“Jadi, sebenarnya papa datang ke mari untuk apa?” Kaisar buka suara setelah terdiam beberapa menit tadi. Dia tak bermaksud lancang dengan mengungkit keberadaan Rega dalam keluarga mereka, tapi kalau sampai Kakek Widjaya memberikan warisan perusahaan untuk Rega, Kaisar tidak akan tinggal diam. Bagaimana kalau nanti Nara malah lebih memilih Rega karena adik angkatnya itu yang mendapat warisan? Tidak boleh. “Papa kemari atas perintah kakek kamu. Beliau meminta laporan keuangan perusahaan, khawatir kalau kamu ada menyelewengkan uang kantor untuk tujuan pribadi.” Mendengarnya, telinga Kaisar mendadak gatal. Apa-apaan? Jadi selama ini kakek mencurigainya nyeleweng uang perusahaan? Memangnya dikira dia tak punya uang? Menghela nafas kasar, Kaisar membuka laptopnya, jemarinya dengan lancar melakukan sesuatu di sana. “Kalau kamu nggak pernah nyeleweng, nggak perlu takut, Kai.”Untuk beberapa saat, mesin printer yang berbunyi menggantikan Kaisar berbicara, karena pria dengan rahang ketat
Nara sangat sibuk hari ini. Pesanan karangan bunga datang silih berganti dan herannya tujuan pengirimannya sama semua. DeLuna Beautique. Sepertinya butik yang baru akan buka sebab tulisan di papan karangan kebanyakan bertuliskan selamat. DeLuna? Luna? Nara bergumam sendiri mengingat nama itu, seperti pernah mendengarnya, tapi di mana? “Nara, nanti kamu ikut nganterin ya. Banyak ini soalnya, nanti kamu bagian ngawasin aja.” seru seorang karyawan pria membuat Nara terjengkit kaget dan menoleh. Beberapa saat Nara seperti orang bingung, antara dengar dan tidak apa yang dibilang rekan kerjanya itu. “Hmm? Oh, iya. Sip. Kabari aja kalau mau berangkat.” Nara menunjuk jempolnya tanda setuju, padahal dia tak sepenuhnya dengar. Sekitar 1 jam kemudian, pick up yang membawa papan bunga tiba di depan sebuah ruko 2 lantai yang diberi nama DeLuna Beautique. Nara senang bisa ikut, karena dia bisa mencari jawaban soal nama Luna yang tidak asing di telinganya. Ketika yang lain menata letak papan bu
Kaisar tiba di depan toko bunga tempat Nara bekerja dengan senyum tak lekang di wajahnya. Ia tak sabar hendak bertemu dengan gadisnya. Melirik jam tangan Rolexnya, masih 5 menit sebelum jam pulang kerja. 5 menit kemudian, tampak pekerja pria menutup toko. Tidak ada Nara. Loh, ke mana dia? Jangan bilang kalau dia sengaja pulang duluan biar nggak ketemu sama gue? Tanpa berlama-lama, Kaisar pun memacu mobilnya beredar dari sana. Matanya nyalang melihat ke kiri kanan. Hinggalah terlihat olehnya Nara sedang ketakutan dikepung oleh 3 pria yang sepertinya sedang mabuk. Dengan sigap Kaisar menghampiri, lalu—BUGH! PLAK! OUGH! Tanpa ampun, Kaisar melancarkan serangan pada ketiga pria yang dari mulutnya tercium aroma alkohol sangat pekat. Dengan gerakan tangannya, Kaisar menyuruh Nara bersembunyi di belakang punggungnya. Kaisar tidak akan membiarkan Nara terluka sedikitpun, sebaliknya dia akan membuat ketiga pria itu babak belur. Nara yang ketakutan, menurut saja, meskipun dia tak menghara
