Setelah selesai mengumumkan AE Project Building, Arion keluar bersama sang Daddy. Sedangkan Max, Ethan, Kenan dan Finley bersama Reynard, Felix dan Erik masih terlihat sibuk dalam memberikan sejumlah uang tunai kepada para investor itu. “Dad, aku tidak sangka Daddy akan langsung hadir di pertemuan ini.” Arion membuka percakapan dengan Austin. Austin tersenyum dan menepuk pundak putranya itu, “Itu karena Daddy akan mendukung apapun keputusanmu, dan Daddy akan selalu berdiri di sisimu. Jadi, jangan pernah ragu dalam melangkah jika menurutmu itulah yang terbaik.” Arion mengangguk paham, “Thank you Daddy.” “Hem, lebih baik kita langsung ke ruanganmu, your mom ada di sana bersama istrimu.” Arion menjawab dengan senyuman lebar. Kedua pria tampan berhazel biru yang wajahnya bak pinang di belah dua itu berjalan beriringan. Para staff yang lewat menyapa mereka dengan sopan dan penuh hormat. Mereka berdua memakai lift khusus untuk CEO yang kangsung menuju lantai ruangan Arion. Ting! Pin
“Arion Harold! Apa kau masih mau bicara berputar-putar? Katakan semuanya sebelum aku langsung ke tempatmu dalam waktu sesingkat-singkatnya dan memukul kepalamu!” tukas Brice dengan penuh penekanan, alhasil membuat pria tampan itu menghela nafas—menyerah.“Sorry uncle, keadaan begitu mendesak dan semua terjadi begitu tiba-tiba. Maaf tidak memberi kabar kepada uncle dan aunty tentang pernikahanku.” Arion menjelaskan dengan nada penuh penyesalan.“Hei berengsek! Apa kamu pikir aku permasalahkan hal itu? Aku tidak mau seperti Daddymu yang—” Brice berhenti berbicara,jika mengingat saat itu membuat dirinya sadar dan bersumpah tidak akan menutupi apapun lagi dari pria yang sangat ia hargai itu.Yah, kecuali statusnya yang merupakan seorang Mafia.“Hah lupakan, apa kau masih tidak sadar apa yang aku permasalahkan?”“Tidak uncle.”Terdengar suara umpatan dan helaan nafas Brice di seberang sana, “Di mana si berengsek yang sudah mencari masalah denganmu? Katakan padaku? Akan aku bereskan sampai
Usai berbincang cukup lama dengan Brice, Arion segera menghubungi Pak Norris.Hanya butuh nada dering kedua, Pak Norris menjawab panggilan teleponnya, “Iya Tuan Muda?”“Aku ingin menanyakan di mana mayat Raul?”“Mungkin peti mati beserta mayatnya akan tiba dalam beberapa menit di depan pintu rumah Fabio Manfredo, Tuan Muda.” Jawab Pak Norris terdengan penuh keyakinan.“Hmm baiklah. Aku serahkan sisanya padamu. Dan Tolong kirimkan semua data-data yang berkaitan dengan keluarga Manfredo.”“Baik Tuan Muda, saya akan segera menyiapkannya dan mengirimkannya kepada anda.”“Hmm, baiklah. Terima kasih.”Arion memutuskan panggilan telponnya dan memijit keningnya. “Aku harap secepatnya tidak lagi berurusan baik dengan Raul dan keluarganya sendiri.” Gumamnya bermonolog.Yang ia khawatirkan hanya satu, Emily. Ia harap istrinya itu hidup dengan baik dan mengubur masa kelamnya. Trauma yang membuat sang istri begitu terpukul.Seketika ia tersadar jika terlalu lama meninggalkan Emily di dalam kamar s
Cecilia membuang nafasnya, entah kenapa dia merasa sangat kesal saat Michael mengatur keputusannya seperti ini. Wanita cantik itu mau tidak mau kembali masuk ke dalam mobil. Biar bagaimana pun, Michael adalah sosok Uncle baginya.“Maaf, aku sudah ikut campur terlalu jauh.” Ucap Michael dengan nada suara rendah, ia menurunkan egonya, “Aku hanya khawatir, aku tidak mau kamu mengalami hal yang sama seperti Siska alami,” sambung Michael, pria itu pun mulai melajukan kendaraannya, membelah padatnya jalanan di sore hari.Jantung Cecilia seketika di remas dengan kuat, seperti ada sebelah pisau yang menggores dadanya, tapi yang di khawatirkan Michael sangat beralasan, tapi apakah salah ia mencoba menjalin hubungan dari pria yang ia ingin percayai?“Hmm, thank you. Aku yang akan mengambil resiko ini. Setidaknya aku ingin mencibanya sekali seumur hidupku.”Michael mengangguk, “Hem, apabila terjadi sesuatu, ada aku disini. Jangan pernah terluka untuk hal itu!” ujar Michael penuh dengan makna yan
Pria berhazel biru itu dalam sekejap melepaskan kemeja yang ia kenakan, bahkan entah sejak kapan dia sudah melepaskan semua pakaian istrinya.Hingga kini mereka berdua benar-benar tidak mengenakan sehelai benang pun. Arion, mengecup lembut perut Emily, dan naik ke atas, menatap wajah cantik sang istri. Ia mulai mengukung wanita cantik itu dengan hati-hati, agar tidak minindih perut Emily.“Kamu sangat cantik, sayang.” Puja Arion dan memagut bibir bawah dan atas Emily bergantian, bahkan tangan pria itu meremas lembut payudara Emily sembari memainkan bagian ujungnya yang sudah mengeras.Ia melumat bibir ranum istrinya dengan lembut, “Hmppt… Dan kamu suamiku yang tampan, suamiku.” jawab Emily di sela desahan erotisnya.Ia dapat merasakan tubuhnya semakin memanas karena sentuhan sang suami yang semakin intens.Tangan Emily pun tidak tinggal diam, ia mengurai rambut lebat Arion dengan kedua tangannya. Bersamaan pria itu melepas bibir Emily, berpindah dengan begitu smooth ke payudara Emily.
