengabaikan tatapan Mak Lampir itu, dia fokus memandang majikannya yang segera menjaga jarak dari Gina. Ingin sekali Bunga berbisik di telinga si Lampir ini. Tuh lihat, Alfian nggak suka kamu peluk. Nyadar dong, Mbak; dada silikon, dahi botok, hidung filler."Telep
Sepanjang perjalanan menuju apartemen milik Gina, mereka bertiga diam. Wajah perempuan itu terlihat semakin kesal saat Alfian menyuruhnya untuk duduk di kursi belakang, sementara Bunga duduk di depan bersama Alfian.Bunga melirik dari ekor matanya, Gina sedang memandangi jalan lewat jendela. Perempuan itu terlihat beberapa kali mengusap air matanya yang meleleh tak mau berhenti.. Apa sebenarnya sengketa antara Gina dan suaminya? Mungkin Gina ingin bulan madu ke Bulan, tetapi suaminya tidak sanggup mendanai. Bisa jadi itu. Angel es ...."Kamu udah makan?" tanya Alfian sambil melirik Gina dari kaca spion, tetapi yang ditanya tetap bungkam. Perempuan itu diam seribu bahasa, membuat Alfian menghela napas panjang. Beberapa menit kemudian Alfian menghentikan mobilnya di depan restoran. "Tunggu bentar," ucapnya pada Bunga.Bunga mengangguk, walaupun dia lebih ingin ikut Alfian masuk ke restoran ketimbang harus berduaan dengan Gina. Sesekali Bunga melirik perempuan itu, dia bersyukur karena G
Bunga sudah berada di kosan sejak dua jam yang lalu, dia juga sudah siap tidur dengan piyama lusuh, tetapi sejak tadi yang dilakukannya hanya berbaring dari kanan ke kiri seolah mencari posisi yang nyaman untuk bisa terlelap.Bunga masih tidak percaya dengan apa yang tadi diucapkannya pada suami Gina, bagaimana bisa dia mengaku sebagai calon istri Alfian di depan Alfian pula. Boro-boro calon istri, mereka adalah babu dan majikannya. Namun, sungguh ngenes karena Bunga masih terbayang bagaimana mata Alfian menyipit karena tertawa melihat Bunga yang salah tingkah. Mau guyuran mandi, ingat Alfian. Lagi nongkrong di WC muncul senyum Alfian. Untung saat shalat wajah itu sedikit kabur.Arghhh, sumpah Bunga linglung seketika. Itu hanya akting!Sepanjang perjalanan tadi yang bisa dilakukan Bunga hanya menutup mulutnya rapat-rapat, dia takut kembali salah bicara. Bahkan ketika Alfian membawanya kembali ke rumah. Bunga malah kebingungan. "Lha, kok ke sini? Ini, kan, rumah Mas Al?""Lha, memang
Sejak dulu Bunga memang terkenal sebagai orang yang asik diajak ngobrol, dia juga punya banyak teman. Namun, hanya segelintir orang yang ia bisa ia percaya, salah satunya Ismail yang selama ini tahu sekali bagaimana perjalanan hidup Bunga. Mereka sudah bersahabat sejak SD hingga saat ini. Perpisahan mereka terjadi karena insiden Ismail membantunya lari dari mantan suaminya, Mas Hamzah. Teman perempuan juga ada, tetapi lazimnya di daerahnya tidak banyak yang melanjutkan ke jenjang sekolah menengah atas, apalagi sampai kuliah. Danik adalah sepupunya, tinggi di desa lain meskipun masih satu kecamatan. Desanya itu terkenal sebagai desa maling. Jadi, jika Bunga mengatakan nama desanya orang akan mengolok-olok. Meskipun nama desanya sudah diganti, tetapi tabiatnya hanya sedikit berubah. Bapak dan ibunya adalah pendatang yang saat itu sedang gigih untuk wiyata baktiâhonorer bahasa kerennya. Ibu masih setia mengabdi, sedangkan bapak memilih gantung ijazah lantas menjadi pedagang pakaian dan
