“Nyonya sedang berada di kamar anda tuan, saya rasa nyonya sudah tidur.” Lina langsung menjawab.
Bram mendengus, wanita yang tadi siang gusar karena ancaman Bram, dan mendapat kabar bahwa suaminya akan pulang setelah satu tahun pergi meninggalkannya, sekarang dia malah tidur tanpa merasa risau?
"Di kamar mana saya?"
"Naik tangga, lalu kamar kedua dari kiri." Lina menjawab dengan cepat.
Bram berjalan menaiki tangga dan tiba-tiba berhenti lagi.
Bagaimana jika nanti ternyata dia belum tidur atau bagaimana jika nanti kehadirannya membangunkan gadis itu? Dan bagaimana jika nanti dia melihat wajah asli suaminya dan ternyata itu adalah bram, bukankah rencananya untuk terus mengujinya akan gagal?
Tidak bisa seperti itu.
"Kamu!! Matikan sekring listrik di rumah ini!! " Bram memberi perintah.
Lina terkejut, "Me-mematikan listrik??"
"Cepat!!"
"Ba–baik tuan” Lina dengan cepat berlari untuk mematikan saklar akses listrik di rumah ini" tak lama kemudian, villa ini segera menjadi gelap gulita.
Baru saat itulah Bram merasa lega untuk naik ke atas dan sesaat dia sudah sampai di depan pintu kamar, dengan hati hati Bram membuka pintu kamar, dan melihat siluet gadis sedang meringkuk di balik selimut yang ia yakini bahwa itu adalah Caca sang istri.
Bram hanya melihat dengan sedikit cahaya bulan yang masuk melalui pintu balkon kamar yang terbuka, Bram melihat dada Caca yang naik dan turun seiring dengan tarikan napasnya, sangat berirama.
Dengan perlahan Bram berjalan ke ranjang, dan memperhatikan mata gadis itu, tertutup rapat, tertidur nyenyak bagaikan bayi.
Harus bram akui, wajah mungil dan di hiasi pipi gembil dengan dagu kecil serta bibir mungilnya, bulu mata yang tidak panjang namun lentik itu terlihat cantik meski tidak memakai riasan sama sekali.
Jari-jari Bram dengan lembut meluncur di pipinya, seolah merasakan gemas, Caca mengerang dan berbalik arah.
Bram mendengus, melihat erangan Caca entah mengapa membuat Bram tiba-tiba memiliki keinginan untuk menerkam kembali Gadis di depannya ini.
Rasa manis,dan kenikmatan pergumulan mereka tadi malam, secara alami di luar kendali, terlebih lagi, dia belum begitu menikmati tadi malam, karena Caca tidur lebih awal.
Baram menaikkan selimut Caca dan dan membenarkan rambut Caca yang menghalangi pandangan Bram pada wajah mungil dengan dihiasi pipi gembil merah Caca.
Sampai saat ini, Caca tidak tahu bahwa seseorang yang tadi siang menemuinya dan bernegosiasi dengannya akan datang, bukan sebagai teman one night standnya, namun sebagai suami.
Bram terus mengusap bibir mungil Caca dengan lembut, tanpa dia sadar itu sudah membangunkan hasrat Bram sendiri, dengan perlahan Bram memajukan wajahnya bermaksud untuk mencium Caca, berjarak 1 centi sebelum ciuman itu dimulai Bram bisa merasakan deru nafas tenang milik Caca, yang makin membuat Bram kelimpungan, dengan tidak sabar Bram mulai mencium Caca, seketika itu pula Caca membuka matanya, Caca tidak bisa melihat siapa yang sudah lancang mencium nya. Namun bisa Caca mencium aroma maskulin yang terasa familiar di pikirannya.
Caca tidak bisa berteriak karena bibirnya di dominasi oleh ciuman Bram yang sangat memabukkan, setelah beberapa saat akhirnya Caca terhanyut dengan ciuman Bram, dan ikut membalas ciuman itu, yang tadinya hanya ciuman sekarang berubah menjadi lumatan lumatan penuh nafsu dari keduanya, Bram yang meraas di beri lampu hijau oleh Caca segera menurunkan ciumannya ke leher jenjang milik Caca, ketika Bram ingin memberikan jejak di leher Caca, Caca segera menahan kepala Bram "jangan berikan tanda apapunh–" ucap Caca dengan terengah engah.
