“Apalagi keluhanmu kali ini, Ethan? Ada masalah serius?” Agnes menatap Ethan dari atas sampai bawah, jika lelaki itu sampai muncul di tempat praktiknya sudah pasti masalah serius. “Berbaringlah! Aku akan memeriksamu.”Ethan menghembuskan napas pelan, dia malah menyandarkan punggungnya di sandaran kursi lantas melonggarkan dasinya yang terasa mencekik. Satu alis Agnes terangkat tinggi karena Ethan tak kunjung menjawab pertanyaannya, raut wajahnya ikut panik, takut tebakannya benar. “Hei, katakan sesuatu, Pak Ethan! Apa yang kamu rasakan?”“Hari ini aku tidak mengalami mual muntah. Ini aneh sekali bukan?” Jawaban yang diberikan oleh Ethan membuat Anges melongo seketika, mendadak dia seperti orang bodoh. “Ap— Apa yang kamu katakan? Pasti telingaku salah dengar.”Harusnya Ethan merasa senang karena dia tidak tersiksa lagi, tapi dia malah merasa aneh dan dia merasakan itu saat dia bersama dengan Joanna. Dia kembali menatap Agnes, mungkin dokter pribadinya punya jawaban atas semua kebingu
Joanna menatap selembar kertas USG dengan mata berkaca-kaca, wanita itu mulai bimbang setelah mendatangi dokter. Padahal dia sudah bertekat untuk menggugurkan kandugannya itu. Namun, setelah mendengar suara detak jantung janinnya semua keraguan itu membuatnya nyaris gila. “Aku tidak pernah menginginkan dia,” gumam Joanna sambil menyentuh perutnya. Wanita itu menyeka air matanya lantas beranjak dari kursi tunggu dokter kandungan, dia berjalan cepat meninggalkan rumah sakit itu. BRAK!Tubuh Joanna terdorong ke belakang beberapa langkah setelah dia tidak sengaja menabrak seseorang, wanita itu langsung menunduk, membereskan tasnya yang terjatuh di lantai. Dengan cepat dia memasukkan kembali barang bawaannya yang berserakan. “Maaf,” gumam Joanna sambil mengambil selembar USG dari tangan orang yang baru saja dia tabrak. Tanpa menatap orang itu, Joanna bergegas meninggalkan tempat itu. Lelaki yang baru saja ditabrak oleh Joanna terus menatap hingga Joanna hilang dari pandangan matanya.
Joanna membulatkan matanya saat dia melihat Ethan berdiri di depan pintu apartemennya, wanita itu langsung berbalik. Namun, sayang sekali Ethan mengetahuinya. "Joanna."Ethan berlari mengejar Joanna, tidak akan membiarkan wanita itu kabur lagi. Dia berhasil meraih tangan Joanna sebelum wanita itu masuk ke dalam lift. "Lepaskan tanganku! Jangan menggangguku, Pak Ethan!""Kita harus bicara, Joanna. Aku tidak akan membiarkanmu kabur lagi," ujar Ethan. Lelaki itu menarik paksa Joanna menuju ke apartemen wanita itu. Dia bahkan tetap memegang tangan Joanna ketika mereka sampai di depan pintu. "Buka pintunya!""Apa yang kamu inginkan? Aku tidak ingin bicara denganmu, Pak Ethan. Semua tebakanmu itu salah," ujar Joanna. "Kamu hamil, kan? Kalau kamu tidak hamil, mana mungkin kamu kabur?" "Aku kabur karena kamu memaksaku," balas Joanna. "Aku tidak bohong, Pak Ethan. Tidak mungkin aku melakukan penerbangan saat hamil."Ethan tersentak kaget saat mendengar nada dering panggilan masuk. Dia ter
