Bunyi kecipak air terdengar dari dalam kamar mandi serta suara kekehan seorang perempuan yang saat ini tengah berendam di dalam bak mandi. Gwen meniup busa sabun beraroma mawar yang ada di telapak tangan sampai berulangkali. Moodnya malam ini cukup baik sebab ada Olivia yang seharian ini menemaninya mengobrol.Puas bermain dengan busa sabun, Gwen lantas menggosok seluruh permukaan kulitnya dengan spons mandi, dari ujung tangan sampai tulang selangka, kemudian turun ke dada. Dia bersenandung kecil, sambil memejamkan sepasang kelopak matanya. Ritual mandi seperti ini yang sangat Gwen rindukan. Berendam berlama-lama di bathtub, dan terkadang dia pun nyaris ketiduran. Kamar mandi di rumah Nich terbilang sangat nyaman meskipun agak terbuka. Bahkan saking asyiknya Gwen dengan ritual berendamnya, dia sampai tidak menyadari jika sang suami tengah menyaksikannya sejak tadi. Menikmati setiap momen yang sama sekali tidak pernah dilihat setelah bertahun-tahun menempati kamar ini.Pemandangan di
'Kak Nich yang mempunyai ide ini. Kebun bunga di halaman belakang dengan aneka macam mawar. Tapi, dia hanya lebih suka menanam mawar merah, padahal dia tidak terlalu suka dengan durinya. Aneh, bukan?' 'Tadi pagi Tuan Nich sempat memberitahu semua apa yang kau sukai dan tidak kau sukai. Termasuk macaron kesukaanmu, Gwen.' 'Nicholas puteraku menunggumu, Gwen. Aku bisa menjamin bahwa hanya kaulah gadis yang ada di dalam hidupnya.' Sesaat pikiran Gwen kembali mengingat semua perkataan-perkataan dari setiap orang tadi siang. Dari mulai maid, Olivia, Frank dan yang terakhir Pieter—ayahnya Nich. Dari sekian banyak topik pembicaraan, mereka seolah-olah menjabarkan sifat Nich. Gwen akui, jika hatinya tersentuh dengan apa yang dilakukan oleh pria yang masih menatapnya ini. Gwen pikir Nicholas telah berubah seiring kehidupannya yang juga telah berubah. Nama besar, uang, jabatan, rumah mewah. Semuanya telah dimiliki Nich. Akan tetapi, ada hal yang Gwen sadari selama bersama Nich beberapa har
"Nich ...." Gwen mendesah dan cukup kepayahan mengimbangi ciuman Nich yang agak tergesa. Pria itu seolah-olah sudah tidak sabar ingin segera melahap Gwen habis-habisan. Ciuman ini terlalu panas dan bergelora, sampai-sampai Nich menjadi berkali-kali lebih agresif. Selanjutnya apa yang dilakukan Nich pada Gwen sungguh tak pernah terbayangkan sebelumnya. Nich melepas pagutan bibirnya, lantas membawa Gwen ke pangkuannya.Gwen memekik, tetapi belum sempat bibirnya melayangkan protes, Nich lebih dulu membungkamnya dengan ciuman lagi. Lebih bersemangat dan semakin cepat. Rengkuhan di pinggang juga terasa semakin mengetat, Gwen bisa merasakan bukti gairah suaminya yang semakin mengeras di antara sela pahanya. Lengan Gwen dituntun untuk melingkar di leher Nich, agar pria itu dapat lebih merasakan halusnya kulit mulus Gwen. Gesekan di bawah sana memberikan efek yang sangat luar biasa bagi Nich. Denyutan pada inti tubuhnya bereaksi begitu cepat. Sejenak, Nich melepas pagutannya. Merangkum rah
