Revel hanya tersenyum simpul, tidak ingin lagi meledek kekasihnya atau Jill akan kembali ngambek. Jujur setelah mendengar ucapan Jill barusan, Revel merasa bersyukur karena ternyata perasaannya tidak bertepuk sebelah tangan! Hanya saja sekarang tetap ada hal lain yang mengganggu pikirannya.
‘Bagaimana cara membuat Om Edbert membatalkan niatnya untuk menjodohkan Jill dengan anak dari teman baiknya? Dan lagi siapa pria yang ingin dijodohkan dengan Jill? Apa lebih tampan darinya? Atau lebih mapan?’Jill menatap heran pada Revel yang kembali termenung, asyik dengan pikirannya sendiri. Padahal tidak biasanya Revel mengabaikan dirinya jika mereka sedang berkencan berdua seperti ini. Hmm, aneh!“Revel?”“Hmm? Kenapa?”“Kok kamu daritadi bengong terus sih? Ada yang ganggu pikiran kamu?”Revel menggeleng, tidak ingin Jill tau mengenai beban pikirannya. Biarlah itu menjadi bebannya saja, Jill tidak perlu tau mengenai perjodohan itu. Revel tidak ingin Jill bertengkaJill tertegun mendengar jawaban Matthew yang terdengar begitu tegas, tidak menyangka kalau pria itu akan tampak sangat serius saat membahas mengenai Gwen. Apakah benar Jill yang sudah salah menilai pria itu? Apa benar kalau Matthew memang tidak ada niat sama sekali untuk mempermainkan Gwen? Hanya sekedar kesalahpahaman akibat taruhan bodoh yang sempat Revel ceritakan tadi, sesaat sebelum Matthew datang? Hanya kesalahpahaman akibat ego Matthew sebagai pria? Begitukah? “Gue benar-benar tulus sayang sama Gwen,” ucap Matthew saat melihat Jill tidak merespon ucapannya sama sekali dan malah asyik berpikir. Sibuk menilai keseriusannya. Bagaikan juri atau hakim yang akan memberi putusan pada Matthew. Apakah akan membantu atau malah mencemooh pengakuannya tadi?Jill menghela nafas saat mendengar ucapan Matthew yang seolah membuatnya terpanggil untuk melakukan sesuatu agar Gwen bisa bahagia, seperti dirinya dengan Revel sekarang. Jill tidak ingin melihat Gwen murung lagi ha
Gwen sedang berkutat dengan laptopnya, sibuk mengurus revisi skripsi yang seolah tidak ada habisnya. Padahal kuliah hanya untuk mendapat gelar sebanyak 4 huruf. Hanya S.Psi, tapi kenapa perjuangannya harus selama dan seberat ini sih? Apa para dosen memang sengaja dan senang menyiksa mahasiswanya? Apakah ini ajang pembalasan dendam bagi para dosen karena dulu mereka juga harus melalui hal memusingkan seperti ini? Bisa jadi kan? Menyebalkan!Gwen kembali mendengus kesal entah untuk yang keberapa kalinya, otaknya sudah kusut. Pusing. Sumpek. Perlu refreshing sejenak dari segala macam kegiatan yang menyebalkan seperti skripsi begini! Serius Gwen stress!Padahal tadi Gwen sudah bertekad untuk menyelesaikan revisi skripsinya, tapi bukannya selesai, otak Gwen malah semakin ruwet bagaikan benang kusut! Tekadnya kian memudar digantikan rasa pusing! Padahal Gwen ingin lulus secepatnya, ingin cepat terbebas dari masalah skripsi! Seperti Jill yang sudah bebas merdeka!Tepat set
“Gwen, lo milih baju lama amat sih? Kita kan cuma mau jalan biasa aja, bukan ngedate!” sungut Jill sebal karena sejak tadi Gwen hanya terus mematut diri di depan cermin dan mengabaikannya sampai Jill merasa bosan sendiri.“Bawel! Kayak lo nggak gini aja, lo sendiri lebih parah kali, Jill!”Jill terdiam sambil berpikir. Apa iya dirinya juga seperti Gwen? Masa sih? Ya sudahlah mungkin emang udah kodratnya wanita kalau mau pergi jadi galau soal baju, jadi dengan pemikiran itu Jill berusaha menunggu meski kesabarannya sudah mulai menipis!Setelah hampir setengah jam menunggu Gwen memilih baju, akhirnya Jill dapat melajukan mobilnya ke arah tujuan. Café tempat mereka biasa nongkrong. Café yang dapat selalu membuat mereka merasa nyaman jika sedang bersantai.“Jadi sebenernya revisian skripsi lo udah mau kelar?” tanya Jill membuka pembicaraan setelah mobilnya bergabung dengan kepadatan kota Jakarta.“Udah sih. Tinggal tunggu jadwal sidang sebenernya.”“Terus kenapa
