"Kalau kau tak keberatan memberitahuku, Bas."Bastian tampak menyipitkan matanya, Rachel mengira dia sedang menghitung berapa gadis yang pernah dikencani olehnya.Hati Rachel terasa tenggelam membayangkan bahwa dia hanya salah satu dari mereka, bahkan posisinya paling lemah, hanya didatangi saat ada butuhnya."Sangat banyak, ya, Bas, sampai lama sekali kau berpikir?" tanya Rachel, sedikit tak sabar.Bastian yang tadi mendongak dengan ekspresi menerawang, langsung menatap ke arah Rachel."Kau ini bicara apa?"Bastian langsung mencubit hidung Rachel dengan gemas, sementara Rachel malah balas memandang dengan ekspresi bingung."A-apa yang salah dari perkataanku, Bas?"Bastian menghela napas panjang, menatap Rachel dengan sedikit ragu."Kau tahu? Aku tadi berpikir lama, bukan karena sedang menghitung siapa saja gadis yang sudah pernah jatuh ke pelukanku, Rachel. Aku sedang berpikir, apakah kau akan menertawakanku saat tahu jawaban yang sebenarnya."Kening Rachel berkerut mendengar ucapan
Setelah menjadi bantal guling Bastian di apartemennya waktu itu, Rachel kembali tak bertemu dengan Bastian.Namun, bedanya sekarang, mereka jadi lebih dekat.Kadang Bastian mengirim pesan atau video call padanya hanya untuk menanyakan kabar Rachel, kini hubungan mereka seperti sebuah pertemanan.Bastian juga sering bercerita tentang hari-harinya, seperti kemarin saat dia di Amerika, Bastian menceritakan bagaimana dirinya seharian berkendara di L.A.Rachel merasa semakin nyaman dan terikat pada Hadrian, dia sudah meyakinkan diri bahwa ini hanya hubungan pertemanan, tapi entahlah, rasa dalam hatinya semakin besar dan besar, padahal Bastian hanya menceritakan tentang kegiatan sehari-harinya.Di sela-sela Bastian yang semakin sering sibuk dengan kegiatan di luar negeri, Rachel juga semakin sibuk dengan kuliah dan teman-temannya.Dia kembali bersosialisasi dengan baik, meskipun ada beberapa teman yang meninggalkan dirinya, tapi teman-teman baru datang lebih banyak.Dia mulai menikmati hidu
"Rachel."Panggilan itu membuat Rachel mendongak, sementara Bastian yang berdiri tak jauh di depannya, menatap Rachel dengan ekspresi masam.Dia tak mengatakan apa pun selain berjalan masuk ke dalam kamar Rachel.Saat ini, di ruangan tengah apartemen yang ditinggali olehnya, Rachel sedang bersantai dengan kedua temannya, Lucas dan Marie.Mereka adalah teman-teman Rachel sejak masuk kuliah, satu jurusan dan selalu berada di kelas yang sama, dalam waktu singkat ketiga orang itu bersahabat.Hanya kepada mereka berdua Rachel menceritakan kisahnya sampai tinggal di salah satu hunian paling mewah di kota ini tersebut setelah keluarganya hancur karena terkena fitnah.Lucas dan Marie menerima segala hal yang terjadi pada Rachel dengan baik, bahkan dulu saat Rachel tinggal di kontrakan kecil, kedua teman ini sering mengunjungi dirinya.Malam ini, Rachel mengundang mereka untuk bertemu di apartemennya karena sudah lama tidak saling mengobrol sambil hangout seperti ini, karena Rachel yang putus k