Lalu Bram melanjutkan aktivitasnya menggerayangi tubuh mungil Caca, tangan Bram tidak tinggal diam, jari jari Bram membuka kancing baju tidur Caca satu persatu. Namun ternyata Caca merupakan gadis yang kalau tidur selalu melepaskan bra dan celana dalamnya. Bram kembali menjalarkan ciumannya ke kedua dada mungil Caca, ciuman Bram pada kedua dada kembarnya membuat Caca melentingkan tubuhnya, seolah ia menginginkan lebih.
Tangan Bram tidak tinggal diam setelah ia menanggalkan celana tidur milik Caca, kini Bram bisa merasakan langsung area inti Caca yang tidak terhalangi apapun, tanpa pikir panjang jari jemari Bram mulai bermain di area inti Caca yang mulai basah oleh birahi keduanya, setelah Beberapa saat datanglah gelombang pertama Caca.
Tanpa berlama lama Bram melucuti pakaiannya sendiri mulai dari kemeja serta celananya, dan setelah Bram berhasil melucuti semua pakaiannya Bram menuntun tangan Caca untuk mencoba merasakan hangatnya kejantanan Bram yang sedikit memiliki urat urat ketegangan.
Dengan ragu Caca mulai memegang dan Caca bukanlah gadis bodoh, dia tahu apa yang dimaksud oleh Bram, dengan perlahan Caca memasukan kejantanan laki laki yang Caca kira adalah suaminya itu kedalam mulutnya, dan karena itu Bram mengarang keenakan, setelah beberapa saat Caca memainkan kejantanannya Bram tidak ingin klimaks hanya dengan mulut mungil Caca, jadi Bram segera menarik kejantanannya dan mendorong Caca untuk baring di atas tempat tidur, Bram mulai mengambil posisi untuk memulai sebuah peperangan, keduanya sangat bersemangat, apalagi gadis yang bahkan tidak mengenalinya sebagai suaminya itu. Dan…
Bram mulai memulai aksi berkuda tengah malamnya, keduanya sama sama menikmati tubuh masing masing, diterangi oleh cahaya bulan yang entah mengapa terasa sangat indah dihiasi suara erangan keduanya.
Di dalam mobil, ashar sedang bersandar dan tertidur dengan pulas, bahkan nampak di ujung bibirnya mengeluarkan beberapa lelehan lahar panas dari dalam mulutnya. Tidak jauh berbeda dengan Ashar, Lina juga sudah terlelap dalam tidurnya, tanpa mereka tahu bos mereka sedang dalam kondisi seperti habis diterpa badai, baju bercecer di mana mana, rambut berantakan, selimut ranjang yang bahkan entah bagaimana bisa berada di depan pintu balkon. Luar biasa Bram mengerahkan kekuatannya.
Setelah aksi keduanya yang seperti binatang buas saling memangsa selesai, Bram segera beralih ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya, dia harus segera pergi dari sini.
Caca? Jangan ditanya, dia pasti sudah terlelap dalam tidurnya akibat kelelahan.
Setelah Bram keluar dari kamar mandi, Bram segera memungut pakaiannya yang tercecer dan segera mengenakan pakaiannya lalu berlalu keluar dengan sangat hati hati. Namun sebelum pergi Bram tidak lupa untuk menyelimuti tubuh polos Caca, agar tidak terlihat oleh siapapun.
Ketika Bram menuruni tangga, dia tidak melihat Lina, jadi Bram melanjutkan langkahnya.
Namun sebelum pergi, Bram lebih dulu menghidupkan sekring listrik di rumah itu dulu, baru dia kembali ke mobil.
Ketika dia sampai di dekat mobil dia melihat Ashar sedang membuat air terjun dari mimpi mimpinya, tanpa pikir panjang Bram mengetuk pintu mobil dan itu seketika membuat ashar tersadar dari mimpi indahnya dan; “—slruppp—ahh, iya pak, maaf saya ketiduran," ucap Ashar sambil mengusap bekas air bening hasil mimpi indahnya.
