Selena menyilangkan kedua tangannya di dada, juga menyilangkan kaki. Bahkan meski di pelototi oleh mama, Selena tetap seperti itu. Tidak ada sopan santun yang dia tunjukkan.
Astra yang tepat di depannya menatap tajam Selena. Seperti ada permusuhan. Dunia sangat sempit sepertinya, orang tua Selena mengenal baik dengan keluarga Astra. Mereka bahkan memiliki rencana liburan bersama. Tapi Selena tidak peduli, gadis itu berdiri, "Maaf om, tante, Selena ada perlu di luar"
Orang tua Astra saling tatap, mama Selena juga langsung menunduk memijit kepalanya. Papa Selena menarik tangan Selena untuk duduk kembali, tapi Selena yang tidak tahan satu ruangan dengan Astra menatap papanya memohon.
Anton menghela nafas, dan akhirnya mengangguk. Menimbulkan senyum cerah seorang Selena.
"Pergi dulu ya semua"
Tingkat kesopanan Selena benar-benar di angka nol. Gadis itu bebas dan keras kepala.
Pukul sembilan kurang lima menit, Selena sampai di cafe yang Libra maksud. Cafe yang penuh dengan remaja, sangat ramai dan berisik. Setelah parkir, Selena berjalan ke dalam cafe. Libra hanya bilang cari yang bernama Libra tapi tidak mengatakan harus cari di mana. Ayolah! Selena tidak tahu wajah Libra.
Selena menatap sekeliling cafe, tidak ada meja kosong sama sekali. Lantai dua sepertinya juga penuh. Merasa di perhatikan, Selena menatap panggung yang ada di depannya. Ada beberapa pemuda di sana, sepertinya habis live band.
Pandangan Selena tertuju pada cowok dengan kemeja kuning kotak-kotak. Persis dengan dirinya tapi sepertinya beda merek.
Cowok itu menaruh gitarnya kemudian berjalan ke arah Selena.
"Sudah datang?" Selena mengerjap beberapa kali, dia terpana tapi dia berusaha tenang. Wajah di depannya tidak asing. Sepertinya Selena pernah melihat meski sekilas.
"Kita satu kelas, elo yang terlambat tadi kan?" Selena reflek membuang muka dan berdehem. Teman satu kelas itu artinya dia melihat sisi bar-bar yang gadis itu tunjukkan tadi.
Pundak Selena meluruh, baru kali ini dia menyesali aksi bar-barnya. Biasanya dia tidak peduli.
Selena menatap wajah Libra, meneliti setiap bagian. Laki-laki itu punya kulit yang bagus, sangat terawat. Selena suka dengan laki-laki yang merawat dirinya.
"Ya gitulah" jawab Selena dengan canggung. Kemudian mengulurkan tangannya.
"Gue Selena"
Libra menatap tangan mungil Selena lalu meletakkan ponsel Selena ke tangan gadis itu. "Kita memiliki warna ponsel yang sama, gue kira itu punya gue"
Setelah mengatakan itu Libra pergi menuju panggung lagi, cowok itu mengalungkan gitar dan berdiri di depan stand mic nya.
Selena memperhatikan itu, Libra benar-benar tampan. Bahkan, Selena tidak peduli jika dia di tatap orang-orang karena berdiri. Salahkan cafe nya yang penuh.
Libra memetik gitarnya, dan anggota lain mulai memainkan alat musik mereka. Lagu Justin Timberlake yang berjudul mirror terdengar dari suara emas seorang Libra Aditya. Laki-laki tampan dengan bakat menyanyi yang luar biasa.
Tatapan Selena dan Libra tidak terputus bahkan sampai lagu itu selesai di nyanyikan. Selena merasa lemas di lututnya. Libra terlalu mempesona. Laki-laki itu memanah Selena tepat di hati. Lebay!
"Mau sampai kapan elo berdiri nyet?"
