"Kenapa kau masih di sini?"Pagi hari, saat Bastian pulang ke apartemennya, dia begitu terkejut karena melihat Alice yang masih duduk di depan pintu apartemen Bastian."Sudah kubilang aku tidak akan pergi, sampai kau memberikan aku maaf, Tian."Suara wanita itu serak, wajahnya tampak lelah, seperti telah menangis semalaman."Kau ini benar-benar keras kepala!"Bastian berteriak keras, meminta Alice untuk mundur dan menjauh dari pintunya.Alice menggeleng, tak mengindahkan perintah Bastian."Aku ... aku seperti gila setiap mengingat kejadian itu, apakah kau akan percaya bahwa itu bukan aku yang melakukan?"Alice menatap Bastian dengan ekspresi menghiba.Suaranya lemah dan sedikit serak, sepertinya dia terlihat sakit.Keadaan Alice saat ini benar-benar menyedihkan."Kau pikir aku bodoh? Jelas-jelas itu tubuhmu!" tukas Bastian dengan marah, menganggap bahwa Alice mengada-ada."Memang itu tubuhku, Tian. Tapi semua yang kulakukan itu bukan keinginanku!" sergah Alice dengan putus asa.Dia ta
Dia hanya mengendikkan bahu secara acuh tak acuh setelah memandang Rachel dengan intens beberapa detik lalu."Ayam, kentang goreng dan cola."Akhirnya dia mengucapkan pesanan, Rachel menghela napas lega saat melihat pria muda dengan jaket dan celana warna hitam itu berjalan ke tempat duduknya.Rachel baru sadar jika sedari tadi dia gemetaran dan mengepalkan tangannya erat-erat.Dia melihat telapak tangannya yang basah dan buru-buru mencatat pesanan untuk diberikan kepada bibinya.Wajar saja jika Rachel dan Mark sepakat bahwa pria muda yang kini sedang duduk di pinggir jendela tersebut merupakan orang yang sangat mencurigakan.Dia datang ke penginapan, menginap di sana tepat setelah dua hari Rachel tinggal, dan seakan menegaskan bahwa dia ada, pria itu selalu muncul di dekat Rachel.Meski dia tidak mendekat, tapi penampakannya yang tampan sangat mencolok, dan itu mengganggu hati Rachel.Siapa dia kira-kira? Apakah orang suruhan Bastian? Itu tidak mungkin.Setelah kejadian pagi itu, Bas
Rachel secara refleks meraih ponsel untuk menghubungi Mark sepupunya, tapi sialnya nomor telepon Mark sedang non aktif.Rachel bimbang apakah harus menuruti pria ini atau kabur saja.Dia benar-benar orang yang mencurigakan!"Hey, kau curiga padaku? Mengira aku pria jahat, iya?"Suara berat pria itu membangunkan Rachel dari lamunan, dia segera menatap pria muda yang tampak mengawasi dirinya dari balik tatapannya yang kejam tersebut."Kau bisa tanya bibimu aku orang seperti apa, tapi yang pasti, aku hanya niat untuk membantu. Kau jadi mau aku antar atau tidak?""Eum, itu–"Rachel menggaruk sedikit rambut meski tidak gatal, mata pria itu menyipit tak suka saat menyaksikan wajah Rachel yang pucat pasi."Kalau kau tidak menerima kebaikan ini, ya sudah aku tidak akan membantu," ucapnya dengan nada kering dan dingin.Rachel tetap tak menjawab, memandangi helm di tangannya dengan ekspresi rumit."Tolong bantu aku ...."Akhirnya, setelah dia mendapatkan teguran dari bibinya kenapa belum berang