“Ethan bagaimana rencanamu menikah dengan Joanna? Kapan kami melamar dia? Mama tidak sabar melihat kamu menikah dengan Joanna.” Tidak peduli putranya baru datang, Dewi langsung menodong pertanyaan yang sudah lama dia tahan. “Katakan pada mama! Biar semuanya mama yang urus.” Langkah kaki Ethan terhenti, dia menoleh ke belakang. “Di mana papa? Ada hal penting yang harus aku bicarakan pada mama dan papa.” Mata Dewi berbinar bahagia. “Apakah kamu mau bilang kalau kamu sudah menyiapkan tanggal untuk melamar Joanna di depan keluarganya?” Ethan menatap mamanya dengan wajah gusar, sungguh dia tidak ingin bercanda saat ini. “Ma, aku tidak ingin bercanda. Ini masalah serius.” Senyum di wajah Dewi langsung lenyap seketika, dia bergegas berjalan melewati putranya. “Papa ada di ruang kerja. Ayo, bicara di sana saja!” Ethan bergegas mengekor mamanya, sampai di ruang kerja dia melihat papanya kaget saat mamanya menjelaskan maksud tujuannya. “Ada masalah apa?” Lelaki paruh baya itu menatap
Ethan nyaris terlonjak saat ayah Joanna mendadak berdiri dibelakangnya. "Kita harus bicara," ujar lelaki paruh baya itu. Tanpa mengatakan apapun, Ethan mengikuti ayah Joanna. Dia sudah menyiapkan diri diintrogasi oleh ayah Joanna. Mereka duduk di ruang tunggu yang sepi karena sudah larut malam. Ethan menatap lelaki paruh baya itu dalam diam. Alih-alih berbicara lelaki itu malah mengeluarkan bungkus rokok, mengambil sebatang lantas meletakkan di atas meja. Ethan mendorong bungkus rokok itu menjauh. "Tidak merokok?" tanya lelaki paruh baya itu lantas mengepulkan asap rokok dari bibirnya. "Tidak, Om," jawabnya cepat. Ethan sedikit terganggu dengan kepulan asap rokok yang mengganggu pernapasannya. "Apa pekerjaanmu?" tanyanya sambil menatap Ethan penuh selidik. "Hanya pegawai kantoran biasa, Om," jawab Ethan asal. "Hanya pegawai kantor? Ck, pasti gajinya masih banyakan Joanna. Saya tidak merestui kalian!" tegasnya. Ethan terperangah, tidak menyangka dia dipand
"Kenapa kamu berikan uangnya? Kamu tahu ayah nggak akan berhenti meminta uang. Sekali dia minta dan dikasih, dia akan terus melakukannya. Uangnya hanya untuk judi dan mabuk." Joanna tidak habis pikir, padahal dia sudah melarang Ethan memberikan uangnya, tapi tetap saja lelaki itu keras kepala. Ethan menggenggam tangan Joanna, membuat wanita itu tersentak kaget. "Jangan emosi! Ibu hamil nggak boleh emosi karena nanti akan mempengaruhi kondisi janin," ujar Ethan. Joanna tersentuh mendengar ucapan Ethan. Lelaki yang dia pikir cuek dan dingin ternyata punya sisi perhatian juga. Joanna mendekat saat dia melihat Ethan memberikan uang pada ayahnya. "Kembalikan uangnya, Yah!" pinta Joanna. Dia berusaha menarik amplop cokelat dari tangan ayahnya, tapi lelaki paruh baya itu malah menjauh dan menyembunyikan uangnya di balik punggung. "Enak saja, ini uang ayah. Sekarang terserah kalau kamu ingin menikah dengan Ethan. Ayah tidak akan menghalanginya." Joanna berusaha mengejar ayahn
"Biarkan aku tetap bekerja meskipun kita sudah menikah!" pinta Joanna. Ethan terkejut mendengar permintaan Joanna, jelas dia keberatan karena itu bisa membahayakan kehamilannya. "Tidak bisa, Joanna. Aku tidak akan membiarkanmu bekerja saat hamil. Kamu fokus saja pada kehamilanmu! Aku akan cukupi semua kebutuhanmu." Joanna sama sekali tidak tergiur dengan tawanan yang diberikan oleh Ethan. "Jangan halangi aku berkarir, Ethan!" "Berhentilah keras kepala, Joanna! Kamu sedang hamil, terlalu beresiko. Kamu bisa berkarir lagi setelah melahirkan." Joanna mencondongkan tubuhnya ke depan. Sepertinya dia harus mengingatkan janji yang telah mereka sepakati sebelumnya. "Bukankah kamu sendiri yang bilang kalau kamu tidak akan mengekang aku setelah menikah." "Ya, tapi untuk yang satu ini aku tidak bisa. Aku tidak mau ambil resiko. Keselamatanmu dan anak kita yang paling utama," tegas Ethan. Lelaki itu harap kali ini Joanna mau mendengarkannya. "Aku bisa jaga diri, Ethan. Tidak perlu khawatir!
