Selamat membaca Kakak
Di kamarnya Arini dan Aron saling diam, mereka masih menyimpan rasa kesal.Aron masih kesal dengan Arini begitu pula sebaliknya Arini yang merasa kesal dengan Aron."Kan kamu tadi udah menyahut Iya kenapa tidak segera menjaga Arsen." Suara kesal Arini menguraikan keheningan.Dengan tatapan tajam Aron menatap sang istri, perasaan dia tidak pernah menyahut dia juga tidak tahu jika Arini menitipkan Arsen padanya. "Kamu titip padaku?" Tangan Aron menunjuk dirinya sendiri."Iya, perut aku tuh sakit Mas,"Mereka berdua terlibat debat yang lumayan menegangkan, hingga Arini menangis karena dia merasa disudutkan oleh semua orang."Memang seorang wanita yang hidup di keluarga suami akan selalu disalahkan dan disudutkan, dan pria selalu benar," ucapnya."Asal kamu tau keluarga aku tuh nggak seperti ini, mereka semua sayang sama kamu." Jelas Aron tidak terima dengan tuduhan Arini.Tak ingin merambah kemana-mana, Aron memutuskan keluar kamar, dia mengajak Arion untuk mencari udara segar.Inilah yan
Seketika raut wajah Arini berubah, dia tidak rela jika Aron harus keluar negeri hari ini."Kenapa manyun begitu sih sayang?" Tangan Aron mencoba merangkul sang istri.Bukannya menerima tangan Aron, Arini malah mengelak. "Nggak usah rangkul-rangkul, aku lagi ngambek."Aron tertawa, jika mengambek seperti ini istrinya terlihat sangat manis. Dan bawaannya ingin nambah."Main lagi yuk," seloroh Aron yang seketika membuat kerutan-kerutan di kening Arini bermunculan."Apa? coba ulang lagi!"Aron malah tertawa lalu mengungkung tubuh sang istri di bawahnya dan pergumulan tidak terelakkan.Meski ngambek tapi ketika Aron menyatu dengannya, Arini nampak menikmati sekali, tubuhnya benar-benar berkhianat hingga suara desahan keluar begitu saja.Melihat sang istri yang dirundung kenikmatan membuat Aron semakin ganas, hingga Arini terkapar tak berdaya."Kamu tuh Mas, bisa-bisa mengungkungku saat aku lagi ngambek," protesnya."Salah sendiri pake acara ngambek," sahut Aron.Tak ingin Arini ngambek lagi
"Ya sudahlah mungkin memang sibuk." Raut wajah kecewa tergambar di wajah Arini. Dia meletakkan ponselnya sambil menghela nafas, padahal dia ingin menceritakan perkembangan Arsen hari ini sang suami. Keesokannya ketika mata Arini terbuka dia segera menggapai ponsel yang semalam dia letakkan di atas nakas, buru-buru dia menyalakan ponsel dan melihat semua notifikasi. Arini kembali menghela nafas, pasalnya dia tidak mendapatkan pesan dari Aron sama sekali, padahal kemarin malam dia berekspektasi setelah membuka mata ada pesan atau panggilan tak terjawab dari Aron. "Mungkin sibuk." Dua kata yang mampu meredakan rasa kecewanya terhadap Aron. Tak ingin terlalu memikirkan Aron, Arini beranjak dari tempat tidur dan pergi membersihkan diri. "Arini ayo makan." Ajakan Renata tak membuat Arini bergeming, dia masih asik bercanda dengan Arsen. "Ayo makan." Sekali lagi Renata mengajak menantunya sarapan. "Nanti saja Ma," teriak Arini. Renata dan Dion makan duluan, tanpa mereka tahu jika menan
