Sama seperti Nara yang kaget melihat kehadiran Kaisar di meja makan keluarga itu, Kaisar juga kaget mendapati gadis yang datang bersama Rega sebagai pacar adiknya adalah Nara. Jadi, pacarnya yang gue lihat sekilas waktu itu... Rega? Kaisar juga langsung ingat, Elsa pernah sempat ingin memberitahunya nama pacar Nara yang katanya dari keluarga kaya raya itu. Jadi Re— itu Rega? Adik gue sendiri? Sementara itu, Nara juga sedang diserang banyak pertanyaan dalam benaknya. Membuatnya gelisah, tegang dan gugup secara bersamaan. Melihat pacar putranya cuma diam di tempat duduknya, Mama Dahlia bermaksud mencairkan suasana. Ia maklum, pertama kali bertemu orangtua pacar, memang selalunya seperti itu, canggung dan sedikit malu-malu. Mama kan juga pernah muda. Sedikit banyak pernah merasakan lah. “Selamat datang di rumah kami, Nara. Mama senang banget waktu Rega bilang mau ngajakin kamu main ke rumah, karena mama tuh udah lama pengen kenalan sama kamu.” ujar Mama Dahlia dengan senyum penuh d
Hari terus berganti, Nara sudah pula bekerja di toko bunga milik Om Cantika. Waktu Nara untuk bertemu Rega jadi berkurang karena sepulang kuliah dia langsung pergi bekerja dan pulang ke rumah antara pukul 7 lewat hingga paling telat pukul 8 malam. Tapi, ada dua hal yang selalu mengusik pikirannya tentang malam Minggu waktu itu. Yang pertama, kenapa Rega harus bersaudara dengan Kaisar? Bagaimana bisa? Mereka seperti langit dan bumi. Yang kedua, fakta kalau Kaisar sudah memiliki istri. Oh, astaga! Dia sudah punya istri yang cantik jelita, tapi masih berani bilang 'sweety' ke gadis lain? Apa dia benar-benar tidak waras alias SINTING? Hei, yang sinting di sini siapa? Kenapa masih memikirkan dia? Harusnya bodo amat, kan? Nara berusaha membuang jauh-jauh pikiran konyol itu. Untuk apa memikirkan hubungan orang lain, tidak penting, ya seharusnya begitu. Tapi, Nara tak bisa. Karena ini sedikit banyak ada hubungannya dengan dia sendiri. Ting. Bunyi ponsel berdenting membuat lamunannya buy
Kaisar yang sudah siap dengan setelan kerjanya kembali memeriksa penampilan di depan cermin. Setiap kali melihat wajah sendiri, pria 32 tahun itu selalu bersyukur terlahir dengan wajah yang sempurna. Karenanya banyak cewek yang tergila-gila dan antri cuma untuk tidur dengannya. Tapi, kenapa Nara tidak ya? Gadis itu gedek, setiap kali melihatnya. Apa di mata Nara, Kaisar tidak lebih ganteng dari Rega? Apa sih kelebihan Rega dibanding gue? Memutar otaknya, Kaisar mencari cara agar bisa bertemu Nara pagi ini. Kalau dia menjemput gadis itu menggunakan mobil, pasti dia akan ditolak mentah-mentah, Nara tidak akan naik ke mobilnya seperti malam kemarin. Jadi, harus bagaimana? Cukup lama dia termenung di depan cermin sampai Luna yang duduk di meja rias menatap keheranan. Sejurus kemudian, seakan telah mendapat ide, Kaisar mesem-mesem sendiri dengan alis bergerak-gerak jenaka. Beruntung kemarin itu dunia seolah memberi kemudahan baginya. Bertemu teman Nara tanpa sengaja, Kaisar meminta nom
