Jam dua siang, Alex memarkirkan mobilnya di depan The Cozy Corner, toko buku yang juga menjual benda-benda untuk hadiah, kartu ucapan, dan toko ini menyombongkan diri sebagai satu-satunya gourmet coffee bar, kedai kopi di kota.Alex pergi ke toko itu untuk mencari novel yang bagus untuk dibaca nanti malam. Ia sangat membutuhkan sesuatu, apapun tidak masalah, untuk mengalihkan Edward Harrison dari pikirannya. Ia harus berhenti memikirkan apakah pria itu mempunyai perasaan yang sama dengannya atau tidak.Ia tidak dapat berlarut-larut membiarkan dirinya terombang-ambing pada perasaan yang seharusnya tidak ia rasakan. Dalam hati ia terus mengutuk dirinya sendiri, bagaimana mungkin seorang gadis kumuh seperti dirinya bermimpi bisa bersama dengan orang nomor dua BCB Royal Bank?“Alex!”Begitu mendengar namanya dipanggil, ia mengamati ruangan itu untuk mencari sumber suara. Di bar. Disana duduklah Livy, temannya sewaktu kuliah yang sekarang bekerja menjadi salah satu karyawan di BCB Royal Ba
Alex buru-buru pergi ke lorong buku fiksi, lalu mulai memeriksa deretan buku. Mungkin fiksi ilmiah atau novel horor atau novel misteri, sesuatu yang dapat membuatnya melayang keluar dari dunia nyata, dan sejenak melupakan masalahnya.Novel romance? Oh, tidak. Ia seperti menggali kuburannya sendiri jika memutuskan untuk memilih novel romance. Tidak, tidak bacaan yang dapat mengingatkannya pada Edward.Sewaktu ia mengambil novel terbaru Judy Conway dari rak, perasaannya berdesir, menyentuh ujung-ujung sarafnya. Ini adalah suatu firasat. Sambil mencoba gara tidak terlalu mencolok dalam memuaskan rasa ingin tahunya, ia menyapukan pandangannya ke segala penjuru dan tidak melihat siapapun berada di dekat tempat itu.Imajinasiku pasti bekerja lembur. Alex berusaha keras mengabaikan gelisah yang menderanya. Ia memutuskan akan membeli buku itu dan langsung pulang.Namun saat melewati lorong non fiksi, ia menangkap sosok seseorang melalui ekor matanya. Ia langsung berhenti, memutar kepala pelan
Dibuat tertegun tanpa dapat bicara oleh basa-basi Edward yang santai dan wajar itu, Alex mengangguk dan tidak melepaskan pandangannya ketika pria itu berlalu.“Astaga, apa yang telah terjadi?” seru Livy dengan tatapan tak percaya. “Pria tadi Edward, bukan? Aku tidak salah lihat, kan?”“Kami hanya kebetulan bertemu,” sahut Alex, ia merasa bahwa ia tidak berbohong. Edward dan dirinya memang tidak sengaja bertemu disini. “Dia hanya menyapaku sebentar lalu menanyakan tentang perkembangan toko.”“Alex, Alex,Alex. Kau ini bicara denganku. Sahabat karibmu selama empat tahun semasa kuliah. Tempatmu mencurahkan hati,” Livy mengingatkan. “Aku melihat bagaimana kalian saling memandang. Kawan, kau sedang bermain api.”“Mengapa ia bermain api? Apa yang salah dari seorang wanita dan laki-laki normal yang saling tertarik?” Boy mengernyitkan dahinya. Tampak tidak setuju dengan perkataan Livy.“Dasar bodoh,” maki Livy sambil memukul punggung Boy. “Kau tahu bahwa Edward sudah memiliki hubungan dengan w
Telepon berdering saat Edward sedang menerima tamu seorang pemegang saham dengan jumlah kecil yang tengah melapor tentang berita terbaru kepada Edward. Edward melirik ke arah ruang sekretarisnya kemudian ia sadar ruangan itu kosong.“Halo, dengan BCB Royal Bank pusat,” kata Edward sambil mengangkat tangan, memberi kode kepada Mr. Michael Bowman untuk menunggu sebentar.“Hai, ini Alexandria Porter. Apa aku bisa bicara dengan Tuan Edward Harrison?”Edward tercekat. Alex. Ya Tuhan, ia melupakan gadis itu setelah perjumpaan mereka tujuh hari yang lalu di toko buku. Ia hampir tidak membalas pesan teks yang dikirimkan Alex atau mengangkat teleponnya. Pekerjaan terlalu menumpuk dan benar-benar menyita seluruh waktunya.Tapi, ini bukan waktu yang tepat. Ia sedang menerima informasi penting dan saat ini ia tidak punya waktu untuk ini. Maka dengan berat hati, Edward mengubah suaranya menjadi lebih berat lalu berkata, “Mohon maaf, Tuan Edward Harrison sedang tidak ada di ruangannya.”Alex terdia
