Angela melirik pintu yang terbuka. Di sana ada Mattie, seorang wanita tua yang sedang menyeringai menjijikkan. Jika ia tidak berada dalam posisi seperti ini, ia tidak akan percaya ekspresi wajah itu keluar dari wajah Mattie. Seandainya ia tidak pergi. Seandainya ia menuruti perkataan Sebastian.“Lihat sendiri, kan, kau tidak dapat melarikan diri dari pintu depan, karena ada Mattie menunggumu di sana. Dan jangan pernah remehkan wanita tua itu, dia sangat ahli dalam memburu hewan,” kata Ferdinand.“Dimana? Aku tidak melihat Mattie,” sahut Angela berbohong.Ferdinand menoleh sekilas, tapi waktu sekejap itu memberi peluang yang dibutuhkan Angela. Ia mendorong Ferdinand dan berlari ke pintu belakang, yang terbuka ke serambi tertutup dan mengarah ke sungai.“Berhenti, kau tidak dapat melarikan diri!” seru Ferdinand sambil mengejar Angela.Angela meraih pegangan pintu, memutarnya. Pintu itu terkunci. Dengan tergesa-gesa Angela melepaskan grendelnya dan memutar handlenya lagi. Tepat ketika ia
Mattie berjalan dengan angkuh ke arah Sebastian lalu menendang rusuk Sebastian begitu keras hingga ia mendengar suara tulang patah walau mulut Sebastian tidak mengeluarkan suara erangan sedikitpun.“Dasar bajingan,” gumam Mattie.”Kenapa kau menyelidiki kami?! Kenapa kau harus membangkitkan semuanya?! Setidaknya kami sudah hidup menderita karena diburu oleh pembunuh sialan itu tapi kenapa kau menambahkan kami masalah baru, hah?!”Mulut Sebastian tetap terkatup. Sorot matanya terus menatap Angela, menunggu pergerakan dari gadis itu. Ya, perlu sebuah pelajaran berharga agar Angela berani mengambil sikap. Ia harus melatih wanita itu jika Angela ingin terus hidup mendampingi dirinya. Angela meraba-raba pistol di punggungnya, dalam hati mengingat-ingat instruksi yang sudah ditanamkan Sebastian ke kepalanya. Ia melepaskan pengaman senjatanya persis ketika Mattie menodongkan pistolnya ke kepala Sebastian.DOR!!Mattie memutar tubuh mendengar suara itu dan terpana, memandangi pistol Angela se
“Angela.” Andrian bangkit berdiri ketika Angela berlari memasuki pintu UGD. “Ya Tuhan, Angela.” Pria itu mengalungkan lengannya ke tubuh Angela dan memeluknya erat-erat.“Hampir berakhir,” bisik Angela. “Semua ini hampir berakhir.”Andrian menarik diri, tampak jelas gemetaran. “Apa kau terluka, Nak? Dimana kau terluka?”“Ini bukan darahku. Lagipula, siapa yang menghubungi ayah?”“Edward. Katanya, ia diminta Sebastian sebelum ia pingsan untuk segera menyuruhku kesini. Hanya aku, tanpa orang lain.”Angela mengangguk. “Ya. Edward juga yang menghubungi helikopter milik perusahaan. Syukurlah kita tidak terlambat. Ini adalah klinik pribadi tempat Sebastian atau para bawahannya dirawat ketika mereka mendapatkan cedera. Apa ayah tahu tempat ini sebelumnya?”Andrian menggeleng lemah. “Terlalu banyak hal yang tidak aku ketahui tentang anakku sendiri.”“Dan terlalu banyak hal juga yang Sebastian tidak ketahui tentang ayahnya,” bisik Angela lirih. Dan tanpa memperhatikan raut wajah Andrian, Angel
Mattie langsung dikebumikan di lahan perkebunan milik keluarga Sebastian. Itu pun sudah langkah penuh belas kasihan karena Angela merayu Sebastian. Awalnya pria itu memerintahkan agar jasad Mattie dibuang ke kandang Singa peliharaannya saja.Pertemuan keluarga ditunda sampai Sebastian pulih. Setidaknya, sampai ia sudah bisa berdiri dan bisa berbicara normal kembali. Hebatnya, Sebastian melakukan semua ini tanpa terendus sedikit pun dari media.Padahal, Angela tahu persis. Kemanapun mereka pergi, para pengemis berita selalu ada di sekitar mereka dengan menyamar semau mereka. Mereka mungkin bisa membohongi mata Angela tapi tidak dengan mata tajam Edward.Kini, tiga minggu berlalu sejak peristiwa itu dan keluarga besar The Sanders sepakat untuk bertemu di rumah Andrian.Selagi berjalan ke ruang keluarga di rumah Andrian, Angela melihat lewat sudut matanya sosok Ferdinand yang terduduk lemas di ujung koridor, di dekat dapur. Edward berdiri di sebelahnya. Angela menghela nafas, mengingat a
