Lelaki itu hanya memutarkan bola mata lalu memilih merapikan pakaiannya. Melihat sang suami telah bersiap pergi, ia mengerutkan kening menatap Dimas. "Mas, kamu mau pergi kerja? Aku kan lagi sakit, masa kamu pergi sih," kata wanita itu. Dimas melengos dan memilih pergi tanpa mengeluarkan suara. Sedangkan Kania langsung memajukan bibir karena tidak mendapatkan balasan sang suami, Mila hanya menepuk bahu menantunya agar sabar. "Udah jangan sedih gitu, dia juga pergi kerja buat ngusahain ngasih nafkah ke kamu, Kania. Kalau dia selalu cuti nanti dipecat gimana, nanti kamu gak dapet uang lagi dong dari anakku ini," lontar Mila. Wanita itu menghela napas lalu menganggukan kepala mengiyakan perkataan sang mertua. "Iya juga sih, kan cuma Mas Dimas yang hasilin uang. Kalau dia cuti berarti dihari dia cuti itu dia plong gak menghasilkan sama sekali," ujar Kania.Mila dan Hana keduanya menganggukkan kepala membenarkan kata Kania. Ia langsung diam dan memilih melihat kegiatan adik ipar lalu
Viona menghela napas saat semua pasang mata meliriknya. Melihat hal tersebut, Ida segera menarik lengan sang putri membuat mereka mendengkus. "Dih, denger suaminya bakal datang. Sombongnya perlahan muncul tuh," cibir salah satu dari mereka. Ida yang mendengar itu langsung melirik tajam wanita tersebut. Ia bersidekap dibalas tatapan perempuan yang mencibir anaknya. "Kamu ini kayanya seneng banget ngurusin orang lain ya? Harusnya mendingan kamu urusin anakmu tuh! Beberapa hari lalu kami liat putrimu itu peluk-pelukan sama Om-Om. Bahkan sesekali dia dicium lho," lontar Ida sinis.Mata wanita itu langsung membulat mendengar lontaran Ida. Ia mendekat dan mendorong bahu Ibu Viona membuat perempuan tersebut terdorong. "Mpok apa-apaan sih! Main dorong-dorong aja. Kalau Ibuku kenapa-napa gimana!" sentak Viona.Perempuan itu memutarkan bola matanya lalu menunjuk wajah Viona. "Bilangin Ibumu! Jangan main fitnah-fitnah anakku aja. Enak aja anakku dikatai lonte," geram perempuan itu. Viona m
"Ngapain kamu kesini! Bukannya sudah kami bilang, jangan ganggu anakku," sentak Ida. Emosi meluap saat melihat Dimas yang semakin mendekat. Bahkan tanpa sadar dia menposisikan anaknya di belakang, melihat reaksi wanita di hadapannya, lelaki itu menghela napas ia menghentikan langkah."Gak usah segitunya kali, Bu. Malu tuh diliatin orang, mendingan kita ke rumah Ibu aja. Bantu Viona beres-beres pakaian, aku mau ajak dia pulang sekarang, udah terlalu lama aku biarin dia disini," balas Dimas.Mata Ida membulat mendengar ucapan lelaki di depannya, ia berkacak pinggang memandang murka pria tersebut."Hahahaha ... kamu mau ajak anakku, pergi? Mimpi aja sana!" hardik wanita tersebut. Mereka terkejut dengan ucapan kasar perempuan itu. Bahkan Dimas sangat kaget dengan ucapan wanita dihadapannya yang biasa berkata lembut, kini meninggikan suara."Ibu, gak usah dengerin ucapan orang yang lagi marah, Bu. Saat ditelepon aku sedang marah, makanya berkata begitu," ujarnya. Dia terlihat masih ber
