Namun, bagaimana caranya?"Mulailah dengan melucuti pakaianmu di depanku dan goda aku."Rania tak perlu berpikir panjang, dia segera melepaskan jas yang dia pakai sehingga kini hanya memakai kemeja putih dan rok hitam di atas lutut.Rambut yang panjang berwarna hitam tergerai cantik, Rania satu persatu melepas kancing kemejanya di depan Darren yang mengawasi dengan ekspresi serius.Yah, Darren dan Bastian tidak ada bedanya, mereka sangat suka dengan wanita yang jatuh dan tunduk pada perintahnya seperti Rania ini.Itulah kenapa mereka menyukai orang yang sama, Alice, saat Alice tidak mudah tunduk padanya.Namun, Darren kini sudah membuat Alice sepenuhnya miliknya, dan Darren tidak ingin jika merasa bosan saat hanya memasukkan pusakanya itu pada lubang Alice, karena itu dibutuhkanlah Rania.Payudara Rania yang besar dan tertutup bra seksi kini terpampang jelas di depan Darren, ternyata wanita itu sudah melucuti semua pakaiannya sehingga tinggal memakai pakaian dalam renda yang sangat se
"Sayang ...."Melissa masuk ke dalam ruangan kantor Darren, yang disambut Darren dengan senyum menawan."Kau datang tepat waktu, Alice Sayang," ucapnya dengan mesra, mengulurkan tangan sebagai isyarat memanggil Alice mendekat.Rania, setelah memakai pakaiannya kembali, telah kembali ke ruang kerjanya, saat dia melihat istri Darren tersebut masuk ke dalam ruangan sang kekasih, hati Rania seperti terbakar."Lihat saja, aku akan mengambil kembali suamimu dalam dua hari ini, Jalang," desis Rania dengan tatapan tajam menghunjam.Dia tidak habis pikir, untuk apa Darren menyuruh istrinya ke sini?Apakah benar jika kekasihnya tersebut sudah bosan dengannya dan mulai condong kepada sang istri?Rania menghela napas dengan ekspresi nelangsa, teringat beberapa waktu lalu bagaimana saat Darren mengusir dirinya dengan kasar setelah meminta jatah pada wanita cantik tersebut.Rania mengepalkan tangannya erat-erat, menahan kemarahan yang membakar dadanya, dia benar-benar tidak terima jika Alice sunggu
"Alice ...."Bastian berbisik pelan, meski ekspresi wajahnya tak menampakkan keterkejutan apa pun ketika dihadapkan dengan mantan kekasih yang kini terlihat begitu bergairah bercinta dengan sang suami di depannya.Hati Bastian bergejolak.Alice, yang tubuhnya dihuni oleh Melissa tak tahu perasaan Bastian, yang dia rasakan sekarang hanyalah gairah yang luar biasa kepada Darren karena afrodisiak memenuhi dirinya, Melissa fokus menumpahkan rasa frustasi karena belum bisa mencapai puncak kenikmatan meski sudah memompa pusaka Darren dalam dirinya.Bastian, yang duduk dengan tenang di kursi depan meja Darren, memandang mantan kekasihnya itu tanpa ekspresi.Jarak antara Bastian dan Darren yang diduduki Alice, hanyalah meja kerja Darren, dari arah sini Bastian bisa mendengar dengan jelas lenguhan dan desahan kenikmatan yang meluncur dari mulut Melissa saat menggoyangkan pinggulnya di depan Darren.Wanita itu terlihat sangat menjengkelkan di mata Bastian, dia seperti pelacur yang tak berharga,