"Apa bapak ingin langsung pulang?" Tanya Ashar dengan setengah sadar.
"Iyah saya sudah lelah."
Ashar langsung membukakan pintu bram. Lalu Ashar kembali ke kursi kemudi.
Dan mereka pun pergi.
Keesokan harinya nampak seorang gadis yang sedang bergelung di dalam selimut merasakan badannya remuk seolah telah diterjang badai besar pada seluruh tubuhnya, apalagi pada bagian intinya yang kembali nyeri.
Setelah beberapa saat Caca bangun dengan muka kagetnya, ia melihat kondisi tubuhnya yang tidak menggunakan selembar pakaian pun, dan ia melihat baju tidur yang semalam ia pakai telah tercecer di lantai.
lama melamun, Caca menyadari bahwa semalam ia telah melakukan hubungan sex, tapi dengan siapa? Yang bisa memasuki rumah ini hanya suaminya? Namun mengapa jika suaminya seorang pria tua botak dan buncit, semalam terasa seperti orang yang berbeda? Bahkan Caca ingat semalam ia merasa kelimpungan mengimbangi hasratnya, pikiran pikiran buruk Caca mulai menyerang.
"Apa jangan jangan ada pencuri?"
Dasar Caca bodoh, rumah ini berada di komplek villa elit yang dijaka dengan keamanan ketat, bahkan berbentuk cluster, mengapa masih berfikir ada maling!!
Setelah selesai dengan pikirannya, Caca segera pergi ke kamar mandi untuk mandi. Namun ketika akan berdiri dia merasakan nyeri di area bawahnya: "Wah, kurasa pria tua botak itu benar benar menghajarku semalam."
Beberapa saat kemudian Caca keluar dari kamar mandi dan dia mulai merasakan lapar pada perut rampingnya, ia segera turun untuk mencari makan.
Ketika mendengar langkah kaki menuruni tangga, Lina sedang duduk di sofa dengan gerakan memindai penampilan Caca, setelah melihat langkah Caca yang tertatih "Heng—murahan!" Dngusan itu keluar dari dalam hati Lina .
Lina ingat percakapannya semalam dengan tuannya: Ketika mobil Bram sudah melaju pergi dari Villa Rainbow City, saat dia ingin melihat handphonenya untuk mengecek suatu hal, ternyata handphone Bram tidak ada
"Ashar kita kembali, handphone saya ketinggalan!"
Dan setelah itu mereka pun kembali ke rumah itu. Sesaat setelah Bram mengambil handphonenya, ketika ia akan melangkah keluar ia berpapasan dengan Lina yang baru saja dari kamar mandi.
"Tuan sudah ingin pergi?" Tanya Lina dengan centil. Bram tidak menjawab, ia hanya mengangguk dan melanjutkan langkahnya. Namun hanya beberapa langkah, Bram kembali menghentikan langkahnya dan berbalik menghadap Lina.
"Kamu sudah berapa lama kerja disini?" Tanya Bram penasaran mengenai pembantunya yang terlihat cukup muda itu.
“1 tahun setengah tuan, Pak Opik yang menginstruksikan saya untuk datang dan melayani istri anda dengan sebaik mungkin.”
"Apa ada orang lain yang pernah kemari selain aku?" Bram menatap lurus ke depan, matanya menyipit dan sangat tajam, tidak ada kehangatan sama sekali dalam suaranya.
"Sekretaris anda, Tuan Ashar pernah kesini dua kali sebelumnya, dan tidak ada orang lain lagi."
Meskipun Caca telah menikah dengannya, dia tidak memiliki rasa apapun pada pria itu dan tidak ingin ada yang tahu tentang pernikahannya, jadi tentu saja dia tidak akan membawa siapa pun ke tempat ini.
Bram Mengangguk.
"Tapi, Tuan, ada sesuatu yang saya tidak tahu apakah saya harus memberitahu Anda atau tidak," kata Lina pura pura ragu.
"Katakan." Bram berbicara dengan dingin.
“Tidak. hanya saja nyonya jarang pulang dan nyonya bahkan sering keluar malam hari, kalau dihitung, hanya 2 kali seminggu dia ada di sini."
