Untuk terus meyakinkan Papanya, selama seminggu ini Andika membawa Rea pulang ke rumahnya dan seperti hari sebelumnya Andika nampak mesra dengan Rea. Hingga suatu ketika, saat Renata menginap di rumah pak Ferdi Andika pulang lebih awal dengan membawa Rea juga. Saat itu Renata sibuk dengan baby Aron di teras rumah sehingga menarik perhatian Andika. Seketika dia melepas tangan Rea lalu menghampiri Renata dan baby Aron yang asik bercanda di teras. "Mana baby sitter baby Aron?" tanya Andika. "Dia sedang mandi mas," jawab Renata. "Kamu belum mandi?" tanya Andika lagi. "Belum mas," jawan Renata. Mengetahui Renata belum mandi Andika inisiatif mengajak baby Aron. "Kak Dion bentar lagi pulang lebih baik kamu mandi dan berdandan dan jangan lupa pakai daster ka...." Andika menghentikan ucapannya, dia lupa kalau sekarang Renata bukan istrinya lagi. Dulu Andika selalu meminta Renata untuk memakai daster, selain santai mereka juga lebih gampang saat melakukan hal intim. "Maaf Re
Setibanya di pulau B, mereka berempat langsung menuju hotel mereka. Andika dan Rea awalnya meminta kamar terpisah tapi berhubung ini adalah hari libur jadi ketersediaan kamar terbatas sehingga mau nggak mau mereka sekamar. "Kenapa kita nggak cari hotel lain saja," protes Andika. "Nggak bisa Andika, aku sudah ada janji di hotel ini," sahut Dion. Akhrinya mau nggak mau Andika tetap harus sekamar dengan Rea. Setelah di kamarnya, Dion langsung membawa Renata ke tempat tidur. Tanpa ada aba-aba Dion menindih tubuh istrinya. "Kamu mau apa mas?" tanya Renata. "Mau minta jatah makan kamu," jawab Dion. "Sabar dong mas, kita kan baru sampai," sahut Renata. Tak ingin istrinya protes, Dion langsung membungkam mulut Renata dengan mulutnya. Awalnya protes namun setelah Dion menyumpal mulutnya, Renata turut terbawa hanyut dalam hasrat Dion yang mulai menggebu. Puas dengan bibir manis sang istri bibir Dion mencoba turun ke bawah, dia meninggalkan beberapa tanda cinta di leher Renata. Nafas k
"Andika boleh aku bertanya sesuatu?" tanya Rea. Andika menatap Rea dengan tatapan bingung, memangnya apa yang ingin Rea tanyakan malam-malam seperti ini. "Apa Rea?" tanya Andika. "Menurut aku, perhatian kamu terhadap kakak ipar kamu tidak wajar. Itu bukan perhatian seorang adik terhadap kakaknya melainkan perhatian seseorang kepada wanita yang dia cintai, apakah kamu belum bisa move on dari kakak ipar kamu?" Pertanyaan Rea benar-benar membuat Andika tak tau harus menjawab apa, dia sendiri juga tidak tau kenapa tiba-tiba kenangan Renata hadir kembali, seolah memaksa masuk ke dalam pikirannya. "Kenapa kamu hanya diam Andika?" tanya Rea lagi. "Aku tidak tau Rea, selama ini aku berusaha melupakan Renata dengan berbagai kesibukan aku selama ini, mulai dari menggantikan Pak Jerry asisten kak Dion dulu, kuliah dan juga kegiatan lainnya, aku berhasil melupakannya namun kehadirannya saat ini seolah menarik aku kembali masuk ke lubang kenangan yang aku sudah tutup," jawab Andika. "Kamu ta
