Bibir lelaki itu menyeringai kala mendengar ucapan menantunya."Jaga ucapanmu, pasti anakku dapat lelaki yang lebih baik dariku!"Dimas merasa bingung dengsn ucapan Bapaknya Viona, lalu tertawa mengingat perkataan terakhirr pria tersebut."Kalau kamu tidak mau repot mengurus perceraian ini, biar kami saja yang mengurus itu. Kammu tunggu surat panggilan dari pengadilan."Viona mengerutkan kening mendengar perkataan sang Bapak. Sedangkan Dimas termenung lalu tak berselang lamma tertawa terbahak-bahak."Hahaha ... uang dari mana kalian. Aku paham kok, seorang lelaki memiliki harga diri yang sangat tinggi, tapi kamu Pak. Sudahlah, aku masih berusaha menghormatimu, jadi tidak mencela," tutur Dimas. Lelaki itu mendengkus mendengar nada tidak percaya menantunya."Matikan teleponnya, Bapak cuma ngasih tau aja. Kalau kami mampuh ngajuin kepengadilan kamu gak boleh berulah," seru pria tersebut. Lelaki itu terdiam sebentar, ada rasa gelisah juga. Tetapi ia segera tepis dan mengiyakan perkataan
Viona segera berkutak dengan penggorengan, sedang sang Bapak tengah beristirahat diruang tamu ditemani Ida. "Mas, si Nana kenapa? Kok pulang-pulang keliatan kesel gitu," lontar Ida. Lelaki tersebut mengedikan bahunya, lalu menyeruput pelan kopi yang dihidangkan sang istri dan kembali meletakan ke meja. "Kayanya Dimas nelepon deh, jadi dia agak kesel," tebak pria tersebut. Ida menganggukan kepala tanda membenarkan tebakan suaminya, ia langsung bangkit membuat lelaki tersebut mengerutkan kening. "Kalau gitu aku mau bantu Nana, sambil ngajak ngobrol supaya kesalnya hilang," tutur Ida. Mendengar penuturan sang istri, lelaki itu menganggukan kepala. Lalu menggerakkan tangan seperti mengusir, membuat Ida mendengkus dan melangkah pergi. "Dih, kok malah kamu marah. Aku kan cuma nyuruh kamu biar cepet bantu Nana," seru lelaki itu. Ia langsung bangkit lalu mengejar langkah sang istri dan meraih jemari Ida. Tangan mereka kini bertautan, sedangkan wanita tersebut memalingkan wajah membuat
Viona langsung memblokir nomor lelaki, yang kini masih menjadi suaminya. Baru saja hendak menaruh benda pipih tersebut ke nakas yang berada di samping ranjang. Suara notifikasi pesan terdengar membuat ia menghela napas dan melihat layar ponsel. [Lagi apa? Masakan buatanmu enak.] [Pasti sekarang lagi istirahat, ya. Atau lagi telepon atau berduaan sama suamimu.] [Maaf kalau gitu aku mengganggu, padahal aku hanya ingin kita berteman seperti dulu,] [Besok jualan lagi gak? Boleh minta nomor whatsappmu biar mesennya enak.] [Aku tau kamu jualan dari Ibu,] Wanita itu menarik napas kala melihat deretan chat yang masuk ke notifikasi layar handphone. Karena pesan terakhir lelaki tersebut, ia akhirnya memilih membalas.[Ini nomornya 0857××××××××] [Insyallah tiap hari selalu jualan.] [Makasih pujiannya, aku masih butuh belajar.] Mendapatkan balasan dari wanita itu, Dylan tanpa ia sadar mengulum senyum. Dengan lincah lelaki tersebut segera menyimpan nomor Viona, lalu lekas mengirim pesan.