Sementara itu, Bram mengerutkan alisnya.
Meskipun ashar juga mengatakan kepadanya bahwa Caca kadang-kadang tidak tinggal di sini, tetapi hanya pulang 2 kali selama seminggu?? Lalu selama dia tidak pulang dia tinggal dimana??
“Kamu terus awasi setiap gerakan istri saya dan segera laporkan kepada saya jika ada sesuatu yang mencurigakan!”
"Baik Tuan!!"
"Selain itu…"
Bram berhenti sejenak lalu berkata, "Jika dia bertanya berapa umurku, kamu cukup menjawab sekitar empat puluh, dan kamu bisa menjawab sisa pertanyaannya yang lain tentangku dengan benar!"
Meskipun Lina tidak tahu apa maksud dari ucapan bosnya, dia tidak bisa bertanya apa-apa.
"Ya Tuan."
"Lain kali kalau aku akan kembali, matikan saja saklar listriknya, jadi aku tidak perlu menyuruhmu lagi!"
“Berapa gajimu?”
"Empat juta sebulan." Lina menjawab dengan jujur.
Pengasuh kecil seperti Lina hanya dibayar dua juta untuk keluarga biasa, tetapi keluarga Moses selalu membayar gaji yang lebih tinggi.
“Mulai bulan depan, gajimu naik jadi 6 juta sebulan”
Lina dengan gembira menjawab "Terima kasih, Tuan."
Bram tidak mengatakan apa-apa dan lanjut berjalan keluar pintu.
***
Caca tiba di lantai bawah, ia segera menuju sofa di mana Lina sedang bersantai dengan memakan buah.
"Apa kamu memasakkan sesuatu untukku hari ini??"
"Tidak, kenapa!"
Ucapan kasar dan kurang ajar itu keluar dari mulut Lia yang seketika membuat Caca terbengong.
Caca bingung siapa disini yang menjadi nyonya mengapa dia bisa diperlakukan seperti ini oleh pembantu muda ini. Tanpa pikir panjang Caca segera beralih ke ruang makan, ia segera mengisi perutnya dengan memakan roti yang ia lapisi selai.
Perut Caca yang sejak tadi meronta ronta untuk di isi terpaksa di ganjal hanya dengan selembar roti, nanti ia akan makan di luar, pikirnya.
Namun Caca terus berpikir tentang kejadian semalam. Tubuh itu, suara desahan itu, erangan itu, bau maskulin itu… masih Caca ingat dengan jelas, apa pria tua jaman sekarang suka bergaya seperti itu…
Tapi dengan ini Caca merasa Caca bisa segera hamil, dan dia akan melahirkan tahun depan.
2 hari kemudian…….. Setelah dua hari berturut-turut memikirkan apa yang telah terjadi pada dirinya kemarin dan hari sebelumnya, Caca masih memiliki beberapa kissmark di lehernya, dan dia memutuskan memakai baju turtleneck hari ini untuk menutupinya. Seperti biasa, Lina masih duduk di sofa dengan buah melon dipangkuannya dan menonton TV, seperti nyonya rumah. Caca berdehem dan berjalan menuruni tangga, duduk di sofa, Lina hanya meliriknya. "Kenapa?? kamu mau sarapan ?? buat saja sendiri!" Ucap Lina sinis. Tentu saja, Caca tahu bahwa makanan yang ia masak kemarin hanya semata-mata karena dia khawatir ketahuan oleh tuannya. Dasar penjilat!! Ucap Caca dal
Yezline Hendarmo. Bahkan sebelum debut resminya, Yezline sudah memiliki momentum bintang besar di mata publik, bagaimana mungkin dia tidak datang. Dengan beberapa bodyguardnya yang membuka jalan di depan dan dua asisten mengikuti di belakangnya. Yezline mengenakan kacamata hitam dan berjalan mondar-mandir, terlihat gelisah akan hasil casting hari ini. Ketika Caca keluar dari kamar mandi, Caca berpapasan dengan Yezline, Caca kembali menutup bilik kamar mandinya untuk bersembunyi. Dia tidak ingin bertemu Yezline di sini. Menyaksikan adegan Yezline yang berpelukan dengan pemeran utama di belakang semua orang membicarakannya, benar-benar membuat banyak aktor muda yang datang untuk mengikuti casting ini iri. "Hei, apa kalian
