Share

Pengagum Rahasia

Author: Evi Anggia
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Joanna mencengkeram erat ponselnya, raut wajahnya perlahan mulai memerah menahan amarah. Dia yakin sekali lagi-lagi pelanggannya membatalkan karena adanya campur tangan Ethan. Ini bukan kali pertama dia mengalaminya.

Pandangan mata wanita itu berpindah menatap sekeliling ruang tunggu crew. Semua orang terlihat sibuk persiapan penerbangan, tapi saat ini Joanna tidak bisa fokus. Wanita itu langsung beranjak dari tempat duduknya, berjalan meninggalkan ruang crew.

“Joanna, kamu mau ke mana?” Rosa menghadang langkah kaki Joanna.

“Aku ada urusan sebentar,” jawabnya. “Jangan menghalangiku, Rosa!”

“Eh, tapi sebentar lagi kita ada briefing. Tahu sendiri kalau Captain Edo tidak suka ada yang datang ter—” Rosa terdiam saat Joanna melewatinya begitu saja, temannya yang satu itu selalu tidak bisa dibilangi. Rosa mengendikkan bahu, tidak ingin ambil pusing, yang terpenting dia sudah mengingatkan. “Kalau ada masalah biar ditanggung sendiri!”

Joanna berjalan cepat menuju ke ruang presdir maskapai. Kehadirannya di lorong lantai tertinggi itu membuat beberapa orang menatapnya bingung, tapi Joanna mengabaikan mereka semua.

“Pak Ethan ada?” tanya Joanna pada sekretaris yang duduk di balik meja.

Sekretaris itu mendongak, kaget saat melihat Joanna muncul. “Maaf, Mbak Joanna. Pak Ethan tidak ada.”

Pembohong, batin Joanna.

Dia tahu betul sekretaris itu akan ikut ke manapun Ethan pergi. Jika, sekretarisnya masih ada di situ, berarti Ethan ada di dalam. Wanita itu berjalan mendekat ke ruangan Ethan. Tiba-tiba saja dia dihadang.

“Mbak, sudah saya bilang Pak Ethan tidak ada. Silahkan titipkan pesan! Nanti saya sampaikan pada Pak Ethan,” kata sekretaris itu.

Joanna melempar tatapan sinis. “Kamu pikir aku anak kecil yang mudah dibohongi? Minggir!”

Alih-alih minggir, sekretaris itu justru menutup setiap langkahnya.

“PAK ETHAN! PAK ETHAN KELUAR!” teriak Joanna lantang.

“KELUAR PAK ETHAN!”

***

Dokumen yang ada di atas meja menumpuk membuat Ethan tidak bisa beranjak dari meja kerjanya, lelaki itu terlihat serius membolak-balik dokumen itu dan sesekali membubuhkan tanda tangan.

Ethan melirik arloji yang melingkar di pergelangan tangannya, satu jam lagi dia ada meeting penting. Gerakan tangannya terhenti saat dia mendengar suara keributan dari luar. Lelaki itu menajamkan pendengarannya.

“KELUAR PAK ETHAN!”

Kali ini Ethan yakin sekali jika ada yang memanggilnya.

“Siapa yang berani membuat keributan?” geramnya merasa terganggu dengan suara itu.

Lelaki itu beranjak dari tempat duduknya, berjalan cepat meninggalkan meja kerja. Dia tidak akan mengampuni orang yang sudah mengganggunya.

“Apa kerjanya, Anjas? Kenapa dia tidak bisa mencegah keributan?” Ethan tidak akan segan memberikan hukuman pada sekretarisnya.

Lelaki itu membuka pintu dengan cepat. Ethan terdiam saat melihat orang yang membuat keributan itu ternyata Joanna.

Wanita itu langsung terdiam, dia mendorong kasar sekretaris Ethan. Tanpa ragu berjalan mendekati Ethan. Sedangkan Ethan langsung melempar kode agar sekretaris itu kembali ke mejanya.