Pertengkaran semalam menyisakan luka yang dalam bagi Aron dan Arini hingga keduanya saling diam.Arini tak lagi mengganggu Aron dengan pesan cerewetnya, begitu pula dengan Aron yang tidak meminta jatah, rasa kecewa pada sang istri ditambah dengan jadwal padatnya benar-benar membuat fisiknya payah yang berakibat kurangnya gairah bercinta.Hingga suatu malam, Arini begitu sangat merindukan suaminya, dia menyerah dengan kediamannya selama beberapa hari ini."Apa aku minta maaf ya." Terbesit keinginan untuk meminta maaf pada Aron.Arini memegang ponselnya, ingin sekali menghubungi Aron tapi rasa ego yang masih besar mengurungkan niatnya.Arini terus menunggu Aron namun orang yang ditunggu tak kunjung pulang.Hingga lewat tengah malam belum ada tanda-tanda sang suami pulang dan hal ini membuat Arini menangis.Lelah menangis Arini memutuskan untuk tidur, sampai dia membuka mata kembali Aron masih belum pulang."Kamu kenapa nggak pulang Mas?"Arini merangkul guling yang biasa digunakan Aron,
Arini masih saja menangis walaupun Arsen sudah diperiksa oleh Dokter. Dia benar-benar takut terjadi apa-apa dengan sang anak. "Anak saya sakit apa Dok?" tanya Arini masih dengan rasa paniknya. "Dilihat dari gejala yang ada kami menyimpulkan jika bayi ibu terkena demam berdarah." Kaki Arini seketika melemas, bagaimana mungkin anaknya terkena demam berdarah padahal di rumahnya tidak begitu banyak nyamuk. "Apa Dok?" Tangisnya mencuat dengan keras, membuat Dokter dan perawat yang ada disana terdiam. "Apa yang harus saya lakukan Dokter?" Terdengar pertanyaan lirih dari mulutnya yang masih bergetar karena tangis. "Saya menyarankan anak ibu dirawat dulu sambil mengetahui hasil lap besok." Dokter memerintahkan perawat menyiapkan kamar perawatan untuk Arsen yang sudah jelas Arini meminta kamar VVIP untuk anak tercintanya. Saat Arini dan suster keluar ruang UGD, dari arah berlawanan terlihat Arion tengah membawa bungkus kecil yang kemungkinan adalah obat. Bola mata Arion terbuka lebar m
Aron menatap Arion dengan tatapan bingung. "Rumah sakit?" gumamnya lirih."Siapa yang sakit?"Arion menggelengkan kepala, tak habis pikir dengan Aron yang masih belum tahu jika anaknya sakit yang cukup parah."Arsen anak kamu kena demam berdarah," jawab Arion.Keperluan Arion hanya mengambil berkas yang dia letakkan di atas meja Aron kemarin, setelah mendapatkan apa yang dia butuhkan, Arion pamit karna tidak enak menganggu Aron dan Kania.Aron mengusap rambutnya dengan kasar, ternyata inilah alasan Arini menghubunginya berkali-kali."Oh My God."Tanpa berkata apa-apa Aron melenggang pergi meninggalkan Kania yang masih duduk di tempatnya.Singkat cerita Aron telah sampai di rumah sakit, dia bertanya pada resepsionis di ruangan mana anaknya dirawat.Seusai mengantongi informasi, Aron berlari menuju ruang rawat inap sang anak."Sayang!" Aron berlari mendekati anaknya yang terbaring lemah di atas bed pasien.Melihat suaminya, Arini tidak berekspresi apa-apa, masih ada rasa kesal di hatinya
"Ngaco kamu Jim." Aron menggelengkan kepala sembari tersenyum.Puas bercerita dengan Jimmy, Aron memutuskan untuk kembali, karena dia harus bersiap keluar negeri.Beberapa waktu kemudian dia telah sampai di rumah, dengan langkah malas Aron menuju kamarnya.Ketika masuk, Aron melihat Arini berbaring di ranjang, samar-samar Aron mendengar suara isak tangis sang istri.Aron berusaha mengabaikan isakan tangis Arini tapi hati kecilnya tidak bisa.Sambil menghela nafas, Aron duduk di sisi Arini."Maafkan aku." Dia sedikit menurunkan egonya.Mendengar permohonan maaf Aron membuat tangis Arini pecah kembali, apalagi kini Aron berbaring sambil memeluknya dari belakang."Maafkan aku," bisiknya.Lagi-lagi tubuhnya berkhianat, tangannya semakin erat memeluk tangan Aron bahkan dia berbalik agar bisa melihat wajah sang suami."Sikap kamu ini menyakitiku Mas."Dalam dekapan Aron, Arini menuntaskan tangisnya, hingga tanpa mereka sadari bibir mereka saling bertemu, hingga terjadilah pergumulan.Setelah