Setelah sampai di tempat Kania berada, keduanya segera memadu kasih, karena telalu menikmati percintaan. mereka tidak sadar jika kini banyak orang yang berbondong-bondong mendekati kediaman wanita tersebut. Pak RT segera mengetuk pintu saat sampai, tetapi warga yang sudah emosi langsung mendobraknya. "Saking ngebetnya sampe lupa kunci pintu," cibir lelaki yang mendobrak. Pak RT hanya menghela napas lalu mereka segera masuk dan kini berada di depan kamar yang terdengar suara desahan sangat jelas. "Astagfirullah, keluar kalian! Atau kami dobrak pintu kamar ini," teriak ketua RT. Mendengar teriakan itu, kedua manusia yang berada di kamar terkejut. Mata mereka membulat, lalu saling menatap. Sedangkan beberapa orang yang ikut, mulai membicarakan Kania karena semua mendengar sangat jelas suara keduanya. "Mas ... gimana ini," ucap Kania pelan.Dimas menggeram lalu ia segera beranjak dari kasur dan bergegas memakai pakaian, melihat hal tersebut Kania juga ikut berpakaian. Teriakan sese
Setelah kedua manusia itu dinikahkan, Kania langsung diusir oleh mereka. Wanita tersebut sangat kesal dengan pengusiran ini, padahal rumah adalah kediamannya. "Kenapa kalian mengusir kami! aku udah berstatus istri Mas Dimas dan lagian ini kan rumahku, rumah orang tuaku. Kalian seenaknya usir kami," teriak wanita itu. Andi sebagai ketua RT itu menghela napas, ia mendekati wanita tersebut."Mendingan kamu pergi aja, nanti soal orang tuamu urusan kami," ucap Andi. Nada suara lelaki itu agak tenang, mendengar perkataan Kania beberapa wanita mencebik. "Lagian pasti orang tua kamu tuh malu banget, punya anak. Pendidikan aja tinggi, anunya malah diobral," cibir salah satu perempuan. Mata Kania melotot mendengar cemohan wanita tersebut, ia hendak menyerah yang mencibir tadi tapi ditatap tajam oleh istri Andi. "Udah, kamu jangan cari masalah lagi. Udah bagus kamu cuma diginian, kalau diarak gimana! Udah sana kamu pergi ikut suamimu," ucap Tiara.Istri Andi yang berkata pelan di telinga K
Saat pikiran lelaki itu tengah berkelana, sebuah tangan melingkar diperutnya. Dimas yang sedang pikiran tidak stabil langsung menghempaskan dekapan yang di badan. Membuat sang empu yang memeluk terkejut. "Kamu kenapa, Mas? emang isi surat itu apa. Kenapa kamu terlihat sangat emosi," seru Kania. Sadar atas kelakuannya, pria tersebut menghela napas dan menggelengkan kepala. "Gak ada. Mas mau mandi dulu kalau gitu, air hangat udah kamu siapkan," lontar lelaki tersebut. Mendengar itu Kania langsung menggeleng, dia mendaratkan bokong ke kursi. Lalu melihat kuku yang memang selalu dia rawat. "Enggak, Mas. Kamu kan bisa sendiri, kalau nanti aku siapin nanti kamu kebiasaan, kalau aku pergi kemana-mana pasti disuruh cepet-cepet pulang," tutur Kania. Mata Dimas melotot, ia sudah diterjang amarah akibat istri sahnya telah mengugat di pengadilan. Kini bertambah emosi akibat penuturan sang Kania. "Itu memang tugasmu memanjakanku, Kania! kenapa kamu setelah jadi istriku sangat menyebalkan. S
Viona terdam sebentar, lalu menangguk dan mengulas senyum. Ibu lelaki itu ikut tersenyum karena tak perlu capek-capek mengurus agar dua manusia ini tidak terlalu sering bertemu. Wanita tersebut segera menyebut apa saja yang mau dipesan."Pesanan Bibi udah segini aja?" tanya wanita itu memastikan. Wanita itu menganggukan kepala saat melihat daftar yang sudah Viona ketik dan catat di note handphone. "Besok sore ya, Viona. Acaranya nanti malam soalnya," lontarnya. Ia kembali mengiyakan lontaran Ibu Dylan, perempuan itu segera pamit karena hendak mengantarkan pesanan kembali. "Hati-hati di jalan," tutur perempuan itu. Anak Ida menganggukan kepala lalu berpamitan dengan anggukan kepala pada Dylan dan Bapak lelaki tersebut. Setelah kepergian Viona. Ayah pria itu langsung meraup wajah sang anak, membuat cowok jangkung ini memandang kesal tersangka. "Apaan sih, Pak!" geram Dylan. Kepala rumah tangga ini menampilkan riak tak bersalah, ia menopang kaki dan memilih membaca koran membuat