"Argh, sial. Apa aku sudah keterlaluan?_Darren, yang pikirannya kacau karena mengusir istrinya dari ruangan dengan begitu kejam, mengusap kasar wajahnya.Dia harus meminta maaf nanti, Darren sadar ini sudah keterlaluan. Dia tidak seharusnya menyakiti istrinya seperti ini.Ini terlalu jahat.Tidak seharusnya dia melibatkan Alice dalam perseteruan antara ibunya dan ibu tiri Darren, wanita cantik itu tidak tahu apa-apa.Bukankah Alice yang ini terlihat sangat tulus bahkan tidak tampak punya perasaan apa pun pada Bastian? Kenapa tadi Darren, yang sangat menyadari hal itu malah menggunakan dia dalam trik kotor seperti itu?Lebih parahnya, Darren bahkan mengusir Alice dengan begitu kejam. Padahal dia memohon untuk mengantarnya pada puncak kenikmatan sebelum setidaknya keluar dari ruangan itu.Namun, Darren malah menghinanya, tidak cukup hanya dengan menolak membawa Alice pada puncak.Istrinya saat ini pasti sangat terluka.Darren merasa hatinya kosong, seperti ada sebuah lubang yang mengan
Mendatangi Bastian saat Darren ada di luar kota?Keterlaluan!Darren tak bisa menjaga amarahnya lagi, dia mengambil ponsel, hendak menelepon Alice untuk memastikan kabar dari sekretarisnya tersebut, tapi pada saat itu juga, Alice menelepon dirinya lebih dulu."Apakah acaranya masih lama?"Suaranya terdengar serak seperti telah menangis sangat lama, juga terdengar putus asa dan seperti orang yang baru saja dikhianati.Darren sama sekali tidak merasa kasihan, dia justru muak mendengar suara memelas Alice.Untuk apa kau menelepon? Untuk memastikan bahwa aku tidak akan pulang sehingga kau bisa leluasa menemui Bastian? Begitu?!Darren mengepalkan kedua tangannya, menutup mata untuk meredam amarah atas prasangkanya tersebut.Ke mana Alice yang penurut, yang jika dia berkata diam di kamar seharian maka dia akan tetap diam?Kenapa sekarang dia berubah begitu banyak?Apakah dia Alice yang asli?Kalau iya, maka jawabannya sudah jelas jika saat ini dia menemui Bastian, wanita itu pasti akan memo
Rania terbaring dengan kedua tangan terentang dengan borgol yang menahan keduanya di sisi ranjang.Dia kini hanya menggunakan sehelai pakaian tipis, sementara Darren yang perlahan mendekat ke arahnya, hanya memakai kemeja tanpa celana.Darren naik, membelai perut rata Rania dan mengambil sebotol kecil dari sakunya."Kau ... kau mau menggunakan afrodisiak di saat seperti ini, Sayang?"Rania bertanya dengan mata gemetar, sementara Darren tersenyum jahat."Ya, kau sangat mudah klimaks, aku ingin kau melayaniku sampai pingsan malam ini dan klimaks berkali-kali," jawab Darren dengan tenang.Dia menyapu rambutnya ke belakang, duduk di atas tubuh Rania dengan ekspresi sendu yang meluluhkan hati Rania seketika."Kau tahu? Aku sedang sangat stress memikirkan istriku yang susah di atur, untuk melepaskan stress ini, aku butuh bercinta sampai puas. Kau bilang mau jadi pelacur pribadiku malam ini, bukan? Rania sayangku?"Suara Darren yang membius membuat Rania segera mengangguk angguk seperti wani
Sementara itu, Melissa yang kini sudah kembali ke dunia aslinya, selalu was was jika dia tiba-tiba masuk ke dunia Novel itu lagi.Gara-gara sangat shock akan sikap Darren yang mengusir dirinya sesudah membuat dia horny sebegitu rupa dan membiarkan dirinya bercinta di depan pria asing yang merupakan adik iparnya sendiri, Darren membuangnya seperti kotoran.Melissa yang sangat terkejut dengan sikap Darren tersebut, pingsan di lift dan kembali ke dunia nyata.Dia begitu lega sekaligus heran, bagaimana sekarang sangat sering kembali ke dunia nyata?"Aku takut masuk ke sana lagi dan menghadapi kemarahan Darren," bisik Melissa, tiap kali hendak berangkat tidur, takut saat terbangun, dia sudah kembali menjadi Alice dalam dunia novel tersebut.Melissa terus menerus gelisah dan ketakutan, tapi setelah beberapa hari dia menjalani kehidupan seperti biasa di dunia tempat dia tinggal, dan tidak ada tanda-tanda akan kembali ke dunia novel, gadis itu mulai lega."Sepertinya aku memang tidak akan kem
