Keduanya masuk ke dalam kamar, setelah waktu menunjukkan pukul 1 malam. Amel berbaring di sisi kanan ranjang, sedangkan Bram di sisi kiri. Keduanya saling memunggungi dan berpura-pura tidur.Namun hingga pukul 3, Bram belum bisa tidur. Begitu juga dengan Amel, wanita cantik itu menyadari kalau Bram resah sejak tadi. Tapi Amel berpura-pura tidak tahu, ia hanya diam sambil menikmati gerakan Bram melalui tempat tidur.Bram memutar tubuh, dipandangnya Amel yang memunggunginya. Ia menghela napas, lalu menggeser tubuhnya untuk mendekati Amel."Amel, bisakah aku menyentuhmu," bisik Bram dengan lembut, sambil tangan kekarnya menarik pinggang Amel, untuk merapatkan tubuh keduanya."Hum...." jawab singkat Amel."Aku berjanji, pasti menjaganya," ucap Bram.Amel meluruskan tubuhnya, ia pasrah Bram membuka seluruh pakaian yang melekat di tubuh mungilnya. Ia menikmati setiap sentuhan dari prai tampan itu, mengizinkannya menggagahi seluruh bagian sensitif miliknya.Setelah bertempur selama 45 menit,
Akhirnya Tania menerima permohonan Amel, ia memintanya untuk datang ke suatu tempat, di mana ia menahan Maria dan Tia."Kamu bisa tinggal di rumah ini untuk selamanya. Tapi ingat! Jangan pernah menginjakkan kaki di Jakarta, apalagi sampai bertemu dengan Bram," ucap Tania kepada Amel."Iya, aku berjanji," jawab Amel sambil mengangguk."Bagus."Setelah mengatakan itu, Tania dan orang suruhannya segera pergi. Sedangkan Amel berusaha membuka ikatan Maria dan Tia, ia menyadarkan kedua wanita itu dengan bantuan air.Perlahan Maria dan Tia membuka mata, keduanya terkejut setelah melihat sekelilingnya berbeda."Di mana ini?" ucap Maria."Ibu, ibu," panggil Amel."Sayang, ini kamu?" tanya Maria dengan rasa tidak percaya, "Kita di mana?" lanjutnya sambil memutar mata, melihat setiap sudut dari ruangan itu.Amel berusaha menenangkan Maria dan Tia, setelah itu ia menceritakan apa yang terjadi. Hal itu membuat Maria mengingat segalanya."Itu artinya, kedua wanita itu adalah suruhan Tania. Mereka d
Waktu telah menunjukkan pukul 11 malam, tetapi Bram masih duduk di kursi kerajaannya. Pria tampan itu sama sekali tidak berniat untuk meninggalkan perusahaan Pratama Grup, jika Bryan tidak menghubunginya! Mungkin Bram tidak akan beranjak dari sana."Melepaskan Tania begitu saja! Oh tidak, aku harus memberinya pelajaran," ucap Bram kepada dirinya sendiri.Ia semakin menekan gas, melanjutkan mobilnya membelah jalan Ibu kota. Tidak disangka tiba-tiba seekor kucing melintas di depan, yang membuat Bram refleks menginjak rem.Seketika mobil mewah itu terguling bebas di tengah jalan, seketika itu juga Bram tidak sadarkan diri. Berita kecelakaan itu pun langsung memenuhi majalah bisnis dan televisi, hingga ke manca negara.Kesempatan itu pun tidak disia-siakan oleh Tania, ia segera kembali ke Indonesia dan berharap Bram tiada, agar semua harta warisan suaminya itu jatuh ke tangannya. Sedangkan di tempat lain, Amel merasa jantungnya tidak stabil. Bahkan Maria ikut cemas karena wajah Amel terl
Pagi ini Bram sudah diizinkan untuk pulang, pria tampan itu meminta Amel untuk ikut ke kediaman Wijaya. Tapi Amel menolaknya, ia memilih pulang ke Apartemen.Setibanya di kediaman Wijaya, Tania sudah menunggu di teras. Wanita cantik itu langsung bergegas menghampiri Bram yang baru turun dari mobil."Sayang, akhirnya kamu bisa pulang. Aku sangat khawatir dan merindukanmu." Tania memeluk Bram, sambil berpura-pura menagis."Aku juga merindukanmu," balas Bram, ia juga berpura-pura sama seperti yang dilakukan Tania.Tania menuntun Bram masuk ke dalam rumah, meminta pelayan untuk menyiapkan bubur yang sudah ia masak tadi. Dengan penuh semangat, Tania menyuapkan bubur ke mulut Bram, tetapi pria tampan itu menolak."Kenapa sayang?" tanya Tania dengan lembut."Aku tidak lapar, aku ingin istirahat," jawab Bram."Oh baiklah, aku akan mengantarmu ke kamar," ucap Tania sambil tersenyum.Bibirnya bisa tersenyum, tetapi raut wajahnya tidak bisa berbohong, di sana jelas terlihat kekecewaan yang begit