Viona segera mematikan sambungan telepon itu lalu lekas memblokir Dimas. Napas wanita tersebut memburu mendengar ucapan pria tersebut lalu memilih mengabaikan hal ini karena beberapa pembeli sudah meminta agar dia lebih cepat mengantar karena tidak sabar untuk mencicipi. "Mau apalagi dia! Padahal dia sudah mengiyakan kalau gak akan menyusahkanku nanti," geramnya."Bahkan saat aku disini, dia sudah menikah lagi! Dasar lelaki bajingan, kamu memang pantas aku ceraikan," lanjut Viona. Ia segera melajukan kendaraan dan melakukan pekerjaan kembali. Mood sedikit berantakan akibat telepon dari Dimas, sedangkan pria tersebut berdecak kesal karena nomornya kembali di blokir. "Berani sekali dia! Awas aja kamu, Vio. Kamu pasti menyesal karena berusaha sok ingin bercerai denganku, siapa yang mau sama cewek jelek kaya kamu."Dimas mengepalkan tangan lalu suara panggilan dari istrinya membuat ia menoleh. Lambaian tangan Kania dibalas senyuman sebentar oleh lelaki itu, lalu lekas memasukan handpho
Sedangkan di tempat Viona berada, wanita itu tengah sibuk melayani pelanggan. Perempuan tersebut menyewa toko untuk berjualan, sudah beberapa bulan berjalan. Pembeli terus berdatangan, bahkan ia kini memperkerjakan teman untuk membantu."Vio, ada pelanggan tuh di depan. Meja nomor sembilan belas, katanya pengen dilayanin sama kamu," seru Diah. Mendengar ucapan sang teman, wanita itu mengerutkan kening tetapi akhirnya mengangguk. Viona segera mencuci tangan dan melangkah pergi menuju meja bernomor sembilan belas. Kala sudah berjarak satu meter perempuan ini langsung tersenyum lalu mendekati lelaki yang kini tengah membaca daftar menu."Ganteng, mau pesen apa," goda Viona.Dylan langsung mendongak mendengar suara sang kekasih. Senyuman terlukis di bibir, ia segera menaruh daftar menu di meja."Kalau pesen kamu jadi istriku, gimana cantik?" balas pria tersebut.Viona terkekeh mendengar balasan sang kekasih, ia langsung mendaratkan bokong di kursi. Wanita itu terus memandangi tunanganny
Jarum jam terus berputar, pesta pernikahan Dimas dan Kania masih ramai. Suasana langsung riuh akibat mendengar sirine mobil, bahkan kini beberapa polisi masuk ke acara tersebut. "Maaf menganggu, kami datang untuk memberikan penangkapan pada Dimas, dia mengkorupsi uang perusahaan wijaya," terang salah satu polisi. Mendengar itu mata Dimas membuat, begitupun Kania. Dia menatap suaminya dengan tatapan tak percaya, merasa diri terancam lelaki tersebut hendak kabur lalu segera di tangkap oleh dua polisi. "Mau kemana anda, ayo cepat ikut kami!" seru salah satu polisi.Melihat anaknya ditangkap Mila segera mendekat dan meminta polisi yang memegangi Dimas segera melepaskan cekalan. "Lepaskan anak saya! Gak mungkin anak saya korupsi," lontar Mila.Ucapan seseorang yang sangat kencang membuat mereka mempusatkan ke asal suara. "Kalau anda gak percaya lihat aja kami bawa buktinya, pokoknya besok uang itu harus dikembalikan! Gak boleh ada yang kurang," seru pemilik perusahaan. "Gila, yang