Caca mendengar pintu dibanting di belakangnya, "Ashh, sakit!! " Ringis Caca merasa perih pada lututnya karena terantuk lantai kotor di ruangan itu. Pada saat dia coba bangun dan berjalan untuk membuka pintu, pintu itu ternyata sudah di kunci dari luar. ‘Siall!!’ Batin Caca mengumpat. Dia menggedor pintu itu beberapa kali, bahkan Caca juga berteriak minta tolong beberapa kali, tapi hanya senyap yang ia dapat. Ketika dia mengikuti apa yang dikatakan anggota staf di sini, dia pikir tempat itu berada di lantai paling atas sehingga dia bisa melihat orang orang yang datang untuk casting, tetapi kenyataannya ia tidak bisa melihat siapapun di sini. Sepertinya ia telah di jebak. Orang yang menjebaknya sudah memp
“Tapi, pak tolong beri saya satu kali kesempatan, ya? Saya sangat membutuhkan kesempatan ini pak...” Mohon Caca Jika dia gagal pada casting kali ini, ini benar benar bukan hal baik untuk Caca, apalagi jika dia gagal karena dia sengaja dijebak agar terlambat mendatangi casting ini, Caca benar-benar merasa geram pada seseorang yang telah tega menjebaknya. “Nona, lihat orang mana yang tidak membutuhkan kesempatan ini?” Seorang asisten sutradara menepuk nepukkan segulung kertas yang Caca yakini itu adalah kertas form peserta casting di tangannya. "Nona saya akan memberitahumu beberapa hal yang perlu kamu ketahui tentang aturan yang harus dipatuhi di sini. jadi lain kali anda bisa lebih teliti dan tidak datang kesini dengan sia sia." Asisten sutradara berkontak mata dengan asisten sutradara lainnya, seolah mereka seda
Marlen mengangguk, "Sepertinya kamu tahu karakternya dengan cukup baik, bahkan orang yang telah membaca novel sebelumnya selalu berpikir bahwa Rose adalah wanita yang terlalu lemah." Mendengar Direktur Marlen mengatakan itu, dua asisten direktur di sampingnya buru-buru setuju, "Ya, meskipun gadis kecil ini adalah pendatang baru, dia mampu menampilkan sebuah cerita dengan emosi yang sangat tepat." “Tidak hanya emosi yang ada, tetapi ekspresinya sangat mendalami ketika mengucapkan kalimatnya, terutama pada linangan air mata yang tertahan sampai akhir sebelum jatuh.” Marlen mengangguk, "Oke, kalau begitu peran ini bisa kamu mainkan, kami akan memberitahu agency mu nanti." Caca tertawa kikuk "Saya tidak memiliki agency dan saya belum pernah menandatangani satu kontrak pu
“Sebenarnya kamu tidak dirugikan sama sekali, kan?” Bram memandang ke arah Caca. Ekspresi Caca menjadi serius, “Asta, dari fakta bahwa kamu meluangkan waktu dari jadwal sibukmu untuk menyelamatkanku hari ini, aku dapat mengatakan bahwa kamu adalah orang yang baik, aku tidak menyangka orang baik akan memaksa orang baik lainnya untuk melakukan hal seperti itu.” Melihat wajah serius dan tulus Caca, Bram tidak menemukan kata-kata untuk diucapkan. “Aku sudah jujur padamu terakhir kali, alasan aku tidur denganmu dan kenapa aku ingin segera punya bayi adalah karena suatu alasan yang mendesak, dan sekarang setelah suamiku kembali, aku tidak akan melakukan hal semacam ini lagi, katamu sekali dan dua kali, tidak ada bedanya, tetapi dalam kasus ku, perbedaannya sangat besar.” C
