Awal mendapatkan aduan dari sang istri Arion merasa kalau apa yang dilakukan Amira dan sesuatu yang wajar. Menurutnya baby sitter adalah ibu kedua bagi seorang bayi sehingga wajar saja kalau bayi lebih dekat dengan pengasuhnya. Namun melihat sendiri sikap sang buah hatinya akhirnya membuat ayah muda ini curiga sehingga dia memutuskan untuk memasang CCTV di kamar buah hatinya tercinta. Setelah urusan pentingnya selesai, Arion meminta izin kepada Aron untuk pulang cepat karena ada urusan di rumah yang harus segera dia selesaikan. "Kamu kan CEO nya sekarang, ngapain ijin sama aku," sahut Aron. "Hanya formalitas saja, tetap kamu yang memimpin kak," timpal Arion. Meskipun dia CEO-nya tapi tetap Aron lah yang menjadi pemimpin karena selamanya sang kakak yang pantas menjadi pimpinan perusahaan. Sesampainya di rumah Arion buru-buru ke ruang kerjanya, dia melihat rekaman CCTV di kamar sang buah hati. Soalnya semua terlihat normal namun ketika Aurora menangis terlihat baby sitter tersebu
"Iya Pak." jawab Dania singkat. Dia tidak ingin drama dengan Rektor, mengingat sang Rektor dari awal tidak menyukainya. Meskipun benci namun Rektor sadar jika memang Dania adalah seorang mahasiswa berprestasi, pengetahuannya di atas rata-rata mahasiswa lainnya. "Aku memang tidak pernah menyukaimu tapi aku sadar dan tahu kalau kamu adalah seorang mahasiswa yang sangat berprestasi oleh karena itu akan memberimu sebuah kenang-kenangan." Rektor tersebut mengeluarkan sebuah pulpen dari dalam laci. "Pulpen ini adalah pemberian dari rektorku terdahulu ketika aku menjadi lulusan terbaik dan kini aku memberikannya padamu." Dania terdiam, dia merasa jika tidak pantas menerima pulpen berharga tersebut. "Terimalah Dania." Pak Rektor meminta Dania untuk menerima bulpen darinya. "Tapi.... Saya tidak pantas menerima bulpen ini Pak, mengingat saya berhenti kuliah," sahut Dania. "Selama aku mengajar dan menjadi Rektor di kampus ini aku belum pernah berjumpa dengan mahasiswa sepertimu, jadi kam
Hari berganti demi hari, usia kandungan Kania kini sudah semakin besar. Sore itu tiba-tiba dia ingin makan mangga, tapi bukan mangga yang dijual di supermarket melainkan mangga yang masak pohon yang ada bekas gigitan kalong. "Dimana mencarinya mangga yang seperti itu." Jimmy merasa frutasi dengan keinginan istrinya. "Ya nggak tau mas pokoknya aku pengen banget makan mangga itu," sahut Kania. Jimmy sangat frustasi dengan keinginan Kania, tapi meskipun begitu dia tetap berusaha menuruti kemauan istrinya. Lagi-lagi asisten lah yang akan memenuhi semua keinginan atasannya, benar saja Jimmy menghubungi Raka untuk mencarikan mangga yang masak di pohon. Mendapatkan mandat seperti itu membuat Raka frustasi juga, bagaimana tidak, mana ada mangga yang masak pohon ketika tidak musimnya apalagi yang sudah dimakan hewan malam yang bernama kalong. Keburu malam Raka berputar-putar mengelilingi kota, bahkan sampai ke pinggiran kota namun tidak ada satu pohon mangga pun yang berbuah. "Bagaimana