Darren memeluk Alice istrinya, di mana jiwa Melissa berada di dalamnya, dengan sangat erat.Dia mengatakan semua penyesalan yang membuat hati Melissa berat, benar-benar merasa bersalah karena kabur di pertemuan mereka saat berada di rumah Bastian waktu itu."Maafkan aku, maafkan aku. Aku akan bersikap lebih lembut padami, istriku. Lain kali aku tidak akan memanfaatkan dirimu lagi."Kata-kata penuh penyesalan terus menerus meluncur dari mulut Darren, Melissa memeluknya begitu erat dengan air mata berderai.Dia tidak salah, Darren memang orang baik, dia sebenarnya pria yang baik.Rasa takut bertemu dirinya seperti meluap begitu saja, Melissa memeluk pria dengan aroma parfum yang maskulin itu sepenuh hati."Aku sudah memaafkan dirimu, Sayang. Aku sudah memaafkanmu."Punggung Darren membeku mendengar suara Melissa, dia dengan ekspresi tak percaya, melepas pelukan dan menatap Melissa.Lalu tiba-tiba matanya menitikkan satu tetes air mata, memeluk Melissa kembali."Jangan pergi lagi, kumoho
Dia bahkan berjanji akan melakukan yang terbaik untuk membuat Damian nyaman dengan dirinya."Sudah terlalu banyak rasa sakit, aku ingin melupakan semuanya dan bahagia hidup sendiri-sendiri," tutup Melissa.Dia benar-benar ingin melupakan segala hal tentang ibunya."Jadi? Kau pilih mana?""Tentu saja aku akan di sini, bersamamu. Bahkan jika tidak menjadi istrimu di masa depan, aku tetap akan memilih tinggal di sini."Melissa menjawab tanpa ragu, dalam hati, dia sudah mendedikasikan diri sebagai pembantu Damian yang paling setia, untuk membalas kebaikannya ini.Damian langsung memeluk dan mencium Melissa saat mendengar jawaban gadis tersebut."Terima kasih, aku benar-benar mengharapkan jawaban ini darimu, Melly."Kata-katanya terdengar begitu tulus. Damian lega karena Melissa lebih memilih berada di sisinya daripada pergi ke ibunya yang kini menjadi istri orang kaya setelah menjadi pelakor."Aku justru senang bisa mendapat tempat tinggal gratis, jangan khawatir, aku tidak akan merepotka
"T-tolong maafkan aku."Melissa segera menjatuhkan tubuhnya dan duduk bersimpuh di hadapan Damian, dia menunduk dalam menunjukkan bahwa sedang sangat menyesal atas nama ibunya.Namun, reaksi Damian di luar dugaan Melissa, dia yang tadi marah kini malah tertawa terbahak-bahak."Astaga, ekspresimu lucu sekali, Melly!" serunya dengan tatapan geli, membuat Melissa segera mendongak dengan pandangan bertanya.Tentu saja dia semakin kebingungan. Padahal beberapa detik lalu Damian terlihat marah, kenapa sekarang dia malah tertawa terbahak-bahak?"A-apa maksudmu? Kau sedang menculik dan menyekapku karena kesalahan yang dilakukan ibu, 'kan? Jadi, kumohon, beri aku keringanan atas hukuman ini," ucap Melissa dengan ekspresi memohon.Damian mengulurkan tangannya, meminta Melissa menyambut uluran tangan tersebut dan membuat Melissa bangkit dari duduknya di lantai.Kini Damian duduk dan Melissa berdiri, mereka saling berpegangan tangan."Hmmm, bagaimana, ya? Kalau aku tidak mau, kau akan melakukan a