Sontak Rea segera memindahkan tangannya, dia yang sangat malu segera turun dari tempat tidur lalu bergegas masuk ke dalam kamar mandi. Di dalam kamar mandi Rea mengusap rambutnya dengan kasar dia sungguh malu kepada Andika bagaimana bisa dia menyentuh area terlarang milik Andika dan parahnya lagi dia bertanya apa yang disentuhnya kepada Andika. "Bodoh sekali sih kamu Rea, duh bagaimana ini, aku sangat malu," kata Rea. Lama menunggu Rea yang tak kunjung keluar dari kamar mandi membuat Andika yang sudah tidak tahan mengetuk pintu kamar mandi. "Rea buruan aku sudah tidak tahan," teriak Andika. Rea semakin gugup, tapi dia juga tidak bisa terus berada di kamar mandi.Dengan segenap keberaniannya Rea mengabaikan rasa malunya dan memutuskan untuk keluar. "Kamu ngapain saja sih Rea," kata andika yang langsung masuk ke dalam kamar mandi. Rea yang masih malu berusaha menutupi malunya dengan memainkan ponsel, inilah pertama kalinya Rea merasa malu seperti ini. Beberapa saat kemudian Andik
Andika terus melamun tanpa dia sadari kini mobil telah tiba di bandara, Rea yang tahu kalau Andika melamun mencoba membuyarkan lamunan Andika dengan memanggilnya."Ada apa Rea?" tanya Andika."Kita sudah tiba di bandara Andika, ayo turun," ajak Rea.Bola mata Andika memutar memandangi sekitarnya dan benar saja mereka kini sudah tiba di parkiran Bandara.Setelah turun dari mobil mereka berempat masuk ke dalam bandara, saat mereka berjalan mata Dion tak pernah lepas dari Andika adiknya, dia terus mengawasi gerak-gerik Andika. Rasa cemburu yang besar membuatnya harus mencurigai adiknya sendiri.Dion benar takut kalau kisah kasih Renata dan Andika terulang kembali meski dulu Andika telah merelakan Renata untuknya.Saat akan masuk tiba-tiba ada pemberitahuan yang memberitahukan kalau pesawat jadwal penerbangannya diundur sehingga mau nggak mau mereka berempat menunggu pemberangkatan yang akan dilakukan satu jam kemudian.Astaga Kenapa sih harus mundur segala jadwal penerbangannya," protes d
Andika tersenyum mendengar keinginan Papanya, dia benar-benar heran dengan orang di sekitarnya yang menginginkannya untuk cepat menikah. "Sabar Pa, Rea juga kan masih kuliah," sahut Andika dengan merangkul papanya. "Memannya setelah menikah Rea nggak bisa kuliah," timpal Pak Ferdi. Andika menggaruk kepalanya yang tidak gatal, dia bingung sekali mau menjawab apa lagi. Boleh saja menikah ketika masih kuliah tapi masalahnya tidak itu saja. "Bisa sih pa," tukas Andika. Tak ingin ada drama Andika pamit untuk istirahat di kamar bersama Rea. Sebenarnya Pak Ferdi masih ingin mengobrol namun karena melihat Andika dan Rea yang kelelahan akhirnya beliau mengizinkan mereka berdua untuk istirahat. Di dalam kamarny Andika meminta maaf kepada Rea atas keinginan kakak dan juga papanya, dia meminta Rea untuk tidak memasukkan ke dalam hati. "Jangan diambil hati ya Rea aku tahu mungkin kamu tidak nyaman dengan keinginan mereka tapi ya memang begitulah mereka kan kamu tahu sendiri kalau aku ini seb
"Pa, apa nggak sebaiknya kita lamar saja Rea untuk Andika.""Kita se pemikiran Dion tapi Andika masih enggan untuk menikah," sahut Pak Ferdi."Mau sampai kapan Pa dia menduda terus, aku kasihan kepadanya yang tidak memiliki teman tidur," timpal Dion.Dion dan Papanya nampak berpikir keras, mereka bingung memikirkan cara agar Andika mau menikah tapi kembali lagi sebuah pernikahan tidak bisa dipaksakan.Tak selang beberapa lama Andika keluar dari kamarnya dia ikut nimbrung bersama Dion dan juga Papanya."Hai kak," sapa Andika."Tumben ke sini sendiri mana kakak ipar dan juga keponakanku?" tanya Andika kemudian.Pertanyaan Andika membuat Dion memanas, pikiran negatif segera keluar dari otaknya, dia menangkap pertanyaan Andika dengan hal yang lain."Renata di rumah," jawab Dion dengan raut wajah yang tak biasa."Laiya tumben nggak diajak," sahut Andika.Melihat raut wajah Dion membuat Pak Ferdi mencium bau-bau cemburu, beliau kini paham alasan kenapa Dion ingin secepatnya melamar Rea untu