Setibanya di kediaman Wijaya, Amel melihat James sedang berbincang-bincang dengan Lukas di taman, sedangkan Tania di dapur. Wanita bertubuh tinggi itu memasak sesuatu, dibantu oleh pelayan."Wah, kamu masak apa?" tanya Bram.Ia berdiri di bibir pintu dapur, dengan posisi kedua tangan terlipat di dada."Sayang, kamu sudah pulang," balas Tania, "Ini, aku sedang membuat sup daging untuk kamu. Karena kamu baru sembuh! Jadi harus banyak makan agar tenaga kamu cepat pulih," lanjutnya."Terima kasih sayang," ucap Bram.Ia tersenyum kepada Tania, sambil berbisik dalam hati, "Tania, Tania, sejak kapan kamu peduli denganku? Sejak kapan kamu membuatkan makanan untukku dan Bryan? Kamu pikir aku tidak tahu, kalau sup itu adalah untuk James. Tapi enggak apa-apa, aku akan mengikuti permainan ini, sampai kamu menyesal seumur hidup." "Sayang, aku ke kamar dulu ya?" Bram bergegas meninggalkan dapur, melangkah menaiki anak tangga menuju ruang kerjanya yang terletak di lantai tiga.Di sana Bram menghubu
Suara dering ponsel membangunkan Amel di pagi hari. Lukas menghubunginya untuk memberitahu kalau Ibunya sudah tiba di Jakarta, dan saat ini dirawat di rumah sakit.Amel segera bangkit dari tempat tidur, bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya, lalu meninggalkan Apartemen menuju rumah sakit tempat Ibunya dirawat.Setibanya di sana, Maria dirawat di ruang VIP. Tentu hal itu atas perintah dari Bram, yang membuat hati dan perasaan Amel semakin dalam kepada pria tampan itu."Ibu," panggil Amel, ia berlari ringan dari pintu menuju tempat tidur."Sayang, kamu sudah datang," sahut Maria, sambil membalas pelukan putrinya."Bagaimana keadaan Ibu? aku sangat mengkhawatirkan Ibu." Ame mengungkapkan perasaannya."Ibu tidak apa-apa sayang, kamu tidak perlu khawatir." Tentu Maria berkata demikian, ia tidak ingin putri kesayangannya itu terlalu mencemaskannya.Namun sesungguhnya, kondisi Maria saat ini sudah semakin parah. Tetapi ia berusaha kuat dan santai, untuk menutupinya dari Amel, b
Saat Bram kembali ke kediaman Wijaya, James sudah menunggu di ruang tamu."Kakak sudah pulang?" sapa James, saat melihat Bram muncul dari pintu utama."Apa kamu menungguku?" Bram melangkah menuju ruang tamu, duduk di sofa tepat di hadapan James."Iya, aku ingin membicarakan tentang tender waktu itu," jawab James, "Beberapa hari yang lalu, aku sudah mengajukan pinjaman. Mungkin dua atau tiga hari lagi dananya akan cair," lanjutnya."Benarkan? Woa...kamu memang benar-benar berubah," puji Bram dengan wajah meyakinkan, "Dalam bisnis, kita harus berani untuk mengambil tindakan. Menang atau kalah! Itu sudah resiko, yang penting kita harus nekat," lanjutnya."Iya, aku percaya kepada kakak. Aku ingin berhasil seperti kakak." James sangat yakin dengan Bram."Iya, kamu harus percaya kepadaku, jika kamu ingin berhasil dan memiliki perusahaan sendiri. Sebagai kakak sepupu, aku tidak mungkin menipumu." James benar-benar percaya dengan apa yang terucap dari mulut Bram, ia sama sekali tidak curiga.