Nara terkejut bukan main karena Kaisar mengambil kesempatan dalam kesempitan untuk menciumnya. Noh kan? Sekalinya mesum tetap aja mesum. Atau jangan-jangan, pria mabuk tadi cuma akal-akalan Kaisar aja biar dia bisa tampil sebagai pahlawan dengan menyelamatkan Nara?Menyadari hal itu, sekuat tenaga Nara mendorong dada Kaisar menjauh darinya hingga ciuman itu terlepas. Dia bahkan tak pernah berciuman dengan Rega, sedang Kaisar sudah beberapa mengambil ciumannya. Dasar penjahat! Tapi, Kaisar tidak semudah itu melepasnya. Dia melumat kembali bibir Nara yang kenyal dan manis, menggigit bagian bawahnya hingga mau tak mau Nara membuka mulutnya. Lidahnya dengan cepat menerobos masuk dan mengabsen barisan gigi Nara rapi dan kecil-kecil. Tangan Kaisar juga tak tinggal diam. Kini tangan itu meraba-raba bukit kembar Nara yang pas dengan ukuran telapak tangannya. Meremasnya kuat hingga Nara mendesah tertahan. Astaga! Rasa apa ini? Kenapa rasanya seperti ini? Nara yang sama sekali tak pernah b
“Gue kangen sama lo, Ra.” Rega tak bisa menahan diri untuk tak menemui Nara ke rumahnya. Semenjak Nara bekerja, Rega sadar betul kalau waktu mereka bersama berkurang drastis. Apalagi belakangan Nara menunjukkan gelagat aneh, pacarnya itu mulai berbohong padanya. “Ayo masuk, di luar dingin.” Tidak seperti yang Rega harapkan, Nara tak bilang kalau dia juga kangen pada Rega. Pemuda itu agak kecewa dibuatnya. Apa cuma dia yang kangen sama pacar sendiri? Nara memimpin Rega masuk ke rumah. Nenek Ratih yang kebetulan keluar kamar terkejut melihat Rega ada di rumahnya. “Loh, ada Nak Rega? Kapan datang?” Nenek Ratih memandang Nara dan Rega bergantian. Wanita tua itu juga heran kenapa Rega terlihat berbeda dari biasanya, tapi memilih tidak mau mempermasalahkan. “Baru aja kok, Nek.” “Nek, Rega boleh nginap di sini, kan? Nanti pulangnya kemalaman, kasihan Rega kalau harus pulang. Lo nggak bawa mobil, kan, Ga?” tanya Nara yang dibalas anggukan oleh Rega. “Boleh-boleh aja, tapi tidurnya
Nara sudah siap ke kampus, memakai kemeja rapi, menyandang tas, satu buku cetak besar di peluk ke dada, tapi alih-alih berangkat dia malah duduk di kursi kecil di samping sofa. Ya. Nara asyik memperhatikan Rega yang masih tertidur pulas. Padahal sudah pukul 7 lewat 15 menit, tapi dianya masih pulas dengan kain yang menyelimuti hingga dagu. Wajah saat tidur Rega sangat kalem dan menggemaskan seperti bayi. Mana tega Nara membangunkannya. Malah dengan telapak tangannya, Nara menghalangi cahaya masuk lewat gorden agar tak mengenai kelopak mata Rega. “Loh, belum pada berangkat?” tanya Nenek Ratih tiba-tiba membuat Nara menoleh dengan picingan tajam dan menempel telunjuk di bibirnya. Seolah tak merasa bersalah, Nenek Ratih melanjutkan bicaranya. “Sudah jam berapa ini? Biasanya juga udah jalan?”Bola mata Nara makin melotot ke arah Neneknya tanda ia sangat marah. Nenek apaan sih? Udah dikodein masih aja ngomong. Gangguin Rega lagi tidur aja. Nara ngedumel dengan bibir yang diketap dan di
Waktu berlalu begitu cepat, tidak terasa sudah malam minggu lagi. Nara yang terlanjur janji dengan Luna akan menghadiri acara pembukaan butik, menyetujui untuk pergi dengan Rega. Yah, walaupun dia akan bertemu Kaisar di sana. Berharap saja pria itu tak berbuat yang macam-macam. Karena ini acara resmi, dan karena tidak ingin membuat Luna kecewa telah mengundangnya, Nara memilih memakai dress biar tampak feminim. Dress sepantaran paha berwarna krem dengan lengan panjang dan bagian bahu yang sedikit terbuka membuat ia terkesan seksi. ‘Duh, jangan sampai Kaisar tergoda deh. Ini juga pakai karena terpaksa.’ Nara bergumam sendiri seraya memperhatikan penampilannya di cermin full body. Menggoyang-goyangkan badannya ke kiri kanan hingga ujung dress-nya ikut bergoyang. ‘Cantik juga gue kayak gini,’ gumamnya lagi dengan sudut bibir terangkat naik. “Loh, udah cantik aja? Mau makan malam di rumah Rega lagi ya?” Nenek Ratih datang menyambangi cucunya karena pintu kamar memang tidak tertutup sem