Dion membuang semua benda yang ada di meja kerja nya kecemburuan yang menggerogoti hatinya tanpa sengaja telah melukai sang adik yang telah merelakan miliknya untuk dimiliki oleh dirinya."Maafkan kakakmu ini Andika," kata Dion dengan menyesal.Pikiran Andika sungguh kacau kata-kata kakaknya bener-bener menyakitinya, dia sungguh tak menyangka kalau Dion memiliki pikiran sekotor itu kepadanya. Memang kenangan masa lalu dengan Renata belum bisa sepenuhnya Andika lupakan mengingat Renata begitu dekat dengannya. Hampir setiap hari mereka bertem, mereka masih bercanda dan bertatap muka jadi tentu sulit untuk bisa benar-benar move on.Di saat dirinya yang kacau akhirnya Andika memutuskan untuk pergi ke kampus siapa tahu dengan berkumpul bersama teman-temannya dia bisa melupakan kegalauan yang kini dia rasakan tapi kelihatannya Dewi Fortuna tidak berpihak kepada Andika keinginan untuk mencari teman harus pupus karena kampus libur."Astaga aku lupa kalau hari ini kampus libur," kata Andika.B
Begitulah mereka, Arion selalu membuat kakaknya cemburu tapi semua hanya candaaan. Banyak sekali urusan yang harus mereka tangani, dan setelah semuanya selesai, mereka menyerahkan kepada pimpinan kantor cabang tersebut urusan selebihnya. Hari-hari berlalu dengan cepat, Arsen kini sudah berusia empat tahun. Dia tumbuh menjadi anak yang sangat tampan dan cerdas, di usianya yang baru empat tahun Arsen sudah bisa membaca dan menulis, dia juga menghafal dengan cepat sesuatu yang dia pelajari. "Anak kalian, sangat pintar. Rencananya kalian akan menyekolahkan dia dimana?" tanya Renata. "Belum kepikiran Ma, pengennya Arsen sekolah di rumah saja jadi Arini bisa terus mengawasinya." Dion dan Renata tampak tidak setuju dengan keputusan menantu mereka, namanya anak perlu bersosialisasi dengan teman-teman sebayanya. Arsen bukanlah anak introvert jadi pendidikan luar rumah mungkin yang terbaik. "Bersekolah diluar dan kumpul banyak teman sangat bagus untuk perkembangan anak Arini." Arini ters
Kamar mereka layaknya kamar pengantin baru, apa yang dipersiapkan Aron jauh lebih baik daripada apa yang disiapkannya kemarin. Aron berjalan menuju meja, meninggalkan Arini yang masih membatu di belakang pintu. Pria itu menyalakan lilin dan berjalan menuju sang istri. "Happy anniversary Sayang, semoga kita langgeng sampai maut memisahkan." Arini benar-benar terharu dengan apa yang dilakukan oleh sang suami, dia tidak menyangka jika dirinya yang mendapatkan kejutan. Seusai meniup lilin Aron meletakkan kuenya kembali kemudian menggandeng tangan istrinya menuju tempat tidur. "Aku sudah memberimu kejutan sekarang mana kejutan untukku," bisik Aron sambil tersenyum licik. Segera Arini tahu maksud dari sang suami, "Kejutanku telah usai Mas." Tatapannya terlihat menggoda. Aron tidak menerima alasan apapun malam ini Arini harus memberinya kejutan. "Baiklah Mas." Wanita itu turun dari tempat tidurnya, dia menghilang di balik dinding dan entah apa yang akan dilakukannya. Beberapa saa
