"Andaikan aku mendengar ucapanmu waktu itu, kamu tidak akan kehilangan anakmu," ucap Bella diiringi isak tangis."Aku wanita....""Sstt..." Rame menempelkan satu jari tangannya di bibir Bella, sehingga wanita cantik itu berhenti bicara."Jangan bahas itu lagi, sekarang saatnya kita memulai hidup baru," lanjut Ramel.Bella mengangguk sambil meneteskan air mata kebahagiaan dan kesedihan. Keduanya pun kembali berpelukan, secara perlahan Ramel mendorong Bella dengan dadanya hingga berbaring di atas tempat tidur.Kini Ramel berada di atas tubuh istrinya, ia melumat bibir Bella dengan lembut dan penuh perasaan. Sedangkan tangannya mengelus paha mulus Bella."Ramel, jangan." Bella refleks menahan tangan suaminya.Tentu Bella menahannya, sebab tangan suaminya itu sudah semakin liar dan tak terkontrol lagi. Padahal kondisi Bella saat ini masih dalam hida setelah mengalami keguguran, bahkan darah masih mengalir dari intimnya."Aku masih berdarah," lanjut Bella."Maaf sayang, aku lupa," sahutnya
Satu bulan telah berlalu, hubungan Ramel dan Bella pun semakin membaik dengan seiring berjalannya waktu. Sepasang suami istri itu tidak pernah bertengkar atau berdebat, keduanya saling mengerti dan perhatian. Hanya saja Ramel yang terlalu posesif, ia tidak mengizinkan Bella ke luar rumah sendirian.Setiap Bella ke luar rumah ia selalu dikawal oleh dua pengawal, hal itu membuat Bella merasa tidak nyaman. Ia bukannya bangga dijaga ketat seperti itu, tapi justru merasa malu."Ramel, nanti siang aku ke Apartemen Oma ya?" ucap Bella setelah mereka selesai sarapan, "Tapi gak usah dikawal, aku sama Mbok Inem saja," lanjutnya.Ramel memutar mata, ditatapnya Bella dengan tatapan yang sulit untuk diartikan. Entah mengapa setiap kali Bella ingin ke luar rumah, Ramel merasa tidak nyaman."Gak bisa, kita ke Apartemen Oma setelah aku pulang dari kantor," tolak Ramel dengan tegas."Baiklah," sahut Bella tanpa membantah.Keduanya pun bangkit dari kursinya masing-masing, Ramel melingkarkan sebelah tan
Tepat pukul 5 sore mobil sport milik Ramel terlihat memasuki gerbang instan Wijaya. Bella yang melihatnya dari balkon kamar, segera menuruni tangga untuk menyambut suaminya ke teras. Hal itu sudah ia lakukan selama 1 bulan ini, walupun hatinya hancur saat ini tetapi Bella berusaha menyembunyikannya sampai Ramel membuka mulut."Selamat sore sayang," sapa Ramel yang baru turun dari mobil sambil melangkah menghampiri Bella."Sore," jawab Bella dengan senyuman.Ramel mengecup kening istrinya, sedangkan Bella mencium punggung tangan suaminya. Keduanya melangkah masuk ke dalam rumah sambil bergandengan.Setibanya di kamar Ramel langsung membersihkan tubuhnya ke kamar mandi, sedangkan Bella bergegas membuatkan teh untuk suaminya."Sayang," panggil Ramel dari kamar mandi."Iya," sahut Bella."Tolong aku," ucap Ramel.Tanpa menjawab Bella segera melangkah menuju kamar mandi, di dorongnya pintu agar terbuka, dilihatnya Ramel sedang berendam di dalam bathtub yang penuh dengan busa sabun."Tolon
Bijaklah dalam membaca, karena di bab ini sedikit panas. Bagi yang belum cukup umur silahkan mundur......................Setelah puas menikmati seluruh tubuh Bella, kini Ramel berpindah ke bagian sensitif milik istrinya. Ia melebarkan kedua paha mulus Bella, ditatapnya milik istrinya yang berwarna merah muda itu. Perlahan tubuh Ramel menunduk, menungkupkan wajahnya di sana sambil memainkan lidah nakalnya."Ah...ow...aw..." Desahan itu tidak berhenti ke luar dari mulut Bella.Lidah Ramel terlalu liar di intimnya, pria tampan itu menyedot semua cairan bening yang ia semburkan berkali-kali. Hisapan bibir suaminya itu membuat Bella tidak bisa mengontrol nafsunya, bahkan Bella mengangkat bokongnya untuk mengejar mulut Ramel."Ramel, apa rasanya nikmat?" Pertanyaan itu terlepas dari mulut Bella, tanpa ia sadari.Ramel melepaskan bibirnya dari sana, "Sangat nikmat sayang, aku menyukainya," jawab Ramel.Ia kembali menungkupkan wajahnya, memasukkan lidahnya ke dalam lobang kecil itu. Memai