Jantung Joanna berdebar kencang saat dia melihat pantulan wajahnya di depan cermin setelah penata rias selesai meriasnya. Dia nyaris tidak mengenali wajahnya sendiri. Akhirnya, hari pernikahannya tiba juga. “Mbak Joanna cantik sekali,” puji penata rias itu. Joanna bahkan tidak bisa berkata-kata lagi. “Ayo, ganti gaun pengantin dulu, Mbak Joanna!” Wanita itu hanya menurut, tiga orang membantunya menggunakan gaun itu. Kini penampilannya sudah lengkap dari atas kepala sampai ujung kaki. Gaun yang memiliki ekor panjang itu melekat sempurna di tubuh Joanna. “Astaga, gaunnya cocok sekali dengan Mbak Joanna. Cantik sekali, Mbak!” puji penata rias itu lagi. Joanna tersenyum tipis. “Terima kasih.” Wanita itu tidak bisa berpaling dari cermin, meskipun gaun itu cukup berat tapi Joanna menyukai gaun itu. Desainer pilihan Ethan memang terbaik, bisa membuatkan gaun sesuai dengan permintaannya. Tok … Tok … Tok …. Suara ketukan pintu membuat semua orang menoleh ke pintu. “Sep
Joanna mengernyit saat dia melih mobil Ethan siap di depan rumah. Padahal harusnya mobilnya yang ada di sana. "Masuklah, Joanna! Aku akan mengantarmu." Joanna tersentak kaget saat dia mendengar suara Ethan. Belum hilang keterkejutannya, tiba-tiba saja Ethan menarik pergelangan tangannya. "Maksudnya apa?" tanya Joanna bingung. Dia berusaha menarik tangannya, tapi nyatanya tenaga Joanna tidak cukup kuat. "Mulai hari ini aku yang mengantarmu," tegas Ethan tanpa menoleh ke belakang. "Nggak mau," tolak Joanna. "Lepaskan aku, Ethan!" Lelaki itu baru melepaskan Joanna saat mereka sudah ada di dekat mobil. Rizal langsung mendorong tubuh Joanna masuk ke dalam mobil dan dia menyusul masuk, tidak membiarkan Joanna keluar lagi. "Apa-apaan ini? Koperku?" tanyanya panik. Bibi sudah membawa kopernya turun terlebih dahulu, dia takut kopernya tertinggal di dalam rumah. "Sudah ada di bagasi," jawab Ethan. "Jalan, Pak!" Joanna semakin panik saat mobil itu berjalan. "Pak hentikan
Ethan menatap Joanna yang tertidur pulas di sampingnya. Sayang sekali Joanna melewatkan pemandangan indah dari balik jendela pesawat pribadi Ethan. Tak lama setelah pesawat itu lepas landas, Joanna langsung tertidur pulas. "Joanna, bangun!" Ethan menggoyang-goyangkan lengan Joanna setelah pesawat itu berhasil mendarat dengan sempurna. Tak kunjung bangun, Ethan mendekatkan wajahnya. Namun, tiba-tiba wanita itu menarik tubuhnya menjauh. Joanna memasang tampang waspada. "Apa yang kamu lakukan, Ethan?" Ethan menjauhkan tubuhnya lantas dia berdiri dan mengulurkan tangannya. "Aku hanya ingin membangunkanmu, Joanna. Ayo, turun!" Spontan Joanna menyambut uluran tangan Ethan dan mereka berjalan meninggalkan pesawat. Di bawah sana sebuah mobil hitam sudah menunggu. "Selamat pagi, Pak Ethan. Selamat pagi, Bu Joanna," sapa sopir itu. "Pagi, Pak," balas Joanna. Joanna masuk ke dalam mobil dan diikuti oleh Ethan. Mobil itu langsung melaju begitu mereka masuk. HOEK! Joann