“Ra, lo kenapa? Kayak orang habis dikejar setan aja?”“Bukan dikejar setan, tapi dikejar orang gila.”Nara masuk ke kelas dengan tampang gusar, dadanya kembang kempis karena berlari turun dari bus tadi hingga ke kelas. Untung saja, pagi ini kelasnya berada di lantai 1, kalau di lantai 3, habislah nafasnya. Cantika yang tidak mengerti akan jawaban Nara, mengerut alisnya. “Jangan bilang kalau pria ganteng yang waktu itu masih ngejar-ngejar lo?”Nara berdecak saat Cantika menyebut kata ganteng, dengan begitu gadis berhijab itu makin yakin kalau tebakannya tak meleset. Cantika diam sejenak, teringat beberapa hari lalu saat pria ganteng meminta nomor ponsel Nara padanya. Duh, gimana ya? Nara pasti ngamuk dan jambak rambut aku kalau tau aku yang memberikan nomornya pada pria itu. “Parahnya lagi, dia sekarang tau nomor gue. Ngeselin banget, kan? Gue yakin nih, pasti Elsa biang keroknya.” Nara meremas jemarinya seolah bersiap untuk menjambak rambut Elsa sekali lagi. Cantika hanya menden
“Ra, mama tuh senang banget loh sama lo. Dia ngajak lo makan di rumah lagi malam Minggu besok.” Gadis yang diajak bicara ingin mengeluh, tapi tidak mau membuat terluka hati pacarnya. Lagi? Bukankah itu artinya, Kaisar juga akan ada di sana? Malas banget. Memandang lekat Rega, Nara bersyukur pacarnya itu percaya akan alasan yang dibuatnya tadi, tapi makan malam di rumah Rega lagi? Ia harus mencari alasan untuk menolak secara halus. Sebisa mungkin Nara mengelak pergi ke tempat yang kemungkinan besar ada Kaisar juga di sana.“Masa tiap malam Minggu gue makan di rumah lo mulu sih?” “Gue nggak masalah kok. Beras di rumah gue nggak bakalan habis cuma karena lo datang makan tiap malam Minggu. Mau tiap malam juga nggak apa-apa. Hehe.” Rega tertawa sendiri karena kesenangan juga lucu tapi Nara malah menatapnya dengan wajah serius. Walhasil, Rega berhenti dan ekpresinya berubah kecut.“Kenapa? Lo nggak mau ya?” Nara meneguk es jeruknya hingga ludes dalam sekali teguk, padahal nasi goreng s
“Gue udah kenyang. Lo makan aja sendiri.” Nara memandang malas pada steik lada hitam beserta es jeruk yang kelihatan lezat. Sudah dibilang tak mau makan, tapi si gila itu tetap saja memesan makanan untuknya. Seharusnya ia makan seenak ini dengan Rega saja, kan? Kenapa malah dengan pria gila ini? Ah, tidak. Nara tidak akan menyentuhnya. Gadis itu membuang muka ke arah lain. Di depannya, Kaisar si gila tampak begitu menikmati santapannya dengan mata yang tak lepas dari memandang Nara. Makin dilihat Nara makin cantik saja. “Kenapa nggak makan?” tanya Kaisar disela-sela mengunyahnya. “Apa lo berharap yang makan di depan lo ini Rega? Iya? Cih.” Kaisar berdecih setelahnya seolah menyebut nama Rega adalah kesialan baginya. “Rega mana mampu ngajak lo makan di tempat seperti ini.” lanjutnya dengan senyum Iicik. Mendengar ucapan Kaisar yang menyepelekan Rega, kedua tangan Nara yang berada di bawah meja meremas kuat ujung baju kemejanya. Bisa-bisanya dia? ARGGHHH! Boleh gue jambak nggak s
“Gara-gara lo nih, sekarang mobilnya udah pergi, kan?” Rega menoyor bahu temannya dengan tampang kesal. Kalau temannya itu tak datang, dia pasti sudah tahu siapa yang mengirim pesan pada Nara tadi, lalu untuk apa mobil Kaisar berada di parkiran kampusnya. Eh, tapi tunggu deh. Kenapa bisa berbarengan dan nyambung gini ya? Kebetulan aja apa gimana? Rega mengerjap-ngerjap kedua bola mata sembari memikirkan kemungkinan lain. Bisa jadi, kan, gue cuma salah lihat? Tapi siapa ya orang itu? Kenapa dia ngajak Nara makan siang? Yang lebih penting lagi, dia laki-laki apa perempuan?Sementara itu, mobil Porsche merah hati milik Kaisar memasuki area pertokoan di mana toko bunga milik Om Cantika berada. Kedua kaki Nara di bawah sana terus bergerak gelisah, ia tak sabar hendak turun dari mobil tapi Kaisar malah menahannya. Dengan pandangan matanya yang tajam menusuk, Nara meminta Kaisar melepas tangannya. “Oke... Oke... Gue cuma mau ngasih ini kok buat lo.” Kaisar mengambil paper bag besar dari