Keheningan menyelimuti mereka berdua, Bastian yang masih menolak memaafkan, dan Rachel yang tak tahu harus berbuat apa padahal sudah menuruti dirinya untuk melepas baju."Tinggalkan aku," usirnya, yang segera dibalas Rachel dengan gelengan."Tidak mau. Aku tidak mau meninggalkan kamu, saat kita sedang seperti ini, Bas."Nekat, Rachel pun naik ke atas ranjang dan ikut berbaring, lantas kembali memeluk dirinya dari belakang lagi yang untungnya kali ini tak mendapat penolakan dari Bastian."Kenapa? Kan sudah kubilang, datang ke teman kamu tadi saja sana.""Tidak mau, aku maunya sama kamu, Bas."Bastian terdiam mendengar jawaban Rachel tersebut, Rachel juga diam.Dari belakang, Rachel mengeratkan pelukan, seraya mengelus kepalanya dari belakang dengan lembut, diam-diam mencurahkan perasaan yang terpendam."Bagaimana supaya kau mau memaafkan aku, kalau begitu, Bas? Bagaimana agar kau tidak marah lagi? Aku mau menghibur kamu sebagai permintaan maaf, mau kunyanyikan sebuah lagu, Bas?"Tawaran
Sebuah lengan yang hangat tiba-tiba terkalung di pinggang Rachel dari belakang saat gadis itu sedang mengaduk mie instan di panci dalam air mendidih, di dapur Bastian.Kecupan ringan Bastian layangkan di leher sang gadis, aroma segar tubuhnya selesai mandi membuat bibir Rachel refleks melengkungkan sebuah senyuman."Sudah bangun, Bas? Mau makan?"Rachel menghentikan aktivitasnya mengaduk mie instan dan membelai lembut pipinya, Bastian yang memeluk Rachel sambil menempelkan dagunya di pundak gadis itu menjawab iya.Ah, sial, selesai mandi seperti ini, tampan sekali dia.Jantung Rachel melemah melihat penampilan aktor muda ini.Jantung gadis itu tiba-tiba berdebar aneh.Bastian yang terus menciumi Rachel di leher dan pipi membuat Rachel memikirkan hal yang tidak-tidak padahal sedang sibuk merebus mie instan."Lagi, yuk?" bisiknya, merajuk."Apanya yang lagi?"Rachel bertanya, pura-pura tak tahu."Mainnya," desahnya dengan suara rendah, di samping telinga Rachel."Main apa?"Rachel masih
"Hm, tiduran di ranjang maksudnya, aku masih belum puas sama kamu, masih mau memeluk kamu semalaman, Rachel. Kita kan sudah lama tidak saling bertemu, tidak saling berpelukan juga."Bastian mengungkapkan isi hatinya yang membuat Rachel tertawa malu karena tadi sempat memikirkan hal-hal kotor terkait berbaring di ranjang ini.Rachel menggeleng sendiri dengan ekspresi meminta maaf pada Bastian.Bastian yang tak tahu isi hati Rachel,menatap gadis itu dengan ekspresi memohon, seperti takut jika Rachel menolak permintaannya tersebut.Rachel pun mengulas senyuman sebagai jawaban dan mengangguk ringan, yang membuat Bastian segera berekspresi lega."Baiklah, mana bisa memangnya aku menolak kamu, Bas?"Mendengar ucapan Rachel itu seketika Bastian tertawa, sampai matanya menghilang seperti terpejam.Tawa yang terlupa sangat menyenangkan di mata Rachel."Ohya, sejak kapan kau pulang? Apakah pekerjaanmu di luar negeri sudah selesai?"Rachel akhirnya menanyakan hal itu pada Bastian, kini mereka b
Rachel pun mengejar dengan pertanyaan bernada penasaran."Sempurna bagaimana, Bas? Ayolah, beritahu aku."Bastian menggeleng tapi sedetik kemudian membuka mulutnya untuk berbicara."Semuanya. Semuanya berjalan dengan sempurna hari ini. Acara yang kudatangi sukses dan kau menjadi asistenku seharian penuh. Ini rasanya sangat menyenangkan sampai aku bilang sempurna."Rachel yang sedang membersihkan riasannya tertegun sebentar, hatinya berbunga-bunga tapi di sisi lain juga khawatir karena terus diberi harapan oleh Bastian."Aku jadi tidak sabar untuk menghabiskan malam yang panas denganmu lagi, Chel. Kau ada waktu malam ini?"Pertanyaan dari Bastian tersebut membuat Rachel langsung terlihat panik, dia segera menatap ke arah pintu ke luar di ruang tunggu tersebut.Rachel lalu memaruh telunjuk di bibir Bastian yang ... ah, bahkan menyentuhnya seperti saja membuat Rachel langsung tergila-gila.Rachel mengerjap beberapa kali untuk mengusir pikiran kotor, berdiri di belakangnya untuk melepas j