“Apa yang membawamu ke sini, Joanna? Kenapa sampai membuat keributan?” tanya Ethan dengan suara lembut. Rasa kesalnya hilang sudah, dia tidak keberatan dengan keributan yang dibuat oleh Joanna.

Joanna menatap tajam Ethan lantas memalingkan wajahnya, menatap sekeliling untuk memastikan tidak ada yang melihatnya masuk ke ruang presdir. Semua orang bisa heboh jika tahu Joanna melakukannya. Merasa aman Joanna berjalan melewati Ethan dan masuk begitu saja.

Kedua sudut bibir Ethan tertarik ke atas membentuk seulas senyum lebar. Ethan segera menutup pintu dan menyusul Joanna yang sudah duduk di sofa tamu.

“Sepertinya kamu betah di sini,” ucap Ethan.

Joanna melempar tatap tajam. “Maksud anda apa? Kenapa ikut campur pekerjaan saya?” tanya Joanna langsung to the point.

Satu alis Ethan terangkat tinggi setelah mendengar pertanyaan wanita itu. “Ikut campur apa? Pekerjaan saya sudah banyak. Tidak ada waktu untuk mengurusi pekerjaanmu.”

“Omong kosong. Beberapa orang tiba-tiba membatalkan saya sepihak dan itu pasti ada campur tangan anda, Pak Ethan.”

“Oh, pekerjaan sampinganmu itu? Kenapa kamu lakukan itu, Joanna? Bukankah gaji dan tunjanganmu suka lebih dari cukup?” Ethan penasaran sekali dengan Joanna, entah kenapa dia ingin tahu semua tentang wanita itu.

“Pak Ethan tidak berhak ikut campur urusan saya. Tolong jangan ikut campur lagi!”

Ethan terkekeh pelan. “Wah, baru kali ini saya dapat ancaman dari seorang pramugari. Kamu sungguh menarik, Joanna. Berhentilah!”

“Tidak akan.”

“Apa yang kamu cari sebenarnya?” tanya Ethan. “Saya tidak suka kamu melakukan pekerjaan itu.”

“Kenapa? Ini tidak ada hubungannya dengan Pak Ethan,” balas Joanna lagi.

“Apa kamu tidak takut saya pecat, Joanna?” Ancam Ethan balik.

Joanna berdiri dari duduknya, menatap lelaki itu sebelum meninggalkan ruangan Ethan. “Saya tidak takut. Pecat saja! Saya tetap akan melakukan pekerjaan saya.”

Tanpa menunggu jawaban dari Ethan, wanita itu berjalan keluar. Namun, baru beberapa langkah, wanita itu berhenti dan menoleh. “Saya akan lupakan kejadian malam itu, asalkan Pak Ethan tidak menganggu hidup saya lagi!”

“Kalau saya tidak mau?”

Alih-alih menjawab, Joanna justru meninggalkan ruangan Ethan.

Begitu pintu tertutup Joanna menarik napas panjang lantas menghembuskan perlahan. Berbicara dengan Ethan benar-benar menguras energinya.

Joanna harap kali ini lelaki itu tidak akan mengganggu hidupnya lagi. 

***

Brian menyodorkan segelas kopi hangat di hadapan Joanna membuat wanita itu mendongak. Lelaki itu langsung duduk setelah Joanna mengambil kopi di tangannya.

“Terima kasih,” ujar Joanna.

Brian mengangguk, lelaki itu menyeruput kopi itu perlahan. “Bagaimana penerbanganmu hari ini, Joanna?”

“Tidak buruk,” balas Joanna.

“Apa kamu mengalami kesulitan? Katakan padaku jika kamu mengalaminya! Aku akan membantumu,” ujar Brian dengan raut wajah serius.

Sekali lagi Joanna menggeleng. “Tidak ada. Kenapa?”

“Belakangan ini aku lihat kamu banyak murung. Yakin tidak ada masalah?”

Joanna tersentak kaget, dia tidak menyangka ada yang memperhatikannya, belakangan memang dia tidak bersemangat. “Tidak ada, Brian.”