Arion berpikir keras, dia sendiri juga tidak tahu bagaimana buah hati mereka bisa tertular penyakit tersebut. "Entah Sayang." Keadaan Aurora yang dibilang cukup serius membuat Dokter harus melakukan pemeriksaan secara intensif oleh karenanya Aurora harus dirawat. Bayi itu nampak lemas di atas brankar, Dania dan Arion tak tega melihat keadaan anak mereka. "Dok, kami tidak bisa menemukan pembuluh darahnya," teriak suster. Dokter segera melihat keadaan bayi kecil lemah itu, tak yakin dengan diagnosis sebelumnya Dokter melakukan pemeriksaan kembali. Fakta baru ditemukan, ternyata Aurora mengalami dehidrasi, mungkin akibat sakit yang dideritanya. "Cari terus, kita harus segera memberikan cairan infus." Berkali-kali tangan bayi kecil tersebut disuntik, untuk menemukan pembuluh darah yang tidak kelihatan sama sekali. Rea dan Andika yang baru datang segera masuk ke ruang gawat darurat untuk melihat keadaan cucunya. "Apa kata Dokter Arion?" Raut wajahnya menggambarkan jelas rasa khawat
Satu tahun telah berlalu, Aurora tumbuh menjadi balita yang sangat cantik, di usianya yang menginjak satu setengah dia sudah bisa menguasai beberapa kata, dia juga sudah bisa menyusun tiga kata setiap berbicara.Arsen tak kalah dengan Aurora, di usianya yang hampir menginjak tiga tahun dia sudah bisa membaca, yang tak kalah penting adalah ketampanannya sang Papa yang menjadi miliknya.Arsen begitu menyayangi Aurora adik sepupunya, tak sering dia tidak mau pulang apabila diajak berkunjung di rumah Aurora.Dania full menjaga Aurora, dia benar-benar tidak menggunakan jasa pengasuh, kesusahan menjaga anak dia tanggung sendiri tanpa melibatkan siapa pun."Kalau kamu capek, kamu bisa menggunakan jasa baby sitter sayang, aku tidak tega melihat kamu mengurus anak kita sendirian." Arion mulai khawatir dengan keadaan Dania yang semakin kurus."Nggak papa Mas, dia kan anak aku sudah jadi kewajibanku untuk merawatnya, lagipula aku masih trauma dengan pengasuh." Senyuman manis dia keluarkan untuk
"Aku perhatikan dari tadi kamu terus saja melamun ada apa tanya?" tanya Aron yang membuat Arion tersentak kaget. Arion menggelengkan kepala lalu dia pura-pura membaca berkas dibawakan oleh Aron. "Terbalik," kata Aron serambi membenarkan berkas yang dibaca terbalik oleh sang adik. Ariel meletakkan berkasnya kemudian ia beranjak dari kursi kebesarannya. "Ceritalah Arion, aku tahu kamu tidak baik-baik saja," minta Aron. Arion nampak menghela nafas dalam-dalam, dia mengalikan pandangannya kepada sang kakak. "Aku bingung kak dengan Dania, aku paham dia menjaga anak kami seorang diri tanpa bantuan pengasuh maupun Mama tapi dia benar-benar tidak menjaga penampilannya, setiap hari dia selalu lusuh dan bau. Aron nampak mengernyitkan alis dia merasa tidak paham dengan apa yang disampaikan oleh Arion adiknya. "Menjaga penampilan bagaimana?" tanya Aron. "Ya setiap hari penampilannya selalu lusuh dan banyak keringat yang menyebankan bau, kalau aku sendiri yang melihatnya ataupun yang menc
"Aku sudah bicara dengannya Mas." Arini melaporkan semua pada sang suami. "Lalu bagaimana sayang?" tanya Aron. Arini tampak menghela nafas dalam-dalam, "Cara berpikiran orang kelas menengah ke bawah dan ke atas itu beda Mas, alasan Dania hanya sayang saja." Meskipun telah menjadi kaya ada beberapa orang yang tidak bisa melupakan asal mereka, termasuk Dania yang merasa sayang membuang pakaiannya yang masih dianggap bagus. "Kenapa sih harus sayang, bukankah dia bisa beli yang baru." Aron kesal dengan jawaban Dania, padahal dia bisa beli baju yang baru. "Bukan masalah bisa beli atau tidak Mas! semua karena kebiasaan," jelas Arini. Aron dapat mengernyitkan alisnya. Memangnya kebiasaan apa yang membuat orang sayang membuang pakaian yang sudah tidak bagus lagi. "Aku pernah berada di posisi seperti itu ketika aku tidak memiliki uang untuk membeli pakaian yang bagus, jadi aku bisa memahami Dania," ungkap Arini. Aron yang tidak pernah berada di posisi seperti itu hanya bisa diam, dia ti