Revel menarik lengan Matthew kuat-kuat, jika tidak, pria itu seolah tidak mau beranjak sama sekali meski Gwen sudah enggan menatapnya. Terpaksa, Matthew mengikuti langkah Revel meski hatinya enggan meninggalkan Gwen.Gwen menatap kesal ke arah Jill ketika Matthew dan Revel sudah pergi.“Lo sengaja bertindak kayak gini buat apa sih?” sungut Gwen tidak terima dengan tindakan sahabatnya barusan.“Gue cuma nggak mau lo nyesel kayak gue dulu, tapi gue nggak nyangka kalau ternyata lo sekeras kepala gue. Apa lo yakin nggak akan nyesel karena udah menolak penjelasan dari Matthew? Padahal gue yakin kalau lo juga masih ada rasa sama dia.”“Sok tau!” “Tau lah! Kita udah sahabatan dari masih pake seragam putih biru alias SMP! Jadi gue tau pasti kalau lo masih ada rasa sama Matthew. Sayang aja lo nggak mau denger penjelasannya dia, padahal waktu kalian terbatas karena dia udah harus berangkat ke Amerika! Sama kayak gue dan Revel dulu!” Gwen menatap kaget ke arah Jill, t
Revel menatap Matthew yang tidak merespon ucapannya, sadar kalau sahabatnya itu butuh waktu untuk berpikir. Butuh waktu untuk menenangkan diri. Revel melirik jam tangannya, hari sudah beranjak malam. Hmm, kenapa waktu berjalan secepat ini? Padahal tadi masih siang! Ternyata menemani sahabat yang sedang galau akibat patah hati memang memerlukan waktu ekstra. Apalagi tadi Matthew terus mengeluh sambil menyesap alkohol! Beruntung pria itu masih terlihat sadar! Hingga akhirnya Matthew lelah sendiri dan sekarang malah asyik termenung.“Ya udah gue balik dulu deh, nanti kalau perlu temen ngobrol langsung call gue aja, okay?” ucap Revel yang dibalas anggukan lemah dari Matthew.Revel baru tiba di depan gerbang rumahnya saat Jessie muncul mendadak dan berdiri tepat di depan mobilnya! Umpatan kaget meluncur mulus dari bibir Revel, yang mengira makhluk di depannya adalah sebangsa kuntilanak! Wajar, apalagi hari sudah malam. Ditambah Jessie memakai baju putih kebesaran dan ju
“Sorry! Gue nggak ada maksud apapun. Gue cuma lagi kesal aja sama bokap gue.”“Kesel sama bokap lo terus kenapa jadi cowok gue yang lo peluk?!” omel Jill tidak terima dengan alasan Jessie. Alasan yang terdengar seperti dusta!“Karena cowok lo yang jadi sumber masalahnya!” “Maksud lo apa?”“Bokap gue masih nekat jodohin gue sama Revel! Cowok lo ini yang bikin gue jadi berantem sama bokap gue! Andai cowok lo ini hidup tenang di Melbourne, pasti bokap gue nggak akan ingat dengan niat awalnya! Dan gue juga nggak akan kabur dari rumah gara-gara berantem sama bokap gue sendiri!” jawab Jessie kesal, ikut tersulut emosi.Jill mendelik ganas, ternyata punya pacar seperti Revel memang membuat hati tidak tenang! Kenapa kekasihnya bisa sepopuler ini di kalangan pengusaha yang ingin menjodohkan putrinya sih? Menyebalkan!“Ya lo tinggal bilang aja nggak mau dijodohin! Gitu aja kok repot! Lagian ini bukan zaman Siti Nurbaya, masa iya sih masih ada perjodohan! Jadul banget