"Darren ...."Melissa melayangkan tatapan protes saat Darren, dengan tanpa perasaan mencabut pusakanya dari dalam tubuh wanita itu dan menurunkan Melissa dari pangkuannya.Padahal sedikit lagi, Melissa akan mengalami klimaks."Pergi dariku!" usir Darren, mengibaskan tangannya seraya menyugar rambut dengan ekspresi tak peduli.Telepon mamanya yang lagi-lagi berisi rengekan karena takut sang ayah akan memberikan hak waris utama pada Bastian benar-benar membuat kepala Darren pusing.Dia sudah menggunakan cara kotor seperti ini untuk mencegah Bastian datang.Namun apa? Bastian bahkan tidak terlihat peduli saat Darren bercinta dengan mantan kekasih adik tirinya tersebut di depannya.Hal itu membuat mood Darren benar-benar hancur dan merasa direndahkan."Kau sungguh mengusirku, S-sayang?"Melissa, berdiri dengan mengapit kedua pahanya dan kemeja yang tak beraturan, bertanya dengan ekspresi nelangsa."Ya, kau sudah tak berguna lagi. Kau tidak membantu sama sekali!" sergah Darren tak sabar, d
"Kenapa kau ada di sini?!"Katty, panggilan Katherine, benar-benar kaget sampai matanya melotot saat melihat sosok yang sangat dikenalnya bahkan dari belakang tersebut, sedang masuk ke kelas yang sama, di mana Katty baru beberapa hari pindah ke sekolah ini.Pria itu, Dave, pangeran pujaan Katty yang tampan, terlihat melambaikan tangan dengan santai ke arah Katty, dengan seringai sombong menghias bibirnya yang sedikit tipis tapi seksi."Hay, Kitten."Katty seketika cemberut saat Dave memanggil dirinya dengan panggilan tersebut.Kitten.Atau anak kucing.Katty sangat kesal dipanggil seperti itu oleh Dave, yang usianya beberapa tahun lebih tua darinya tersebut.Dia benci dipanggil seperti itu karena itu tandanya, Dave masih menganggap dirinya sebagai anak kecil, padahal saat ini Katty sudah berusia tujuh belas tahun."Ugh, jangan panggil aku seperti itu! Aku bukan anak kecil lagi, Dave!" protesnya.Dia, yang hampir setahun ini tidak bertemu mantan bodyguard nya tersebut, telah tumbuh men
"Aku sekarang sudah tidak suka padamu lagi! Tolong catat hal itu!" seru Katty dengan masih terus memukuli lengan Dave.Dave hanya tertawa saat melihat kekesalan di wajah Katty, cucu satu-satunya tuan Ericsson tersebut.Dia selalu ingin tertawa jika mengingat bagaimana remaja cantik ini satu tahun lalu terus membuat ulah untuk menarik perhatiannya.Gadis yang kekurangan kasih sayang dari orang tuanya, membuat dirinya merasa tergantung pada Dave, Bodyguard yang selalu ada di samping Katty.Katty selalu merasa kesepian, apalagi dengan statusnya sebagai cucu perempuan satu-satunya konglomerat kaya seperti Tuan Ericsson, membuat gadis itu sejak kecil, sangat akrab dengan berbagai penculikan karena mereka tahu bahwa gadis ini sangat disayangi oleh kakeknya.Oleh karena itulah, ruang gerak Katty menjadi sangat terbatasi karena dikelilingi oleh bodyguard yang menjaganya, dia merasa begitu kesepian karena tak bisa berteman bebas dengan siapa pun.Katty, karena penculikan yang terus dialami ole
Sampai rumah, seperti biasa tak ada siapa pun di rumah yang mewah ini.Ibunya pergi ke luar negeri bersama teman-temannya, mungkin untuk melarikan diri dari rasa sakit karena sang ayah yang tidak pulang ke rumah ini berhari-hari, memilih untuk tinggal di rumah istri keduanya yang tak jauh dari sini.Kedua kakak Katty, begitu mereka mencapai usia dewasa, langsung hengkang dari rumah ini dan memilih tinggal di apartemen atau rumah baru.Katty yang masih di bawah umur tak bisa melakukan apa yang telah dilakukan para kakaknya tersebut, dia yang masih di bawah tanggung jawab kedua orangtuanya, terpaksa harus tetap tinggal di sini, meski harus terus menyaksikan pertengkaran antara ayah dan ibunya tersebut.Rumah besar terlihat kosong dan lengang, Katty tak tahu enak seperti ini, atau ketika pulang disambut pertengkaran antara ayah dan ibunya.Dave yang berjalan di belakang Katty tak mengatakan apa pun."Kamarku masih di tempat yang sama, 'kan?"Pria muda itu bertanya, saat Katty berada di d