Sepanjang perjalanan pulang Arion terus memikirkan apa yang diucapkan oleh Aron, hingga akhirnya dia menyadari jika dia dan Dania terus seperti ini maka masalah akan terus berlanjut. "Kelihatannya aku yang harus bertindak," gumamnya. Mobil Arion melewati salah satu pertokoan yang besar hingga muncullah ide untuk membeli pakaian untuk sang istri. Tak tanggung-tanggung Arion membeli 20 daster yang bagus untuk sang istri tak hanya daster juga membelikan Dania setelan santai untuk menjaga Aurora yang kini aktif berjalan. "Totalnya semua dua puluh lima juta, dibayar Cash apa debit?" Arion mengeluarkan kartu, setelah menulis pin kasir memulai melakukan transaksi. Sesampainya di rumah, Arion memberikan baju-baju yang baru dibelinya kepada Dania. "Banyak sekali Mas baju yang kamu beli?" tanya Dania. "Aku sengaja membeli banyak untuk kamu dan mulai besok baju-baju kamu yang sudah lusuh tolong jangan dipakai." Dania nampak sedih karena Arion masih mempermasalahkan hal itu tapi dia juga
Begitulah mereka, Arion selalu membuat kakaknya cemburu tapi semua hanya candaaan. Banyak sekali urusan yang harus mereka tangani, dan setelah semuanya selesai, mereka menyerahkan kepada pimpinan kantor cabang tersebut urusan selebihnya. Hari-hari berlalu dengan cepat, Arsen kini sudah berusia empat tahun. Dia tumbuh menjadi anak yang sangat tampan dan cerdas, di usianya yang baru empat tahun Arsen sudah bisa membaca dan menulis, dia juga menghafal dengan cepat sesuatu yang dia pelajari. "Anak kalian, sangat pintar. Rencananya kalian akan menyekolahkan dia dimana?" tanya Renata. "Belum kepikiran Ma, pengennya Arsen sekolah di rumah saja jadi Arini bisa terus mengawasinya." Dion dan Renata tampak tidak setuju dengan keputusan menantu mereka, namanya anak perlu bersosialisasi dengan teman-teman sebayanya. Arsen bukanlah anak introvert jadi pendidikan luar rumah mungkin yang terbaik. "Bersekolah diluar dan kumpul banyak teman sangat bagus untuk perkembangan anak Arini." Arini ters
Kamar mereka layaknya kamar pengantin baru, apa yang dipersiapkan Aron jauh lebih baik daripada apa yang disiapkannya kemarin. Aron berjalan menuju meja, meninggalkan Arini yang masih membatu di belakang pintu. Pria itu menyalakan lilin dan berjalan menuju sang istri. "Happy anniversary Sayang, semoga kita langgeng sampai maut memisahkan." Arini benar-benar terharu dengan apa yang dilakukan oleh sang suami, dia tidak menyangka jika dirinya yang mendapatkan kejutan. Seusai meniup lilin Aron meletakkan kuenya kembali kemudian menggandeng tangan istrinya menuju tempat tidur. "Aku sudah memberimu kejutan sekarang mana kejutan untukku," bisik Aron sambil tersenyum licik. Segera Arini tahu maksud dari sang suami, "Kejutanku telah usai Mas." Tatapannya terlihat menggoda. Aron tidak menerima alasan apapun malam ini Arini harus memberinya kejutan. "Baiklah Mas." Wanita itu turun dari tempat tidurnya, dia menghilang di balik dinding dan entah apa yang akan dilakukannya. Beberapa saa