Melissa menutup wajah Damian yang begitu tampan memesona dengan kedua tangan, agar dia tak semakin tenggelam dalam jerat ketampanan majikannya tersebut."Sudahlah. Jangan lanjutkan lagi omong kosong ini, ayo kita tidur," ucap Melissa mengalihkan pembicaraan.Damian tertawa dengan suara rendah, meraih tangan Melissa di mukanya dan menaruh tangan gadis itu di pinggang Damian."Baiklah ayo kita tidur, calon istriku."Kini gantian Melissa yang tertawa mendengar ucapan Damian, lalu mengikuti pria itu untuk memejamkan mata.Setelah badai yang terjadi tadi malam, ini adalah saat terbaik semasa hidupnya.Berpelukan dengan Damian adalah hal yang membuat dirinya tenang sehingga bisa tidur dengan nyenyak tanpa teringat lagi ketakutan akan peristiwa beberapa jam lalu.Hari ini ditutup dengan sebuah kebahagiaan. Melissa merasa seperti ada beban besar yang terangkat dari tubuhnya.Dia bukan bayang-bayang Bu Yuna. Di mata Damian, dia adalah Melissa, seseorang yang begitu istimewa.'Kalau ini mimpi,
"Damian, apa yang kau lakukan?"Melissa bertanya dengan tenggorokan tercekat saat Damian membelai lembut bagian sensitifnya tersebut.Meskipun rasanya sedikit nyaman saat telapak tangan yang besar itu membelai bulu-bulu halus di vagina Melissa, karena baru saja dicukur, bulu-bulu yang baru tumbuh itu rasanya gatal bukan main sehingga kadang-kadang Melissa diam-diam menggaruknya."Omong-omong ... gatal tidak rasanya?"Pertanyaan Damian, yang menggesek jari-jarinya di sana, membuat Melissa seketika kena mental."A-apanya?"Melissa masih tak mau mengakui bahwa rasanya nyaman sekali saat Damian menggaruk tempat yang ditumbuhi bulu-bulu halus tersebut.Damian menepuk bagian sensitif Melissa tersebut sebagai isyarat."Ini, kau baru mencukurnya beberapa hari lalu, 'kan? Biasanya selesai dicukur akan sangat gatal saat sedang tumbuh seperti ini. Bukankah begitu?"Melissa memejamkan mata, menyembunyikan debar yang menggila saat Damian dengan lembut menggaruk bagian tubuhnya yang memang terasa s
Damian melakukan sesuatu yang tak terduga di tengah situasi menegangkan tersebut.Dia tiba-tiba menyingkir dari atas tubuh Melissa dan mengulurkan tangan untuk membantu gadis itu berdiri."Aku sudah cukup puas dengan caramu berterima kasih, sekarang, ayo kita beristirahat."Damian mengatakan itu sambil berjalan menuju ranjangnya dan membaringkan tubuh di sana, meninggalkan Melissa yang terbengong-bengong dengan sikap Damian yang berubah-ubah dalam sekejap tersebut.Baru saja, baru beberapa menit, Melissa melihat dengan jelas hasrat yang begitu membara dari mata Damian saat tengah menatap dirinya.Remaja lelaki itu seakan bersiap untuk melahap tubuh Melissa sampai habis.Melissa begitu berdebar melihat tatapan penuh nafsu dari remaja tampan tersebut, entah kenapa ada sebuah kebanggaan saat tatapan tajamnya hanya tertuju pada Melissa.Namun, Melissa merasa seketika linglung saat menghadapi sikap Damian ini, dia tiba-tiba kembali dingin dan menjauh dari Melissa.Setelah terbengong-bengon
"Aku langsung datang mencarimu karena melihat postingan itu, tapi kau waktu itu sudah tak ada sehingga aku melakukan berbagai cara untuk menemukanmu. Kalau kau mau berpikir dengan kepala dingin, bukankah kemarahanku ini wajar?"Melissa mendongak dari layar ponsel, menatap Damian yang masih tanpa ekspresi dengan tatapan penuh permintaan maaf.Jika saja sebelum Damian menghukumnya tadi malam dia sudah menjelaskan apa saja yang sebenarnya terjadi, Melissa tak akan semarah tadi.Namun, nasi sudah menjadi bubur.Dia terlanjur memarahi seseorang yang telah menolong hidupnya.Melissa tak tahu bagaimana hancurnya dia seandainya tadi malam dia benar-benar diperkosa tiga pria itu.Dan dia juga tidak tahu apakah itu akan menjadi pengalaman pertama dan terakhirnya jika sana Damian tidak datang menolong, karena Melissa mungkin akan terus dijual oleh Julia."Siapa yang akan rela seseorang yang dekat dengannya disentuh pria lain?"Pertanyaan Damian seperti palu besar yang memukul kepala Melissa, gad