Caca tercengang, belum terbiasa memiliki suami, jadi terkadang dia lupa kalau sudah menikah. Dia begitu sibuk dengan tesisnya dan persiapan syuting sinetron nya sehingga dia lupa tentang suaminya. "Apa yang kamu tunggu? Naik dan mandi, ”desak Lina. "O–okay" Setelah mengatakan itu, Caca langsung naik ke atas. Lina menatapnya sekilas dan kembali ke kamarnya, berdiri di depan cermin dan melihat dirinya sendiri. Lina melepas baju serta bra nya lalu memegang payudaranya, " Aku tidak mengerti apa yang Tuan lihat dari wanita itu. Apa payudaranya besar? Tidak, pipi tembam? Aku juga punya, tidak adil, benar-benar tidak adil." Di sisi lain Caca naik ke atas dan mandi dengan cepat, pri
"Apa maksudmu?" Lina memutar matanya jengah "Kamu masih tidak bisa memahami situasi? oke, kalau begitu saya akan menjelaskan padamu Nyonya!. lampu di kamarmu mungkin tidak rusak, mungkin sengaja di matikan!" "Sengaja dimatikan?" “Ya, karena tuan menyuruhku untuk mematikan saklar listrik, ah dan kamu tahu? Dia memintaku mematikan saklar listrik tidak hanya semalam, tapi juga terakhir dia pulang dia juga memintaku melakukannya. Dan tuan mengatakan bahwa setiap kali dia pulang, lampu rumah harus selalu dimatikan.” Ketika Lina mengatakan ini, dia mengatakan dengan bangganya. "Kenapa?" Caca sedikit bingung. “Mengapa bertanya ke
Sebelum masuk ke dalam kamar, bahkan Bram sudah menyambar bibir Caca dengan ganas. Caca hanya diam mematung, dia tak tahu harus berbuat apa. Ini pertama kalinya, dia melakukan ini dengan suaminya tanpa kegelapan. “Buka bibirmu, Sayang!” Seru parau Bram sambil membuka pintu kamarnya dengan siku dan Caca yang masih dalam gendongannya. Caca semakin membeku, tapi perlahan bagai terhipnotis dengan wajah Bram yang semakin terlihat sensual, dia membuka bibirnya mengikuti arahan Bram dalam setiap gerakan lidahnya. Bram semakin memperdalam lumatannya hingga tak memberi Caca jeda untuk bernapas. Kini Bram sudah menurunkan Caca di tempat tidur mereka, tangan Bram tak tinggal diam, meremas salah satu dada Caca dan memilin ujung dada itu dari luar pakaian Caca. Bram semakin lihai memberi rangsangan ke tubuh Caca. Caca terus melenguh akibat ulah Bram yang memberinya rangsangan bertubi-tubi, membuat Caca tak kuasa menahannya dan ingin segera mengakhiri sesi kegiatan tersebut. “Sssh…” Bram men
Bram membawa Caca kembali ke Rainbow City dan Lina sudah terlelap dikamarnya. Sepasan suami istri tersebut duduk berhadapan di ruang tamu dengan berjarak meja kopi di depan mereka. Yang satu bersandar di sofa, satunya lagi hanya duduk diam dengan kaki erlangnya. “Ada yang ingin kau katakan?” Bram bertanya lebih dulu. “Cerai.” Caca dengan tegas bicara. Bram mencibir, “jadi kau ingin menceraikan suamimu untuk menikah lagi dengannya?” Caca mencengkram baju di lututnya, “Bukankah aku sudah mengatakan alasan kenapa aku ingin menceraikan suamiku pada Asta? Semua karena suamiku hanya menganggapku sebagai boneka s*ks nya.” Pupil mata Bram mengecil. “Aku melakukan itu agar kamu tidak selingkuh!” Ucap Bram dengan tenangnya. “Apa aku akan melakukan perselingkuhan kalau sejak awal kau memperlakukanku selayaknya bagaimana seorang suami memperlakukan seorang istrinya?” Caca berkata lagi, “Tidak usah sibuk mencari kesalahanku, lebih baik sekarang jelaskan padaku kenapa kau membohongiku, mem