Ramel baru saja tiba di kantor, bahkan belum menjatuhkan bokongnya di atas kursi. Namun tiba-tiba ponselnya berdering, seseorang telah menghubunginya."Nomor siapa ini?" tanya Ramel kepada dirinya sendiri, setelah melihat kontak yang menghubunginya tidak memiliki nama.Tangannya pun segera mengusap berwarna hijau yang ada di layar ponselnya."Iya," ucap singkat Ramel."Apa saya bisa bicara dengan Tuan Ramel Alexander Wijaya," suara dari seberang sana."Iya, dengan saya sendiri," sahut Ramel."Tuan Ramel, saya dari petugas rumah sakit Hospital Singapura....""Iya, apa terjadi sesuatu dengan mertuaku?" sela Ramel yang membuat orang di seberang sana berhenti bicara."Tidak Tuan.""Terus?" desak Ramel yang sudah khawatir dan tidak sabar lagi."Kami ingin memberitahu sesuatu." Pihak rumah sakit mulai menyampaikan informasi tentang keadaan Bryan saat ini."Oh baiklah, terima kasih," ucap Ramel sebelum memutuskan sambungan teleponnya.Ramel segera bangkit dari kursi, ia masukkan ponselnya ke
Bella menarik napas dalam-dalam sebelum melanjutkan langkahnya dengan posisi kepala tertunduk."Bella." Suara familiar itu menyebut namanya.Bella refleks menegakkan kepala, seketika matanya membulat melihat wajah pria yang duduk di samping Ramel. "Papah," teriak Bella yang langsung memeluk Bryan.Tangisan wanita cantik itu pecah, ia menagis meraung-raung sambil memeluk ayahnya dengan erat."Aku sangat merindukanmu putriku," ucap Bryan yang juga meneteskan air mata."Papah, Papah." Hanya itu yang ke luar dari mulut Bella. Menagis membuatnya sulit untuk bicara."Iya sayang, Papah sudah ada untukmu," sahut Bryan.Keduanya saling meneteskan air mata sambil mencurahkan perasaannya. Begitu juga dengan Ramel, pria tampan itu itu meneteskan air mata karena terharu sekaligus merasa bersalah.Bryan melepaskan pelukannya setelah memenangkan putrinya, Bryan benar-benar tidak menyangka putrinya sudah tumbuh dewasa seperti saat ini. Ia mengenal Bella karena Ramel mengirimkan foto-foto Bella tadi
"Tidak, Papah tidak apa-apa," dalih Bryan berusaha menyembunyikannya dari Ramel.Bryan baru saja selesai bicara, tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu, pengawal pun segera membukanya."Selamat pagi." Sapaan itu membuat Ramel, Bella dan Bryan memutar kepala ke arah datangnya suara. Wajah Bella seketika berubah karena terkejut, sedangkan wajah Ramel terlihat tegang, sorot matanya menunjukkan kemarahan."Selamat pagi Sarah," balas Bella sambil tersenyum.Wanita cantik itu berusaha terlihat biasa saja, agar tidak menimbulkan rasa curiga dalam hati ayahnya. Sebisa mungkin ayahnya jangan sampai mengetahui tentang hubungan Sarah dengan suaminya."Silahkan duduk," lanjut Bella mempersilahkan Sarah untuk duduk.Ia pun segera bangkit dari tempatnya, melangkah menuju lemari es untuk mengambil minum untuk Sarah."Terima kasih," ucap Sarah saat Bella menaruh minuman di hadapannya."Apa ada hal penting yang ingin kamu bicarakan?" Akhirnya Ramel membuka mulut.Sarah tersenyum manis, "Tidak, aku d
Satu Minggu telah berlalu, kondisi kediaman Wijaya terlihat baik-baik saja. Tetapi tidak dengan kondisi hati Bella, wanita cantik itu lebih banyak diam berbeda dengan hari-hari sebelumnya.Tentu hal itu mengundang tanya bagi seluruh penghuni kediaman Wijaya, terutama Ramel. Pria tampan itu sudah beberapa kali bertanya kepada istrinya, tetapi Bella terus saja berdalih.Sebenarnya Bella ingin sekali menanya Ramel tentang hubungannya dengan Sarah. Tetapi Bella mengurungkan niat, ia ingin Ramel yang terlebih dahulu membuka mulut dan berkata jujur. Apalagi dua hari yang lalu, ia dan Sarah kembali bertemu secara diam-diam untuk kedua kalinya.Dipertemuan itu Sarah menunjukkan gaun pengantinnya, bukan hanya itu saja! Wanita berusia 25 tahun itu juga menunjukkan kartu undangan yang berjumlah ribuan lembar."Sayang, nanti malam temani aku undangan ya?" ucap Ramel setelah menghabiskan sarapannya."Iya Mas," jawab singkat Bella tanpa berekspresi."Yaudah, Mas berangkat dulu ya." Ramel bangkit da