"Ada apa, Istriku Sayang?"Darren bertanya dengan heran atas interupsi Melissa tersebut, sedangkan Melissa, menelan ludah sambil menatap Darren takut-takut sebelum mengatakan apa yang sedang ada dalam pikirannya."Bukankah kau bilang hari ini telah banyak menghabiskan waktu di ranjang bersama denganku, Sayang?"Pertanyaan Melissa tersebut dibalas Darren dengan senyuman.Yakinlah dia kalau ada dua orang berbeda dalam tubuh istrinya ini, karena Alice yang ini, tidak ingat sama sekali dengan apa saja yang terjadi hari ini.Memikirkan bisa bercinta dengan dua orang yang sifatnya sangat berbeda dalam satu tubuh, kejantanan milik Darren terbangun lagi.Padahal dia hari ini sudah mencelupkan pusakanya tersebut pada lubang Alice berkali-kali."Iya, kau benar. Lalu, daripada hanya terus berbincang-bincang seperti ini, kenapa tidak kita lanjutkan yang tadi sempat terputus, Alice Sayang?"Darren berbisik di telinga gadis tersebut sampai membuat bulu kuduk Melissa meremang, napasnya tertahan kare
Dia bahkan berjanji akan melakukan yang terbaik untuk membuat Damian nyaman dengan dirinya."Sudah terlalu banyak rasa sakit, aku ingin melupakan semuanya dan bahagia hidup sendiri-sendiri," tutup Melissa.Dia benar-benar ingin melupakan segala hal tentang ibunya."Jadi? Kau pilih mana?""Tentu saja aku akan di sini, bersamamu. Bahkan jika tidak menjadi istrimu di masa depan, aku tetap akan memilih tinggal di sini."Melissa menjawab tanpa ragu, dalam hati, dia sudah mendedikasikan diri sebagai pembantu Damian yang paling setia, untuk membalas kebaikannya ini.Damian langsung memeluk dan mencium Melissa saat mendengar jawaban gadis tersebut."Terima kasih, aku benar-benar mengharapkan jawaban ini darimu, Melly."Kata-katanya terdengar begitu tulus. Damian lega karena Melissa lebih memilih berada di sisinya daripada pergi ke ibunya yang kini menjadi istri orang kaya setelah menjadi pelakor."Aku justru senang bisa mendapat tempat tinggal gratis, jangan khawatir, aku tidak akan merepotka
"T-tolong maafkan aku."Melissa segera menjatuhkan tubuhnya dan duduk bersimpuh di hadapan Damian, dia menunduk dalam menunjukkan bahwa sedang sangat menyesal atas nama ibunya.Namun, reaksi Damian di luar dugaan Melissa, dia yang tadi marah kini malah tertawa terbahak-bahak."Astaga, ekspresimu lucu sekali, Melly!" serunya dengan tatapan geli, membuat Melissa segera mendongak dengan pandangan bertanya.Tentu saja dia semakin kebingungan. Padahal beberapa detik lalu Damian terlihat marah, kenapa sekarang dia malah tertawa terbahak-bahak?"A-apa maksudmu? Kau sedang menculik dan menyekapku karena kesalahan yang dilakukan ibu, 'kan? Jadi, kumohon, beri aku keringanan atas hukuman ini," ucap Melissa dengan ekspresi memohon.Damian mengulurkan tangannya, meminta Melissa menyambut uluran tangan tersebut dan membuat Melissa bangkit dari duduknya di lantai.Kini Damian duduk dan Melissa berdiri, mereka saling berpegangan tangan."Hmmm, bagaimana, ya? Kalau aku tidak mau, kau akan melakukan a