Beberapa bulan kemudian, senyuman terulas di bibir Viona kala mendengar ketuk palu yang menandakan jika dia telah bercerai dengan Dimas. Mereka segera keluar lalu lelaki itu lekas menarik lengan sang mantan membuat anak Ida memekik. "Lepaskan tanganmu!" sentak Jaka. Mata orang tua Viona itu langsung menatap tajam Dimas, sedangkan lelaki tersebut segera melepaskan cekalan dan mengangkat tangan seperti hendak ditanggap polisi. "Wohh ... tenang, Bu, Pak," lontar lelaki itu. Viona segera mengusap bekas cekalan sang mantan, sedangkan Dimas langsung melirik wanita tersebut. "Kamu pasti menyesal, liat saja! Pasti kamu bakal memohon-mohon buat dinikahin lagi," ucap Dimas dengan percaya. Wanita yang tengah diajak bicara oleh Dimas hanya memutarkan bola mata, lalu mengabaikan perempuan tersebut. "Hayu Bu, Pak. Kita pulang," ajak Viona. Mata Dimas melotot mendapati ia diabaikan, lelaki itu bahkan berteriak saat mereka mulai melangkah pergi. "Awas kamu, Viona! Aku bakal buat kamu berlutu
Wajah Dimas memerah bahkan urat leher sampai terlihat, seakan-akan mau meledak. Lelaki tersebut memukul setir mobil dengan kekuatan penuh, melampiaskan emosi yang bergejolak. Kekesalan yang tak berbendung, karena tak bisa menghentikan proses perceraian dengan Viona. Bukti yang diberikan oleh wanita itu sangat kuat sampai tak terbantahkan. "Awas kamu, Viona! Kamu akan menyesal dan nanti akan memohon padaku untuk rujuk. Tunggu saja saat kamu mengetahui jika aku memilih mobil, kamu akan merasakan penyesalan mendalam karena meminta cerai," sentak lelaki tersebut. Cengkaraman tangan ke setir begitu kuat, sampai buku-buku jari memutih. Tatapan begitu tajam, seolah-olah ada leser yang siap menyerang apapun hal yang menghadang di depan. Napas lelaki itu terengah-engah, bertanda betapa murkanya ia dengan perempuan yang kini berstatus mantan."Argh ... sialan!"Suara dering handphone membuyarkan kelakuannya yang tengah melampiaskan amarah. Ia melirik sekilas benda pipih tersebut dan memandang
Kania begitu terkejut saat mendengar suara sang suami begitu nyaring, sampai ia bahkan menjatuhkan handphone dari telinga. Mila yang kebetulan melintas di ruang tamu mengerutkan alis melihat adegan tersebut. "Kamu kenapa Kania? So dramatis gitu deh sampe handphone jatuh gitu. Kalau rusak gimana, jangan sampe membebani anakku buat beli baru lho," sungut Mila. Perempuan itu menatap kesal sang menantu dibalas tatapan tajam oleh Kania. Melihat wanita tersebut sangat berani ia mendengkus membuatnya mencebik. "Aneh banget sih," cibir Ibu Dimas. Sementara itu di tempat Dimas, dia tengah merasakan amarah yang sangat membuncah. Berusaha merendam emosi dengan cara menghirup dan menghembuskan dengan kasar. Ia memukul setir karena metode tersebut tidak ampuh. Sedangkan Kania yang baru aja mengambil handphone lalu menempelkan pada telinga mengerutkan kening akibat mendengar suara tersebut."Kenapa hari ini kamu terdengar sangat murka, apa kamu tidak bisa menerima kalau kini kalian resmi berce
Setelah berkata demikian, lelaki itu segera bangkit dan melangkah ke kamar. Sedangkan sang Ibu yang hendak menyusul ditahan oleh suaminya, membuat perempuan ini menoleh. "Biarkan dia sendiri dulu, lagian gak baik kalau ngobrol kalau ada emosi. Kita bicarain dengan kepala dingin," seru sang suami. Perempuan itu menghela napas dan kembali duduk di samping sang suami. Lelaki yang berstatus imamnya ini mengusap punggung Ibu Dylan berusaha menenangkan wanita tersebut. "Udahlah Bu, lagian bukannya kita pengen anak kita bahagia? Mungkin nanti kita bicarain lagi sama Dylan. Kalau memang dia masih keukeuh ingin mengejar Viona, gimana lagi. Lagian Viona anak baik kan," tutur sang suami. Sang istri menghela napas, ia akhirnya mengangguk dan menatap lelaki yang berstatus suami dan ayah dari Dylan. "Udah begitu lama mereka pendekatan, tapi kayanya Dylan hatinya masih terikat dengan Viona," ujar perempuan itu pelan.Pria yang disamping wanita itu menganggukan kepala mendengar ujaran sang istri