"Kamu mau kemana, Mas?" tanya Kania pelan.Perempuan itu memegang tangan sang suami, membuat Dimas menoleh memandangnya. "Ikut aku sambut teman-temanku," ajak perempuan tersebut.Dia langsung ditarik, terpaksa Dimas mengikuti langkah sang istri. Ia juga sesekali menyapa tamu yang mereka jumpai, mata lelaki itu melirik mencari keberadaan mantan."Ayo jalan, Mas! Apa sih yang kamu cari, aku pengen kenalin kamu ke teman-teman sekolahku dulu," tutur Kania sedikit geram.Dimas menatap kesal istrinya, tetapi sekarang banyak tamu. Dia tidak mungkin meluapkan amarah disini. Akhirnya memilih menuruti perkataan wanita tersebut. "Wah ... selamat ya, moga kalian secepatnya dikasih momongan," seru salah teman Kania.Lelaki itu menganggukan kepala walau matanya kadang melirik ke sana kemari. Setelah berbincang lama, Kania melihat keberadaan Viona membulatkan mata. Dia segera melangkah pergi meninggalkan semua membuat mereka mengerutkan kening karena wanita tersebut tidak mengucapkan sepatah kata
Dylan tersenyum mendengar perkataan Viona, lelaki itu mengulurkan tangan dan memegang puncuk kepala sang kekasih lalu mengelusnya dengan lembut. Wanita tersebut membeku karena perilaku pria dihadapannya membuat lawan bicara ini terkekeh. "Tegang banget sih, rileks aja. Sayang," bisik Dylan. Lelaki itu berkata di dekat telinga Viona, bahkan saat pria tersebut mulai mendekat mata wanita tersebut membulat sempurna. Melihat reaksi perempuan yang baru saja berstatus kekasihnya, membuat dia hampir tertawa terbahak-bahak tapi takut menyinggung sang pacar. "Apaan sih!" omel Viona. Wanita yang terlihat bersemu merah di pipi itu segera mendorong Dylan menjauh. Tangan lelaki tersebut terkena setir kendaraan membuat ia sedikit meringis dan Viona terkejut sekaligus khawatir dan segera meraih lengan sang pacar. "Maafin aku, aku gak sengaja," ucap Viona gemetar. Dia mengusap lembut sikut sang kekasih, sedangkan lelaki itu memandang wajah khawatir perempuan di hadapannya. "Kamu tenang aja, ak
Waktu berlalu begitu cepat, kini Viona tengah bersiap-siap untuk pergi ke acara pernikahan mantan suaminya. Tetapi pikiran sedang memikirkan perkataan sang sahabat, ia memejamkan mata dan menghela napas. "Ah ... sudahlah, nanti aja pikirinnya," gumamnya. Suara panggilan sang Ibu terdengar, kala ia menoleh terlihat Ida sudah membuka pintu kamar dan menatapnya. "Kamu janjian sama Dylan? Soalnya dia datang jemput kamu, katanya mau anter kamu kondangan," seru wanita itu. Viona menggeleng lalu meraih tas slempangnya dan mendekati sang Ibu. "Enggak Bu, cuma si Sinta yang ngajakin. Ya udah aku pergi dulu ya," jawab Viona. Baru saja melewati Ida, wanita itu langsung dicekal tangannya membuat ia menoleh. "Kamu pertimbangkanlah, Dylan. Dia serius sama kamu, Ibu kemaren ketemu sama Ibunya dan dia bilang kalau Dylan udah lama memendam rasa sama kamu. Mungkin dia emang jodoh kamu." Viona hanya terdiam lalu segera pamit membuat Ida yang memandang kepergian putrinya menghela napas. "Semoga
Enam hari berlalu Viona memilih libur berjualan dulu, kecuali jika ada pesanan skincare. Dia akan mengantarkan jika dekat, baru saja hendak beristirahat karena habis menyelesaikan pekerjaan rumah. Suara ketukan di pintu terdengar, ia segera bangkit dan menuju benda tersebut. Karena dia memang seorang diri, orang tuanya tengah bekerja. Kala membuka pintu seseorang langsung menyerbu memeluk perempuan tersebut. "Viona! Aku bener-bener kangen kamu lho," pekik perempuan tersebut."Assalamualaikum," ucap Panji. Perempuan itu langsung menjawab, sedangkan istri pria tersebut hanya menyeringai lalu ikut mengucapkan salam."Apa ada perlu kalian ke sini?" tanya Viona. Dia segera mengajak masuk mereka lalu lekas menyuguhkan beberapa cemilan. Sinta langsung melahap kripik pisang cokelat lumer yang disuguhkan sang teman. "Duh, gak bosen-bosen makan ini tuh," celetuknya. Anak Ida hanya tersenyum lalu mempersilakan Panji untuk dan diangguki lelaki tersebut."Eh, Vio. Kamu di undang gak sama si K