Awalnya hanya sebagian saja pegawai yang diminta untuk kembali bekerja, namun semakin membludaknya permintaan pasar membuat Arion dan Aron harus memanggil semua pegawai yang dulu dirumahkan oleh mereka. "Harus diakui perusahaan kita bisa normal seperti sedia kala semua karena Papa kita." bibir Arion tersenyum tipis mengingat jasa Papa dan omnya. "Benar, kita tanpa mereka tidak ada apa-apanya Arion, meskipun usia mereka sudah senja namun jiwa serta strategi bisnis mereka tidak ada tandingannya," sahut Aron. ##### Hari ini adalah hari anniversary Arini dan juga Aron, dan rencananya Arini akan memberi kejutan kepada suaminya. "Arini yakin Ma, kalau Mas Aron lupa dengan anniversary kami," celetuk Arini ketika berbincang dengan mama mertuanya. "Lelaki memang gitu, Papa juga sering lupa dengan hari anniversary kami," sahut Renata. Renata meminta kepada Arini agar tidak marah kepada Aron, banyaknya pekerjaan di kantor mungkin membuat sang anak tidak mengingat hal-hal seperti ini. "Iy
"Ayo Mas tidur ngapain kamu berdiri disini?" Arini terus menarik tangan Aron agar kembali ke tempat tidur. Aron yang penasaran dengan ponsel sang istri nampak menepis tangan Arini. Melihat ponsel sang istri yang terus menyala membuat Aron ingin melihat siapa yang terus-terusan mengirim pesan. "Aku penasaran dengan ponsel kamu yang terus menyala kelihatannya ada banyak pesan masuk." Bukannya kembali ke tempat tidur, Aron malah mengambil ponsel sang istri. Seketika Arini menyusul dan berusaha mengambil ponselnya. "Mas kembalikan ponsel aku," rengeknya. "Ada apa?" tanya Aron. Arini pasrah, jika dia harus dihukum lagi dia pun siap. Saat membaca pesan yang dikirim Dania serta Kania sontak membuat Aron menatap Arini tapi wanita itu segera mengalihkan pandangannya bahkan perlahan dia membalikkan badan agar bisa kabur. "Mau kemana kamu!" suara bariton Aron membuat Arini tersentak kaget, tanpa membalikan badannya dia menoleh sambil meringis. "Aku mau tidur Mas." "Yakin mau tidur?" t
Ketiga wanita tersebut meringis, salah satu dari mereka bergegas mematikan TV. "Sudah selesai reuniannya?" tanya Arini. "Sudah dari tadi," jawab Aron. "Kenapa dimatikan TVnya, bukankah kalian bertiga sangat menyukai film tadi," sahut Jimmy. "Sudah selesai kok Mas." Berbeda dengan Aron dan juga Jimmy, Arion hanya terdiam sembari menatap sang istri. Hening sejenak hingga Arini berceletuk, "Memangnya kenapa sih, kami kan cuma lihat drakor." Para suami saling pandang, menurut mereka para istri melanggar dan melakukan penyelewengan, memang hanya ngefans tapi mereka tetap menyukai pria lain. "Lihat drakornya tidak masalah yang jadi masalah adalah ketika kalian menyukai aktor dari film tersebut." "Apalagi istriku malam ini akan menghalu," sambung Jimmy. Para istri hanya bisa menggelengkan kepala dengan sikap posesif suami mereka. "Sudahlah mengalah saja," bisik Arini. Berhubung acara sudah selesai Aron dan Arion membawa para istri mereka pulang. Di dalam mobil baik Aron maupun A
"Papa dan Om Dion selalu bisa kami andalkan, meski usia tidak muda lagi tapi kalian benar-benar the best." Anak dan papa itu saling berpelukan, Rea dan Dania sangat terharu dengan apa yang mereka lihat. Tak hanya Arion, Aron juga melakukan hal yang sama dia mengajak kedua orang tuanya untuk makan malam diluar ya itung-itung merayakan keluarnya produk baru mereka. "Ngapain sih Aron kita makan diluar, tadi para Bibi di rumah sudah masak banyak," protes Renata. Dia merasa sayang dengan makanan yang dimasak art di rumah. "Makanannya biar dimakan mereka Ma," sahut Aron. Aron memilih restoran steak ternama, di restoran ini tersedia aneka daging premium, mulai daging impor maupun daging lokal tersedia di sini. "Mama pesan daging biasa saja Aron," kata Renata. "Semua Aron pesankan daging Wagyu Ma," sahut Aron. "Baiklah." Meski menjadi istri seorang Dion selama bertahun-tahun tapi Renata tidak lupa asalnya, dia masih enggan memilih makanan yang mahal, baginya gizi yang terkandung di da