Melissa menutup wajah Damian yang begitu tampan memesona dengan kedua tangan, agar dia tak semakin tenggelam dalam jerat ketampanan majikannya tersebut."Sudahlah. Jangan lanjutkan lagi omong kosong ini, ayo kita tidur," ucap Melissa mengalihkan pembicaraan.Damian tertawa dengan suara rendah, meraih tangan Melissa di mukanya dan menaruh tangan gadis itu di pinggang Damian."Baiklah ayo kita tidur, calon istriku."Kini gantian Melissa yang tertawa mendengar ucapan Damian, lalu mengikuti pria itu untuk memejamkan mata.Setelah badai yang terjadi tadi malam, ini adalah saat terbaik semasa hidupnya.Berpelukan dengan Damian adalah hal yang membuat dirinya tenang sehingga bisa tidur dengan nyenyak tanpa teringat lagi ketakutan akan peristiwa beberapa jam lalu.Hari ini ditutup dengan sebuah kebahagiaan. Melissa merasa seperti ada beban besar yang terangkat dari tubuhnya.Dia bukan bayang-bayang Bu Yuna. Di mata Damian, dia adalah Melissa, seseorang yang begitu istimewa.'Kalau ini mimpi,
"Damian, apa yang kau lakukan?"Melissa bertanya dengan tenggorokan tercekat saat Damian membelai lembut bagian sensitifnya tersebut.Meskipun rasanya sedikit nyaman saat telapak tangan yang besar itu membelai bulu-bulu halus di vagina Melissa, karena baru saja dicukur, bulu-bulu yang baru tumbuh itu rasanya gatal bukan main sehingga kadang-kadang Melissa diam-diam menggaruknya."Omong-omong ... gatal tidak rasanya?"Pertanyaan Damian, yang menggesek jari-jarinya di sana, membuat Melissa seketika kena mental."A-apanya?"Melissa masih tak mau mengakui bahwa rasanya nyaman sekali saat Damian menggaruk tempat yang ditumbuhi bulu-bulu halus tersebut.Damian menepuk bagian sensitif Melissa tersebut sebagai isyarat."Ini, kau baru mencukurnya beberapa hari lalu, 'kan? Biasanya selesai dicukur akan sangat gatal saat sedang tumbuh seperti ini. Bukankah begitu?"Melissa memejamkan mata, menyembunyikan debar yang menggila saat Damian dengan lembut menggaruk bagian tubuhnya yang memang terasa s
Damian melakukan sesuatu yang tak terduga di tengah situasi menegangkan tersebut.Dia tiba-tiba menyingkir dari atas tubuh Melissa dan mengulurkan tangan untuk membantu gadis itu berdiri."Aku sudah cukup puas dengan caramu berterima kasih, sekarang, ayo kita beristirahat."Damian mengatakan itu sambil berjalan menuju ranjangnya dan membaringkan tubuh di sana, meninggalkan Melissa yang terbengong-bengong dengan sikap Damian yang berubah-ubah dalam sekejap tersebut.Baru saja, baru beberapa menit, Melissa melihat dengan jelas hasrat yang begitu membara dari mata Damian saat tengah menatap dirinya.Remaja lelaki itu seakan bersiap untuk melahap tubuh Melissa sampai habis.Melissa begitu berdebar melihat tatapan penuh nafsu dari remaja tampan tersebut, entah kenapa ada sebuah kebanggaan saat tatapan tajamnya hanya tertuju pada Melissa.Namun, Melissa merasa seketika linglung saat menghadapi sikap Damian ini, dia tiba-tiba kembali dingin dan menjauh dari Melissa.Setelah terbengong-bengon
"Aku langsung datang mencarimu karena melihat postingan itu, tapi kau waktu itu sudah tak ada sehingga aku melakukan berbagai cara untuk menemukanmu. Kalau kau mau berpikir dengan kepala dingin, bukankah kemarahanku ini wajar?"Melissa mendongak dari layar ponsel, menatap Damian yang masih tanpa ekspresi dengan tatapan penuh permintaan maaf.Jika saja sebelum Damian menghukumnya tadi malam dia sudah menjelaskan apa saja yang sebenarnya terjadi, Melissa tak akan semarah tadi.Namun, nasi sudah menjadi bubur.Dia terlanjur memarahi seseorang yang telah menolong hidupnya.Melissa tak tahu bagaimana hancurnya dia seandainya tadi malam dia benar-benar diperkosa tiga pria itu.Dan dia juga tidak tahu apakah itu akan menjadi pengalaman pertama dan terakhirnya jika sana Damian tidak datang menolong, karena Melissa mungkin akan terus dijual oleh Julia."Siapa yang akan rela seseorang yang dekat dengannya disentuh pria lain?"Pertanyaan Damian seperti palu besar yang memukul kepala Melissa, gad