Selena mengumpat karena mengenali suara itu. Dia melirik dan melihat Aswa duduk dengan santai di meja samping Selena berdiri.
Selena menatap tajam Aswa. Kenapa tidak menyapa dari tadi, kenapa harus Selena berdiri bermenit-menit jadi pusat perhatian dulu.
"Kenapa?" tanya Selena geram.
Aswa mengedikkan bahunya, "Elo gak nyapa gue dulu"
Selena memutar bola matanya, lalu menatap Libra yang masih bernyanyi dengan menatapnya. Cewek tuh lemah ya, di tatap aja sudah baper.
"Elo yang liat gue duluan ya elo dong yang harus nyapa gue, bego!"
Aswa tidak peduli, dia dengan santainya memanggil pelayan dan memesan makanan lagi. Menghiraukan Selena yang memasang ekspresi seakan-akan ingin menguliti Aswa.
"Sendirian lo dari tadi?"
Aswa menggeleng, "Sama temen, pulang dulu tapi nganterin ceweknya"
Selena terkekeh, "Temen elo ada yang nikah ada yang punya pacar. Lah elo? Sendirian aja kayak bujang lapuk" sarkas Selena membuat Aswa mengumpat.
Selena membuka ponselnya, membuka aplikasi chat. Dan timbul rasa ingin memiliki nomor Libra, tapi bagaimana?
"Kak Aswa" panggil Selena selembut mungkin. Berharap Aswa mau membantu.
Selena hanya memanggil "kakak" kalau ada maunya, jadi Aswa langsung mengambil ponsel dan tidak peduli dengan tingkah nenek lampir di depannya.
"Aww shit" Aswa menyentuh kakinya yang di tendang, lalu menatap Selena yang menjulurkan lidah.
"Mintain nomor Libra dong"
Aswa mendengus sebal, masih dengan tatapan tak bersahabat. "Ogah, ngapain dah? Gak guna!"
Selena mencibir, Aswa tidak bisa di harapkan. Dia memandang ponselnya, scroll beberapa chat lalu melihat chat grup kelas. Selena membuka bio grup, mencari nama Libra di antara nomor-nomor asing itu. Sayangnya banyak yang tanpa nama.
Selena kembali mengumpat, dia berfikir keras bagaimana dia bisa mendapat nomor Libra. Tidak mungkin kan dia chat semuanya satu-satu.
Selena kembali menatap Libra yang meneguk air mineral sebelum kembali bernyanyi. Selena berfikir Libra sangat keren saat memainkan gitarnya, apalagi suaranya yang bagus semakin membuat Selena kesemsem.
"Baru kali ini gue liat elo suka cowok" Aswa menatap Libra, memang tampan dan sangat keren. Pasti banyak yang suka juga sama Libra.
"Gimana menurut elo? Cocok gak gue sama dia?"
Aswa melirik Selena, lalu meneguk minuman float nya. "Gak tau, kan baru ketemu sehari ini"
Selena mengangguk membenarkan.
"Tapi, satu hal yang gue sadar" Aswa memasang wajah serius dan mencondongkan badan ke Selena.
"Setau gue malaikan kayak dia anti sama setan kayak elo" ucap Aswa dengan senyum tipis. Selena terkekeh lalu hendak menjambak rambut Aswa.
"Elo di liatin noh, jaga sikap!"
Selena melihat Libra, tapi tidak ada. Itu artinya Aswa berbohong. Saat akan bicara dia tidak lagi melihat Aswa di depannya. Pria itu sudah berada di luar cafe.
Selena memakan kentang goreng yang di beli Aswa tadi. Dia melirik pelayan cafe yang berdiri di sampingnya. "Saya gak mau pesen lagi, Mbak"
"Mas tadi belum bayar mbak"
Dengan wajah terkejutnya Selena menatap kembali pelayan tersebut.
"ASWA BANGSAT!"
*****
"Tumben elo nyamperin cewek?"