Aron memeluk Arini yang berlinang air mata, Arini berusaha meronta tapi pelukan Aron sangat erat. "Lepas Mas!" Bukannya melepaskan, Aron malah mengeratkan pelukannya.Arini hanya diam tanpa perlawanan, dia tidak mau lagi mendebat Aron ataupun meronta, sakit hati benar-benar membuatnya lemas. "Sayang maafkan aku." "Kata maafmu tidak akan bisa mengobati rasa kecewaku," sahut Arini. Entah berapa lama Aron memeluk Arini, dia benar-benar tidak melepaskan sang istri, dia juga tidak berhenti meminta maaf tapi hati wanita jika sudah kecewa akan sulit menerima maaf. Bagi lelaki dekat dengan wanita adalah sebuah hal yang lumrah asal mereka tidak melakukan hal-hal diluar batas tapi bagi seorang wanita apalagi seorang istri, rasa nyaman suami terhadap wanita lain benar-benar menyakitkan, karena semua berawal dari sebuah kenyamanan. "Mau sampai kapan kamu memelukku seperti ini, pergilah pasti wanita itu tengah menunggu untuk membahas bisnis." Aron menggeleng, dia tentu tidak akan pergi meni
Begitulah mereka, Arion selalu membuat kakaknya cemburu tapi semua hanya candaaan. Banyak sekali urusan yang harus mereka tangani, dan setelah semuanya selesai, mereka menyerahkan kepada pimpinan kantor cabang tersebut urusan selebihnya. Hari-hari berlalu dengan cepat, Arsen kini sudah berusia empat tahun. Dia tumbuh menjadi anak yang sangat tampan dan cerdas, di usianya yang baru empat tahun Arsen sudah bisa membaca dan menulis, dia juga menghafal dengan cepat sesuatu yang dia pelajari. "Anak kalian, sangat pintar. Rencananya kalian akan menyekolahkan dia dimana?" tanya Renata. "Belum kepikiran Ma, pengennya Arsen sekolah di rumah saja jadi Arini bisa terus mengawasinya." Dion dan Renata tampak tidak setuju dengan keputusan menantu mereka, namanya anak perlu bersosialisasi dengan teman-teman sebayanya. Arsen bukanlah anak introvert jadi pendidikan luar rumah mungkin yang terbaik. "Bersekolah diluar dan kumpul banyak teman sangat bagus untuk perkembangan anak Arini." Arini ters
Kamar mereka layaknya kamar pengantin baru, apa yang dipersiapkan Aron jauh lebih baik daripada apa yang disiapkannya kemarin. Aron berjalan menuju meja, meninggalkan Arini yang masih membatu di belakang pintu. Pria itu menyalakan lilin dan berjalan menuju sang istri. "Happy anniversary Sayang, semoga kita langgeng sampai maut memisahkan." Arini benar-benar terharu dengan apa yang dilakukan oleh sang suami, dia tidak menyangka jika dirinya yang mendapatkan kejutan. Seusai meniup lilin Aron meletakkan kuenya kembali kemudian menggandeng tangan istrinya menuju tempat tidur. "Aku sudah memberimu kejutan sekarang mana kejutan untukku," bisik Aron sambil tersenyum licik. Segera Arini tahu maksud dari sang suami, "Kejutanku telah usai Mas." Tatapannya terlihat menggoda. Aron tidak menerima alasan apapun malam ini Arini harus memberinya kejutan. "Baiklah Mas." Wanita itu turun dari tempat tidurnya, dia menghilang di balik dinding dan entah apa yang akan dilakukannya. Beberapa saa