Jill tiba di rumahnya yang sudah gelap gulita, padahal belum ada jam 10 malam. Mungkin orangtuanya sudah tidur, jadi Jill langsung mengajak Jessie menuju ke kamarnya. Lagipula Jill tidak ingin ditanya macam-macam oleh orangtuanya.Apalagi oleh papa Edbert, pasti beliau heran karena baru kali ini melihat Jessie, padahal biasanya hanya Gwen yang bermain ke rumahnya. Tidak pernah ada orang lain!Jessie memandang sekeliling kamar Jill dan berkomentar,“Hmm…. Kamar lo nyaman juga.”“Iyalah! Lo pikir kamar gue berantakan kayak kamar lo?”“Dih! Kayak pernah ke kamar gue aja. Rumah gue dimana aja lo nggak tau!” balas Jessie sambil memeletkan lidah, kembali bersikap menyebalkan. Yang penting malam ini sudah dapat tempat singgah untuk tidur. Urusan besok liat aja nanti!“Sumpah, lo emang nyebelin abis!” balas Jill masih bersungut-sungut.Jessie menahan tawa saat melihat raut wajah Jill yang cemberut sejak tadi.“Iya sorry deh! Jujur udah lama banget gue nggak p
Keesokan paginya…“Pa, apa tidak sebaiknya rencana perjodohan Jill kita batalkan saja? Papa sudah tau sendiri kan kalau Jill sedang menjalin hubungan dengan Revel dan mereka berdua saling mencintai,” bujuk mama Lea, tidak ingin putrinya menjadi korban dari keegoisan suaminya dalam hal bisnis. Papa Edbert menghela nafas dalam mendengar ucapan istrinya.“Papa juga maunya seperti itu, Ma. Tapi masalahnya Papa sudah terlanjur berjanji. Papa tidak bisa mengingkarinya begitu saja!” keluh papa Edbert, menyesal karena memutuskan hal itu dengan tergesa. Padahal keluarga Revel jauh lebih menjanjikan! “Lalu sekarang harus bagaimana, Pa? Jill tidak mungkin mau memutuskan hubungannya dengan Revel. Dan lagi kita belum memberitahu Jill mengenai rencana perjodohan itu. Mama yakin kalau Jill pasti akan menolaknya, Pa!” ucap mama Lea yang dibenarkan oleh sang suami meski hanya dalam hati.Ucapan istrinya menyadarkan papa Edbert kalau masih banyak hal yang harus dirinya pikirkan
Satu tahun kemudian…Di salah satu hotel bintang lima terlihat dekorasi yang begitu mewah namun terkesan elegan, tidak norak. Jill memasuki ballroom sambil menggandeng lengan Revel yang sedang menggendong baby Luiz. Di umur yang hampir menginjak tiga tahun, baby Luiz terlihat semakin tampan, mengikuti wajah Revel.Di belakang mereka ada seorang baby sitter sambil mendorong stroller kosong, untuk jaga-jaga jika Luiz mengantuk di tengah acara pesta. Sejak beberapa bulan yang lalu, Jill akhirnya menyerah pada bujukan Revel dan mengikuti keinginan suaminya yang tidak tega melihatnya kelelahan jika harus mengurus Luiz sendirian.‘Aku nggak mau kamu terlalu capek dan jatuh sakit, Baby. Apalagi selain mengurus Luiz, kamu juga masih harus mengurusku.’Ya, sejak menikah dengan Revel, Jill memang ingin mengurus keperluan suami dan anaknya sendiri, bahkan dirinya sampai rela berhenti kerja hanya untuk mengurus rumah tangganya. Jill lebih memilih menjadi ibu rumah tangga daripad
Beberapa bulan kemudian….Revel menatap bangga pada putranya yang semakin pintar, lucu dan menggemaskan. Disela-sela kesibukannya sebagai seorang pengusaha, bermain dengan buah hatinya merupakan kebahagiaan tersendiri untuk Revel. Dan sekarang di waktu santai, itulah yang dirinya lakukan.Bermain dengan Luiz sepuasnya sekalian menggantikan tugas Jill menjaga anak meski hanya sementara. Perhatian Revel beralih dari Luiz kepada Jill yang baru saja memasuki ruang keluarga dengan piring buah di tangannya. Hal yang memang biasa dilakukan setiap hari. Makan buah agar sehat.Senyum lebar mengembang di wajah cantik Jill yang tampak polos, tanpa adanya jejak make up sama sekali, namun tidak menutupi kecantikan alami yang terpancar jelas. Kecantikan yang membuat Revel tidak bisa mengalihkan pandangan barang sedetik pun dari istrinya. Dari dulu.“Hei, kamu lagi main apa sama Papa? Kok senang banget sih?” tanya Jill sambil menggoyangkan tangan kecil Luiz. Tidak ada jawaban