Katty pun membungkus badannya dengan selimut, berharap bisa tertidur, tapi tentu saja masih gagal."Dave," panggil Katty akhirnya, dengan suara malu-malu."Hmmm?"Dave meliriknya sedikit sebelum kembali fokus pada game di ponselnya.Dia sekarang sudah selesai bekerja dan berbaring di samping Katty, sibuk bermain game di ponsel."Boleh tidak aku memelukmu agar bisa tertidur?" pinta gadis itu dengan pipi merona merah karena malu.Dia tak berani menatap wajah Dave, takut mendapatkan penolakan seperti biasanya.Namun, dia juga sudah lelah terus mencoba tidur tapi selalu gagal sejak tadi."Ya sudah sini."Katty benar-benar terkejut saat mendengar jawaban Dave yang dilontarkan dengan ringan tersebut.Tidak berhenti sampai situ saja, Dave bahkan kini berbaring miring, membuka lebar kedua tangannya.Katty yang masih terkejut akan sikap Dave yang tiba-tiba melunak tersebut, dengan ragu masuk ke dalam pelukan pria muda itu."Tidurlah, aku sudah memeluk dirimu, bukan?" bisik Dave sambil mengelus
Dia bahkan berjanji akan melakukan yang terbaik untuk membuat Damian nyaman dengan dirinya."Sudah terlalu banyak rasa sakit, aku ingin melupakan semuanya dan bahagia hidup sendiri-sendiri," tutup Melissa.Dia benar-benar ingin melupakan segala hal tentang ibunya."Jadi? Kau pilih mana?""Tentu saja aku akan di sini, bersamamu. Bahkan jika tidak menjadi istrimu di masa depan, aku tetap akan memilih tinggal di sini."Melissa menjawab tanpa ragu, dalam hati, dia sudah mendedikasikan diri sebagai pembantu Damian yang paling setia, untuk membalas kebaikannya ini.Damian langsung memeluk dan mencium Melissa saat mendengar jawaban gadis tersebut."Terima kasih, aku benar-benar mengharapkan jawaban ini darimu, Melly."Kata-katanya terdengar begitu tulus. Damian lega karena Melissa lebih memilih berada di sisinya daripada pergi ke ibunya yang kini menjadi istri orang kaya setelah menjadi pelakor."Aku justru senang bisa mendapat tempat tinggal gratis, jangan khawatir, aku tidak akan merepotka
"T-tolong maafkan aku."Melissa segera menjatuhkan tubuhnya dan duduk bersimpuh di hadapan Damian, dia menunduk dalam menunjukkan bahwa sedang sangat menyesal atas nama ibunya.Namun, reaksi Damian di luar dugaan Melissa, dia yang tadi marah kini malah tertawa terbahak-bahak."Astaga, ekspresimu lucu sekali, Melly!" serunya dengan tatapan geli, membuat Melissa segera mendongak dengan pandangan bertanya.Tentu saja dia semakin kebingungan. Padahal beberapa detik lalu Damian terlihat marah, kenapa sekarang dia malah tertawa terbahak-bahak?"A-apa maksudmu? Kau sedang menculik dan menyekapku karena kesalahan yang dilakukan ibu, 'kan? Jadi, kumohon, beri aku keringanan atas hukuman ini," ucap Melissa dengan ekspresi memohon.Damian mengulurkan tangannya, meminta Melissa menyambut uluran tangan tersebut dan membuat Melissa bangkit dari duduknya di lantai.Kini Damian duduk dan Melissa berdiri, mereka saling berpegangan tangan."Hmmm, bagaimana, ya? Kalau aku tidak mau, kau akan melakukan a
