Setelah 60 menit duduk di balkon, akhirnya Amel dan Dokter kembali ke kamar. "Tuan, apa kita bisa bicara sebentar?" ucap Dokter."Tentu saja." Sebelum pergi, Bram terlebih dahulu menitipkan Amel kepada Bryan.Ia meminta putranya untuk menemani Amel sampai ia kembali. Dan hal itu tidak ditolak Bryan, justru pria tampan itu memang sudah berniat untuk bicara secara berduaan dengan Ibu sambungnya."Silahkan duduk." Bram mempersilahkan Dokter untuk duduk, setelah tiba di ruang tamu lantai dua."Terima kasih Tuan." Dokter duduk di hadapan Bram, "Begini Tuan, sebaiknya Nyonya Amel dibawa ke Dokter Psikiater," lanjutnya."Maksudnya?" Bram merasa terkejut."Halusinasi Nyonya Amel harus segera ditangani ahlinya. Waktu duduk di balkon, beliau mengatakan melihat seseorang di kursi taman, saat aku melihatnya! Tidak ada siapa-siapa di sana. Mungkin seperti itulah yang terjadi kepada beliau selama satu bulan terakhir ini. Jadi Tuan harus segera mengambil tindakan." Bram menghela napas kasar menden
Satu malam Bram tidak bisa tidur, begitu juga dengan Amel. Sepasang suami istri itu hanya diam dan tidak saling bicara. Amel merasa kecewa karena Bram akan membawanya ke tempat yang biasa ditinggali oleh orang yang tidak waras. Sedangkan Bram memikirkan hal yang sama, tadinya ia sudah membulatkan niat untuk membawa Amel. Tetapi setelah mendengar ucapan Bryan, ia menjadi ragu."Mah," panggil Bram dengan lembut.Ia memeluk wanita cantik yang sedang berbaring di sampingnya, dengan posisi memunggunginya."Mah, maafkan Papah ya?" Bram kembali membuka mulut, karena tidak ada jawaban dari Amel.Amel menarik napas dalam-dalam lalu membuangnya dengan kasar. "Papah gak perlu minta maaf," ucapnya.Bram memutar tubuh Amel menghadap kepadanya, "Papah melakukannya demi kebaikan Mamah. Papah gak tega melihat Mamah selalu ketakutan setiap hari.""Terserah Papah saja," jawab Amel dengan pasrah namun tak rela."Mamah marah ya?" tanya Bram."Tidak, Mamah tidak marah." Dari wajahnya terlihat kekecewaan y
"Ponsel siapa yang berdering?" tanya Bryan. Salah satu pelayan mengangkat tangan ke atas, wajahnya terlihat pucat, keningnya berkeringat dan matanya meneteskan butiran bening. "Sa....sa....saya Tuan," ucap Bibi Mina. "Kamulah penghianat itu," todong Bryan. "Maksud kamu?" tanya Bram kepada Bryan. "Iya Pah, dialah pelakunya. Papa tidak percaya?" tegas Bryan. "Mina ikut denganku." Bram meninggalkan ruang tamu, menaiki tangga menuju ruang kerjanya di lantai tiga dan diikuti Bibi Mina. Sedangkan pelayan lainnya kembali melanjutkan pekerjaannya masing-masing. Kini hanya tinggal Tania dan Bryan. "Yan, kamu tahu dari mana kalau pelakunya Bibi Mina?" Akhirnya Tania membuka mulut setelah semuanya pergi. "Tadi aku melihatnya ke luar dari hutan lindung, sedangkan wanita yang dilihat Amel masuk ke hutan. Sudah bisa dipastikan, Mina lah pelakunya," jawab Bryan. Sebenarnya Bryan tidak melihat Mina ke luar dari hutan, pria tampan itu sengaja berbohong. Bryan tidak mungkin mengatakan yang se
"Sayang, hari ini kita akan berlibur. Alangkah baiknya kita tidak membicarakan tentang Mina," balas Bram, menirukan cara bicara istrinya.Amel tersenyum tipis, "Baiklah Pah," ucapnya.Saat Amel akan bangkit dari sisi ranjang, Bram menarik tangan wanita cantik itu dengan kasar hingga terjatuh di atas tubuh kekarnya."Papah," gerutu Amel dengan wajah malu-malu.Bram mendekatkan bibirnya ke bibir Amel, "Sayang, aku mau kuda-kudaan," ucapnya dengan nada berbisik.Wajah Amel berubah menjadi merah merona karena malu. Masa siang-siang bolong mereka memalukan pertempuran, padahal tadi malam Bram sudah dua kali memasukkan bola ke gawang.Amel mengangguk untuk merespon ucapan suaminya. Hanya dalam hitungan detik bibir keduanya sudah menyatu dan saling bertukar saliva.Pintu yang tidak tertutup rapat membuat suara desahan Amel terdengar hingga ke luar. Untung saja telinga Mbok Inem memiliki pendengaran yang baik, sehingga wanita keturunan Sunda itu tidak sempat mendorong pintu. Justru ia memalin