Libra menatap Selena yang baru saja mengumpat cukup keras. Kemudian menatap Aldo yang mengajaknya bicara.
"Cuma balikin hapenya doang" jawab Libra seadanya. Laki-laki itu terus menatap Selena, tanpa sadar bahkan tersenyum.
"Anak tajir dia tuh, ayah gue kerja di perusahaan keluarga dia" timpal Kevin yang baru datang dari toilet.
Libra mengangguk, tidak terkejut karena dari apa yang di pakai gadis itu selalu branded. Libra beranjak dari duduknya, ia berjalan ke arah toilet.
"Sorry, temen Libra ya?"
Selena yang nekat menghampiri teman-teman Libra tersenyum canggung. Seumur hidup baru kali ini dia berusaha deketin cowok.
"Eh iya, ada apa ya?" jawab Kevin yang membuat Selena kini menatapnya.
"Gue boleh minta nomor Libra?"
"Buat apa?"
Suara Libra membuat semua mata tertuju padanya.
Selena memegang minumnya dengan kedua tangan, jantungnya terus berdegup kencang karena Libra yang duduk di depannya. Selena benar-benar merasa dia seperti berada dalam drama. Libra sangat tampan, kelewat tampan malah."Udah lama manggung di sini?" tanya Selena akhirnya. Selena tetap Selena, dia tidak suka suasana canggung apalagi dengan si tampan Libra."Baru beberapa bulan aja" jawab Libra cuek. Selena menghembuskan nafasnya pelan. Tidak semudah yang dia kira. Selena pikir Libra akan melanjutkan obrolan.Libra mengeluarkan sebatang rokok, menaruhnya di sela bibir dan membakar ujungnya. Hal sederhana seperti itu membuat Selena tersenyum. Cara Libra sangat keren."Gak masalah kan gue ngerokok?" tanya Libra santai setelah menghembuskan rokoknya.Selena menggeleng, dia tidak pernah dekat dengan cowok perokok. Aswa tidak merokok, papa juga tidak suka. Tapi Libra tidak masalah karena dia tampa
Libra menghela nafasnya pelan. Memainkan bibir mungilnya yang menawan membuat Selena tidak bisa berpaling dari wajah tampan Libra.Entah bisa menjadi pertanda baik atau tidak ketika Libra harus satu kelompok dengan Selena, Kiran, dan juga Astra. Libra merasa jika Kiran dan Selena tidak akan bisa akur melihat apa yang terjadi pagi tadi di koridor.Sedangkan Astra, pemuda itu terlihat kelewat santai. Wajahnya yang manis dengan lesung pipi yang menawan adalah asetnya yang berharga untuk memikat para gadis.Libra kira Astra bisa menjadi model dengan wajah seperti itu."Ada dua cewek cakep dan elo liatin gue? Gak homo kan lo?" celetukan Astra membuat Libra reflek mengumpat dengan suara kecil.Selena mengangkat alis lalu tersenyum kecil. Sepertinya Selena benar-benar gila, dia menganggap cara mengumpat Libra sangat sexy."Langsun
Selena menatap diam chat grup tersebut. Grup chat dirinya dengan Libra, Kiran, dan Astra. Kiran yang membuatnya tapi grup itu sepi sekarang, benar-benar sepi.Gadis itu menggigit jarinya. Kombinasi mereka ber-empat sedikit buruk. Libra yang dingin, Astra yang pemalas, Kiran yang juga sedikit pendiam, dan Selena sendiri yang canggung harus memulai bagaimana agar grup ini ramai. Paling tidak membahas pembagian tugas agar cepat selesai.Selena : GuysTidak ada yang merespon bahkan sampai sepuluh menit. Selena mengumpat, ingin rasanya mendatangi mereka satu-satu.Astra : Muncul oy lo padaAstra : Tugas di kerjain!Selena membulatkan mata. Kaget sekaligus senang juga akhirnya ada yang merespon.Selena : Iya ih, pada kemana dah?Selena : Tra, elo bagi gih tugasnyaAstra : Nunggu yang lain muncul dulu dahAstra : Anyway, berasa ch