Melissa nekat meraih pergelangan tangan remaja tampan dengan rambut warna caramell yang mirip cokelat madu tersebut dengan jemari gemetar.Dia adalah gadis yang begitu takut ditinggalkan seseorang, sejak kecil, ibunya terus mengatakan bahwa ayahnya pergi karena Melissa yang nakal dan tak menjadi anak yang penurut.Itulah kenapa selama ini, meski sering dimarahi atau dipukuli, Melissa lebih memilih menjadi anak yang penurut agar sang ibu tak meninggalkan dirinya.Dan saat ini, perasaan itu muncul lagi, perasaan ketakutan karena ditinggalkan oleh seseorang yang begitu istimewa di hatinya.Ini pertama kali Melissa mengalami hal seperti ini selain kepada ayah dan ibunya.Dia tak menyangka bahwa akan begitu ketakutan saat Damian mengatakan bahwa dia boleh pergi dari kamar Damian.Melissa takut Damian membuangnya."Maafkan aku, jangan-jangan menyuruh aku pergi, Tuan Muda," ucapnya dengan nekat, berusaha menahan Damian agar tak pergi dan tak menyuruh dia keluar dari kamar ini."Kenapa memang
Melissa menampik obat penurun panas yang diberikan Damian padanya dengan kening berkerut tak suka."Lalu bagaimana setelah aku meminum obat ini? Apakah setelah aku sembuh kau akan tetap menyiksa aku lagi? Kau tahu? Kemarahanmu tadi malam itu sangat tidak wajar."Melissa kembali mengungkit tentang kejadian tadi malam."Bagiku wajar, minum obatnya."Damian menggeleng tak peduli, dia kembali mengulurkan obat ke arah Melissa."Tidak mau. Lebih baik aku demam dan sakit daripada mematuhimu," tolak Melissa sambil membuang obat yang diberikan Damian padanya.Damian menatap butiran pil yang berceceran di lantai karena sikap Melissa tersebut, menghela napas panjang dan menatap Melissa dengan mata menyipit."Kenapa kau berubah keras kepala sekarang? Aku tak suka kau yang begini, Mel," ucap Damian dengan suara dingin.Melissa membalas tatapan tajam Damian dengan kening berkerut tak suka."Kenapa? Kau tanya kenapa, Tuan Muda? Itu karena aku lelah dengan sikapmu. Kau bilang datang ke kamar itu tida
"T-Tuan Muda, bolehkah aku keluar dari bak mandi sekarang?"Melissa yang bibirnya sudah sedikit membiru dan telapak tangan keriput karena ber jam-jam disuruh Damian berendam dalam bak mandi setelah kepulangan mereka dari motel itu, bertanya dengan badan gemetar menahan dingin.Damian yang duduk di luar kamar mandi, hanya mengangkat dagunya tanpa menjawab."Kumohon, izinkan aku keluar, aku sangat kedinginan."Melissa memeluk tubuhnya sendiri sambil menahan dingin, tatapan begitu memelas untuk menarik simpati Damian.Damian memandang gadis yang sedang berendam di bathtub kamar mandi berisi air dingin atas perintahnya, dengan ekspresi yang sama sekali tak berubah.Dingin dan menakutkan.Dia merasa belum puas menghukum Melissa dengan berendam di bak mandi penuh air dingin tanpa sehelai benang pun, untuk menyingkirkan sentuhan para berengsek itu dari tubuhnya.Namun, melihat wajahnya yang pucat dengan bibir sedikit membiru membuat Damian lama-lama kasihan juga.Merendamnya di bak mandi sel