"Apa kamu meragukan aku?" Bukannya memberi bukti, Tia justru balik bertanya."Tidak, aku hanya ingin meyakinkan diriku sendiri," jawab Bryan.Tia refleks menempelkan bibirnya ke bibir Bryan, sambil memejamkan mata. Sudah 2 bulan keduanya resmi menjadi sepasang kekasih, tetapi ini pertama kalinya bibir mereka bersentuhan. Selama ini Bryan selalu mengecup kening wanita cantik itu, karena Tia selalu menghindar saat Bryan mendekatkan bibirnya. Tia melepaskan bibirnya sambil membuka mata secara perlahan. Ditatapnya mata indah Bryan dengan penuh ketulusan."Apa bukti ini sudah cukup?" tanya Tia dengan nada lembut.Bryan hanya menggelengkan kepala untuk menjawab pertanyaan Tia. Bibirnya tertutup rapat dengan tatapan seribu arti.Tia menarik napas, ia kembali menempelkan bibirnya ke bibir Bryan. Awalnya pria tampan itu tidak merespon sama sekali, namun saat Tia akan melepaskan bibirnya! Bryan tiba-tiba menahan kepalanya. Pria tampan itu melumat bibir Tia dengan rakus, memainkan lidahnya di d
Tanpa terasa waktu telah berlalu, saat ini benda bulat itu telah menunjukkan angka tujuh. Di luar juga sudah terlihat gelap, sebab matahari telah menyembunyikan cahayanya. Bryan yang sudah menghabiskan makan malamnya, bergegas meninggalkan meja makan. Sedangkan Tania masih duduk di sana.Wanita berambut pendek itu hanya menatap punggung anaknya yang sudah semakin jauh melangkah menuju pintu utama. Biasanya Bryan tidak pernah meninggalkan meja makan sebelum semuanya selesai makan, dia juga selalu berpamitan saat akan meninggalkan meja makan. Namun malam ini anak tampan itu mendadak berubah dan tidak memiliki sopan santun. Tetapi Tania tidak menegurnya, ia berpikir putranya sedang ada masalah karena sejak pagi wajahnya terlihat murung tanpa senyuman."Pak Lukas, apa kameranya sudah diambil?" tanya Bryan kepada Lukas yang sejak tadi sudah menunggu di teras."Sudah Tuan Muda," jawab Lukas dengan hormat.Memang benar, Lukas langsung mencabut semua kamera yang ada di ruang bawah tanah, sete
"Selama ini Nyonya Tania melarang Suster untuk memberikan obat. Jadi selama ini Nyonya Friska tidak pernah meminum obat yang diberikan Dokter. Mungkin Nyonya Friska sudah sembuh saat ini, jika rutin meminum obatnya," jawab Mina.Bryan mengusap wajahnya dengan kasar, ternyata Tania lebih kejam dari apa yang ia bayangkan. Ibunya itu benar-benar monster yang tidak punya hati. Bahkan di dalam hati Bryan mengutuk wanita yang telah melahirkannya itu.Bryan segera meminta Lukas untuk memindahkan Ibu dan anak-anak Mina ke tempat yang aman, begitu juga dengan Mina. Bryan akan membawa wanita malang itu kembali ke kediaman Wijaya setelah Ayahnya kembali dari Bali........................Waktu pun berlalu begitu cepat, ini hari ke lima setelah Bryan melepaskan Mina dari gudang. Dan hal itu sama sekali tidak diketahui Tania, karena Bryan tidak menunjukkan perubahan sikap yang mencurigakan.Pria tampan itu terpaksa bersikap normal seperti biasa. Ia selalu sarapan bersama dan makan malam bersama de
Setelah taksi yang membawa Tia meninggalkan kediaman Wijaya, saat itu juga Bryan terbangun dari tidurnya. Pria tampan itu refleks bangkit dari ranjang saat melihat benda bulat yang terletak di atas meja kecil di samping tempat tidur, menunjukkan pukul 6 sore."Oh May God, Tia pasti marah," ucap Bryan.Tangannya meraih ponsel dari atas meja, lalu menghubungi sang kekasih."Iya Yank," suara lembut dari seberang sana."Maaf Yank, maafin aku Yank." Bryan langsung muntah maaf.Tia tersenyum di seberang sana, wanita cantik itu masih di dalam taksi menuju kosan. Bryan benar-benar pria yang selalu merasa bersalah sehingga setiap saat selalu meminta maaf."Iya Yank, aku gak marah kok," ucap Tia."Terus, sekarang kamu di mana? Masih di kampus? Aku jemput ya?" Bryan menghujani Tia dengan berbagai pertanyaan."Aku sudah pulang dari tadi Yank, tapi langsung ke kos," jawab jujur Tia."Terus ke mana? Sama siapa? Gak sama cowok kan?" Bryan benar-benar menunjukkan rasa cemburu."Enggak loh Yank. Aku i