Hembusan nafas pelan namun sarat dengan rasa lelah yang luar biasa terdengar dari seorang Libra Aditya. Pemuda itu merebahkan dirinya di kasur dengan tangan menutupi mata.Hidup begitu keras baginya. Tidak ada yang benar-benar berpihak, tidak ada yang peduli selain diri-sendiri. Libra merasakan sakitnya sendiri, dia merasakan perihnya sendiri, dia selalu berdarah sendirian dan menyembukan luka sendiri.Sudah hampir lima tahun lamanya pemuda itu meninggalkan rumah. Meninggalkan ibunya yang selalu ia tentang.Kekehan pelan yang terdengan berubah menjadi tawa keras yang terdengar pilu. Tubuhnya meringkuk di kasur, ada air mata yang membasahi pipinya.Libra benci saat dia merasa lemah, dia benci saat dirinya tidak damai dengan keadaan. Libra benci saat dia tertidur setelah menangisi keadaan dan bangun dengan perasaan belum nerima.Tidak ada sosok pelindung bagi pemuda itu. Tidak
I'd spend ten thousand hours and ten thousand moreOh, if that's what it takes to learn that sweet heart of yoursAnd I might never get there, but I'm gonna tryIf it's ten thousand hours or the rest of my lifeI'm gonna love youLibra menoleh saat ponselnya bergetar, sebuah notifikasi chat masuk. Nomor tak di kenal tapi Libra tahu siapa yang mengirimnya.Sudah makan? Bagaimana kabarmu? begitu pesan yang Libra dapat.Libra menggeleng, "Buruk"Satu kata keluar dari mulutnya tapi dia tidak membalas pesan tersebut. Libra kembali memainkan gitarnya.We're under pressureSeven billion people in the world tryna fit inKeep it togetherSmile on your face, even though your heart is frowningPonsel Libra kembali bergetar tapi kali ini terus-menerus, menandakan bukan chat yang masuk tapi sebuah panggilan telfon. Masih dari nomo
Selena sedikit kaget saat Astra menaruh tas di sampingnya, pemuda itu lalu menatapnya sebelum mengerling."Dih" Selena memasang wajah jijiknya.Astra mengedikkan bahu lalu mulai sibuk dengan game nya. Selena melihat sekeliling, kelas sudah penuh, hanya tempat di sampingnya yang tersisa.Selena duduk tegak saat Libra masuk kelas, mencari bangku kosong yang bisa ia duduki. Sampai pandangannya bertemu dengan Libra. Gadis itu menelan ludah gugup.Teringat semalam dia ngechat duluan yang hanya dibalas tiga huruf.Selena mengulum bibir saat Libra duduk di sebelahnya. Gadis itu berpura-pura sibuk dengan ponsel, entah dia terlalu pede atau apa tapi dia merasa Libra menatapnya.Selena membuka aplikasi platform membaca, menscroll beranda ingin memilih buku yang akan ia baca. Tapi Selena tidak bisa fokus, apalagi ketika Libra membuka suaranya.