DeLuna Boutique sudah ramai oleh tamu undangan. Luna yang tampil cantik dengan gaun panjang terbelah hingga bagian paha dan dada berbentuk huruf V terlihat menyapa satu persatu kenalannya. Semuanya mengucapkan selamat untuk Luna. Wanita itu tertawa senang meski dalam hatinya pedih, karena yang diharapkan sama sekali tak peduli pada pencapaiannya. Kaisar. Suaminya itu malah sibuk dengan ponselnya, alih-alih menemani Luna berkeliling.Luna memicing tajam ke arah Kaisar yang sama sekali tak menengok padanya. Wanita itu dengan membawa senyum terpaksa menyambangi satu persatu tamu yang masih berdatangan, hingga mobil keluarganya juga terlihat masuk area parkiran. “Ma, Pa, makasih ya udah mau datang.” sambut Luna pada mama dan papa angkatnya yang kemudian jadi mama dan papa mertuanya. “Selamat ya, sayang. Kamu hebat. Kami bangga.” ucap Mama Dahlia memeluk Luna lalu mencium pipi kiri kanan. “Rega sebentar lagi juga sampai, dia jemput Nara dulu.” Papa Gunawan ikut bersuara, satu tangan m
“Sweety, kayaknya gue harus cepat-cepat ke rumah lo deh, meluruskan masalah kita.”Sore itu, di saat Nara sedang nikmat-nikmatnya tidur karena tadi malam tak nyenyak, sebuah pesan dari Kaisar membuat matanya terbelalak sempurna. Nara melihat pesan seperti melihat setan. Sontak Nara terbangun, tidak membalas pesan Kaisar, tapi jemari lentiknya malah memulas ikon untuk menghubungi suami orang yang kini jadi kekasihnya itu. Ah, pokoknya rumit deh. Terdengar ponsel berdering samar-samar dari arah depan rumah, Nara sejenak berpikir, apa mungkin Kaisar berada di depan sana? Pria itu kan gila. Lalu, saat panggilannya diangkat, dering ponsel itu seketika berhenti. Nara semakin bergerak gelisah, melihat ke luar jendela kamar kalau-kalau yang dia pikir betulan terjadi.“Kai, jangan sekarang. Please!” Mohon Nara seraya memijat pelipisnya yang mendadak pening. Dia memang tak punya alasan yang tepat untuk meyakinkan Kaisar, tapi tidak juga ingin rahasia ini cepat terbongkar. Bagaimana reaksi n
Di kamarnya, Nara tak bisa tertidur, padahal sudah mandi, badannya yang lengket akibat permainan dengan Kaisar di mobil tadi kini kembali segar. Namun, otak dan perasaannya sekarang yang butuh penyegaran, karena terlalu sumpek memikirkan masalahnya dengan Rega dan Kaisar. Sebenarnya dengan Rega, Nara tak mempunyai masalah sedikitpun. Namun, hadirnya Kaisar membuat cintanya terhadap pemuda baik dan sopan itu oleng. Pesona Kaisar sangat sulit dielakkan.Gue harus curhat sama siapa? Siapa yang bisa mengerti perasaan gue sekarang? Apakah Cantika? Gadis itu bukan tidak pernah berpacaran setahu Nara. Nara mengusak-usak rambutnya hingga berantakan, saking kesalnya. Ia tak bisa tidur hingga azan subuh, barulah rasa kantuk itu datang membuatnya ketiduran sampai siang. Nenek Ratih saja bingung melihat cucunya tidak bangun. Beruntung hari ini minggu, tak perlu ke kampus. ———Esok harinya di kediaman orangtua Rega. Mama Dahlia, Papa Gunawan dan Kakek Widjaya sedang berada di meja makan untuk m