Awalnya hanya sebagian saja pegawai yang diminta untuk kembali bekerja, namun semakin membludaknya permintaan pasar membuat Arion dan Aron harus memanggil semua pegawai yang dulu dirumahkan oleh mereka. "Harus diakui perusahaan kita bisa normal seperti sedia kala semua karena Papa kita." bibir Arion tersenyum tipis mengingat jasa Papa dan omnya. "Benar, kita tanpa mereka tidak ada apa-apanya Arion, meskipun usia mereka sudah senja namun jiwa serta strategi bisnis mereka tidak ada tandingannya," sahut Aron. ##### Hari ini adalah hari anniversary Arini dan juga Aron, dan rencananya Arini akan memberi kejutan kepada suaminya. "Arini yakin Ma, kalau Mas Aron lupa dengan anniversary kami," celetuk Arini ketika berbincang dengan mama mertuanya. "Lelaki memang gitu, Papa juga sering lupa dengan hari anniversary kami," sahut Renata. Renata meminta kepada Arini agar tidak marah kepada Aron, banyaknya pekerjaan di kantor mungkin membuat sang anak tidak mengingat hal-hal seperti ini. "Iy
"Ayo Mas tidur ngapain kamu berdiri disini?" Arini terus menarik tangan Aron agar kembali ke tempat tidur. Aron yang penasaran dengan ponsel sang istri nampak menepis tangan Arini. Melihat ponsel sang istri yang terus menyala membuat Aron ingin melihat siapa yang terus-terusan mengirim pesan. "Aku penasaran dengan ponsel kamu yang terus menyala kelihatannya ada banyak pesan masuk." Bukannya kembali ke tempat tidur, Aron malah mengambil ponsel sang istri. Seketika Arini menyusul dan berusaha mengambil ponselnya. "Mas kembalikan ponsel aku," rengeknya. "Ada apa?" tanya Aron. Arini pasrah, jika dia harus dihukum lagi dia pun siap. Saat membaca pesan yang dikirim Dania serta Kania sontak membuat Aron menatap Arini tapi wanita itu segera mengalihkan pandangannya bahkan perlahan dia membalikkan badan agar bisa kabur. "Mau kemana kamu!" suara bariton Aron membuat Arini tersentak kaget, tanpa membalikan badannya dia menoleh sambil meringis. "Aku mau tidur Mas." "Yakin mau tidur?" t
Ketiga wanita tersebut meringis, salah satu dari mereka bergegas mematikan TV. "Sudah selesai reuniannya?" tanya Arini. "Sudah dari tadi," jawab Aron. "Kenapa dimatikan TVnya, bukankah kalian bertiga sangat menyukai film tadi," sahut Jimmy. "Sudah selesai kok Mas." Berbeda dengan Aron dan juga Jimmy, Arion hanya terdiam sembari menatap sang istri. Hening sejenak hingga Arini berceletuk, "Memangnya kenapa sih, kami kan cuma lihat drakor." Para suami saling pandang, menurut mereka para istri melanggar dan melakukan penyelewengan, memang hanya ngefans tapi mereka tetap menyukai pria lain. "Lihat drakornya tidak masalah yang jadi masalah adalah ketika kalian menyukai aktor dari film tersebut." "Apalagi istriku malam ini akan menghalu," sambung Jimmy. Para istri hanya bisa menggelengkan kepala dengan sikap posesif suami mereka. "Sudahlah mengalah saja," bisik Arini. Berhubung acara sudah selesai Aron dan Arion membawa para istri mereka pulang. Di dalam mobil baik Aron maupun A
"Papa dan Om Dion selalu bisa kami andalkan, meski usia tidak muda lagi tapi kalian benar-benar the best." Anak dan papa itu saling berpelukan, Rea dan Dania sangat terharu dengan apa yang mereka lihat. Tak hanya Arion, Aron juga melakukan hal yang sama dia mengajak kedua orang tuanya untuk makan malam diluar ya itung-itung merayakan keluarnya produk baru mereka. "Ngapain sih Aron kita makan diluar, tadi para Bibi di rumah sudah masak banyak," protes Renata. Dia merasa sayang dengan makanan yang dimasak art di rumah. "Makanannya biar dimakan mereka Ma," sahut Aron. Aron memilih restoran steak ternama, di restoran ini tersedia aneka daging premium, mulai daging impor maupun daging lokal tersedia di sini. "Mama pesan daging biasa saja Aron," kata Renata. "Semua Aron pesankan daging Wagyu Ma," sahut Aron. "Baiklah." Meski menjadi istri seorang Dion selama bertahun-tahun tapi Renata tidak lupa asalnya, dia masih enggan memilih makanan yang mahal, baginya gizi yang terkandung di da