Awalnya hanya sebagian saja pegawai yang diminta untuk kembali bekerja, namun semakin membludaknya permintaan pasar membuat Arion dan Aron harus memanggil semua pegawai yang dulu dirumahkan oleh mereka. "Harus diakui perusahaan kita bisa normal seperti sedia kala semua karena Papa kita." bibir Arion tersenyum tipis mengingat jasa Papa dan omnya. "Benar, kita tanpa mereka tidak ada apa-apanya Arion, meskipun usia mereka sudah senja namun jiwa serta strategi bisnis mereka tidak ada tandingannya," sahut Aron. ##### Hari ini adalah hari anniversary Arini dan juga Aron, dan rencananya Arini akan memberi kejutan kepada suaminya. "Arini yakin Ma, kalau Mas Aron lupa dengan anniversary kami," celetuk Arini ketika berbincang dengan mama mertuanya. "Lelaki memang gitu, Papa juga sering lupa dengan hari anniversary kami," sahut Renata. Renata meminta kepada Arini agar tidak marah kepada Aron, banyaknya pekerjaan di kantor mungkin membuat sang anak tidak mengingat hal-hal seperti ini. "Iy
"Ayo Mas tidur ngapain kamu berdiri disini?" Arini terus menarik tangan Aron agar kembali ke tempat tidur. Aron yang penasaran dengan ponsel sang istri nampak menepis tangan Arini. Melihat ponsel sang istri yang terus menyala membuat Aron ingin melihat siapa yang terus-terusan mengirim pesan. "Aku penasaran dengan ponsel kamu yang terus menyala kelihatannya ada banyak pesan masuk." Bukannya kembali ke tempat tidur, Aron malah mengambil ponsel sang istri. Seketika Arini menyusul dan berusaha mengambil ponselnya. "Mas kembalikan ponsel aku," rengeknya. "Ada apa?" tanya Aron. Arini pasrah, jika dia harus dihukum lagi dia pun siap. Saat membaca pesan yang dikirim Dania serta Kania sontak membuat Aron menatap Arini tapi wanita itu segera mengalihkan pandangannya bahkan perlahan dia membalikkan badan agar bisa kabur. "Mau kemana kamu!" suara bariton Aron membuat Arini tersentak kaget, tanpa membalikan badannya dia menoleh sambil meringis. "Aku mau tidur Mas." "Yakin mau tidur?" t
Ketiga wanita tersebut meringis, salah satu dari mereka bergegas mematikan TV. "Sudah selesai reuniannya?" tanya Arini. "Sudah dari tadi," jawab Aron. "Kenapa dimatikan TVnya, bukankah kalian bertiga sangat menyukai film tadi," sahut Jimmy. "Sudah selesai kok Mas." Berbeda dengan Aron dan juga Jimmy, Arion hanya terdiam sembari menatap sang istri. Hening sejenak hingga Arini berceletuk, "Memangnya kenapa sih, kami kan cuma lihat drakor." Para suami saling pandang, menurut mereka para istri melanggar dan melakukan penyelewengan, memang hanya ngefans tapi mereka tetap menyukai pria lain. "Lihat drakornya tidak masalah yang jadi masalah adalah ketika kalian menyukai aktor dari film tersebut." "Apalagi istriku malam ini akan menghalu," sambung Jimmy. Para istri hanya bisa menggelengkan kepala dengan sikap posesif suami mereka. "Sudahlah mengalah saja," bisik Arini. Berhubung acara sudah selesai Aron dan Arion membawa para istri mereka pulang. Di dalam mobil baik Aron maupun A
"Papa dan Om Dion selalu bisa kami andalkan, meski usia tidak muda lagi tapi kalian benar-benar the best." Anak dan papa itu saling berpelukan, Rea dan Dania sangat terharu dengan apa yang mereka lihat. Tak hanya Arion, Aron juga melakukan hal yang sama dia mengajak kedua orang tuanya untuk makan malam diluar ya itung-itung merayakan keluarnya produk baru mereka. "Ngapain sih Aron kita makan diluar, tadi para Bibi di rumah sudah masak banyak," protes Renata. Dia merasa sayang dengan makanan yang dimasak art di rumah. "Makanannya biar dimakan mereka Ma," sahut Aron. Aron memilih restoran steak ternama, di restoran ini tersedia aneka daging premium, mulai daging impor maupun daging lokal tersedia di sini. "Mama pesan daging biasa saja Aron," kata Renata. "Semua Aron pesankan daging Wagyu Ma," sahut Aron. "Baiklah." Meski menjadi istri seorang Dion selama bertahun-tahun tapi Renata tidak lupa asalnya, dia masih enggan memilih makanan yang mahal, baginya gizi yang terkandung di da