Kedua insan terlihat saling memeluk mesra dalam lelap. Cahaya matahari yang masuk lewat celah jendela seolah-olah tidak mengusik keintiman yang baru pertama kali terjadi itu. Gwen nampak begitu damai di pelukan sang suami yang semalaman menjaganya, begitu pula Nich. Ini kali pertama Nich bangun terlambat sejak dia menjabat sebagai pemimpin perusahaan besar. Kali pertama juga tidurnya terasa sungguh nyenyak sebab ada seseorang yang begitu dia cintai di sisinya. Sepasang mata Nich terbuka perlahan-lahan, bibirnya spontan mengukir senyum begitu wajah cantik Gwen sangat dekat dengannya. Nich pun berinisiatif untuk memberi kecupan tepat di kening Gwen sebagai ucapan selamat pagi. Dan tanpa menunggu lama kecupan mesra itu pun berlabuh cukup lama di kening sang istri. Telapak tangan Nich mengusap lembut pipi Gwen yang mulus, perempuan itu tidak terusik dengan ciuman Nich. "Kau sangat cantik, Gwen, meski dalam keadaan tertidur sekali pun," ucap Nich, yang kemudian mencium singkat bibir mani
"Ohhh ... Aku mencintaimu, Gwen ...." Erangan panjang lolos dengan merdu dari mulut Nich seiring cairan hangat yang baru saja dia tumpahkan ke dalam rahim Gwen. Sesaat Nich mendongak sambil memejamkan mata, menikmati pijatan yang berasal dari milik Gwen yang juga baru saja mencapai klimaks.Lantas setelah cukup puas, tubuh menjulang dan berpeluh itu bergeser ke sisi sang istri yang sama-sama tengah menikmati sisa-sisa pelepasannya. Lengannya merengkuh pinggang Gwen agar merapat ke tubuh polosnya. Nich tersenyum sambil menatap lekat wajah berpeluh Gwen, keduanya saling berpandangan dengan deru napas berkejaran. Jari-jarinya begitu terampil menyingkirkan anak rambut yang menutupi wajah cantik itu. "Thanks, Honey ...." ucap Nich, suaranya terdengar parau. Lalu, dengan mesra dikecupnya kening Gwen cukup lama. Sepasang mata Gwen spontan memejam, meresapi setiap kata-kata dan sentuhan sang lelaki yang baru saja mengajaknya mengayuh kenikmatan surgawi. Kehangatan percintaannya dengan Nic
Di depan cermin Gwen tengah kesulitan menutup resleting dress yang ada di balik punggungnya. Kesabarannya semakin menipis saat ujung resleting tersebut tak kunjung tergapai oleh tangannya. Dia lantas mengomel sendiri, menyalahkan si pemberi yang tak lain dan tak bukan adalah suaminya—Nich. "Huh, ini kenapa sulit sekali! Sejak tadi aku sudah berusaha menutupi ini tapi tidak berhasil, ck! Dress ini menyusahkanku." Mulut Gwen tak berhenti mendumel, sambil terus berupaya menggapai ujung resleting yang terdapat di dress warna maroon itu. Sebenarnya Gwen suka dengan modelnya yang tidak terlalu berlebihan dan dia sangat suka dengan warnanya. Maroon—warna yang hampir menyerupai warna dari kelopak mawar merah. Ukurannya juga begitu pas dan panjangnya pun hanya sebatas lutut. Kaki jenjang Gwen jadi terlihat sangat indah.Pintu ruang ganti itu tiba-tiba digeser, dan Nich muncul dari luar dengan penampilan sudah terlihat rapi. Meski hanya celana jeans pendek selutut dan kemeja berwarna hitam ya
"Jadi, itu benar, Bibi? Nich telah menikah dengan Gwen?" Raut Valerie merah padam, rasa panas di dadanya makin berkobar tatkala Diana—ibunya Nich membenarkan kabar pernikahan puteranya dengan Gwen.Sebetulnya, Diana berniat menutupi pernikahan Nich yang tak pernah akan dia restui sampai kapanpun. Baginya, Gwen tidaklah lebih dari sekadar sebuah parasit yang menempel di kehidupan Nich. Gwen hanya memanfaatkan keadaan agar bisa kembali menjerat Nich. Sementara Valerie tetaplah akan menjadi menantu pilihannya. Tidak pernah tergantikan oleh siapapun.Senyuman di bibir Diana mengundang tanya bagi Valerie yang sedang kesal bukan kepalang. Impiannya menikah dengan pria pujaannya harus sirna dan yang lebih membuatnya malu ialah—dia harus kembali kalah dengan Gwen.ck! "Kenapa Bibi terlihat begitu tenang? Bagaimana mungkin Bibi bisa setenang ini? Apa Bibi tidak memikirkan perasaanku? Mana janji Bibi?" protes Valerie yang tidak mengira jika rencananya akan berantakan. Akibat batalnya pertunan