“Jadi, sebenarnya papa datang ke mari untuk apa?” Kaisar buka suara setelah terdiam beberapa menit tadi. Dia tak bermaksud lancang dengan mengungkit keberadaan Rega dalam keluarga mereka, tapi kalau sampai Kakek Widjaya memberikan warisan perusahaan untuk Rega, Kaisar tidak akan tinggal diam. Bagaimana kalau nanti Nara malah lebih memilih Rega karena adik angkatnya itu yang mendapat warisan? Tidak boleh. “Papa kemari atas perintah kakek kamu. Beliau meminta laporan keuangan perusahaan, khawatir kalau kamu ada menyelewengkan uang kantor untuk tujuan pribadi.” Mendengarnya, telinga Kaisar mendadak gatal. Apa-apaan? Jadi selama ini kakek mencurigainya nyeleweng uang perusahaan? Memangnya dikira dia tak punya uang? Menghela nafas kasar, Kaisar membuka laptopnya, jemarinya dengan lancar melakukan sesuatu di sana. “Kalau kamu nggak pernah nyeleweng, nggak perlu takut, Kai.”Untuk beberapa saat, mesin printer yang berbunyi menggantikan Kaisar berbicara, karena pria dengan rahang ketat
“Sweety, kayaknya gue harus cepat-cepat ke rumah lo deh, meluruskan masalah kita.”Sore itu, di saat Nara sedang nikmat-nikmatnya tidur karena tadi malam tak nyenyak, sebuah pesan dari Kaisar membuat matanya terbelalak sempurna. Nara melihat pesan seperti melihat setan. Sontak Nara terbangun, tidak membalas pesan Kaisar, tapi jemari lentiknya malah memulas ikon untuk menghubungi suami orang yang kini jadi kekasihnya itu. Ah, pokoknya rumit deh. Terdengar ponsel berdering samar-samar dari arah depan rumah, Nara sejenak berpikir, apa mungkin Kaisar berada di depan sana? Pria itu kan gila. Lalu, saat panggilannya diangkat, dering ponsel itu seketika berhenti. Nara semakin bergerak gelisah, melihat ke luar jendela kamar kalau-kalau yang dia pikir betulan terjadi.“Kai, jangan sekarang. Please!” Mohon Nara seraya memijat pelipisnya yang mendadak pening. Dia memang tak punya alasan yang tepat untuk meyakinkan Kaisar, tapi tidak juga ingin rahasia ini cepat terbongkar. Bagaimana reaksi n
Di kamarnya, Nara tak bisa tertidur, padahal sudah mandi, badannya yang lengket akibat permainan dengan Kaisar di mobil tadi kini kembali segar. Namun, otak dan perasaannya sekarang yang butuh penyegaran, karena terlalu sumpek memikirkan masalahnya dengan Rega dan Kaisar. Sebenarnya dengan Rega, Nara tak mempunyai masalah sedikitpun. Namun, hadirnya Kaisar membuat cintanya terhadap pemuda baik dan sopan itu oleng. Pesona Kaisar sangat sulit dielakkan.Gue harus curhat sama siapa? Siapa yang bisa mengerti perasaan gue sekarang? Apakah Cantika? Gadis itu bukan tidak pernah berpacaran setahu Nara. Nara mengusak-usak rambutnya hingga berantakan, saking kesalnya. Ia tak bisa tidur hingga azan subuh, barulah rasa kantuk itu datang membuatnya ketiduran sampai siang. Nenek Ratih saja bingung melihat cucunya tidak bangun. Beruntung hari ini minggu, tak perlu ke kampus. ———Esok harinya di kediaman orangtua Rega. Mama Dahlia, Papa Gunawan dan Kakek Widjaya sedang berada di meja makan untuk m