Dua hari kemudian semua keluarga Dimas dan Kania sibuk menyebarkan undangan. Sedangkan lelaki itu pun ikut membagikan di teman kantornya. Senyuman bahagia terus terukir, mereka pilih mungkin karena seminggu lagi dia menikah. Tetapi pemikiran semua salah, karena ia tersenyum setelah pulang kerja akan ke kediaman Viona untuk mengajak rujuk sang mantan. "Cie ... yang mau nikah, bahagia banget," goda salah satu temannya. Lelaki tersebut hanya menanggapi dengan senyuman yang memamerkan gigi. Mereka terus menggoda Dimas, sedangkan di tempat lain Kania kini tengah mengobrol dengan beberapa temannya."Hebat kan, udah dibilangin pasti Mas Dimas bakal takluk dan istri jeleknya itu bakal kalah," seru Kania. Beberapa dari mereka mengangguk sedangkan ada juga menatap tak suka. "Jadi pelakor aja bangga," cibir seseorang. Mata Kania langsung menatap tajam perempuan yang berbicara. Dia hendak mendekat tetapi ditahan temannya. "Sudahlah, Nia. Gak usah ribut sama dia, gak ada untung juga," tegur
Setelah berkata demikian, lelaki itu segera bangkit dan melangkah ke kamar. Sedangkan sang Ibu yang hendak menyusul ditahan oleh suaminya, membuat perempuan ini menoleh. "Biarkan dia sendiri dulu, lagian gak baik kalau ngobrol kalau ada emosi. Kita bicarain dengan kepala dingin," seru sang suami. Perempuan itu menghela napas dan kembali duduk di samping sang suami. Lelaki yang berstatus imamnya ini mengusap punggung Ibu Dylan berusaha menenangkan wanita tersebut. "Udahlah Bu, lagian bukannya kita pengen anak kita bahagia? Mungkin nanti kita bicarain lagi sama Dylan. Kalau memang dia masih keukeuh ingin mengejar Viona, gimana lagi. Lagian Viona anak baik kan," tutur sang suami. Sang istri menghela napas, ia akhirnya mengangguk dan menatap lelaki yang berstatus suami dan ayah dari Dylan. "Udah begitu lama mereka pendekatan, tapi kayanya Dylan hatinya masih terikat dengan Viona," ujar perempuan itu pelan.Pria yang disamping wanita itu menganggukan kepala mendengar ujaran sang istri
Kania begitu terkejut saat mendengar suara sang suami begitu nyaring, sampai ia bahkan menjatuhkan handphone dari telinga. Mila yang kebetulan melintas di ruang tamu mengerutkan alis melihat adegan tersebut. "Kamu kenapa Kania? So dramatis gitu deh sampe handphone jatuh gitu. Kalau rusak gimana, jangan sampe membebani anakku buat beli baru lho," sungut Mila. Perempuan itu menatap kesal sang menantu dibalas tatapan tajam oleh Kania. Melihat wanita tersebut sangat berani ia mendengkus membuatnya mencebik. "Aneh banget sih," cibir Ibu Dimas. Sementara itu di tempat Dimas, dia tengah merasakan amarah yang sangat membuncah. Berusaha merendam emosi dengan cara menghirup dan menghembuskan dengan kasar. Ia memukul setir karena metode tersebut tidak ampuh. Sedangkan Kania yang baru aja mengambil handphone lalu menempelkan pada telinga mengerutkan kening akibat mendengar suara tersebut."Kenapa hari ini kamu terdengar sangat murka, apa kamu tidak bisa menerima kalau kini kalian resmi berce