“JOANNA! JOANNA, ASTAGA!”

Suara teriakan itu membuat itu membuat Joanna menoleh, satu alisnya terangkat tinggi melihat Rosa berjalan cepat ke arahnya sambil membawa buket bunga.

“Wah, siapa yang memberimu bunga, Rosa?” tanya Brian.

Rosa menatap Brian, terlalu fokus pada Joanna membuatnya tidak menyadari keberadaan Brian. “Eh, hai Captain Brian.”

“Untukmu, Joanna.”

Joanna menatap kebingungan buket bunga itu dan seketika semua mata tertuju ke arahnya. “Dari siapa? Apa kamu tidak salah orang?”

Rosa langsung meletakkan buket bunga itu di atas pangkuan Joanna. “Aku tidak tahu. Salah satu polisi Bandara memberiku ini dan memintaku memberikan padamu.”

Brian menatap Joanna. “Mungkin dari kekasihmu, Joanna,” ujarnya ragu. Selama ini yang dia tahu, Joanna tidak punya kekasih atau mungkin diam-diam wanita itu memilikinya.

“Aku tidak punya kekasih,” jawab Joanna. Dia masih bingung memikirkan siapa orang yang memberikan itu padanya.

“Wah, pasti dari pengagum rahasiamu, Joanna. Sudah pasti itu!” seru Rosa heboh.

Siapa? pikir Joanna bingung.

Related chapters

  • Gairah Panas Presdir Tampan   Mendadak Dilamar

    Joanna membeku di tempat setelah dia membuka lemari penyimpanannya. Tiba-tiba saja dia menemukan setangkai bunga mawar dan cokelat. “Sebenarnya siapa yang meletakkan di sini?” gerutu Joanna. Wanita itu mengeluarkan kedua benda itu dari lemari penyimpanan. Joanna mengedarkan pandangan matanya ke sekeliling, mencoba mencari seseorang yang mencurigakan. Namun, semua terlihat normal. “Jean, apa kamu tahu siapa yang meletakkan ini di lemari penyimpananku?” tanya Joanna pada salah seorang pramugari. Jean menggeleng. “Aku tidak tahu. Bukannya lemarimu dikunci? Bagaimana bisa memasukkan itu ke dalam?” Joanna mengendikkan bahu. “Aku tidak tahu. Ini sudah kesekian kalinya dan itu sangat mengganggu,” keluhnya. “Di sini khusus ruangan pramugari, tidak mungkin ada lelaki yang masuk, Joanna. Mungkinkah dari pengagum rahasiamu? Bukankah belakangan ini ada yang mengirim bunga? Bagaimana kalau kamu ke ruang keamanan untuk cek CCTV?” Joanna menghela napas pelan, dia tidak bisa bekerja dengan tena

  • Gairah Panas Presdir Tampan   Will You Marry Me?

    Joanna mendekati Ethan setelah dia sadar dari keterkejutannya. Kini jarak mereka sangat dekat, wanita itu menatap mata Ethan dengan berani. "Menikah?" tanya Joanna dengan suara tenang. "Will you marry me?" Ethan sengaja mengulanginya agar Joanna semakin percaya dengannya. "In your dream, Mr. Ethan," balas Joanna sambil menyeringai. Ethan salah jika dia bisa takluk semudah itu. Dia adalah Joanna, wanita yang sudah berkomitmen tidak ingin menikah dan jatuh cinta. Joanna mundur dua langkah, melipat kedua tangannya di depan dada. "Silahkan pergi dari apartemenku, Pak Ethan!" Ethan menatap Joanna tak percaya, bisa-bisanya wanita itu menolak lamarannya tanpa pikir panjang padahal di luar sana banyak wanita yang mengantri berada di posisi Joanna. "Kamu menolakku, Joanna?" tanya lelaki itu ingin memastikan lagi. Sampai saat ini dia masih belum bisa terima, Joanna menolaknya dengan begitu mudah. Tanpa ragu, Joanna mengangguk. "Ya, dengan penuh kesadaran aku menolak lamaran, Pak Ethan. Je