Libra memarkirkan motornya di depan outlet bakso. Dia menaruh tangannya diatas kepala Selena, melindungi gadis itu dari hujan. Tangannya langsung menarik Selena untuk masuk ke dalam."Gak papa?" tanya Libra khawatir. Selena balas menggeleng.Kedua orang itu kompak melihat ke langit. Langitnya cerah tapi hujan turun secara tiba-tiba. Libra mengulurkan tangan, merasakan tetesan hujan.Selena melihat ke dalam outlet bakso yang lumayan ramai. Dia menepuk tangan Libra. "Makan yuk, gue laper."Libra menoleh, melihat lebih jauh ke dalam. Meskipun outlet ini tergolong bersih, tapi dia tidak yakin kalau Selena bisa memakan bakso yang murah seperti ini."Elo yakin makan di sini?" Libra bertanya karena sedikit ragu.Melihat Selena yang mengangguk membuat Libra menaikkan alisnya, heran karena gadis ini sama sekali tidak keberatan makan bakso di sini. Padahal,
"Bagusan ini atau yang ini, Mbak?"Selena menunjukkan dua kaos oversize kepada Mbak Irma, salah satu pembantu di rumahnya. Melihat raut kebingungan Mbak Irma membuat gadis itu mendengkus."Tumben Nona bingung memilih pakaian, biasanya juga gak pernah ribet," kata Mbak Irma yang kini ikutan duduk di samping Selena."Hari ini aku lagi bahagia, mau mengesankan dosen dengan presentasiku nanti."Selena menatap baju di tangannya kemudian membuangnya frustasi. Hanya karena bingung memilih pakaian saja membuat Selena kehilangan moodnya. Padahal gadis itu sudah berbunga-bunga dan semangat sejak semalam. Dia bahkan dengan berapi-api mengerjakan semua tugas agar dia bisa longgar di akhir pekan."Nona suka dengan dosennya?" Selena menoleh, lalu menggeleng. Gadis itu berdiri dan dengan lesu melihat kembali isi lemari. "Terus kenapa perlu mengesankan dosen kalau gitu?" lanjut Mbak Irma.
Selena bilang dia tidak akan pernah pergi ke luar negeri, dia menolak dengan kasar saat Papanya memberi tugas untuk menyelesaikan proyek besar di negara manapun. Tapi, saat mendengar negara kali ini adalah Australia, Selena tanpa pikir panjang langsung mengiyakan tawaran dari sang Papa.Karena itu di sinilah Selena, di kota Sydney.Gadis dengan rambut ash blonde yang dibiarkan terurai itu berjalan ringan menyusuri jalan, ia menyelesaikan proyek lebih cepat dan tinggal lebih lama. Untuk liburan alasannya, tapi bagi Vina dan Aswa itu adalah alasan yang bodoh.Mereka berpikir Selena pergi karena berharap bisa bertemu dengan Libra. Well, engga salah sih. Tapi engga seratus persen hal tersebut benar. Australia adalah negara impiannya untuk tinggal kelak, karena itu dia bersedia kemari dan menerima proyek yang ditawarkan."Sorry," ucapnya ketika tanpa sengaja menabrak bahu seseorang.Orang itu tidak menjawab dan langsung berlalu pergi. Cih, tidak sopan!
Pagi itu tepat di hari ulang tahun Selena, gadis itu memasang wajahnya yang riang dengan membawa sekotak kue bersamanya. Gadis itu dengan santai berjalan menuju pekarangan rumah kos Libra. Menyapa Alif yang sedang mengambil makanan dari pengantar makanan.Alif memasang wajah kaget dan kaku ketika melihat Selena, tapi gadis itu tidak berpikir macam - macam. Ia ingin merayakan ulang tahunnya bersama Libra jadi Selena harus tetap ceria. Gadis itu dengan santai membuka pintu kamar Libra.Biasa saja, terlihat sama seperti hari - hari sebelumnya. Masih tetap gelap."Hai, Love. Aku ulang tahun, lho. Jadi, ayo kita rayakan bersama," kata Selena menaruh kue yang dia bawa ke atas meja. Lalu berjalan ke arah gorden dan membukanya.Selena juga membuka sedikit jendela kamar Libra, membiarkan udara segar masuk. Kemudian Selena berbalik. Raut wajahnya yang semula ceria berubah.Bola mata Selena bergerak mencari sosok yang biasanya ada, tapi sekarang tidak ada. Ap