Melissa nekat meraih pergelangan tangan remaja tampan dengan rambut warna caramell yang mirip cokelat madu tersebut dengan jemari gemetar.Dia adalah gadis yang begitu takut ditinggalkan seseorang, sejak kecil, ibunya terus mengatakan bahwa ayahnya pergi karena Melissa yang nakal dan tak menjadi anak yang penurut.Itulah kenapa selama ini, meski sering dimarahi atau dipukuli, Melissa lebih memilih menjadi anak yang penurut agar sang ibu tak meninggalkan dirinya.Dan saat ini, perasaan itu muncul lagi, perasaan ketakutan karena ditinggalkan oleh seseorang yang begitu istimewa di hatinya.Ini pertama kali Melissa mengalami hal seperti ini selain kepada ayah dan ibunya.Dia tak menyangka bahwa akan begitu ketakutan saat Damian mengatakan bahwa dia boleh pergi dari kamar Damian.Melissa takut Damian membuangnya."Maafkan aku, jangan-jangan menyuruh aku pergi, Tuan Muda," ucapnya dengan nekat, berusaha menahan Damian agar tak pergi dan tak menyuruh dia keluar dari kamar ini."Kenapa memang
Melissa menampik obat penurun panas yang diberikan Damian padanya dengan kening berkerut tak suka."Lalu bagaimana setelah aku meminum obat ini? Apakah setelah aku sembuh kau akan tetap menyiksa aku lagi? Kau tahu? Kemarahanmu tadi malam itu sangat tidak wajar."Melissa kembali mengungkit tentang kejadian tadi malam."Bagiku wajar, minum obatnya."Damian menggeleng tak peduli, dia kembali mengulurkan obat ke arah Melissa."Tidak mau. Lebih baik aku demam dan sakit daripada mematuhimu," tolak Melissa sambil membuang obat yang diberikan Damian padanya.Damian menatap butiran pil yang berceceran di lantai karena sikap Melissa tersebut, menghela napas panjang dan menatap Melissa dengan mata menyipit."Kenapa kau berubah keras kepala sekarang? Aku tak suka kau yang begini, Mel," ucap Damian dengan suara dingin.Melissa membalas tatapan tajam Damian dengan kening berkerut tak suka."Kenapa? Kau tanya kenapa, Tuan Muda? Itu karena aku lelah dengan sikapmu. Kau bilang datang ke kamar itu tida
"T-Tuan Muda, bolehkah aku keluar dari bak mandi sekarang?"Melissa yang bibirnya sudah sedikit membiru dan telapak tangan keriput karena ber jam-jam disuruh Damian berendam dalam bak mandi setelah kepulangan mereka dari motel itu, bertanya dengan badan gemetar menahan dingin.Damian yang duduk di luar kamar mandi, hanya mengangkat dagunya tanpa menjawab."Kumohon, izinkan aku keluar, aku sangat kedinginan."Melissa memeluk tubuhnya sendiri sambil menahan dingin, tatapan begitu memelas untuk menarik simpati Damian.Damian memandang gadis yang sedang berendam di bathtub kamar mandi berisi air dingin atas perintahnya, dengan ekspresi yang sama sekali tak berubah.Dingin dan menakutkan.Dia merasa belum puas menghukum Melissa dengan berendam di bak mandi penuh air dingin tanpa sehelai benang pun, untuk menyingkirkan sentuhan para berengsek itu dari tubuhnya.Namun, melihat wajahnya yang pucat dengan bibir sedikit membiru membuat Damian lama-lama kasihan juga.Merendamnya di bak mandi sel