Tanda tanya seolah berterbangan di atas kepala Arini, dia merasa ambigu dengan suami halu yang dimaksud oleh Aron."Suami halu apaan sih Mas!" protes Arini."Kamu kan suka melihat drakor pasti ada salah satu aktor yang kamu sukai," sahutnya."Nggak cuma satu tapi banyak." Mulai malam ini Aron melarang Arini untuk menyukai para aktor Korea, dia tidak suka jika istrinya memiliki suami halu seperti apa yang dikatakan oleh Arion."Kamu tuh keterlaluan sekali sih Mas! aku tuh memang ngefans sama mereka tapi aku tidak pernah mengidamkan mereka menjadi suami halu," maki Arini lalu masuk ke dalam kamar.Malam yang romantis harus menjadi malam yang menyebalkan, ini semua gara-gara tuduhan Aron terhadap Arini."Yang selalu menjadi suami halu aku, itu kamu! yang selalu aku mimpikan, itu kamu! bukan aktor Korea." Ucapan Arini membuat Aron senyum-senyum sendiri. Ternyata apa yang dikatakan Arion tidak terjadi pada istrinya hingga dia menyesal telah membuat sang istri kesal."Karena kamu telah me
"Iya Pa, kerja sama dengan salah satu negara yang saat ini terlibat perang sudah Aron batalkan, saham terus anjlok, pemboikotan yang dilakukan masyarakat membuat pengembalian barang, jika dibiarkan terus produk kita sendiri yang kena imbasnya," jelas Aron. Memang dalam kasus ini serba salah, putus atau lanjut tetap berdampak terhadap perusahaan, terlebih masyarakat sangat pro dengan negara yang mayoritas muslim. "Keputusan yang bagus, meski sulit di awal tapi papa yakin ke depan kita bisa mengembalikan itu semua dengan produk kita sendiri tanpa ada pembagian saham dengan negara lain." Keputusan Aron dan Arion didukung penuh oleh Dion. Setelah berbincang dengan Aron, Dion berencana menemui Andika, dia ingin mengajak sang adik untuk membantu anak-anak mereka. "Besok datanglah ke rumah Andika, ada yang ingin aku bicarakan." Pesan singkat Dion kirim untuk sang adik. Tak menunggu waktu lama bagi Andika untuk membalas dan balasannya pasti iya. Malam itu Aron sibuk di ruang kerjanya, di
Para pegawai yang sudah dinonaktifkan melakukan demo besar-besaran, mereka tidak terima jika mereka di rumah kan oleh perusahaan. Aron dan Arion merasa sangat pusing dengan masalah yang melanda perusahaan mereka, masalah internal belum juga menemukan solusi sekarang muncul lagi masalah eksternal. "Bagaimana kak ini?" tanya Arion yang mulai was-was dengan pendemo. "Entahlah, memangnya apa yang bisa kita lakukan, kerjasama dengan negara itu sudah terputus." "Tapi kalau terus didiamkan mereka mengganggu pekerja lainnya Kak." Arini yang datang untuk mengantar makan siang tampak terkejut dengan adanya pendemo di depan kantor. Dia bertanya kepada beberapa security yang berjaga. "Kenapa pada berdemo pak?" tanya Arini. "Mereka tidak bersedia di rumahkan Nyonya," jawab security. Hari ini nampak manggut-manggut dengan jawaban security, kemudian dia berjalan masuk ke dalam. "Mas Kenapa kalian diamkan saja para pendemo itu kan kasihan mereka berdiri di depan kantor terus menerus!" protes