Melissa menutup wajah Damian yang begitu tampan memesona dengan kedua tangan, agar dia tak semakin tenggelam dalam jerat ketampanan majikannya tersebut."Sudahlah. Jangan lanjutkan lagi omong kosong ini, ayo kita tidur," ucap Melissa mengalihkan pembicaraan.Damian tertawa dengan suara rendah, meraih tangan Melissa di mukanya dan menaruh tangan gadis itu di pinggang Damian."Baiklah ayo kita tidur, calon istriku."Kini gantian Melissa yang tertawa mendengar ucapan Damian, lalu mengikuti pria itu untuk memejamkan mata.Setelah badai yang terjadi tadi malam, ini adalah saat terbaik semasa hidupnya.Berpelukan dengan Damian adalah hal yang membuat dirinya tenang sehingga bisa tidur dengan nyenyak tanpa teringat lagi ketakutan akan peristiwa beberapa jam lalu.Hari ini ditutup dengan sebuah kebahagiaan. Melissa merasa seperti ada beban besar yang terangkat dari tubuhnya.Dia bukan bayang-bayang Bu Yuna. Di mata Damian, dia adalah Melissa, seseorang yang begitu istimewa.'Kalau ini mimpi,
"Damian, apa yang kau lakukan?"Melissa bertanya dengan tenggorokan tercekat saat Damian membelai lembut bagian sensitifnya tersebut.Meskipun rasanya sedikit nyaman saat telapak tangan yang besar itu membelai bulu-bulu halus di vagina Melissa, karena baru saja dicukur, bulu-bulu yang baru tumbuh itu rasanya gatal bukan main sehingga kadang-kadang Melissa diam-diam menggaruknya."Omong-omong ... gatal tidak rasanya?"Pertanyaan Damian, yang menggesek jari-jarinya di sana, membuat Melissa seketika kena mental."A-apanya?"Melissa masih tak mau mengakui bahwa rasanya nyaman sekali saat Damian menggaruk tempat yang ditumbuhi bulu-bulu halus tersebut.Damian menepuk bagian sensitif Melissa tersebut sebagai isyarat."Ini, kau baru mencukurnya beberapa hari lalu, 'kan? Biasanya selesai dicukur akan sangat gatal saat sedang tumbuh seperti ini. Bukankah begitu?"Melissa memejamkan mata, menyembunyikan debar yang menggila saat Damian dengan lembut menggaruk bagian tubuhnya yang memang terasa s
Damian melakukan sesuatu yang tak terduga di tengah situasi menegangkan tersebut.Dia tiba-tiba menyingkir dari atas tubuh Melissa dan mengulurkan tangan untuk membantu gadis itu berdiri."Aku sudah cukup puas dengan caramu berterima kasih, sekarang, ayo kita beristirahat."Damian mengatakan itu sambil berjalan menuju ranjangnya dan membaringkan tubuh di sana, meninggalkan Melissa yang terbengong-bengong dengan sikap Damian yang berubah-ubah dalam sekejap tersebut.Baru saja, baru beberapa menit, Melissa melihat dengan jelas hasrat yang begitu membara dari mata Damian saat tengah menatap dirinya.Remaja lelaki itu seakan bersiap untuk melahap tubuh Melissa sampai habis.Melissa begitu berdebar melihat tatapan penuh nafsu dari remaja tampan tersebut, entah kenapa ada sebuah kebanggaan saat tatapan tajamnya hanya tertuju pada Melissa.Namun, Melissa merasa seketika linglung saat menghadapi sikap Damian ini, dia tiba-tiba kembali dingin dan menjauh dari Melissa.Setelah terbengong-bengon
"Aku langsung datang mencarimu karena melihat postingan itu, tapi kau waktu itu sudah tak ada sehingga aku melakukan berbagai cara untuk menemukanmu. Kalau kau mau berpikir dengan kepala dingin, bukankah kemarahanku ini wajar?"Melissa mendongak dari layar ponsel, menatap Damian yang masih tanpa ekspresi dengan tatapan penuh permintaan maaf.Jika saja sebelum Damian menghukumnya tadi malam dia sudah menjelaskan apa saja yang sebenarnya terjadi, Melissa tak akan semarah tadi.Namun, nasi sudah menjadi bubur.Dia terlanjur memarahi seseorang yang telah menolong hidupnya.Melissa tak tahu bagaimana hancurnya dia seandainya tadi malam dia benar-benar diperkosa tiga pria itu.Dan dia juga tidak tahu apakah itu akan menjadi pengalaman pertama dan terakhirnya jika sana Damian tidak datang menolong, karena Melissa mungkin akan terus dijual oleh Julia."Siapa yang akan rela seseorang yang dekat dengannya disentuh pria lain?"Pertanyaan Damian seperti palu besar yang memukul kepala Melissa, gad