Di kamarnya, Diana tengah gelisah. Pikirannya tidak tenang semenjak pertanyaan Valerie tadi siang. Diana juga baru menyadari akan hal itu. Mengenai pernikahan Nich dengan Gwen yang terkesan tiba-tiba dan mendadak. Rentetan pertanyaan menjejali kepalanya. Diana ingin sekali mencari tahu jawabannya. Namun, tidak mungkin juga jika dia bertanya pada Nich. Bisa-bisa puteranya itu malah memarahinya. "Harusnya Nich mengadakan pesta. Harusnya dia mengenalkan perempuan itu sebagai istrinya. Tetapi, sampai sekarang kenapa Nich masih santai? Apa dia tidak menginginkan semua itu?" Diana memijat pelipis, akibat rasa pusing yang tiba-tiba menderanya. "Apa mungkin Dean tahu sesuatu?" Nama Dean justru yang muncul di kepala Diana dan menyebabkan perempuan paruh baya itu menduga-duga. "Pasti Dean tahu sesuatu." Tak ingin larut dalam rasa penasaran yang kian besar, Diana akhirnya memutuskan untuk mendatangi kamar Dean yang berada di paviliun samping rumah. Langkahnya begitu tergesa-gesa. Hari ini di
Kamar tempat menginap Nich dan Gwen sudah tak berbentuk lagi. Di lantai ada beberapa helai kain yang berserak asal serta kelopak mawar merah, setelah semalaman kedua insan yang baru saja mereguk manisnya madu malam pengantin untuk yang ke sekian kali. Nich tidak membiarkan Gwen beristirahat barang sejenak hingga subuh menjelang, terus mengajak istrinya itu berpetualang menikmati panasnya gelora asmara yang kembali memercik. Cinta di hati Gwen kembali bersemi setelah melewati banyak rintangan dan ujian. Tak pernah menyangka bila dia akan kembali jatuh ke dalam pelukan pria ini lagi. Nicholas Kennedy. Satu nama yang selalu tersemat di hatinya dari dulu hingga detik ini. Gwen merasa bila takdirnya memang hidup bersama seorang Nich, karena sejak awal dia mengenal cinta, hanya nama itu yang terpatri di ingatannya. Sebuah kecupan singkat Gwen berikan di bibir Nich yang masih terlelap di sisinya. Senyumnya terukir ketika memandang wajah menawan yang tak pernah berubah itu. Masih sama. Bah
"Sekarang kedua mempelai dipersilakan untuk saling berciuman." Pastor berkepala plontos itu memberikan izin kepada pasangan pengantin yang baru saja meresmikan pernikahannya. Kesempatan tersebut tentu tak disia-siakan oleh Nich yang hari ini merasa sangat bahagia karena telah mewujudkan keinginannya. Menikahi perempuan yang sangat dia cintai di hadapan semua orang terdekat. Satu lengannya terulur ke pinggang, dan tangannya yang lain memegang tengkuk sang istri yang siang ini terlihat sangat cantik dengan balutan gaun pengantin warna putih. "Kau siap, Honey?" bisiknya dengan kerlingan jahil.Gwen tersipu, lalu mengangguk malu-malu. Rona bahagia terpancar dari sepasang manik biru itu, meski pandangannya tertutup kabut kesedihan. Ini memang pernikahan impiannya, tetapi kebahagiaan yang dirasa tidak lengkap tanpa kehadiran sosok ayah tercinta. Walaupun sebagian tamu adalah keluarga. Namun, hati Gwen menginginkan sang ayah yang menjadi saksi di hari spesial ini."Aku mencintaimu, Gwen."