Keesokan paginya di Hilgermiseen, tepat jam 5 pagi dini hari—di kediaman Manfredo. Hilgermissen adalah sebuah kotamadya di distrik Verden, Lower Saxony, Jerman. Terlihat sebuah mobil van besar berwarna hitam memasuki pelataran halaman dengan senyap. Sedangkan terlihat para penjaga pintu sudah pingsan tidak sadarkan diri.Pria berperawakan tinggi dengan memakai long coat bertudung hitam tengah berjaga di depan pintu utama. Dan begitu mobil van volvo besar itu berhenti di depan pintu mansion utama.Pintu belakang mobil van terbuka lebar, empat orang pria besar yang juga memakai long coat bertudung hitam turun dari mobil, di susul sebuah peti berwarna hitam perlahan keluar.Tanpa suara mereka bergerak begitu cepat dan senyap, dalam sekejap peti besar itu sudah berpindah di depan pintu utama mansion Manfredo.Setelah peti tersebut sudah di pastikan letaknya, para pria berjubah hitam itu kembali masuk ke dalam mobil, sang supir segera menyalakan mesin mobilnya dan keluar dari halaman mansi
Fabio yang sempat shock melihat mayat anaknya segera menatap seluruh pelayan rumah, “Jangan sampai berita ini tersebar!”“Ba-baik Tuan Besar!” sahut mereka.“Papa? Apa ada sesuatu?” suara seorang pria terdengar dari dalam mansion—pria dengan kondisi tubuh yang kurus, menggunakan kaca mata hitam dan di dorong oleh seorang perawat duduk di kursi roda.Fabio segera membelalakkan matanya, ia terkejut mendapati putranya yang lain sudah berada di ambang pintu.“Ah Rafael? Tidak ada Nak.” Sahut Fabio cepat dan menyuruh asistentnya untuk membawa masuk peti hitam tersebut dari pintu belakang.“Ingat! Jangan sampai mencolok dan habisi pelayan yang menyaksikan perihal ini!” bisik Fabio kepada tangan kanannya.“Baik, Tuan besar.”“Oh, tadi aku mendengar suara teriakan.” Tanya Rafael.Fabio berjalan mendekat kepada Rafael dan menyuruh perawat tersebut untuk memutar, “Ohh itu, pelayan baru kita kaget melihat salah satu peliharaanmu, Nak.”“Hahaha… Dia pasti sangat ketakutan.”“Hem, masuklah.”“Huft
Beberapa menit sebelumnya, Rafael yang tengah asik berada di dalam kandang peliharan hewan mamalianya—yang bernama viper—ular piton yang beracun. Ia mendengar suara teriakan dari luar.Rafael segera memanggil perawattnya—Naina untuk membawanya serta untuk melihat keributan apa yang terjadi. Tidak seperti biasanya, Fabio—Papa dari Raul dan Rafael itu menimbulkan keributan jika menyangkut pekerjaannya yang sangat Rafael tahu—perdagangan manusia dan wanita, serta obat-obat terlarang.Pria jangkung dan berkulit pucat itu segera berdiri dari duduknya dan duduk di kursi rodanya. Naina menutup kaki Rafael dengan selimut berwarna hitam, kemudian beralih ke belakang dan mendorongnya dengan hati-hati.“Langsung ke depan.” Titahnya kepada Naina.“Baik Tuan Muda.”Naina mendorong kursi masuk ke dalam lift, turun ke lantai bawah—ruangan utama. Karena di mansion ini, ada ruang bawah tanah.Saat keluar dari lift, Rafael menaikkan satu alisnya ketika melihat begitu banyak yang berkumpul di depan pint