“Nara milik gue sekarang. Jadi gue minta, lo ikhlaskan aja dia, percuma juga saingan sama gue, karena lo sendiri yang akan sakit hati.”Kaisar membaca pesan yang dia kirim ke Rega yang sudah ada tanda centang dua, artinya Rega sudah membacanya. Senyum di bibirnya terbit, sama sekali tidak ada penyesalan. Lebih cepat Rega tahu malah lebih bagus, kan? Kaisar rupanya baru tiba di apartemen setelah mengantar Nara. Dia langsung meluru ke kamar mandi karena merasa tubuhnya lengket sisa permainan dengan Nara di mobil tadi tapi suara Luna menahan langkahnya. “Baru pulang kamu jam segini?” Kaisar menoleh pada istrinya. “Kenapa? Nggak masalah juga kan buat lo?”Kaisar tahu Luna juga sering pulang malam belakangan ini, pasti asyik bersama pria barunya. Entah siapa itu, Kaisar tak peduli, yang penting bebannya terhadap wanita itu sudah berkurang. Luna memilih caranya sendiri untuk mengatasi masalah mereka yang selalu dimintai momongan oleh kedua orangtua. Luna menggeleng pelan, memang tak mas
Setengah jam kemudian, mobil Kaisar memasuki komplek rumah Nara. Mereka yang tadinya saling berpegangan tangan, sontak terlepas, lebih tepatnya Nara melepasnya begitu melihat ada Rega yang menunggu di depan rumah. “Kai, berhenti di sini aja.” Mobil Kaisar pun berhenti agak jauh dari depan rumah Nara. Wajah Nara berubah tegang, karena kaget mendapati Rega ada di depan rumah malam hari begini. Apa Rega menunggu gue dari tadi? Begitu batinnya. Kaisar yang melihat itu, hanya tersenyum samar. Agak tidak suka sebenarnya melihat Rega datang menemui Nara, tapi mau bagaimana lagi, status Rega kini masihlah pacar Nara. Atau, perlukah dia bilang sama Rega kalau dia juga menginginkan Nara? Baru Nara hendak keluar dari mobil, Kaisar sekali lagi menarik tangannya.“Kenapa lagi, Kai?”Tidak menjawab, Kaisar malah menunjuk bibirnya, apalagi kalau bukan minta cium sebagai salam perpisahan. Meski malu-malu, Nara pun memajukan bibirnya lalu mengecup lembut bibir Kaisar. Kini, dia tak bisa mengelak
Nara yang ketahuan mengintip, seketika berlari masuk ke mobil. Dia tak boleh lama-lama menatap tubuh bidang dan polos milik Kaisar, otaknya bisa memikirkan hal yang jorok. Nara membawa tubuhnya mengumpet di jok belakang mobil itu, tapi Kaisar malah ikut masuk dan duduk di sebelahnya. Suasana hening, Kaisar tidak berbicara, tapi deru nafasnya terdengar tak beraturan. Nara berniat menenggelamkan wajahnya ke dalam jaket, ketika lengan kekar milik Kaisar mengangkat tubuhnya dengan posisi menghadap ke arah Kaisar sendiri, lalu mendudukkan tubuh Nara di atas perut yang keras. Astaga! Bukan di perut, lebih tepatnya di bagian bawah pusar, tempat tonjolan itu berada. Nara merasa aneh pada bagian bawahnya, padahal dia memakai celana jeans, tapi benjolan milik Kaisar itu seakan bisa menusuk-nusuk area kewanitaannya. Apa memang saat ini Kaisar sedang on? Jangan bilang kalau dia menginginkan itu di sini, di dalam mobil yang sempit seperti ini. Keduanya kini saling bertatapan lekat. Nara yang gu
Tangan Nara refleks menjitak jidat Kaisar saking geramnya. Duduknya yang memang sengaja agak mepet ke pintu, sampai dicondongkan ke depan ke arah Kaisar agar tangannya bisa mencapai bagian jidat itu. PUK.Nara baru menyadari kelakuannya saat tangan Kaisar mencegahnya dari menjitak jidat itu sekali lagi lalu beralih menggenggam tangannya. Seperti ada aliran listrik, Nara rasa tangannya seolah kesetrum. Untung tidak sampai kejang-kejang. Alih-alih marah, Kaisar malah terkekeh. Pasalnya, ini kali pertama Nara melakukan skinship terlebih dahulu padanya, yah walaupun adegannya pukul-pukulan bukan peluk-pelukan. “Ngomong gitu sekali lagi, gue minta turun dari mobil.” Ancam Nara setelah sekuat tenaga mengeluarkan suara dari mulutnya. Gugup sekali rasanya, apalagi satu tangannya masih digenggaman oleh Kaisar. Hangat sekali rasanya. “Ngomong yang mana? Nggak perlu ngenalin istri gue ke mereka atau ngomong kalau lo itu istri gue?” goda Kaisar seraya memandang genit Nara. “Turunin gue sekar