  • Gairah Panas Presdir Tampan   Rapuh

    Sepanjang malam, Joanna gelisah, nyaris terjaga semalaman. Pukul empat dini hari, wanita itu bangun dari tempat tidur, bergegas menyambar ponsel dan kunci mobilnya. "Semoga ibu baik-baik saja," gumam wanita itu. Joanna meninggalkan basemen apartemen lantas menjalankan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Jarak tempuh yang biasanya menghabiskan satu setengah jam, kali ini bisa dia jangkau dengan waktu empat puluh lima menit. Wanita itu segera turun dari mobil dan berjalan masuk ke dalam rumah sakit. Semakin melangkah menyusuri lorong ruang rawat inap, tangan Joanna semakin keringat dingin. Dadanya terasa sesak sekali menahan air matanya."Mbak Joanna."Suara Via membuat Joanna menoleh ke belakang. Tubuhnya terdorong beberapa langkah ketika adiknya memeluknya secara tiba-tiba. "Aku takut, Mbak," ujar Via lirih. Joanna memeluk adiknya dengan erat, mengusap punggungnya beberapa kali untuk menenangkan adiknya yang tengah terisak. "Ibu pasti baik-baik saja," bisik Joanna. "Kamu tahu ibu

  • Gairah Panas Presdir Tampan   Diculik Presdir

    Joanna mengusap kasar air matanya, bergegas berdiri sambil memasang raut wajah datar, seolah tidak terjadi apa-apa padanya. "Ah, aku hanya mencari udara segar," jawabnya. Dia sama sekali tidak menyangka bertemu dengan Ethan saat akan perjalanan pulang. Jangan-jangan Pak Ethan membuntutiku? pikirnya. Joanna menggeleng cepat, menyangkal pemikirannya itu. Atasannya itu orang sibuk, mana mungkin punya waktu untuk membuntutinya. "Kamu berbohong?" tebak Ethan setelah dia mengamati wajah Joanna selama beberapa detik. "Wajahmu terlihat gelisah."Joanna memalingkan wajahnya, menghembuskan napas gusar karena Ethan berhasil menebaknya. Ethan beralih menatap mobil Joanna, mencoba mencari tahu alasan wanita itu gelisah. Lelaki itu tidak percaya Joanna hanya sekedar bersantai di tepi jalan. Satu alis Ethan terangkat saat melihat ada yang aneh dengan ban mobil belakang Joanna, dia bahkan berjongkok untuk memastikannya. Astaga! batin Joanna, sebentar lagi lelaki itu pasti tahu masalah yang sedan

  • Gairah Panas Presdir Tampan   Uang Haram

    Joanna menatap sekilas baju ganti yang sudah disiapkan di atas tempat tidur lantas berpindah menatap makanan yang ada di atas meja. Dia sama sekali tidak tertarik dengan semua itu. Yang dia inginkan hanya segera pergi dari rumah Ethan. Suara pintu terbuka membuat Joanna menoleh. "Mana Pak Ethan?" Sambil tersenyum Bibi Dara menyodorkan secangkir teh hangat. "Minum dulu Mbak Joanna! Biar tenang!" Bibi masih berusaha untuk meredam emosi Joanna. "Bagaimana bisa aku tenang saat diculik? Cepat telepon Pak Ethan! Suruh ke sini sekarang juga!" ucap Joanna penuh penekanan. "Pak Ethan masih di perjalanan Mbak Joanna. Sebaiknya Mbak Joanna mandi dan makan dulu," ujar bibi. "Tidak, jangan memerintahku!" Joanna menatap sinis wanita paruh baya itu. Saat bibi lengah, Joanna menggunakan kesempatan itu untuk berjalan meninggalkan kamar. Dia semakin mempercepat jalannya, tidak peduli dengan panggilan dari bibi. Langkah Joanna terhenti saat pintu kamar itu terbuka, dia menahan napas melihat