Angela menoleh ke arah Sebastian. “Kamu sudah tahu, ya?”Sebastian bangkit dari kursinya. “Tidak selengkap ini tapi informasi yang kudengar melengkapi cerita menyedihkan ini. Tapi, Mom? Apa kau butuh pelukan dariku?”Sarah melepaskan pegangan tangan Andrian dan menyambut Andrian, yang memutari pinggiran meja dan memeluknya. Ia menghambur ke pelukan anaknya. Menangis melepaskan beban yang mungkin dirasanya hanya Sebastian yang mengerti.“Terima kasih atas penjelasanmu, Andrian,” kata Sebastian saat ia telah melepaskan pelukan ibunya. Tangannya masih merangkul pundak Sarah. “Sekarang, apa yang kau inginkan?”“Aku tidak menginginkan apapun. Rasanya terlalu serakah jika aku menginginkan sesuatu setelah apa yang telah kulakukan selama ini.”“Gadis kecil itu, siapa namanya?” Angela menatap wajah Andrian, menyadari bahwa ia telah melewatkan sesuatu yang penting.“Liza. Aku hanya tahu nama depannya.”“Dan bukankah satu-satunya dosa yang telah keluarga ini lakukan adalah bisnis menjijikkan itu
Ia duduk di tangga basement, menatap pada tubuh wanita yang terikat di meja. Wanita itu juga menatapnya, matanya berkilat-kilat karena terkejut dan sakit. Gemma Sanders memejamkan matanya, membuat butiran air mata jatuh membasahi pipi di wajah yang sudah dipenuhi bekas lebam pukulan, darah yang mengering, dan debu kotoran.Laki-laki itu menunduk, menatap pada pistol di tangan kanannya, lalu beralih ke tangan kirinya. Liontin Liza. Ia memakainya di leher, menggantungkan di rantai kalungnya sejak polisi mengambilnya dari mayat Liza saat di kamar mayat.Ia memutar liontin itu, mengarahkannya pada cahaya, dan menatap pada huruf-huruf inisial yang terukir pada liontin seperti yang sudah sering dilakukannya.“Liza... kita sudah sangat dekat menuju akhir,” bisiknya sambil tersenyum pilu.Saat pria itu memejamkan mata, rasa perih itu terasa semakin nyata. Bukan, ia tidak sedih terhadap apa yang telah dilakukannya. Di belakangnya terdengar suaranya mendengung pembacaan kronologi kejadian ‘pemb
Sebastian sadar kalau sedang menahan napas. “Ya Tuhan, seharusnya tidak sesulit ini.”“Aku tidak akan memintamu untuk memaafkan kami.”Sebastian tidak siap untuk berita ini. Bukan karena mentalnya yang tidak kuat tapi beberapa hari belakangan ini mulai terasa mengejarnya dan ia mulai lelah. Kumohon, tidak lagi. Tidak ada ‘kejutan’ lagi. Tapi kalimat yang baru saja Sarah ucapkan membuat kepalanya berdenyut.“Jadi maksudmu, Mattie adalah kakakmu?”Sarah menghela nafas. “Kau mendengarnya dengan jelas tadi.”“Maksudku,” Sebastian berdiri, ia menggelengkan kepalanya, berusaha menjernihkan isi di dalamnya. “Mengapa kau menyembunyikannya selama ini? Apa Mattie membuatmu malu?”“Ya. Bukan. Ya Tuhan.” Napas Sarah sesak dan bibirnya mengerut, membuatnya bernapas lewat hidung. “Kami terlalu berbeda dan aku membenci dirinya sebanyak dia membenciku.”“Bisakah kau menjelaskannya lebih detail, Mom? Karena aku mulai kehilangan kesabaranku disini.”Tiba-tiba napas Sarah tersengal-sengal, udara tiba-ti
Sebastian duduk dan mengetukkan jemarinya di meja kerja saat Edward datang ke ruangannya. Ia tampak kedinginan dan lelah. “Dari mana saja, kau?!” bentak Sebastian marah.“Mengikuti jejak orang itu, seperti yang Tuan perintahkan. Apa ada masalah baru, Tuan? Raut wajah Tuan mengatakan segalanya.” Edward menarik kursi di depan meja kerja Sebastian dan duduk di hadapan Tuannya.“Humm...” Sebastian mengusap rahangnya, tatapan matanya terlihat tak kalah lelah dari pria di depannya. “Dan apa yang dilakukan pria itu? Kau memastikan dia tidak mengetahui tentang informasi yang kita peroleh, bukan?”Edward mengangguk. “Semua sesuai dengan yang kita rencanakan.”“Jadi, apa saja yang orang itu lakukan?” Sebastian mengulangi pertanyaannya.“Ia sempat keluar dari rumah ini, pergi ke bar, kemudian duduk di luar selama beberapa jam menunggu beberapa pria keluar.”Alis mata Sebastian terangkat, mendengus. “Pria? Sungguh?”“Bukan seperti itu, orang itu menyukai wanita. Dia sedang menunggu pria-pria itu