Selena, Libra, dan Aswa menatap ketiga orang dewasa yang nampak akrab dalam waktu dekat itu. Bahkan tidak butuh waktu berjam - jam untuk mereka bisa mengobrol dengan nyaman, sama sekali tidak ada kecanggungan yang tercipta di antara mereka.Mama Selena yang memang memiliki keperibadian hangat bisa dengan mudah membuat Tasya dan Satrya merasa nyaman. Mereka mengobrol tanpa kehabisan topik."Gue engga paham mereka ngomong apaan," kata Aswa yang diangguki Selena dan Libra dengan kompak."Bisa nikah malam nanti nih kalian kalau kayak gini caranya," lanjut Aswa kembali berbicara.Lagi - lagi Selena dan Libra kompak mengangguk.Aswa menoleh ke arah dua orang yang lebih muda darinya itu dengan sebal. "Apa - apaan engga ada yang nyahut!"Aswa menyugar rambut cokelatnya, pemuda itu kemudian mengambil ponsel dan sibuk bermain sosmed. Lebih tepatnya bertukar pesan dengan Anna, kekasihnya.Selena menghela napas mendengar Mamanya berbicara tanpa h
Selena berjalan dengan riang setelah memarkirkan mobilnya, ia masuk ke dalam rumah sakit dengan menenteng kantong plastik berwarna putih. Ia menyempatkan membeli camilan terlebih dahulu di minimarket sebelum kembali ke rumah sakit.Kalau ditanya kenapa dia pulang dan membiarkan Libra sendiri, jawabannya adalah Mamanya yang mengomel karena dia tidak pulang sama sekali. Lagi pula, Libra sudah akur dengan Mama dan Ayah tirinya. Selena merasa lega meninggalkannya sendirian.Gadis itu menggeser pintu dan menemukan Libra yang sedang makan. Selena menyatukan alis, menatap tajam pemandangan mesra di depannya."Gue kira elo udah berhenti gangguin cowok gue," sindir Selena.Kiran yang tadinya mau menyuapi Libra langsung berdiri karena kaget. Cewek yang rambutnya sekarang dipotong pendek itu menjauh dari ranjang Libra. Tidak mau ribut dengan Selena yang sedang dalam mode galak."Dia kesusahan tadi buat makan, tangannya kan masih sakit," jawab Kiran memberi al
Huh! Selena menghela napas. Puzzle di otaknya sekarang sudah lengkap. Alasan Libra tidak mau memberi tahu Selena soal Mamanya karena dia takut Selena akan meninggalkannya. Selena sedikit senang karena alasan tersebut, itu berarti Libra sangat mencintainya. Namun, tidak baiknya adalah Libra mengira Selena adalah orang yang menilai orang lain berdasarkan status sosial. "Kamu pikir aku akan pergi karena ini? Itu konyol banget, Lib," kata Selena tenang. Ia tidak segugup tadi. Libra menatap Selena dalam diamnya, masih belum memberikan reaksi apapun. Libra menunggu Selena selesai berbicara. "Aku suka kamu itu artinya aku menyukai segalanya tentang kamu," ujar Selena tenang, dengan tatapannya yang lurus menembus netra cokelat Libra. "Aku menerima kamu apa adanya, Libra." Libra meneguk ludahnya, perkataan Selena membuat pipi dan telinganya memerah. Hey, cowok juga bisa malu dan merasa melting, lho. Cowok punya perasaan yang bisa baper ju