  • Gairah Panas Presdir Tampan   Siasat Menjauh dari Ethan

    "Atas nama Kings Airline dan seluruh kru yang bertugas kami mengucapkan terima kasih telah melakukan penerbangan bersama kami. Sampai jumpa dipenerbangan yang lain. Have a nice day."Joanna mengukir senyum tipis mengakhiri announcement final landing. Wanita itu bergegas menyelesaikan sisa pekerjaannya yang lain.Tak lama setelah seluruh penumpang turun dari pesawat, Joanna bergegas menarik kopernya."Aku duluan, semua pekerjaanku sudah selesai," ucap Joanna ketika berpapasan dengan rekan kerjanya yang lainPramugari itu mengangguk, tidak berani protes sekalipun mereka belum selesai pengecekan kabin."Baik, Mbak Joanna."Joanna turun dari pesawat, tiba-tiba saja ada yang memanggilnya membuat langkahnya terhenti."Joanna.""Ya, Captain Brian. Ada apa?" tanya Joanna."Kamu buru-buru sekali. Mau ke mana?" Brian sengaja berbasa-basi dengan Joanna, sudah lama sekali dia tidak bertemu dengan wanita itu. Munafik kalau dia tidak rindu mengobrol sambil menatap Joanna."Ada urusan mendesak, Capt

  • Gairah Panas Presdir Tampan   Ancaman

    Tatapan mata Ethan menajam, tanpa mengatakan apapun lelaki itu berjalan meninggalkan Joanna.Setelah Ethan menghilang dari pandangan matanya barulah Joanna melepaskan tangan Devan."Ini ambillah! Aku tidak mau menerimanya. Jangan lakukan ini lagi!" ucap Joanna.Devan mengernyit seketika karena tingkah aneh Joanna. "Apa yang kamu lakukan, Joanna? Tadi kamu bilang apa?""Jangan salah paham Devan! Aku terpaksa memperkenalkan sebagai pacar, terima kasih sudah mau membantu. Sorry, aku buru-buru mau briefing." Joanna berusaha untuk menjelaskan pada Devan agar lelaki itu tidak salah paham.Baru saja berbalik, Joanna menghentikan langkahnya saat pergelangan tangannya ditahan oleh Devan."Jam berapa kamu selesai kerja, Joanna?"Joanna mengernyit. "Memangnya kenapa?" "Tidak apa-apa."Joanna melenggang meninggalkan Devan. ***“Revisi ulang semua laporannya!” perintah Ethan tegas, lelaki itu tidak menerima alasan apapun. Semua orang yang ada di ruang rapat saling pandang, aura mencengkam atasa

  • Gairah Panas Presdir Tampan   Video Panas

    Joanna menyeringai mendengar ancaman yang dilontarkan oleh Devan. Dia yakin sekali jika lelaki itu tidak akan berani melakukannya. "Hapus video itu sekarang juga, Devan!" perintah Joanna penuh penekanan. Devan menjauhkan ponselnya dari jangkauan Joanna. "Tidak semudah itu, Joanna.""Kamu benar-benar brengsek, Devan. Bisa-bisanya kamu merekamku diam-diam. Dasar kurang ajar." Joanna berusaha mengambil ponsel lelaki itu, tapi Devan justru memasukkan ke dalam sakunya. Devan mencengkeram erat pergelangan tangan Joanna. "Aku akan menghapusnya. Dengan satu syarat. Bagaimana?""Aku tidak sudi," balas Joanna sambil menatap tajam Devan. Perlahan Devan melepaskan tangan Joanna. "Baiklah kalau begitu aku tidak mau menghapusnya. Sepertinya kamu ingin seluruh dunia tahu betapa indah tubuhmu."Tangan Joanna kembali terulur, tapi lagi-lagi Devan menahan tangannya. Joanna segera menarik tangannya. Devan berdecak pelan. "Ck, padahal aku hanya memintamu menjadi kekasihku, Joanna. Apa itu sulit?" "H