“Nara milik gue sekarang. Jadi gue minta, lo ikhlaskan aja dia, percuma juga saingan sama gue, karena lo sendiri yang akan sakit hati.”Kaisar membaca pesan yang dia kirim ke Rega yang sudah ada tanda centang dua, artinya Rega sudah membacanya. Senyum di bibirnya terbit, sama sekali tidak ada penyesalan. Lebih cepat Rega tahu malah lebih bagus, kan? Kaisar rupanya baru tiba di apartemen setelah mengantar Nara. Dia langsung meluru ke kamar mandi karena merasa tubuhnya lengket sisa permainan dengan Nara di mobil tadi tapi suara Luna menahan langkahnya. “Baru pulang kamu jam segini?” Kaisar menoleh pada istrinya. “Kenapa? Nggak masalah juga kan buat lo?”Kaisar tahu Luna juga sering pulang malam belakangan ini, pasti asyik bersama pria barunya. Entah siapa itu, Kaisar tak peduli, yang penting bebannya terhadap wanita itu sudah berkurang. Luna memilih caranya sendiri untuk mengatasi masalah mereka yang selalu dimintai momongan oleh kedua orangtua. Luna menggeleng pelan, memang tak mas
Setengah jam kemudian, mobil Kaisar memasuki komplek rumah Nara. Mereka yang tadinya saling berpegangan tangan, sontak terlepas, lebih tepatnya Nara melepasnya begitu melihat ada Rega yang menunggu di depan rumah. “Kai, berhenti di sini aja.” Mobil Kaisar pun berhenti agak jauh dari depan rumah Nara. Wajah Nara berubah tegang, karena kaget mendapati Rega ada di depan rumah malam hari begini. Apa Rega menunggu gue dari tadi? Begitu batinnya. Kaisar yang melihat itu, hanya tersenyum samar. Agak tidak suka sebenarnya melihat Rega datang menemui Nara, tapi mau bagaimana lagi, status Rega kini masihlah pacar Nara. Atau, perlukah dia bilang sama Rega kalau dia juga menginginkan Nara? Baru Nara hendak keluar dari mobil, Kaisar sekali lagi menarik tangannya.“Kenapa lagi, Kai?”Tidak menjawab, Kaisar malah menunjuk bibirnya, apalagi kalau bukan minta cium sebagai salam perpisahan. Meski malu-malu, Nara pun memajukan bibirnya lalu mengecup lembut bibir Kaisar. Kini, dia tak bisa mengelak
Nara yang ketahuan mengintip, seketika berlari masuk ke mobil. Dia tak boleh lama-lama menatap tubuh bidang dan polos milik Kaisar, otaknya bisa memikirkan hal yang jorok. Nara membawa tubuhnya mengumpet di jok belakang mobil itu, tapi Kaisar malah ikut masuk dan duduk di sebelahnya. Suasana hening, Kaisar tidak berbicara, tapi deru nafasnya terdengar tak beraturan. Nara berniat menenggelamkan wajahnya ke dalam jaket, ketika lengan kekar milik Kaisar mengangkat tubuhnya dengan posisi menghadap ke arah Kaisar sendiri, lalu mendudukkan tubuh Nara di atas perut yang keras. Astaga! Bukan di perut, lebih tepatnya di bagian bawah pusar, tempat tonjolan itu berada. Nara merasa aneh pada bagian bawahnya, padahal dia memakai celana jeans, tapi benjolan milik Kaisar itu seakan bisa menusuk-nusuk area kewanitaannya. Apa memang saat ini Kaisar sedang on? Jangan bilang kalau dia menginginkan itu di sini, di dalam mobil yang sempit seperti ini. Keduanya kini saling bertatapan lekat. Nara yang gu
Tangan Nara refleks menjitak jidat Kaisar saking geramnya. Duduknya yang memang sengaja agak mepet ke pintu, sampai dicondongkan ke depan ke arah Kaisar agar tangannya bisa mencapai bagian jidat itu. PUK.Nara baru menyadari kelakuannya saat tangan Kaisar mencegahnya dari menjitak jidat itu sekali lagi lalu beralih menggenggam tangannya. Seperti ada aliran listrik, Nara rasa tangannya seolah kesetrum. Untung tidak sampai kejang-kejang. Alih-alih marah, Kaisar malah terkekeh. Pasalnya, ini kali pertama Nara melakukan skinship terlebih dahulu padanya, yah walaupun adegannya pukul-pukulan bukan peluk-pelukan. “Ngomong gitu sekali lagi, gue minta turun dari mobil.” Ancam Nara setelah sekuat tenaga mengeluarkan suara dari mulutnya. Gugup sekali rasanya, apalagi satu tangannya masih digenggaman oleh Kaisar. Hangat sekali rasanya. “Ngomong yang mana? Nggak perlu ngenalin istri gue ke mereka atau ngomong kalau lo itu istri gue?” goda Kaisar seraya memandang genit Nara. “Turunin gue sekar