“Maksud kamu apa ngomong kayak tadi? Memangnya kamu tahu?” tanya Luna setelah aktivitas panas mereka selesai. Aldo tidak langsung menjawab, dia bangun memungut pakaiannya yang tercecer di lantai, setelahnya memakai kembali pakaian tersebut. “Kalau aku kasih tau, apa kamu bakal percaya?” Aldo menjawab pertanyaan Luna dengan pertanyaan. Sungguh membuat Luna kesal. Apa sebenarnya maksud Aldo? Dia benar-benar tahu atau sengaja memancing kemarahan aku? “Katakan saja, kalau kau tidak bilang, bagaimana aku akan percaya?”“Aku harap kamu jangan kecil hati begitu mengetahui faktanya.”Berkecil hati? Apa maksudnya karena wanita itu yang dipilih Kaisar sementara dia tidak? Ah, Luna makin penasaran, wanita seperti apa yang membuat luluh seorang Kaisar. “Jangan bertele-tele, Al. Kasih tahu cepat siapa orangnya!” Luna makin tak sabar, wajahnya mulai mengeras dan serius. “Dia cukup dekat dengan kalian.”“Maksud kamu dekat dengan aku dan Kaisar?” Luna makin tak paham. Siapa gadis yang dekat deng
“Lo jangan senang dulu. Gue masuk ke mobil lo karena minta segera diantar ke tempat kerja. Waktu gue dikit lagi, gue nggak mau telat.” Judes Nara, tidak mau Kaisar berpikiran macam-macam tentangnya. Dari ekor matanya, Nara bisa melihat wajah Kaisar yang tadi memerah karena menahan marah kini mulai bisa tersenyum menyeringai. Senang banget pasti. “Makasih ya, Sweety. Gue makin sayang deh sama lo.”Nara tak membalas, hanya menghela nafas. Dia hanya ingin cepat sampai ke toko dan bekerja. Menyibukkan diri dengan pekerjaan akan membuatnya lupa dengan Kaisar sejenak. Sesampainya di toko, rupanya sedang ada kehebohan. Nara yang baru masuk tidak tahu menahu tiba-tiba jadi pusat perhatian. Apa mereka membicarakan gue? “Nara, kok kamu nggak bilang sih, alamat pengiriman bunga itu adalah alamat rumah kamu?” Pak Baskoro datang dengan berseru membuat semua orang menatap ke arah Nara, seolah meminta penjelasan. “Cie... Cie... Cie...” Suara cengcengan itu terdengar dari teman kerja satu shift
“Can, Nara mana? Kok lo sendirian yang ke sini?” Cantika sungguh tidak menyangka kalau dia bertemu dengan Rega di kantin. Tahu begitu, dia akan sebisa mungkin menghindar. Lalu sekarang, apa yang harus dia jawab pada Rega? Nggak mungkin kan bilang Nara dibawa pergi oleh Kaisar. Cantika jadi bingung sendiri di tempatnya, matanya bergerak gelisah, memikirkan alasan yang masuk akal. “Hmm, itu, tiba-tiba dia dapat panggilan dari Om aku yang punya toko, katanya Nara disuruh datang ke toko lebih cepat. Iya begitu.” Cantika cukup senang karena otaknya bisa diajak kerja sama di saat genting begini. Semoga saja Rega percaya. Rega menatap Cantika, ingin tidak percaya, tapi masa gadis berjilbab ini bohong? Begitu kata hati Rega. Dia pun mengangguk sekenanya. “Oh, begitu ya.” Gurat wajahnya terlihat kecewa, seolah dunia bekerja sama tak mendukung untuknya berduaan dengan Nara. “Kalau gitu, lo mau ikut makan bareng gue nggak? Daripada sendirian.” Rega menunjuk meja kosong di depannya, yang se