Satu bulan yang dinanti akhirnya pun tiba. Hasil tes DNA yang keluar pada hari ini tentu akan menentukan nasib pernikahan Gwen selanjutnya. Apakah akan bertahan atau berakhir seperti keputusannya semula. Gwen ingat sekali dengan perkataan Nich tempo hari yang akan meresmikan pernikahan mereka di sebuah gereja bila anak Valerie dinyatakan bukanlah darah dagingnya.Pernikahan impian yang selama ini dia inginkan akan diwujudkan oleh Nich. Akan tetapi, Gwen sudah tidak menginginkan hal tersebut. Tidak karena sosok yang menjadi saksi pernikahannya sudah tidak berada di sisi. Semuanya hanya sia-sia."Honey," panggil Nich yang baru saja masuk ke kamarnya. Aura di wajahnya nampak berbeda.Gwen meletakkan buku bacaan yang sedang dibaca pada meja nakas, lalu menatap Nich yang berjalan ke arahnya dengan membawa sebuah amplop warna putih berukuran sedang. Pikiran Gwen langsung mengarah pada hasil tes DNA."Honey." Tiba-tiba saja Nich mengangkat tubuh Gwen ke gendongan, lalu memutar-mutarnya bebe
Acara spesial yang dikatakan Nich, rupanya hal yang tidak pernah diduga Gwen sebelumnya. Bertemu dengan banyak orang, kemudian diperkenalkan sebagai istri, sungguh tidak pernah ada dalam angan Gwen. Pesta meriah ini sebenarnya acara rutinan yang dilaksanakan di perusahaan Nich. Ada banyak sekali orang-orang berpengaruh yang terlibat dalam kerjasama besar tersebut. Gwen cukup terkesan dengan kejutan dari suaminya itu. Merasa begitu dianggap meski kondisi rumah tangganya sedang berantakan.Di ballroom mewah dengan penataan yang sangat luar biasa Gwen tidak pernah merasa sendiri karena Nich terus berada di sampingnya tanpa melepas genggaman tangannya. Suasana pesta yang dihadiri berkisar ratusan orang itu begitu meriah dengan lantunan lagu yang dibawakan oleh penyanyi di atas panggung. Musik mengalun dengan lirih tetapi terdengar sangat merdu mendukung suasana malam ini.Kekesalan yang sempat menyesakki hati perlahan berganti dengan rasa bahagia. Ya, bolehkah Gwen merasakan bahagia sebe
'Jika ingin pergi setidaknya tunggu sampai anak itu lahir. Nanti setelah aku tahu hasilnya kau bebas mengambil keputusan. Ingin tetap pergi atau ingin bertahan di sisiku.'Gwen merasa sesak tiap kali mengingat perkataan Nich yang sangat-sangat egois menurutnya. Tidak membiarkan Gwen pergi begitu saja dan justru semakin tidak masuk akal. Selama hampir dua bulan ini dia berada di dalam apartment dengan satu maid dan dua pengawal pribadi untuk berjaga-jaga.Tidak sekali pun Nich membiarkan Gwen keluar dari sana. Segala kebutuhannya dipenuhi oleh Nich. Namun tidak dengan permintaannya yang ingin kembali ke rumah lamanya yakni di Birmingham. Padahal, Gwen sudah muak dengan segala macam peraturan baru dari Nich.Tinggal di dalam sini sama saja dengan tinggal di dalam sangkar emas. Tidak bisa bergerak bebas semaunya. Kalau bisa, Gwen tidak menginginkan semua ini. Bertahan di sisi Nich dan berpura-pura tidak terjadi apa-apa, itu sama saja dengan mati pelan-pelan.Semakin hari, Nich semakin po
"Apa! Valerie hamil anaknya Kak Nich? Kau serius, Gwen?" Pekikan Olivia menggema di kamar rawat Gwen setelah dia mendengar kabar kehamilan Valerie. Gadis itu nampak terkejut sekaligus tidak percaya, sampai-sampai bola matanya tidak berkedip dengan mulut ternganga."Aku serius, Oliv. Untuk apa aku mengarang cerita sementara aku sudah melihat buktinya. Perut Valerie nampak membuncit. Perkiraanku kehamilannya sekitar tiga atau empat bulan." Gwen menghela napas panjang, pandangannya perlahan turun ke perutnya yang kini rata.Sesak bukan main jika mengingat apa yang dialaminya. Kehamilannya tidak cukup kuat untuk mendengar berita menyakitkan yang meluluhlantakkan semua mimpi-mimpinya dalam sekejap. Gwen sangat merasa kehilangan calon anak laki-lakinya."... Aku pun berharap jika kehamilan itu tidak benar adanya." Gwen bergumam mengelus perut ratanya di balik baju pasien yang dia kenakan. Setitik cairan bening turun tanpa permisi membasahi punggung tangannya. "Aku sudah gagal lagi. Aku gaga