“Maksud kamu apa ngomong kayak tadi? Memangnya kamu tahu?” tanya Luna setelah aktivitas panas mereka selesai. Aldo tidak langsung menjawab, dia bangun memungut pakaiannya yang tercecer di lantai, setelahnya memakai kembali pakaian tersebut. “Kalau aku kasih tau, apa kamu bakal percaya?” Aldo menjawab pertanyaan Luna dengan pertanyaan. Sungguh membuat Luna kesal. Apa sebenarnya maksud Aldo? Dia benar-benar tahu atau sengaja memancing kemarahan aku? “Katakan saja, kalau kau tidak bilang, bagaimana aku akan percaya?”“Aku harap kamu jangan kecil hati begitu mengetahui faktanya.”Berkecil hati? Apa maksudnya karena wanita itu yang dipilih Kaisar sementara dia tidak? Ah, Luna makin penasaran, wanita seperti apa yang membuat luluh seorang Kaisar. “Jangan bertele-tele, Al. Kasih tahu cepat siapa orangnya!” Luna makin tak sabar, wajahnya mulai mengeras dan serius. “Dia cukup dekat dengan kalian.”“Maksud kamu dekat dengan aku dan Kaisar?” Luna makin tak paham. Siapa gadis yang dekat deng
“Lo jangan senang dulu. Gue masuk ke mobil lo karena minta segera diantar ke tempat kerja. Waktu gue dikit lagi, gue nggak mau telat.” Judes Nara, tidak mau Kaisar berpikiran macam-macam tentangnya. Dari ekor matanya, Nara bisa melihat wajah Kaisar yang tadi memerah karena menahan marah kini mulai bisa tersenyum menyeringai. Senang banget pasti. “Makasih ya, Sweety. Gue makin sayang deh sama lo.”Nara tak membalas, hanya menghela nafas. Dia hanya ingin cepat sampai ke toko dan bekerja. Menyibukkan diri dengan pekerjaan akan membuatnya lupa dengan Kaisar sejenak. Sesampainya di toko, rupanya sedang ada kehebohan. Nara yang baru masuk tidak tahu menahu tiba-tiba jadi pusat perhatian. Apa mereka membicarakan gue? “Nara, kok kamu nggak bilang sih, alamat pengiriman bunga itu adalah alamat rumah kamu?” Pak Baskoro datang dengan berseru membuat semua orang menatap ke arah Nara, seolah meminta penjelasan. “Cie... Cie... Cie...” Suara cengcengan itu terdengar dari teman kerja satu shift
“Can, Nara mana? Kok lo sendirian yang ke sini?” Cantika sungguh tidak menyangka kalau dia bertemu dengan Rega di kantin. Tahu begitu, dia akan sebisa mungkin menghindar. Lalu sekarang, apa yang harus dia jawab pada Rega? Nggak mungkin kan bilang Nara dibawa pergi oleh Kaisar. Cantika jadi bingung sendiri di tempatnya, matanya bergerak gelisah, memikirkan alasan yang masuk akal. “Hmm, itu, tiba-tiba dia dapat panggilan dari Om aku yang punya toko, katanya Nara disuruh datang ke toko lebih cepat. Iya begitu.” Cantika cukup senang karena otaknya bisa diajak kerja sama di saat genting begini. Semoga saja Rega percaya. Rega menatap Cantika, ingin tidak percaya, tapi masa gadis berjilbab ini bohong? Begitu kata hati Rega. Dia pun mengangguk sekenanya. “Oh, begitu ya.” Gurat wajahnya terlihat kecewa, seolah dunia bekerja sama tak mendukung untuknya berduaan dengan Nara. “Kalau gitu, lo mau ikut makan bareng gue nggak? Daripada sendirian.” Rega menunjuk meja kosong di depannya, yang se