Raut wajah kecewa tidak bisa Alex sembunyikan dari wajahnya. Hampir sepuluh detik ia menunggu tapi Edward hanya menatapnya dengan tatapan bingung. Laki-laki itu melupakan segalanya sementara Alex kehilangan tidur nyenyaknya selama tujuh hari belakangan ini.Kau bodoh, Alex. Sekarang kau bisa membuktikan bahwa apa yang Livy sampaikan memang benar. Alex kembali menundukkan kepalanya, sekedar mengatur deru nafasnya yang mulai terasa sesak lalu setelah sedikit lebih tenang, ia kembali mendongak, menatap wajah Edward yang tidak memberikan usaha apapun untuk membuatnya tenang.Perlakuan pria di hadapannya ini semakin membuat Alex yakin bahwa Edward Harrison tidak mempunyai perasaan apapun padanya.“Maafkan aku telah membuang waktu berhargamu, Ed.” Alex bangkit dari tempat duduknya. Ia tidak menatap wajah Edward saat berjalan tergesa-gesa ke arah pintu.Dan, ya Tuhan, pria itu, Edward Harrison bahkan tidak mencegahnya pergi. Ia tidak mengatakan apapun sementara Alex sudah menutup pintu dibel
David Nelson menatap wajah Steve Jacoby. Tatapan mereka sama, tatapan bingung dan kemarahan. Seketika suasana menjadi hening, tidak ada satupun yang berani angkat bicara. Semua orang tahu, mereka telah melakukan kesalahan besar.Edward mengedarkan pandangannya lalu tersenyum sinis. “Jika bertemu denganku saja sudah membuat kalian seperti ini, bagaimana jika Tuan Sebastian langsung yang hadir disini?”“Kenapa? Kenapa memangnya kalau Sebastian yang hadir disini?” Steve Jacoby mengangkat dagu, menantang Edward yang tampak tenang. “Apa yang kami sampaikan dan apa yang kami lakukan tidak salah. Kinerja perusahaan selama tiga tahun belakangan ini memang menurun di bawah kepemimpinan Sebastian.”“Oh ya?” Edward menggaruk kepalanya yang tidak gatal. “Lalu, menurutmu siapa yang pantas memimpin perusahaan?”Steve terdiam, ia sontak melirik David Nelson, meminta dukungan. Sadar bahwa semua pandangan mata mengarah pada dirinya, David berdehem pelan lalu membenarkan letak dasinya. “Hei, Nak. Berap
Sebastian menghembuskan nafas lega saat Edward berjalan memasuki ruangan. Suara tepukan tangannya langsung memecah keheningan. “Kerja bagus, Ed. Kau membuatku bangga.”“Sudah seharusnya,” balas Edward, mengangkat dagu, sambil berpura-pura membetulkan letak dasinya kemudian ia tertawa. “Ah, harusnya Tuan melihat langsung bagaimana Steve Jacoby dibawa oleh polisi tadi. Dan bagian menariknya adalah, istri David Nelson tadi datang dan mengamuk di depan semua orang mencari keberadaan David yang tiba-tiba menghilang.”Sebastian tersenyum. Melihat Edward yang sangat bersemangat menceritakan kejadian hari ini merupakan hiburan yang menyenangkan untuknya. “Aku tidak bisa membayangkan jika aku berada di posisi David Nelson.” Sebastian bergidik ngeri saat membayangkan wajah Angela.Edward duduk sambil tertawa. “Saya yakin Angela tidak akan mengamuk di depan umum seperti itu.”“Ya, dia akan secara diam-diam mengumpulkan bukti, mencari pengacara, mengurus hak asuh anak kami, lalu dalam sekejap, se
Begitu Alex memusatkan perhatian kepada teman makan siangnya, senyum di wajah Edward lenyap. Pandangannya terpusat ke tempat pria di samping Alex yang dengan lancang memeluk pinggang gadis itu.Ingin benar ia menyeberang jalan, merebut Alex dari tangan pria itu, memanggilnya ke tempat yang menjamin privasi lalu mengatakan, “Kau sudah menemukan pria baru, Alexandria Porter?”Pada saat Alex dan pria itu menghilang masuk ke Callahan’s, Edward langsung menyebrang dan mengikuti mereka masuk ke dalam Restoran. Pelayan sedang mengantarkan pasangan itu menuju meja mereka ketika Edward duduk di bar.Ia dapat melihat mereka berdua dari tempatnya, karena area bar letaknya lebih tinggi sekitar satu meter daripada restoran. Ia memesan sekaleng kola dan memasukkan beberapa butir kacang ke dalam mulutnya, berusaha untuk bersikap seolah-olah tidak peduli.Edward melepaskan kaca mata hitamnya, memasukkannya ke dalam saku kaosnya, dan mengawasi pasangan yang berada di meja di pojok ruangan itu.Edward