Di bab ini sedikit panas, jadi bijaklah dalam membaca. Karena cerita ini khusus dewasa, yang belum cukup umur alon-alon mundur. Terima kasih.........................Setelah puas menikmatinya, Bram mengambil posisi aman. Ia mendorong benda tumpulnya dengan lembut, ke dalam surga dunia milik Amel.Hentakan lembut dari pinggulnya seiring dengan desah yang ke luar dari mulut Amel."Ah....um...oh.." wanita cantik itu mendesah.Sentuhan Bram selalu membuatnya melambung tinggi, bahkan tanpa disadari! Tangannya meremasi kedua gunung kembarnya sendiri.Amel yang tidak puas hanya menerima siksa nikmat dari Bram! Lantas mendorong tubuh pria itu hingga terbaring di atas tempat tidur, Amel berjongkok sejajar dengan benda tumpul milik Bram, lalu memasukkannya ke dalam sana."Ow...ssttt... Ini nikmat Amel," erang Bram.Semakin hari Surga Baby-nya itu semakin liar saat di atas tubuhnya. Bram meremas kedua gunung kembar Amel, untuk menambah gairah wanita cantik itu.Setelah 20 menit berada di atas t
Ramel tidak membuka mulut, rasa terharu sekaligus sedih membuat bibirnya kaku."Jadi untuk sementara waktu...." Melisa belum selesai bicara, tiba-tiba terdengar suara teriakan dari lantai dua. Sontak membuat keduanya refleks meninggalkan ruang tamu menuju arah datangnya suara."Tidak, tidak, tidak." Teriakan itu menyambut Ramel dan Melisa."Ibu, ibu, ada apa ibu?" Melisa merangkul ibunya, wajahnya terlihat khawatir.Begitu juga dengan Ramel, pria tampan itu menarik Bella lalu memeluknya dengan erat. Menungkupkan wajah wanita cantik itu di dada bidangnya, sambil mengecup ujung kepala Bella dengan penuh kasih sayang.Setelah Bella sedikit tenang, Ramel mengajaknya duduk di sisi ranjang. Memberinya air mineral sambil berbicara dengan lembut."Aku tidak tahu apa yang terjadi padaku, aku merasakan sesuatu saat memasuki kamar ini," ucap Bella dengan wajah bingung.Ramel tersenyum tipis, "Apa kamu mengingat sesuatu?"Bella menggeleng, "Aku hanya merasa tidak asing dengan kamar ini, padahal
Dua hari telah berlalu, Ramel dan Tania sedang bersiap-siap untuk menemui wanita itu. Selama ini ayah satu anak itu benar-benar sibuk karena kliennya datang dari Singapura. "Kenan, kamu gak jadi ikut?" tanya Ramel saat tiba di meja makan.Dua hari yang lalu pria tampan berusia 17 tahun itu berjanji untuk ikut. Namun pagi ini ia masih terlihat mengenakan baju santai."Enggak Pah," jawab Kenan."Kenapa?" Tentu Ramel bertanya, apa alasan putranya tidak ikut!"Kenan merasa tidak enak badan Pah, kepalaku sedikit pusing.""Yasudah, kamu istirahat aja di rumah." Kali ini Tania yang membuka mulut.Ruangan itupun seketika hening, semua sibuk menikmati sarapannya masing-masing. Setelah itu Ramel dan Tania meninggalkan kediaman Wijaya bersama Lukas sopir kepercayaan keluarga Wijaya.Setelah menempuh perjalanan selama 7 jam, akhirnya mereka tiba. Tania memperhatikan rumah sederhana yang berdiri kokok di hadapannya. "Ayo Oma," ajak Ramel.Keduanya melangkah secara bersamaan, Ramel mengangkat sat
Tepat pukul satu siang, Ramel dan teman-temannya sudah bersiap-siap untuk meninggalkan Villa dan kembali ke kota. Sebenarnya mereka masih memiliki satu tujuan lagi, tetapi Ramel tiba-tiba ada urusan mendadak. Kliennya dari Singapura besok pagi sudah tiba di Indonesia."Mel, dari tadi Melisa kok gak kelihatan ya? Apa dia gak kerja?" tanya Alex sambil membantu Ramel memasukkan barang-barang ke dalam mobil."Dia shift malam, jadi udah pulang tadi pagi," jawab Ramel dengan jujur."Oh, pantas itu anak gak kelihatan," sahut Alex, "Oh iya, kamu tahu dari mana?" lanjutnya."Tadi aku yang mengantarnya pulang." Ramel menceritakan semuanya kepada Alex, ia juga mengatakan merasakan sesuatu saat melihat ibunya Melisa berdiri di depan jendela."Kenapa kamu gak singgah dulu?" Tentu Alex bertanya!"Segan sama tetangganya, soalnya di rumah itu gak ada laki-laki," dalih Ramel."Iya juga sih, tapi Melisa dan ibunya kapan ke Jakarta? Bukannya kamu menawarinya untuk jadi asisten rumah tangga di kediaman W