Latest chapter

  • Gairah Panas Presdir Tampan   Diculik Suami

    Joanna mengernyit saat dia melih mobil Ethan siap di depan rumah. Padahal harusnya mobilnya yang ada di sana. "Masuklah, Joanna! Aku akan mengantarmu." Joanna tersentak kaget saat dia mendengar suara Ethan. Belum hilang keterkejutannya, tiba-tiba saja Ethan menarik pergelangan tangannya. "Maksudnya apa?" tanya Joanna bingung. Dia berusaha menarik tangannya, tapi nyatanya tenaga Joanna tidak cukup kuat. "Mulai hari ini aku yang mengantarmu," tegas Ethan tanpa menoleh ke belakang. "Nggak mau," tolak Joanna. "Lepaskan aku, Ethan!" Lelaki itu baru melepaskan Joanna saat mereka sudah ada di dekat mobil. Rizal langsung mendorong tubuh Joanna masuk ke dalam mobil dan dia menyusul masuk, tidak membiarkan Joanna keluar lagi. "Apa-apaan ini? Koperku?" tanyanya panik. Bibi sudah membawa kopernya turun terlebih dahulu, dia takut kopernya tertinggal di dalam rumah. "Sudah ada di bagasi," jawab Ethan. "Jalan, Pak!" Joanna semakin panik saat mobil itu berjalan. "Pak hentikan

  • Gairah Panas Presdir Tampan   Singapura

    Ethan menatap Joanna yang tertidur pulas di sampingnya. Sayang sekali Joanna melewatkan pemandangan indah dari balik jendela pesawat pribadi Ethan. Tak lama setelah pesawat itu lepas landas, Joanna langsung tertidur pulas. "Joanna, bangun!" Ethan menggoyang-goyangkan lengan Joanna setelah pesawat itu berhasil mendarat dengan sempurna. Tak kunjung bangun, Ethan mendekatkan wajahnya. Namun, tiba-tiba wanita itu menarik tubuhnya menjauh. Joanna memasang tampang waspada. "Apa yang kamu lakukan, Ethan?" Ethan menjauhkan tubuhnya lantas dia berdiri dan mengulurkan tangannya. "Aku hanya ingin membangunkanmu, Joanna. Ayo, turun!" Spontan Joanna menyambut uluran tangan Ethan dan mereka berjalan meninggalkan pesawat. Di bawah sana sebuah mobil hitam sudah menunggu. "Selamat pagi, Pak Ethan. Selamat pagi, Bu Joanna," sapa sopir itu. "Pagi, Pak," balas Joanna. Joanna masuk ke dalam mobil dan diikuti oleh Ethan. Mobil itu langsung melaju begitu mereka masuk. HOEK! Joann

  • Gairah Panas Presdir Tampan   Satu Ranjang

    Ethan melonggarkan pelukannya saat dia mendengar suara napas teratur, dia menunduk lantas tersenyum kecil ketika melihat Joanna tertidur pulas di pelukannya. "Cantik," gumam lelaki itu spontan. Ethan menarik selimut lebih tinggi, tidak ingin Joanna kedinginan dan lelaki itu kembali mendekap erat istrinya. Untuk pertama kalinya mereka tidur di ranjang yang sama. Tak butuh waktu lama, Ethan ikut tertidur pulas. *** Sepasang mata yang terpejam itu perlahan-lahan mulai terbuka. Joanna mengernyit merasakan pelukan erat itu, wanita itu menyingkirkan tangan Ethan sehingga dia bisa bebas. Joanna mendongak, menatap Ethan yang sudah tertidur pulas. "Kenapa dia masih ada di sini?" Joanna meringis saat sudah tidak tahan lagi menahan buang air kecil, dia menyibak selimut dan langsung menuju ke kamar mandi. Tak butuh waktu lama bagi Joanna berada di dalam kamar mandi. Dia kembali ke tempat tidurnya. Namun, Joanna hanya berdiri di samping ranjang. Wanita itu menggigit bibir bawa