Di salah satu bar. Saat Bram menyesap satu sloki minumannya, John datang terlambat. Tadi waktu Bram menelponnya, dia sudah bersiap akan tidur dan ketika menerima panggilan dari Bram, John segera menanggalkan pakaian tidurnya. John pikir, Bram mengajaknya bertemu di bar untuk mengajaknya bersenang-senang dengan seorang wanita. Tapi begitu John masuk, pemandangan yang dilihatnya adalah Bram yang sedang menenggak minumannya dengan wajah yang sangat tidak enak untuk dipandang. “Yah, katakan padaku, siapa orang disini yang berani membuat mood mu jadi hancur seperti itu!” John menjatuhkan pantatnya di sebelah tempat duduk Bram. Bram kemudian menceritakan duduk masalahnya. Setelah mendengar keseluruhan cerita, ekspresi John jadi agak rumit. “Errrr, mari kita selesaikan ini, jadi, kamu menyamar sebagai orang lain untuk mendekati wanita itu, dan akhirnya pendekatan itu berhasil, kan?” Bram menatap John penuh arti dan tidk berkata apa-apa. John segera bertepuk tangan. “Kalau begitu kamu
Bram kembali ke kamarnya. Ashar dan beberapa pengawal saling berpandangan, wajah mereka yang tadinya berseri-seri saat Bram baru keluar, tapi sekarang seperti kanebo kering. “Tuan, anda baik-baik saja?” Bram mengangkat kepalanya dengan sepasang mata yang tajam. “Batalkan rencana hari ini!” Ashar terkejut, “Tuan, tapi kenapa?” “Lakukan saja apa yang kusuruh,” geram Bram. “Baik, saya akan membatalkan semuanya.” Ashar tidak berani lagi bertanya lebih banyak dan segera berjalan keluar ruangan. Bram mengepalkan tangannya, sorot matanya memancarkan cahaya dingin yang menusuk. Di sisi lain, Caca sudah berganti pakaian, dia sudah merias dirinya dan memakai gaunnya. Gaun organza biru laut, benang yang tersulam lembut membungkus tubuhnya, tidak terlalu luar biasa, tapi jika dilihat lebih teliti, gaun itu membuat Caca seperti peri, sangat cocok. Caca tidak berhenti mengagumi gaun itu, kalau dia tidak tahu bahwa gaun itu adalah gaun KW dari Asta, dia pasti akan menyangka gaun itu adalah
Caca mencengkram ponselnya dengan erat. Kenapa harus seperti itu, kenapa suaminya harus pura-pura menjadi orang lain di hadapannya? Kepala Caca dipenuhi dengan pertanyaan tak terhitung jumlahnya. Siapa dia sebenarnya? Caca melihat ke arah kerumunan lagi dan menemukan kalau orang-orang itu sudah masuk ke dalam salah satu kamar, menyisakan dua orang untuk berjaga di depan pintu. Caca mengumpulkan keberaniannya dan mendekat. Kedua penjaga di depan pintu tidak mengenal Caca dan terlihat tidak perduli saat Caca berjalan mendekat. “Permisi, boleh saya tahu siapa yang ada di ruangan ini?” Kedua penjaga itu saling memandang. “Ada perlu apa, Nona?” Salah satunya bertanya. “Tidak apa-apa, saya hanya melihat seorang pria tampan disini tadi dan ingin tanya saja.” Caca tersenyum kecil. “Asal anda tahu, di dalam adalah orang penting. Bramasta Moses. Cari tahu sendiri saja siapa dia di internet!” Pengawal itu juga tampak sombong. Sebagai pengawal seorang Bramasta Moses, tentu saja suatu
Bagaimana ini, Susi pasti sudah menghabiskan banyak uang untuk memesan gaun ini. Caca sendiri tidak tahu apakah noda merah dari minuman berkarbonasi bisa dihilangkan dalam semalam. Dia hanya berjalan menyusuri lorong hotel, memikirkan kemana harus mencari bantuan, atau setidaknya pinjaman untuk gaun yang akan dipakainya besok. Tiba-tiba, sosok pria muncul di benaknya, Asta. “Hei, Asta, apa kamu sudah tidur?” “Belum, kenapa?” Bagi Bram tidak ada hari tanpa bekerja, dia sudah terbiasa masih bekerja hingga dini hari, jadi dia pasti belum tidur. “Begini, aku ingin minta bantuanmu.” “Bantuan apa? Katakan!” “Gaun KW super yang kamu berikan padaku di acara pertunangan Yezline dulu itu. Bisa tidak, kamu carikan untukku dengan model berbeda? Aku dalam keadaan darurat.” Padahal gaun yang Bram dulu berikan pada Caca adalah asli, bukan KW. “Untuk apa memangnya?” Tanya Bram. “Ceritanya panjang. Jadi besok aku harus menghadiri acara Golden Award, tapi barusan gaunku rusak. Aku bingung dim