Dua hari kemudian semua keluarga Dimas dan Kania sibuk menyebarkan undangan. Sedangkan lelaki itu pun ikut membagikan di teman kantornya. Senyuman bahagia terus terukir, mereka pilih mungkin karena seminggu lagi dia menikah. Tetapi pemikiran semua salah, karena ia tersenyum setelah pulang kerja akan ke kediaman Viona untuk mengajak rujuk sang mantan. "Cie ... yang mau nikah, bahagia banget," goda salah satu temannya. Lelaki tersebut hanya menanggapi dengan senyuman yang memamerkan gigi. Mereka terus menggoda Dimas, sedangkan di tempat lain Kania kini tengah mengobrol dengan beberapa temannya."Hebat kan, udah dibilangin pasti Mas Dimas bakal takluk dan istri jeleknya itu bakal kalah," seru Kania. Beberapa dari mereka mengangguk sedangkan ada juga menatap tak suka. "Jadi pelakor aja bangga," cibir seseorang. Mata Kania langsung menatap tajam perempuan yang berbicara. Dia hendak mendekat tetapi ditahan temannya. "Sudahlah, Nia. Gak usah ribut sama dia, gak ada untung juga," tegur
Sedangkan di tempat Viona berada, wanita itu tengah sibuk melayani pelanggan. Perempuan tersebut menyewa toko untuk berjualan, sudah beberapa bulan berjalan. Pembeli terus berdatangan, bahkan ia kini memperkerjakan teman untuk membantu."Vio, ada pelanggan tuh di depan. Meja nomor sembilan belas, katanya pengen dilayanin sama kamu," seru Diah. Mendengar ucapan sang teman, wanita itu mengerutkan kening tetapi akhirnya mengangguk. Viona segera mencuci tangan dan melangkah pergi menuju meja bernomor sembilan belas. Kala sudah berjarak satu meter perempuan ini langsung tersenyum lalu mendekati lelaki yang kini tengah membaca daftar menu."Ganteng, mau pesen apa," goda Viona.Dylan langsung mendongak mendengar suara sang kekasih. Senyuman terlukis di bibir, ia segera menaruh daftar menu di meja."Kalau pesen kamu jadi istriku, gimana cantik?" balas pria tersebut.Viona terkekeh mendengar balasan sang kekasih, ia langsung mendaratkan bokong di kursi. Wanita itu terus memandangi tunanganny
Jarum jam terus berputar, pesta pernikahan Dimas dan Kania masih ramai. Suasana langsung riuh akibat mendengar sirine mobil, bahkan kini beberapa polisi masuk ke acara tersebut. "Maaf menganggu, kami datang untuk memberikan penangkapan pada Dimas, dia mengkorupsi uang perusahaan wijaya," terang salah satu polisi. Mendengar itu mata Dimas membuat, begitupun Kania. Dia menatap suaminya dengan tatapan tak percaya, merasa diri terancam lelaki tersebut hendak kabur lalu segera di tangkap oleh dua polisi. "Mau kemana anda, ayo cepat ikut kami!" seru salah satu polisi.Melihat anaknya ditangkap Mila segera mendekat dan meminta polisi yang memegangi Dimas segera melepaskan cekalan. "Lepaskan anak saya! Gak mungkin anak saya korupsi," lontar Mila.Ucapan seseorang yang sangat kencang membuat mereka mempusatkan ke asal suara. "Kalau anda gak percaya lihat aja kami bawa buktinya, pokoknya besok uang itu harus dikembalikan! Gak boleh ada yang kurang," seru pemilik perusahaan. "Gila, yang