Bunga masih memacu motornya dengan jantung yang berdetak kencang karena ketakutan. Bertemu hantu tentu saja ada senjata yang ampuh untuk mengusirnya, dengan doa pengusir setan. Akan tetapi, manusia asing dengan motor hitam itu jelas tak mempan oleh ayat Al Qur'an. "Arghh, bagaimana ini?!"Dia teringat beberapa hari lalu ada berita tentang pembegalan motor sampai tewas, bagaimana kalau itu terjadi padanya? Entah geng motor atau beneran begal, yang jelas aksi tersebut terekam CCTV."Harusnya aman, kan? Ada CCTV di dalam maupun luar supermarket," gumamnya Bunga yang masih ketakutan akhirnya memutuskan untuk berhenti di supermarket dan segera masuk ke sana. Dengan perasaan yang campur aduk, tubuh menggigil, Bunga mengintip dari kaca supermarket. Dugaannya benar, rupanya orang yang membuntutinya itu ikut berhenti, tetapi tidak ikut masuk ke dalam supermarket. Sosok itu hanya berada di tepi jalan persis di depan supermarket. Akhirnya Bunga memutuskan untuk mengitari rak, mencari tempat p
Bapak terbaring lemah di atas ranjang rumah sakit. Sudah sejak tadi beliau meminta ke kamar mandi. Tidak cukup sekali. Berulang kali juga Mas Rohmanâsuami Mbak Hanik meminta Pak Khosim menggunakan fasilitas pitspot, tetapi pria tua itu justru menolaknya mentah-mentah.âAku masih sanggup ke kamar mandi sendiri kalau awakmu nggak mau nuntun,â ujarnya ketus. âKamu nggak mau juga nggak apa-apa.â Kalimat terakhirnya ditujukan kepada Mbak Hanik. Itu sore tadi. Dari Ashar sampai selepas Isya. Selepas Isya, Bapak akhirnya menyerah karena bagian bawah tubuhnya sudah basah. Bapak tak lagi mampu mengontrol pipisnya. Bahkan Bapak seperti orang linglung. âBapak kenapa nggak ngomong?â ujar Ibuk.Bapak diam saja. Memandang kosong ke depan. Mbak Hanik mengambil diaper dari tangan Bunga yang tadi diutusnya ke minimarket. âBasah semua, bau. Kulit Bapak juga bisa merah-merah,â ujar Mbak Hanik menambahkan. Sedikit geram. âUwis, Han. Ojo mbok marahi terus bapakmu. Iku lagi ingat anak lanang. Si Nasir
Bab 65-Kesalahan Paling Konyol Kesalahan apa yang dianggap paling konyol? Di saat jalan hidupnya seakan menyerupai telur di ujung tanduk setan, Alfian justru ingat satu hal. Satu hal konyol. Tentang orang pintar yang mendadak bodoh. Kebodohannya karena disebabkan lidah dan perut murahan yang tak bisa berkompromi. Namanya Anthony Gignac, pria yang akan tercatat sebagai orang yang membuat kesalahan paling bodoh sepanjang sejarah.Hampir separuh hidupnya dihabiskan dengan berpura-pura menjadi pangeran jutawan dari Dubai. Dia menamai dirinya "Pangeran Khalid Bin Al Saud". Nama Bani atau wangsa paling berpengaruh di jazirah Arab bahkan berhasil menegakkan sebuah empayar selama 4 abad lebih. Jadi, makhluk bernama Gignac memang terlampau percaya diri. Dia melakukan semua ini dengan satu tujuan, yaitu menipu para investor. Aksinya sudah cukup lama, dan mirisnya banyak pula investor yang percaya padanya. Bahkan diperkirakan dia menipu dan memanipulasi ratusan orang, dengan total kerugian