"Kamu baru lulus sekolah ya?" Ramel kembali bertanya."Iya Om," sahut singkat Melisa."Kalau baru lulus sekolah jangan langsung nikah, lanjut kuliah dulu. Pernikahan itu tidak seindah yang dibayangkan." Ramel seketika menjadi seorang ayah yang sedang menasehati putrinya."Untuk apa sekolah tinggi-tinggi kalau akhirnya jadi tukang masak, lebih baik cari laki-laki yang mapan lalu nikah." Jawaban melihat membuat Ramel dan teman-temannya tercengang.Melisa bicara dengan wajah polos tanpa sedikitpun tersenyum. Wanita cantik berusia 18 tahun itu sungguh-sungguh ingin menikah, terlihat dari sorot matanya saat menatap Ramel.Entah apa yang membuatnya ingin segera menikah, padahal usianya masih sangat muda."Gimana Om? Mau nikah dengan saya?" lanjut Melisa sembari bertanya.Ramel tersenyum mengejek, "Anak zaman sekarang selalu bertindak tanpa berpikir dulu. Kamu pikir pernikahan itu mainan? Lagipula aku tak mungkin menikah denganmu.""Kenapa gak mungkin Om? Yang penting kan, suka sama suka," p
Tujuh belas tahun telah berlalu, selama itu juga Ramel hidup dalam kesendirian, ia membesarkan Kenan bersama Tania yang saat ini sudah menginjak usia 67 tahun. Wanita tua itu sudah sering kali meminta Ramel untuk menikah, tetapi permintaannya selalu ditolak.Tania sudah mencoba menjodohkan beberapa wanita dari golongan atas kepala Ramel, tetapi pria tampan itu sama sekali tidak tertarik. Ia masih berharap Bella hidup dan kembali ke pelukannya."Ken," panggil Ramel yang duduk di ruang tamu bersama Tania.Kenan yang melangkah menuju pintu utama, terpaksa memutar langkah menghampiri ayah dan buyutnya."Iya Pah," sahut Kenan sambil menjatuhkan bokongnya di samping Tania."Besok pagi Papah mau touring ke luar kota, tolong jaga Buyut dan jangan pulang larut malam," pesan Ramel kepada putranya."Baik Pah, Kenan gak diajak Pah?" jawab Kenan sembari balik bertanya."Fokus dengan sekolahmu." Setelah mengatakan itu, Ramel bergegas meninggalkan ruang tamu.Kenan pun berpamitan kepada buyutnya, an
"Pantas saja ini tempat favorit mas Ramel, selain pemandangannya yang indah, suasananya juga terasa tenang," ucap Bella dengan nada lembut dan nyaris tak terdengar.Wanita satu anak itu memejamkan mata, menghirup udara dalam-dalam lalu mengeluarkannya dari hidung dengan lembut, sambil menikmati sejuknya hembusan angin."Bella."Bella refleks membuka mata saat mendengar seseorang memanggil namanya, ia baru saja akan memutar kepala untuk melihat orang yang memanggilnya, tetapi dua telapak tangan sudah terlebih dahulu mendorong punggungnya dari belakang."Aaaaaahh...." teriak Bella yang terguling ke jurang hingga jatuh ke aliran air terjun.Saat itu juga Ramel terbangun dari tidurnya, seluruh kening pria tampan itu terlihat mengkilat akibat tetesan keringat, sehingga membuat Tania bingung dan terkejut ketika melihatnya ke luar dari kamar."Ramel, kamu kenapa?" tanya Tania yang sedang memberikan susu formula pada Kenan."Bella di mana Oma?" Bukannya menjawab, Ramel justru balik bertanya.