“Jadi siapa nama cowok yang kemarin, Jill?” cecar Jessie tidak sabar saat datang ke rumah Jill pagi-pagi, persis dengan gaya ibu-ibu komplek yang begitu penasaran akan gossip terbaru! Tidak ingin ketinggalan berita! “Cowok? Oh yang itu! Masa lo nggak kenal sih? Bukannya udah pernah ketemu ya pas pergi sama gue?” tanya Jill masih tidak percaya kalau Jessie tidak mengenal pria yang kemarin membuat gadis itu sampai ternganga takjub!“Mana ada? Belom lah! Kalau udah gue nggak mungkin lupa sama cowok ganteng begitu!” sanggah Jessie yakin, mengulang ucapannya kemarin.“Masa iya sih?” tanya Jill sambil mengusap dagunya pelan, berpikir keras.“Jangan kebanyakan mikir! Cepet kasih tau gue siapa namanya? Gue udah penasaran dari kemarin tau!” cecar Jessie lagi membuat Jill berdecak sebal karena seperti sedang dikejar oleh debt collector!“Tuh cowok namanya Jayden! Dia temen gue yang kerja sebagai bartender!”“Bartender?” ulang Jessie lemas. Seolah harapannya untuk
Matthew menatap Gwen yang baru saja selesai mandi. Akhirnya malam ini mereka resmi menjadi sepasang suami istri. Hal yang tidak berani Matthew bayangkan sebelumnya, terlebih saat mengingat waktu Gwen menjauhinya dulu, begitu membuatnya frustasi. Apalagi istrinya itu sangat sulit dibujuk!Hati Matthew menghangat saat melafalkan kata ‘istri’ meski hanya dalam hati. Dadanya bergemuruh dipenuhi euphoria yang bernama kebahagiaan. Matthew masih asyik dengan pikirannya saat Gwen bertanya dengan nada heran,“Kamu belum mau mandi?”“Ini aku baru mau mandi,” jawab Matthew agak kikuk, belum terbiasa berada berduaan dengan wanita yang telah resmi menjadi istrinya hari ini dalam satu kamar. Gwen mengambil hairdryer dan mengeringkan rambut, tidak ingin tidur dalam keadaan rambut basah karena bisa bikin kepalanya sakit nanti. Gwen sedang fokus dengan rambut dan hairdryer di tangannya saat tangan Matthew memeluk pinggangnya dari belakang. Refleks wanita itu memekik kaget!“Asta
Lamunan Revel mengenai perusahaan pupus saat melihat Jill menggeliat dan membuka matanya perlahan, berusaha menyesuaikan matanya dengan cahaya matahari sore yang menerpa indera penglihatannya. “Hei, kamu udah pulang dari tadi?”“Nggak kok, baru aja. Kamu pasti capek banget sampe ketiduran gini.”“Nggak juga kok, cuma anginnya enak aja bikin aku ngantuk dan ketiduran,” kilah Jill tidak ingin membuat Revel khawatir dan malah menambah beban pikiran sang suami yang pasti sudah begitu banyak, apalagi dengan masalah perusahaan yang pasti tidak akan pernah ada habisnya.Revel hanya mengangguk, sadar kalau Jill tidak ingin membuatnya khawatir.“Jadi gimana kantor hari ini? Banyak kerjaan?”“Ya begitulah, setiap hari pasti ada aja.”“Tapi nggak ada masalah kan?”“Nggak kok, semuanya aman. Kamu tenang aja, okay?”Jill mengangguk, menggendong baby Luiz perlahan agar tidak membuatnya terbangun dan membaringkannya di baby box.Beberapa bulan kemudian…