Tanda tanya seolah berterbangan di atas kepala Arini, dia merasa ambigu dengan suami halu yang dimaksud oleh Aron."Suami halu apaan sih Mas!" protes Arini."Kamu kan suka melihat drakor pasti ada salah satu aktor yang kamu sukai," sahutnya."Nggak cuma satu tapi banyak." Mulai malam ini Aron melarang Arini untuk menyukai para aktor Korea, dia tidak suka jika istrinya memiliki suami halu seperti apa yang dikatakan oleh Arion."Kamu tuh keterlaluan sekali sih Mas! aku tuh memang ngefans sama mereka tapi aku tidak pernah mengidamkan mereka menjadi suami halu," maki Arini lalu masuk ke dalam kamar.Malam yang romantis harus menjadi malam yang menyebalkan, ini semua gara-gara tuduhan Aron terhadap Arini."Yang selalu menjadi suami halu aku, itu kamu! yang selalu aku mimpikan, itu kamu! bukan aktor Korea." Ucapan Arini membuat Aron senyum-senyum sendiri. Ternyata apa yang dikatakan Arion tidak terjadi pada istrinya hingga dia menyesal telah membuat sang istri kesal."Karena kamu telah me
"Iya Pa, kerja sama dengan salah satu negara yang saat ini terlibat perang sudah Aron batalkan, saham terus anjlok, pemboikotan yang dilakukan masyarakat membuat pengembalian barang, jika dibiarkan terus produk kita sendiri yang kena imbasnya," jelas Aron. Memang dalam kasus ini serba salah, putus atau lanjut tetap berdampak terhadap perusahaan, terlebih masyarakat sangat pro dengan negara yang mayoritas muslim. "Keputusan yang bagus, meski sulit di awal tapi papa yakin ke depan kita bisa mengembalikan itu semua dengan produk kita sendiri tanpa ada pembagian saham dengan negara lain." Keputusan Aron dan Arion didukung penuh oleh Dion. Setelah berbincang dengan Aron, Dion berencana menemui Andika, dia ingin mengajak sang adik untuk membantu anak-anak mereka. "Besok datanglah ke rumah Andika, ada yang ingin aku bicarakan." Pesan singkat Dion kirim untuk sang adik. Tak menunggu waktu lama bagi Andika untuk membalas dan balasannya pasti iya. Malam itu Aron sibuk di ruang kerjanya, di
Para pegawai yang sudah dinonaktifkan melakukan demo besar-besaran, mereka tidak terima jika mereka di rumah kan oleh perusahaan. Aron dan Arion merasa sangat pusing dengan masalah yang melanda perusahaan mereka, masalah internal belum juga menemukan solusi sekarang muncul lagi masalah eksternal. "Bagaimana kak ini?" tanya Arion yang mulai was-was dengan pendemo. "Entahlah, memangnya apa yang bisa kita lakukan, kerjasama dengan negara itu sudah terputus." "Tapi kalau terus didiamkan mereka mengganggu pekerja lainnya Kak." Arini yang datang untuk mengantar makan siang tampak terkejut dengan adanya pendemo di depan kantor. Dia bertanya kepada beberapa security yang berjaga. "Kenapa pada berdemo pak?" tanya Arini. "Mereka tidak bersedia di rumahkan Nyonya," jawab security. Hari ini nampak manggut-manggut dengan jawaban security, kemudian dia berjalan masuk ke dalam. "Mas Kenapa kalian diamkan saja para pendemo itu kan kasihan mereka berdiri di depan kantor terus menerus!" protes