Suara pantofel menggema di lorong yang terlihat sepi itu, seorang pria dengan raut marah nampak tergesa seolah-olah sudah tidak sabar ingin segera menemui seseorang yang menjadi penyebab dirinya menjadi demikian. Banyak sekali pertanyaan-pertanyaan yang menjejali isi kepalanya saat ini, sekaligus kebenaran yang harus dia saksikan menggunakan mata kepalanya sendiri. 'Valerie mengaku jika dia sedang mengandung anakmu. Hasil dari perbuatanmu malam itu.' Sekali lagi, Nich terngiang dengan sekelumit pernyataan yang terlontar dari mulut Gwen. Sebuah kabar yang telah berakibat fatal bagi hubungannya. Hubungan yang dia harap akan berjalan untuk selamanya hingga mereka menua. Namun, akibat kabar murahan itu kini hubungannya terancam berantakan dan berakhir.'Tidak! Sampai kapan pun aku tidak akan melepas Gwen meski apa pun yang terjadi. Dia milikku dan akan selamanya seperti itu.' Batin Nich tak pernah berhenti menyeru demikian. Melepaskan Gwen itu sama saja dengan menghancurkan mimpinya sel
Sudah hampir satu jam Nich berada di kamar rawat sang istri, duduk di samping ranjang pasien dengan menahan segala perasaan yang tak keruan. Informasi yang dia dengar dari mulut Mark, nyatanya membuat Nich terus berpikir dan merutuki diri.. Selama ini dia tidak pernah sekalipun memikirkan perihal yang bisa saja terjadi pada Gwen ketika pertama kali mereka melakukan hubungan seks waktu itu. Nich sungguh menyesali perbuatannya yang telah pergi begitu saja dari kehidupan Gwen tanpa memikirkan perasaannya. Ambisinya yang ingin menjadi orang sukses telah membuat dia lupa tentang kewajiban dan tanggung jawab yang seharusnya dia pikul. 'Bodoh!' Sementara di hadapannya, Gwen belum mau menatapnya sama sekali semenjak Nich menginjakkan kaki di ruangan serba putih itu. Gwen seolah-olah sudah memutuskan mogok bicara pada pria yang telah berkali-kali menorehkan luka hingga membuatnya kehilangan seorang putera yang dia nanti kehadirannya.Gwen sangat marah, dan belum siap menatap wajah Nich, kar
Sudah diduga sebelumnya jika memang ada seseorang yang berusaha mencelakakan Gwen. Bila dilihat dari gambar yang ditampilkan pada layar laptop, Valerie seperti mengatakan sesuatu yang sangat mengejutkan hingga berhasil membuat Gwen syok bukan main. Dari hasil rekaman cctv itu menunjukkan jika Valerie nampak menyeringai puas saat menyaksikan Gwen yang sudah kepayahan menahan sakit. Entah apa yang dikatakan oleh perempuan licik itu pada Gwen, yang jelas Nich begitu yakin jika hal tersebut pasti berkaitan tentang kejadian sialan itu. Kentara sekali dari reaksi Gwen yang setengah membungkuk sambil memegang perut. 'Itu rasanya pasti sangat sakit.' Batin Nich merasa sangat geram sampai-sampai dia mencengkeram ponsel di tangan. Hatinya seperti ditusuk-tusuk ujung pisau, ngilu bukan main membayangkan bagaimana Gwen mati-matian menahan kram pada perutnya. "Perempuan itu benar-benar sialan! Apa dia buta? Apa dia tidak melihat Gwen sudah kesakitan seperti itu? Apa sebenarnya yang dia inginkan