Dokter dan suster yang melihat kejadian itu tidak urung menatap Revel dengan raut kasihan tapi juga geli. Revel yang menyadari kalau mereka hampir terbahak melihat apa yang terjadi barusan hanya bisa menunduk, karena lagi-lagi harus menahan malu akibat ulah istrinya! Nasib!Sejak dulu Jill memang sudah menjadi titik kelemahannya. Begitu juga kali ini, Revel harus rela menurunkan wibawanya di depan dokter dan suster yang bertugas. Revel sadar kalau sebentar lagi cerita mengenai dirinya yang dianiaya oleh Jill pasti akan tersebar luas! Tapi ya sudahlah, terima nasib aja! Siapa yang menyangka kalau Revel akan cinta mati pada wanita sebar-bar ini? Iya kan?“Selamat ya, Pak. Bayinya laki-laki dan terlahir sehat,” ucap dokter.Dengan penuh haru Revel menatap bayinya. Bayi yang merupakan perpaduan antara dirinya dengan Jill! Astaga! Bagaimana bisa Tuhan menciptakan bayi setampan ini? Memang sih, Revel sadar kalau dirinya tampan dan Jill juga cantik, tapi tetap saja dirinya
Revel berdecak gemas karena pertanyaannya malah dijawab asal-asalan oleh Jill! Padahal dirinya sedang bertanya serius! Sangat amat serius! Revel ingin segera tau hasil testnya! Revel ingin tau apakah usahanya hampir setiap malam sudah membuahkan hasil atau belum! Jika belum, Revel tidak akan bosan untuk terus berusaha sampai Jill positif hamil! Usaha yang akan Revel lakukan dengan senang hati karena sama-sama dapat enak! “Aku serius, Jill!” sergah Revel menahan sabar. Jill meringis saat Revel sudah memanggil namanya dengan nada seperti itu, tanda kalau pria itu sudah tidak bisa lagi menahan kesabarannya. “Itu kan yang muncul garis dua, yang artinya aku positif. Dan karena ini testpack kehamilan, berarti tandanya aku positif hamil, Revel. Bukan positif covid,” jelas Jill, tidak ingin diomeli oleh suaminya yang terkadang bisa bersikap menyebalkan juga. “Serius?” lirih Revel dengan suara tercekat, tidak percaya kalau akhirnya Tuhan ke
“Hmm…. Matthew kemarin ngajakin gue merit,” aku Gwen dengan suara lirih. Jill ternganga sejenak sebelum akhirnya memekik kaget.“What?! Lo serius?!” “Seriuslah!”“Brengsek juga tuh cowok!” omel Jill membuat Gwen mengernyit bingung. “Kenapa jadi brengsek, Jill?”“Ya brengsek lah! Masa ngomong soal pernikahan melalui video call sih? Itu kan hal serius, Gwen! Harusnya Matthew bahas soal itu face to face sama lo!” sungut Jill tidak terima. Untung Revel tidak melakukan hal itu, jika tidak, Jill pasti akan kesal!“Tapi lo tau sendiri kalau Matthew kan nggak mungkin datang ke Jakarta cuma buat ngajakin gue merit!” bantah Gwen membela kekasihnya. Gwen tidak terima waktu Jill mengatai Matthew brengsek. Enak aja!“Cuma lo bilang? Ngajakin lo merit bukan sekedar ‘cuma’, Gwen! Itu hal serius! Mana ada sih cowok yang ngelamar ceweknya melalui video call? Lagian dia bisa aja bahas soal itu langsung pas datang ke acara resepsi pernikahan gue sama Revel! Padahal dia ka
Dua bulan kemudian…..Revel memijat keningnya yang terasa pusing, sudah dua minggu terakhir ini pekerjaannya begitu menumpuk. Siapa yang mengira kalau mengurus perusahaan akan jauh lebih melelahkan dan memusingkan daripada kuliah? Tidak heran kalau papanya ingin pensiun dini dan memilih menikmati hari tua bersama mamanya!Tentunya saat Revel sudah bisa mengurus perusahaan sendiri nantinya! Bukan sekarang! Untung sampai saat ini papanya dan uncle Nick selalu membantunya, tidak membiarkan Revel melangkah seperti anak hilang sendirian! Revel berhenti memijat keningnya saat mendengar pintu ruangannya diketuk dan muncul wajah papanya.“Kamu kenapa, Revel? Kok keliatannya pusing banget?” “Emang aku lagi pusing, Pa!”“Kenapa? Ada masalah pekerjaan?”“Nggak sih, cuma kayaknya aku kebanyakan lembur jadinya agak drop,” jelas Revel.“Ya udah, malam ini jangan lembur dulu. Maksud Papa jangan lembur di kantor ataupun di rumah. Paham maksud Papa kan?” tanya Levin