"Kamu mau kemana, Mas?" tanya Kania pelan.Perempuan itu memegang tangan sang suami, membuat Dimas menoleh memandangnya. "Ikut aku sambut teman-temanku," ajak perempuan tersebut.Dia langsung ditarik, terpaksa Dimas mengikuti langkah sang istri. Ia juga sesekali menyapa tamu yang mereka jumpai, mata lelaki itu melirik mencari keberadaan mantan."Ayo jalan, Mas! Apa sih yang kamu cari, aku pengen kenalin kamu ke teman-teman sekolahku dulu," tutur Kania sedikit geram.Dimas menatap kesal istrinya, tetapi sekarang banyak tamu. Dia tidak mungkin meluapkan amarah disini. Akhirnya memilih menuruti perkataan wanita tersebut. "Wah ... selamat ya, moga kalian secepatnya dikasih momongan," seru salah teman Kania.Lelaki itu menganggukan kepala walau matanya kadang melirik ke sana kemari. Setelah berbincang lama, Kania melihat keberadaan Viona membulatkan mata. Dia segera melangkah pergi meninggalkan semua membuat mereka mengerutkan kening karena wanita tersebut tidak mengucapkan sepatah kata
Dylan tersenyum mendengar perkataan Viona, lelaki itu mengulurkan tangan dan memegang puncuk kepala sang kekasih lalu mengelusnya dengan lembut. Wanita tersebut membeku karena perilaku pria dihadapannya membuat lawan bicara ini terkekeh. "Tegang banget sih, rileks aja. Sayang," bisik Dylan. Lelaki itu berkata di dekat telinga Viona, bahkan saat pria tersebut mulai mendekat mata wanita tersebut membulat sempurna. Melihat reaksi perempuan yang baru saja berstatus kekasihnya, membuat dia hampir tertawa terbahak-bahak tapi takut menyinggung sang pacar. "Apaan sih!" omel Viona. Wanita yang terlihat bersemu merah di pipi itu segera mendorong Dylan menjauh. Tangan lelaki tersebut terkena setir kendaraan membuat ia sedikit meringis dan Viona terkejut sekaligus khawatir dan segera meraih lengan sang pacar. "Maafin aku, aku gak sengaja," ucap Viona gemetar. Dia mengusap lembut sikut sang kekasih, sedangkan lelaki itu memandang wajah khawatir perempuan di hadapannya. "Kamu tenang aja, ak
Waktu berlalu begitu cepat, kini Viona tengah bersiap-siap untuk pergi ke acara pernikahan mantan suaminya. Tetapi pikiran sedang memikirkan perkataan sang sahabat, ia memejamkan mata dan menghela napas. "Ah ... sudahlah, nanti aja pikirinnya," gumamnya. Suara panggilan sang Ibu terdengar, kala ia menoleh terlihat Ida sudah membuka pintu kamar dan menatapnya. "Kamu janjian sama Dylan? Soalnya dia datang jemput kamu, katanya mau anter kamu kondangan," seru wanita itu. Viona menggeleng lalu meraih tas slempangnya dan mendekati sang Ibu. "Enggak Bu, cuma si Sinta yang ngajakin. Ya udah aku pergi dulu ya," jawab Viona. Baru saja melewati Ida, wanita itu langsung dicekal tangannya membuat ia menoleh. "Kamu pertimbangkanlah, Dylan. Dia serius sama kamu, Ibu kemaren ketemu sama Ibunya dan dia bilang kalau Dylan udah lama memendam rasa sama kamu. Mungkin dia emang jodoh kamu." Viona hanya terdiam lalu segera pamit membuat Ida yang memandang kepergian putrinya menghela napas. "Semoga
Enam hari berlalu Viona memilih libur berjualan dulu, kecuali jika ada pesanan skincare. Dia akan mengantarkan jika dekat, baru saja hendak beristirahat karena habis menyelesaikan pekerjaan rumah. Suara ketukan di pintu terdengar, ia segera bangkit dan menuju benda tersebut. Karena dia memang seorang diri, orang tuanya tengah bekerja. Kala membuka pintu seseorang langsung menyerbu memeluk perempuan tersebut. "Viona! Aku bener-bener kangen kamu lho," pekik perempuan tersebut."Assalamualaikum," ucap Panji. Perempuan itu langsung menjawab, sedangkan istri pria tersebut hanya menyeringai lalu ikut mengucapkan salam."Apa ada perlu kalian ke sini?" tanya Viona. Dia segera mengajak masuk mereka lalu lekas menyuguhkan beberapa cemilan. Sinta langsung melahap kripik pisang cokelat lumer yang disuguhkan sang teman. "Duh, gak bosen-bosen makan ini tuh," celetuknya. Anak Ida hanya tersenyum lalu mempersilakan Panji untuk dan diangguki lelaki tersebut."Eh, Vio. Kamu di undang gak sama si K