Saat pintu dibuka, semua berebut untuk masuk ke dalam kamar. Satu yang sangat mencengangkan semua orang, kar itu dalam keadaan berantakan. Suasana sungguh berbeda dengan saat Alfian meninggalkan kamar itu beberapa waktu lalu. Sekitar setengah jam lalu yang kemudian dia tertahan di depan pintu, kemudian bergeser sedikit menjauh dari pintu karena aksi dorong dan jegal oleh Nasir. Kamar pengantin itu terlihat seperti habis dilanda tornado. Dengan bantal dan guling tercampak ke lantai. Sebagian sprei berwarna kuning gading itu terburai ke lantai seperti usus ayam keluar dari rongga perut. Kelopak mawar berhamburan ke seluruh sudut ruang.. Benar-benar dahsyat tornado yang berputar hanya di ruangan ini. âDi maâna Zum-ra-tul?â Suara Bapak tersendat, terdengar cemas. Mereka semua mencari di setiap sudut ruangan kamar yang tak seberapa luas itu. 3x4 meter. Biasanya Zum duduk mencangkung di pojok ruangan atau di bawah jendela karena lelah mengamati lalu lalang orang-orang yang melintas. Zum
âSiâsiapa kamu?âAlfian hampir mati berdiri saat melihat ada sosok yang berbaring di ranjang pengantin di kamar milik Bunga. Meskipun mengenakan brokat dengan warna sangat mirip dengan milik Bunga, dia tahu itu bukan baju pengantin yang tadi dikenakan istrinya. Sudah pasti sosok itu bukan Bunga. Istri kecilnya masih berada di luar. Sosok yang menguasai ranjang pengantinnya tampak meringkuk seperti bayi koala itu tertidur dengan mulut terbuka. Ada tetes liur yang mengalir deras dari sela bibirnya yang terbuka itu. Air liur itu menyirami tumpukan kelopak mawar di atas ranjang. âYa Tuhan,â gumam Alfian. Sosok itu bergerak, dari tangannya yang terjulur tampak berjatuhan benda berbentuk bulat-bulat seukuran duku. Sosok itu ternyata menggenggam buah-buahan. Anggur dan pisang. âHai,â sapanya lagi, kali ini Alfian bersuara sedikit keras. Sosok itu bangun mengucek matanya. Matanya sipit, dagu kecil, wajah bulat, dan batang hidung datar, bahkan dahinya seakan lebih menonjol dari hidupnya y
Kekhawatiran Bunga akan ada kekacauan tidak terbukti. Bahkan, kelebat Mas Hamzah pun tidak ada. Jadi, ketika acara hampir selesai digelar jelang Dzuhur, ada buncah kelegaan di sana. Seorang fotografer memberi arahan untuk sesi foto. Setelah selesai dengan sesi foto keluarga, kini giliran foto berdua khusus pengantin. âJangan kaku begitu, Mbak Bunga.â Photografer memberi pengarahan. âLetak kedua tangannya di dada Mas e, dada nempel lagi. Iya, gitu. Lagi, dikit, terus wajah memandang ke arah angka tujuh, ya. Oke, siap! Satu, dua, ti âŠ.ââKamu deg-degan, ya?â tanya Alfian tersenyum lebar setelah sang fotografer berhasil membidikkan kameranya dan menghasilkan beberapa gambar. âNgapain deg-degan. Malu aja, kan, dilihat orang banyak.ââNggak usah malu-malu. Udah resmi ini.â Rupanya fotografer yang disewa itu mendengar celetukan Bunga. âAtau mau foto dengan latar khusus. Di candi misalnya. Saya bisa merekomendasikan tempatnya. Ayo, kapan.â Dasar tukang photo, gumam Bunga. âIni udahan, ka
Bunga tertawa terbahak-bahak saat membaca pesan dari Alfian. Pesan yang berisi curhatan pria itu sehabis makan siang. Namun, sebelum acara makan, Alfian malah ditest soal bacaan sholat, doa, bagaimana taharoh yang benar, bagaimana mandi junub yang benar. Karena terus dibombardir pesan yang isinya keluh kesah, akhirnya Bunga memencet tombol hijau pada aplikasi pesan. Aplikasi berkirim pesan dan panggilan yang sederhana, aman, dan reliabelâAssalamualaikum, Mas Al âŠ,â sapa Bunga masih dengan tawa berderai. âWah, terus saja tertawa, Na.ââIya, deh. Ana nggak tertawa lagi.â Bunga berusaha mendekat mulutnya. Namun, Bunga masih saja kesulitan menahan tawanya. Setiap dia ingat apa yang menjadi curhatan Alfian, Bunga sontak tertawa. âMas maaf, aduh.ââKamu, sih, hanya kasih bocoran tentang sholat. Ternyata semua ditanyakan sama bapakmu.ââJusteru syukur, Mas. Jadi Mas Al nambah ilmunya,â bisik Bunga sambil sesekali melemparkan candaan. Alfian menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Memang b