“Ashar, cari tahu siapa saja yang masuk dalam nominasi Aktris Pendukung Terbaik tahun ini!” Dari sebelum Bram memerintahkan untuk itu, rupanya Ashar sudah mengantongi semua data yang Bram minta. “Saya sudah memiliki rincian datanya, Tuan. Dan kandidat terkuat untuk nominasi itu adalah Yezline Hendarmo. ESSE Internasional sudah membuat pelobian. Jadi besar kemungkinan, kalau pemenang nominasi itu adalah Yezline.” Mendengar itu alis Bram merajut. “Tapi jangan khawatir, Tuan. Jika anda mau, kita bisa dengan mudah mengambil posisi itu. Bukan hal yang sulit untuk menjadikan nona muda pemenang. Hanya saja…” “Hanya saja apa?” “Susi, manajer nona muda, berpikir kalau tidak akan baik bagi nona muda untuk memenangkan penghargaan apapun di tahun ini.” “Kenapa?” “Karena, di film nona yang pertama, nona hanya berperan sebagai tokoh wanita ketiga. Jika nona memenangkan nominasi itu tahun ini, maka media pasti akan dibuat heboh dan lebih mudah bagi mereka untuk menggoreng berita tersebut. Sem
Ruangan Presdir Mcoal Indonesia. Bram sedang sibuk berbahagia di mejanya, suasana hatinya sedang sangat baik hari ini, ditambah lagi setoples kue kering di mejanya yang selalu ia pandangi dari waktu ke waktu sambil tersenyum sendirian. Dikejutkan dengan bunyi telepon di mejanya yang tiba-tiba berbunyi, suara Ashar datang dari ujung ponsel Bram. “Pak Bram, Pak John ada disini.” “Suruh dia masuk.” “Baik.” Setelah beberapa saat, si John dengan angkuhnya masuk ke ruangan Bram, sambil berkata, “Tuan Bramasta Moses, satu pertanyaan penting untuk anda. Kenapa anda sulit sekali ditemui sudah seperti artis papan atas.” John menatap ke arah Bram dan dengan segera menemukan setoples kue di meja Bram, dengan cepat John melangkahkan kakinya mendekat. Tepat ketika John ingin meraih kue itu, Bram segera dengan cepat menggeser toplesnya dan tangan John langsung hampa. “Oh, jadi begitu, sekarang kue saja tidak boleh kusentuh?” Pekik John “Kamu tidak boleh makan kue ini!” “Kenapa tidak boleh
Gerak cepat Ashar tidak perlu diragukan lagi, dalam sekejap dia sudah mengantongi nomor kamar Caca dan membawa Bram malam itu juga pada Caca. Hingga malam syuting masih berlangsung, tapi scene untuk Caca sudah berakhir. Hotel tempat dimana Caca menginap sekarang benar-benar sepi. “Tunggu aku di mobil.” Bram memberi perintah, turun dari mobil dengan kaki panjangnya dan langsung menuju lantai enam hotel. Lantai enam adalah tempat suite terbaik di hotel ini, semua pemain penting tinggal di lantai ini. Sekarang sudah sangat malam, sebagian besar orang pasti sudah beristirahat setelah seharian disibukkan dengan sepanjang hari. Bram menaiki lift dan pintu perlahan terbuka. Ini adalah pertama kalinya Bram datang ke hotel ini, jelas dia tidak tahu struktur pasti hotel ini, tapi menurut penyelidikan Ashar, Caca tinggal di kamar nomor 621. Setelah Bram keluar dari lift, dia hanya berdiri di depan lift. Masih mencari pintu kamar dengan nomor 621. Sampai akhirnya dia menyadari kalau kamar