Melissa nekat meraih pergelangan tangan remaja tampan dengan rambut warna caramell yang mirip cokelat madu tersebut dengan jemari gemetar.Dia adalah gadis yang begitu takut ditinggalkan seseorang, sejak kecil, ibunya terus mengatakan bahwa ayahnya pergi karena Melissa yang nakal dan tak menjadi anak yang penurut.Itulah kenapa selama ini, meski sering dimarahi atau dipukuli, Melissa lebih memilih menjadi anak yang penurut agar sang ibu tak meninggalkan dirinya.Dan saat ini, perasaan itu muncul lagi, perasaan ketakutan karena ditinggalkan oleh seseorang yang begitu istimewa di hatinya.Ini pertama kali Melissa mengalami hal seperti ini selain kepada ayah dan ibunya.Dia tak menyangka bahwa akan begitu ketakutan saat Damian mengatakan bahwa dia boleh pergi dari kamar Damian.Melissa takut Damian membuangnya."Maafkan aku, jangan-jangan menyuruh aku pergi, Tuan Muda," ucapnya dengan nekat, berusaha menahan Damian agar tak pergi dan tak menyuruh dia keluar dari kamar ini."Kenapa memang
Melissa menampik obat penurun panas yang diberikan Damian padanya dengan kening berkerut tak suka."Lalu bagaimana setelah aku meminum obat ini? Apakah setelah aku sembuh kau akan tetap menyiksa aku lagi? Kau tahu? Kemarahanmu tadi malam itu sangat tidak wajar."Melissa kembali mengungkit tentang kejadian tadi malam."Bagiku wajar, minum obatnya."Damian menggeleng tak peduli, dia kembali mengulurkan obat ke arah Melissa."Tidak mau. Lebih baik aku demam dan sakit daripada mematuhimu," tolak Melissa sambil membuang obat yang diberikan Damian padanya.Damian menatap butiran pil yang berceceran di lantai karena sikap Melissa tersebut, menghela napas panjang dan menatap Melissa dengan mata menyipit."Kenapa kau berubah keras kepala sekarang? Aku tak suka kau yang begini, Mel," ucap Damian dengan suara dingin.Melissa membalas tatapan tajam Damian dengan kening berkerut tak suka."Kenapa? Kau tanya kenapa, Tuan Muda? Itu karena aku lelah dengan sikapmu. Kau bilang datang ke kamar itu tida
"T-Tuan Muda, bolehkah aku keluar dari bak mandi sekarang?"Melissa yang bibirnya sudah sedikit membiru dan telapak tangan keriput karena ber jam-jam disuruh Damian berendam dalam bak mandi setelah kepulangan mereka dari motel itu, bertanya dengan badan gemetar menahan dingin.Damian yang duduk di luar kamar mandi, hanya mengangkat dagunya tanpa menjawab."Kumohon, izinkan aku keluar, aku sangat kedinginan."Melissa memeluk tubuhnya sendiri sambil menahan dingin, tatapan begitu memelas untuk menarik simpati Damian.Damian memandang gadis yang sedang berendam di bathtub kamar mandi berisi air dingin atas perintahnya, dengan ekspresi yang sama sekali tak berubah.Dingin dan menakutkan.Dia merasa belum puas menghukum Melissa dengan berendam di bak mandi penuh air dingin tanpa sehelai benang pun, untuk menyingkirkan sentuhan para berengsek itu dari tubuhnya.Namun, melihat wajahnya yang pucat dengan bibir sedikit membiru membuat Damian lama-lama kasihan juga.Merendamnya di bak mandi sel