  • Gairah Panas Presdir Tampan   Pesona Suami

    "Selamat malam, Tuan Ethan! Selamat malam, Nyonya Joanna," sapa bibi yang ada di dapur. Bibi senang sekali melihat kedua majikannya sudah mulai akur, tidak seperti saat mereka pertama kali masuk ke dalam rumah ini. "Malam, Bi," balas Joanna. "Ada yang bisa saya bantu, Tuan?" tanya bibi. "Tidak usah, Bi. Saya mau masak nasi goreng," ujar Ethan. Bibi menatap majikannya tak percaya, selama bekerja di rumah Ethan baru kali ini bibi melihat Ethan turun langsung ke dapur. Detik berikutnya dia tersenyum tipis melihat Ethan kembali menggandeng istrinya. "Baik, Tuan. Saya permisi dulu." Joanna hanya bisa pasrah saat Ethan menarinya menuju meja bar mini. Dia juga tidak tahu kenapa ngidam dimasakkan oleh suaminya. Jujur saja, Joanna lebih nyaman jika Ethan menolak permintaannya dan dia bisa bebas memasak dengan bibi. "Duduk sini dulu!" perintah Ethan. Tangan lelaki itu terulur mengusap perut Joanna. Tubuh wanita itu menegang saat melihat senyum tipis Ethan, tatapan mata lelaki

  • Gairah Panas Presdir Tampan   Manja

    "Joanna lihat yang mama bawa!" Pandangan mata Joanna berpindah mengikuti arah telunjuk mertuanya. Wanita itu langsung takjub melihat tumpukan perlengkapan bayi. "Ini semua mama belikan khusus untuk cucu mama. Semoga saja kamu suka, Joanna," ujar wanita paruh baya itu sambil tersenyum lebar. Usia kandungannya belum menginjak lima bulan, tapi mertuanya sangat antusias menyambut anaknya lahir. Diterima dengan baik oleh keluarga Ethan membuat Joanna justru merasa bersalah karena nantinya dia akan meninggalkan keluarga Ethan. "Ma, tapi aku lahiran masih lama. Apa tidak terlalu dini mama belikan semua ini?" tanya Joanna dengan hati-hati takut menyinggung mertuanya. Dengan semangat wanita paruh baya itu menggeleng. "Tentu saja tidak. Mama tidak tahan untuk belanja printilan untuk cucu mama." "Terima kasih banyak, Ma." Rasanya sudah lama sekali dia tidak mendapatkan kehangatan dari seorang ibu. Wanita paruh baya itu mengusap perut Joanna lantas berpindah mengusap lengan mena

  • Gairah Panas Presdir Tampan   Perhatian Mertua

    "DURHAKA KAMU ETHAN!" Teriakan itu sama sekali tidak membuat keputusan Ethan goyah. Dia memberi kode pada dua petugas keamanan segera menyeret mertuanya meninggalkan ruang kerjanya. "Lepas! Lepaskan aku!" pinta lelaki paruh baya itu saat dua orang itu menyeretnya paksa. "Apa kalian tidak tahu siapa aku? Hah?" Dengan panik lelaki itu kembali menatap Ethan, berharap menantunya berbaik hati mengurungkan niatnya. Dia pikir datang menemui menantunya adalah jalan keluar terbaik, tapi ternyata dia salah besar. Yang ad justru Ethan menolak permintaannya. "Ethan apa begini caramu memperlakukan mertuamu? Apa gunanya kaya kalau kamu tidak punya sopan santun?" Ethan berjalan cepat menutup pintu ruangan kerjanya, tapi sebelum ditutup Ethan menatap mertuanya. "Aku tidak akan mengeluarkan sepeserpun untuk ayah. Jadi, jangan berharap lebih, Ayah!" "Benar-benar kurang ajar kamu, Ethan. Dengar! Dengarkan aku! Aku menyesal membiarkan kamu menikah dengan putriku yang berharga." Teriakan mertuan