Ethan melonggarkan pelukannya saat dia mendengar suara napas teratur, dia menunduk lantas tersenyum kecil ketika melihat Joanna tertidur pulas di pelukannya. "Cantik," gumam lelaki itu spontan. Ethan menarik selimut lebih tinggi, tidak ingin Joanna kedinginan dan lelaki itu kembali mendekap erat istrinya. Untuk pertama kalinya mereka tidur di ranjang yang sama. Tak butuh waktu lama, Ethan ikut tertidur pulas. *** Sepasang mata yang terpejam itu perlahan-lahan mulai terbuka. Joanna mengernyit merasakan pelukan erat itu, wanita itu menyingkirkan tangan Ethan sehingga dia bisa bebas. Joanna mendongak, menatap Ethan yang sudah tertidur pulas. "Kenapa dia masih ada di sini?" Joanna meringis saat sudah tidak tahan lagi menahan buang air kecil, dia menyibak selimut dan langsung menuju ke kamar mandi. Tak butuh waktu lama bagi Joanna berada di dalam kamar mandi. Dia kembali ke tempat tidurnya. Namun, Joanna hanya berdiri di samping ranjang. Wanita itu menggigit bibir bawa
"Selamat malam, Tuan Ethan! Selamat malam, Nyonya Joanna," sapa bibi yang ada di dapur. Bibi senang sekali melihat kedua majikannya sudah mulai akur, tidak seperti saat mereka pertama kali masuk ke dalam rumah ini. "Malam, Bi," balas Joanna. "Ada yang bisa saya bantu, Tuan?" tanya bibi. "Tidak usah, Bi. Saya mau masak nasi goreng," ujar Ethan. Bibi menatap majikannya tak percaya, selama bekerja di rumah Ethan baru kali ini bibi melihat Ethan turun langsung ke dapur. Detik berikutnya dia tersenyum tipis melihat Ethan kembali menggandeng istrinya. "Baik, Tuan. Saya permisi dulu." Joanna hanya bisa pasrah saat Ethan menarinya menuju meja bar mini. Dia juga tidak tahu kenapa ngidam dimasakkan oleh suaminya. Jujur saja, Joanna lebih nyaman jika Ethan menolak permintaannya dan dia bisa bebas memasak dengan bibi. "Duduk sini dulu!" perintah Ethan. Tangan lelaki itu terulur mengusap perut Joanna. Tubuh wanita itu menegang saat melihat senyum tipis Ethan, tatapan mata lelaki
"Joanna lihat yang mama bawa!" Pandangan mata Joanna berpindah mengikuti arah telunjuk mertuanya. Wanita itu langsung takjub melihat tumpukan perlengkapan bayi. "Ini semua mama belikan khusus untuk cucu mama. Semoga saja kamu suka, Joanna," ujar wanita paruh baya itu sambil tersenyum lebar. Usia kandungannya belum menginjak lima bulan, tapi mertuanya sangat antusias menyambut anaknya lahir. Diterima dengan baik oleh keluarga Ethan membuat Joanna justru merasa bersalah karena nantinya dia akan meninggalkan keluarga Ethan. "Ma, tapi aku lahiran masih lama. Apa tidak terlalu dini mama belikan semua ini?" tanya Joanna dengan hati-hati takut menyinggung mertuanya. Dengan semangat wanita paruh baya itu menggeleng. "Tentu saja tidak. Mama tidak tahan untuk belanja printilan untuk cucu mama." "Terima kasih banyak, Ma." Rasanya sudah lama sekali dia tidak mendapatkan kehangatan dari seorang ibu. Wanita paruh baya itu mengusap perut Joanna lantas berpindah mengusap lengan mena
"DURHAKA KAMU ETHAN!" Teriakan itu sama sekali tidak membuat keputusan Ethan goyah. Dia memberi kode pada dua petugas keamanan segera menyeret mertuanya meninggalkan ruang kerjanya. "Lepas! Lepaskan aku!" pinta lelaki paruh baya itu saat dua orang itu menyeretnya paksa. "Apa kalian tidak tahu siapa aku? Hah?" Dengan panik lelaki itu kembali menatap Ethan, berharap menantunya berbaik hati mengurungkan niatnya. Dia pikir datang menemui menantunya adalah jalan keluar terbaik, tapi ternyata dia salah besar. Yang ad justru Ethan menolak permintaannya. "Ethan apa begini caramu memperlakukan mertuamu? Apa gunanya kaya kalau kamu tidak punya sopan santun?" Ethan berjalan cepat menutup pintu ruangan kerjanya, tapi sebelum ditutup Ethan menatap mertuanya. "Aku tidak akan mengeluarkan sepeserpun untuk ayah. Jadi, jangan berharap lebih, Ayah!" "Benar-benar kurang ajar kamu, Ethan. Dengar! Dengarkan aku! Aku menyesal membiarkan kamu menikah dengan putriku yang berharga." Teriakan mertuan