Dua hari kemudian semua keluarga Dimas dan Kania sibuk menyebarkan undangan. Sedangkan lelaki itu pun ikut membagikan di teman kantornya. Senyuman bahagia terus terukir, mereka pilih mungkin karena seminggu lagi dia menikah. Tetapi pemikiran semua salah, karena ia tersenyum setelah pulang kerja akan ke kediaman Viona untuk mengajak rujuk sang mantan. "Cie ... yang mau nikah, bahagia banget," goda salah satu temannya. Lelaki tersebut hanya menanggapi dengan senyuman yang memamerkan gigi. Mereka terus menggoda Dimas, sedangkan di tempat lain Kania kini tengah mengobrol dengan beberapa temannya."Hebat kan, udah dibilangin pasti Mas Dimas bakal takluk dan istri jeleknya itu bakal kalah," seru Kania. Beberapa dari mereka mengangguk sedangkan ada juga menatap tak suka. "Jadi pelakor aja bangga," cibir seseorang. Mata Kania langsung menatap tajam perempuan yang berbicara. Dia hendak mendekat tetapi ditahan temannya. "Sudahlah, Nia. Gak usah ribut sama dia, gak ada untung juga," tegur
Setelah berkata demikian, lelaki itu segera bangkit dan melangkah ke kamar. Sedangkan sang Ibu yang hendak menyusul ditahan oleh suaminya, membuat perempuan ini menoleh. "Biarkan dia sendiri dulu, lagian gak baik kalau ngobrol kalau ada emosi. Kita bicarain dengan kepala dingin," seru sang suami. Perempuan itu menghela napas dan kembali duduk di samping sang suami. Lelaki yang berstatus imamnya ini mengusap punggung Ibu Dylan berusaha menenangkan wanita tersebut. "Udahlah Bu, lagian bukannya kita pengen anak kita bahagia? Mungkin nanti kita bicarain lagi sama Dylan. Kalau memang dia masih keukeuh ingin mengejar Viona, gimana lagi. Lagian Viona anak baik kan," tutur sang suami. Sang istri menghela napas, ia akhirnya mengangguk dan menatap lelaki yang berstatus suami dan ayah dari Dylan. "Udah begitu lama mereka pendekatan, tapi kayanya Dylan hatinya masih terikat dengan Viona," ujar perempuan itu pelan.Pria yang disamping wanita itu menganggukan kepala mendengar ujaran sang istri
Kania begitu terkejut saat mendengar suara sang suami begitu nyaring, sampai ia bahkan menjatuhkan handphone dari telinga. Mila yang kebetulan melintas di ruang tamu mengerutkan alis melihat adegan tersebut. "Kamu kenapa Kania? So dramatis gitu deh sampe handphone jatuh gitu. Kalau rusak gimana, jangan sampe membebani anakku buat beli baru lho," sungut Mila. Perempuan itu menatap kesal sang menantu dibalas tatapan tajam oleh Kania. Melihat wanita tersebut sangat berani ia mendengkus membuatnya mencebik. "Aneh banget sih," cibir Ibu Dimas. Sementara itu di tempat Dimas, dia tengah merasakan amarah yang sangat membuncah. Berusaha merendam emosi dengan cara menghirup dan menghembuskan dengan kasar. Ia memukul setir karena metode tersebut tidak ampuh. Sedangkan Kania yang baru aja mengambil handphone lalu menempelkan pada telinga mengerutkan kening akibat mendengar suara tersebut."Kenapa hari ini kamu terdengar sangat murka, apa kamu tidak bisa menerima kalau kini kalian resmi berce