Pak Kosim tercengang ketika melihat calon suami Bunga. Pria dihadapannya terlihat santun meskipun konon katanya berasal dari ibukota Jakarta. Dia Lantas membayangkan mantan suami Bunga, Hamzah. Meskipun usia Hamzah jauh di bawahnya akan tetapi selama ini sikapnya seakan-akan seorang penggede kerajaan selalu minta disanjung. Bahkan, Khosim sering kali harus tergopoh-gopoh untuk sekedar berbicara. Dengan dengan gestur tubuh sedikit membungkuk dan tidak lupa diawali salam dengan cara mencium tangan terlebih dahulu. Seakan-akan bersalaman dengan Hamzah akan mendatangkan keberkahan bagi orang yang berinteraksi dengannya. Sebenarnya bukan hanya Kosim yang melakukan hal itu, kebanyakan orang-orang memang melakukannya baik kepada Kyai Hasyim maupun Hamzah. âBapak, mari kita ngobrol di restoran.â Alfian memulai bicara saat melihat Pak Khosim masih terlihat takjub saat mengamati dirinya.âRestoran? Bukan di kamar?â Pak Khosim tidak ingin berlama-lama. Dia harus langsung pada inti permasalaha
Seminggu kemudian di kampung halaman Bunga âŠ.Bunga kembali menjadi buah bibir. Kabar bahwa Bunga akan menikah lagi setelah peristiwa yang menghebohkan delapan bulan yang lalu kembali menjadi perbincangan hangat. Ada yang berpendapat, Bunga asal menggaet pria manapun untuk mematahkan kutukan Hamzah. Memang sangat mengerikan sekali kutukan Mas Hamzah. Pria itu melontarkan bala bahwa Bunga tidak akan laku kawin sampai seumur hidupnya. Jadi, begitu ada yang mau, tak peduli siapapun asalkan berjenis kelamin laki-laki akan disambar Bunga. Konon calon suami Bunga itu sama tuanya dengan Hamzah, bahkan lebih tua lagi. Itulah yang beredar di kampung. Dari mulut ke mulut. âKasihan, anaknya si Khosim. Demi menghilangkan kutukan dari mantan suaminya dia rela menikah dengan lelaki tua bangka.â Perempuan dengan cumplung putih berenda, atasan kaos partai bergambar matahari, dengan bawahan sarung batik memulai obrolan. âYa, belum tua. Wong katanya baru 32 tahun. Seumuran, lah, sama Mas Hamzah.â P
"Kitab Nikah. Nikah secara bahasa memiliki makna; berkumpul atau bersetubuh. Dan secara syara' berarti akad. Akad yang menyimpan makna diperbolehkannya bersetubuh dengan menggunakan lafadz nikah atau sejenisnya".Bunga tertegun membaca rentetan kalimat yang ia temukan di beranda sosial media miliknya. Tulisan di seorang motivator dan syiar Islam. Sedangkan pernikahan antara dirinya dan Alfian, adalah pernikahan kontrak. Agar Alfian tidak diganggu Gina. Pria itu mengatakan belum siap untuk berkomitmen. Namun, menurut Nyonya Amy memang Alfian tidak sayang membelanjakan uangnya untuk perempuan yang menjadi kekasihnya. Jadi, Bunga tidak perlu merasa bersalah dengan sejumlah uang yang diminta orang tuanya. 300 juta. Itu artinya dia adalah istri Alfian sesungguhnya. Bagaimana kalau nanti Alfian meminta haknya. Hak berhubungan badan. Bunga menggembungkan pipinya. Pipinya pun tiba-tiba memanas hanya dengan membayangkan itu. Di mana mereka akan tidur. Kamar ini? Yang benar saja. Kamar sem