Tanda tanya seolah berterbangan di atas kepala Arini, dia merasa ambigu dengan suami halu yang dimaksud oleh Aron."Suami halu apaan sih Mas!" protes Arini."Kamu kan suka melihat drakor pasti ada salah satu aktor yang kamu sukai," sahutnya."Nggak cuma satu tapi banyak." Mulai malam ini Aron melarang Arini untuk menyukai para aktor Korea, dia tidak suka jika istrinya memiliki suami halu seperti apa yang dikatakan oleh Arion."Kamu tuh keterlaluan sekali sih Mas! aku tuh memang ngefans sama mereka tapi aku tidak pernah mengidamkan mereka menjadi suami halu," maki Arini lalu masuk ke dalam kamar.Malam yang romantis harus menjadi malam yang menyebalkan, ini semua gara-gara tuduhan Aron terhadap Arini."Yang selalu menjadi suami halu aku, itu kamu! yang selalu aku mimpikan, itu kamu! bukan aktor Korea." Ucapan Arini membuat Aron senyum-senyum sendiri. Ternyata apa yang dikatakan Arion tidak terjadi pada istrinya hingga dia menyesal telah membuat sang istri kesal."Karena kamu telah me
"Iya Pa, kerja sama dengan salah satu negara yang saat ini terlibat perang sudah Aron batalkan, saham terus anjlok, pemboikotan yang dilakukan masyarakat membuat pengembalian barang, jika dibiarkan terus produk kita sendiri yang kena imbasnya," jelas Aron. Memang dalam kasus ini serba salah, putus atau lanjut tetap berdampak terhadap perusahaan, terlebih masyarakat sangat pro dengan negara yang mayoritas muslim. "Keputusan yang bagus, meski sulit di awal tapi papa yakin ke depan kita bisa mengembalikan itu semua dengan produk kita sendiri tanpa ada pembagian saham dengan negara lain." Keputusan Aron dan Arion didukung penuh oleh Dion. Setelah berbincang dengan Aron, Dion berencana menemui Andika, dia ingin mengajak sang adik untuk membantu anak-anak mereka. "Besok datanglah ke rumah Andika, ada yang ingin aku bicarakan." Pesan singkat Dion kirim untuk sang adik. Tak menunggu waktu lama bagi Andika untuk membalas dan balasannya pasti iya. Malam itu Aron sibuk di ruang kerjanya, di
Para pegawai yang sudah dinonaktifkan melakukan demo besar-besaran, mereka tidak terima jika mereka di rumah kan oleh perusahaan. Aron dan Arion merasa sangat pusing dengan masalah yang melanda perusahaan mereka, masalah internal belum juga menemukan solusi sekarang muncul lagi masalah eksternal. "Bagaimana kak ini?" tanya Arion yang mulai was-was dengan pendemo. "Entahlah, memangnya apa yang bisa kita lakukan, kerjasama dengan negara itu sudah terputus." "Tapi kalau terus didiamkan mereka mengganggu pekerja lainnya Kak." Arini yang datang untuk mengantar makan siang tampak terkejut dengan adanya pendemo di depan kantor. Dia bertanya kepada beberapa security yang berjaga. "Kenapa pada berdemo pak?" tanya Arini. "Mereka tidak bersedia di rumahkan Nyonya," jawab security. Hari ini nampak manggut-manggut dengan jawaban security, kemudian dia berjalan masuk ke dalam. "Mas Kenapa kalian diamkan saja para pendemo itu kan kasihan mereka berdiri di depan kantor terus menerus!" protes