Joanna mengernyit melihat para pramugara dan pramugari berbaris rapi saat dia masuk ke dalam ruang kru. Dia memelankan langkah kakinya sambil mengamati sekeliling. "Joanna, akhirnya kamu datang juga. Ayo, cepat sini! Tinggal kamu yang belum cek berat badan," ujar salah satu petugas wanita yang berdiri di depan. Mampus, batin Joanna panik. Sidak dadakan itu membuat Joanna memucat, jelas saja karena berat badannya sudah naik beberapa kilogram. "Yang lain silahkan bubar. Joanna ayo sini!" Terpaksa Joanna mendekat, dia menatap tajam Rosa yang baru saja melewatinya. Harusnya temannya itu memberitahu jika ada sidak mendadak agar Joanna bisa melarikan diri. "Ya, Bu Amelia. Maaf Bu, saya sudah melakukan pemeriksaan. Apa harus dicek lagi?" Joanna mencoba untuk berhegosiasi dengan Amelia. "Tidak bisa, Joanna. Ayo cepat naik ke timbangan!" Amelia menatap buku yang ada di tangannya, siap untuk mencatat. Joanna menggigit bibir bawahnya, dia hanya bisa pasrah lantaran tidak b
"Apa yang kamu lakukan, Ethan?" geram Joanna. Wanita itu menatap sekeliling memastikan tidak ada orang lain. Bahaya jika ada orang yang melihat mereka berduaan. Ethan tak langsung menjawab, tapi justru membalas menatap tajam Joanna. Gertakan sepertinya tak mempan untuk membuat Joanna tunduk dengannya. Keberanian Joanna lama-lama menciut ditatap tajam seperti itu. "Aku ada briefing." Baru saja berbalik, pergelangan tangan Joanna dicengkeram erat oleh Ethan. Lelaki itu menarik kencang Joanna hingga wanita itu berbalik menghadapnya lagi. "Kalau kamu terus melawan aku tidak segan-segan membongkar hubungan kita, Joanna," ancam lelaki itu diikuti seulas senyum penuh kemenangan melihat perubahan wajah Joanna menjadi panik. Joanna membeku di tempat mendengar ancaman Ethan. "Jangan bercanda!" "Aku tidak bercanda, Joanna. Bagaimana? Jauhi Edward atau aku bongkar pernik—" "Ya, aku akan melakukannya," potong Joanna cepat. Dengan panik wanita itu menatap sekeliling, dia bernapas
Joanna terkekeh pelan saat dia mengingat ucapan Ethan yang mengatakan jika dia cemburu melihatnya dengan Edward. "Ck, omong kosong," gumam Joanna. Dia tidak percaya dengan ucapan Ethan. Joanna menggelengkan kepalanya. Tidak mungkin seorang Ethan cemburu padanya. Wanita itu kian mempercepat jalannya, tangannya menarik koper. "Astaga!" pekik Joanna ketika Ethan menghubunginya. Joanna menempelkan ponselnya di telinga. "Ada apa?" "Kenapa kamu pergi dulu? Bukankah kemarin aku sudah bilang tunggu aku? Aku akan mengantar jemput mulai sekarang," ujar Ethan dari sebrang sana. "Tidak usah. Aku bisa pergi sendiri." Joanna tidak habis pikir bisa-bisanya Ethan menyuruhnya melakukan hal itu. Jika, dia melakukannya sama saja artinya lelaki itu ingin membongkar pernikahan rahasianya. "Di mana kamu sekarang. Aku bawakan sarapan untukmu. Bibi bilang kamu belum sarapan." Joanna menghela napas karena lelaki itu begitu keras kepala. Perhatian yang diberikan oleh Ethan berlebihan sekali. "Adu