  • Gairah Panas Presdir Tampan   Hutang Balas Budi

    Joanna mengernyit melihat para pramugara dan pramugari berbaris rapi saat dia masuk ke dalam ruang kru. Dia memelankan langkah kakinya sambil mengamati sekeliling. "Joanna, akhirnya kamu datang juga. Ayo, cepat sini! Tinggal kamu yang belum cek berat badan," ujar salah satu petugas wanita yang berdiri di depan. Mampus, batin Joanna panik. Sidak dadakan itu membuat Joanna memucat, jelas saja karena berat badannya sudah naik beberapa kilogram. "Yang lain silahkan bubar. Joanna ayo sini!" Terpaksa Joanna mendekat, dia menatap tajam Rosa yang baru saja melewatinya. Harusnya temannya itu memberitahu jika ada sidak mendadak agar Joanna bisa melarikan diri. "Ya, Bu Amelia. Maaf Bu, saya sudah melakukan pemeriksaan. Apa harus dicek lagi?" Joanna mencoba untuk berhegosiasi dengan Amelia. "Tidak bisa, Joanna. Ayo cepat naik ke timbangan!" Amelia menatap buku yang ada di tangannya, siap untuk mencatat. Joanna menggigit bibir bawahnya, dia hanya bisa pasrah lantaran tidak b

  • Gairah Panas Presdir Tampan   Ancaman Terakhir

    "Apa yang kamu lakukan, Ethan?" geram Joanna. Wanita itu menatap sekeliling memastikan tidak ada orang lain. Bahaya jika ada orang yang melihat mereka berduaan. Ethan tak langsung menjawab, tapi justru membalas menatap tajam Joanna. Gertakan sepertinya tak mempan untuk membuat Joanna tunduk dengannya. Keberanian Joanna lama-lama menciut ditatap tajam seperti itu. "Aku ada briefing." Baru saja berbalik, pergelangan tangan Joanna dicengkeram erat oleh Ethan. Lelaki itu menarik kencang Joanna hingga wanita itu berbalik menghadapnya lagi. "Kalau kamu terus melawan aku tidak segan-segan membongkar hubungan kita, Joanna," ancam lelaki itu diikuti seulas senyum penuh kemenangan melihat perubahan wajah Joanna menjadi panik. Joanna membeku di tempat mendengar ancaman Ethan. "Jangan bercanda!" "Aku tidak bercanda, Joanna. Bagaimana? Jauhi Edward atau aku bongkar pernik—" "Ya, aku akan melakukannya," potong Joanna cepat. Dengan panik wanita itu menatap sekeliling, dia bernapas

  • Gairah Panas Presdir Tampan   Perhatian yang Memuakkan

    Joanna terkekeh pelan saat dia mengingat ucapan Ethan yang mengatakan jika dia cemburu melihatnya dengan Edward. "Ck, omong kosong," gumam Joanna. Dia tidak percaya dengan ucapan Ethan. Joanna menggelengkan kepalanya. Tidak mungkin seorang Ethan cemburu padanya. Wanita itu kian mempercepat jalannya, tangannya menarik koper. "Astaga!" pekik Joanna ketika Ethan menghubunginya. Joanna menempelkan ponselnya di telinga. "Ada apa?" "Kenapa kamu pergi dulu? Bukankah kemarin aku sudah bilang tunggu aku? Aku akan mengantar jemput mulai sekarang," ujar Ethan dari sebrang sana. "Tidak usah. Aku bisa pergi sendiri." Joanna tidak habis pikir bisa-bisanya Ethan menyuruhnya melakukan hal itu. Jika, dia melakukannya sama saja artinya lelaki itu ingin membongkar pernikahan rahasianya. "Di mana kamu sekarang. Aku bawakan sarapan untukmu. Bibi bilang kamu belum sarapan." Joanna menghela napas karena lelaki itu begitu keras kepala. Perhatian yang diberikan oleh Ethan berlebihan sekali. "Adu

DMCA.com Protection Status