Mamamu dirawat di rumah sakit, Ia terkena sakit jantung. Temui Dia setidaknya sekali, Libra!Selena menutup mulutnya tak percaya, Ia menaruh tangannya di atas nakas sebagai pegangan. Gadis itu menggigit bibir, membaca pesan itu sekali lagi. Bisa saja dia salah baca kan, badannya sedang lelah jadi Selena pikir otaknya juga sedang nge -lag.Akan tetapi, dibaca - baca beberapa kali pun pesan itu tidak berubah, isinya tetap sama. Sebuah informasi yang membuat hati mencelos. Jika gadis itu saja sampai terkejut, bagaimana dengan Libra.Pemuda itu pasti juga akan terkejut mendengar kabar ini.Selena memijat pelipisnya. Tiba-tiba merasa pusing dan tidak tahu harus apa. Hal yang Ia lakukan pertama kali adalah membalas pesan itu walau Selena tidak tahu pesannya dari siapa.Maaf, Saya Selena pacarnya Libra. Hapenya tertinggal di Saya, Saya akan segera memberi tahu Libra. Semoga Mama Libra diberi kemudahan untuk sembuh.Selena membaca pesan yang Ia keti
Tasya melakukan kegiatan rutin sebagai seorang istri setiap hari di rumah. Ia banyak bergerak dan mengkonsumsi buah juga air putih yang cukup untuk kebutuhan tubuhnya. Satrya bilang ia harus melakukan apapun yang membuatnya bahagia tapi tetap menjaga kesehatannya.Sejak mengetahui Tasya menderita penyakit jantung, Satrya menjadi lebih posesif pada Tasya. Suaminya itu sering menelepon dan menanyakan kabarnya. Menurut Tasya itu berlebihan tapi saat dia protes maka Satrya akan membawanya ke rumah sakit untuk dirawat."Padahal aku baik-baik saja, kenapa dia berlebihan sekali?" gerutunya begitu Satrya mengiriminya pesan akan pulang lebih cepat malam ini.Tasya menselonjorkan kakinya di atas sofa panjang yang ada di ruang keluarga. Ia menyalakan televisi dan menonton acara memasak. Tasya tidak begitu suka menonton TV, ia hanya menyalakan agar terdengar suara di rumah Satrya yang cukup besar ini.Wanita itu memainkan ponselnya, ia ingin menelepon Libra tapi khaw
Selena memasuki Cafe Mister bersama Aswa malam ini, ia menggigit bibirnya sambil melihat ke arah ruangan yang biasa dijadikan ruang tunggu oleh anak The Stupid. Selena belum melihat Libra lagi sejak kepergian cowok itu dari rumahnya pagi tadi. Libra tidak datang ke kampus dan juga tidak menghubinganya.Wajar, sih. Libra pasti merasa down banget sekarang. Hidupnya sudah sulit sejak dulu dan Selena sama sekali tidak memahaminya. Selena langsung marah dan menghujat Libra tanpa mendengar penjelasan cowok itu terlebih dahulu.Selena berniat meminta maaf kepada Libra tapi rasanya tidak baik kalau lewat chat atau telepon. Karena itu dia datang ke Cafe, berharap bisa menemui cowoknya."Sudah jam delapan, harusnya mereka sudah tampil gak sih?"Selena menopang dagu di atas meja dan memperhatikan ponselnya, melihat isi roomchat-nya dengan Libra. "Gue harus bilang apa ya sama Libra.""Jangan langsung kasih tahu dia kalau elo tau segalanya, diem aja dulu sampai
Libra memegangi pipinya yang telah menerima tamparan dari Selena. Pemuda itu menatap gadisnya tak percaya. Bagaiaman bisa? Kenapa? Kenapa Selena melakukannya? "Kamu engga bisa Lib bersikap seperti itu kepada Mamamu!" hardik Selena. Gadis itu merasakan napasnya memburu. Ia tidak pernah tega saat melihat orang tua di kasari oleh anaknya sendiri. Selena pikir Libra akan bersikap baik pada siapapun, terutama pada ibunya sendiri. Libra menatap nanar Selena. "Kamu engga tahu apapun, jadi diam saja." Kalimat dingin dari Libra membuat Selena bungkam. Alif juga menelan kembali kata-kata yang akan keluar dari tenggorokannya. Ia tadinya berniat mencegah Libra karena menurutnya memang sudah kelewat batas. "Kamu harus minta maaf sama mamamu," kata Selena dingin. Aura bar-bar yang selama ini mengendap jika ada Libra kini menguar. Gadis itu merasa geram dan marah sekali, ia jengkel. Sangat jengkel. Libra menatap Selena dalam. Tidak bisakah gadis itu