Setelah melepas hasrat sebanyak dua kali, Ramel dan Bella meninggalkan rumah pohon dan kembali ke Villa. Setibanya di sana, Tania langsung mengajak mereka untuk makan siang bersama. Wanita tua itu sudah menyiapkan beberapa menu di atas meja bersama pelayan.Makan siang kali ini sedikit berbeda, biasanya suasana di meja makan pasti akan hening karena tak ada yang boleh berbicara. Tetapi saat ini Ramel, Bella dan Tania menikmati makan siangnya sambil berbincang-bincang."Mel, Bel, malam ini Kenan biar tidur sama Oma aja ya?" ucap Tania sambil mengunyah makanannya.Iya, Ramel dan Bella menamai putranya Kenan Alexander Wijaya."Kenan setiap malam sering minta susu, nanti Oma jadi terganggu," sahut Bella."Enggak apa-apa, Oma gak merasa terganggu kok," ucap Tania.Wanita tua itu sengaja meminta Kenan tidur di kamarnya, agar Bella dan Ramel bisa berduaan menikmati liburannya. Dari awal Tania sudah menolak untuk ikut ke Villa, tetapi Bella memaksa."Yaudah, terserah Oma aja." Kali ini Ramel
Empat puluh hari telah berlalu, hari ini keluarga Wijaya sedang bersiap untuk liburan. Ramel akan memboyong keluarganya ke villa, seperti permintaan Bella waktu itu. Rencananya mereka akan menginap di sana selama satu Minggu."Mas," panggil Bella.Ramel yang melangk menuju pintu, menghentikan langkahnya lalu berputar menghadap Bella."Iya sayang," sahut Ramel dengan lembut."Sebabnya ada yang ingin aku bicarakan, Mas," ucap Bella dengan wajah serius.Ramel melangkah menghampiri istrinya yang duduk di sisi ranjang tepat di samping wanita cantik satu anak itu."Bicara apa sayang? Apa tentang liburan kita?" todong Ramel.Bella menggeleng, "Tidak mas, aku ingin bicara tentang pak Bara dan Mbok Inem," ucapnya.Ramel menghela napas, ia meraih tangan Bella lalu menggenggamnya dengan erat. Walupun Bella belum mengatakan apapun, Ramel sudah tahu apa yang akan dibicarakan oleh istrinya itu.Tentu tentang kejadian beberapa bulan yang lalu, di mana pak Bara dan Mbok Inem tiba-tiba mengkhianatinya
"Kenapa sayang?" tanya Ramel yang langsung memeluk Bella."Mas tega," bisik Bella."Bukan tega sayang, tapi Mas hanya mengikuti saran dari dokter," sahut Ramel yang juga berbisik.Akhirnya Bella mengikuti kemauan suaminya, ia mengijinkan dokter untuk melakukan tugasnya. Bella menggigit ujung baju Ramel untuk menahan rasa sakit yang luar biasa, bahkan lebih sakit dari melahirkan."Sudah Dok, saya gak kuat lagi," keluh Bella, akhirnya wanita cantik itu menyerah."Sebentar lagi ya Bu, tinggal satu jahitan lagi," sahut dokter. Wanita berjubah putih itu sengaja mengajak Bella bicara, untuk mengalihkan rasa sakitnya.Setelah 60 menit berlalu, Bella dipindahkan ke ruang inap begitu juga dengan bayi mungilnya. Wanita cantik itu sudah pasti menempati kamar President Suite.Ramel tak sedetikpun meninggalkan istri dan anaknya. Tatapnya tak lepas dari wajah tampan putranya, bayi mungil itu benar-benar mirip dengannya. Sungguh Ramel tak menyangka memiliki anak diusianya yang masih sangat muda, ia