Hasrat. Adalah enam huruf yang menggambarkan besarnya ketertertarikan seksual antara dua manusia yang kini sedang melakukan aktivitas penuh gelora. Byan, di satu sisi, adalah seseorang yang tidak pernah merasakan kepuasan ketika melakukannya dengan Kia. Oh, dia mencapai klimaks, tentu saja. Dengan sangat nikmatnya. Namun ketika terjangan gelombang kenikmatan itu perlahan usai, gairahnya pun akan kembali muncul ke permukaan. Ia tidak mampu mengatasi hasratnya yang meledak-ledak kepada Kia, satu-satunya wanita yang telah mengembalikan keinginannya untuk bercinta setelah tiga tahun yang berlalu dalam kepahitan untuk melupakan Alana dan Aksa, almarhum istri dan putranya. Kia. Kiara Retania. Byan tahu kalau obsesinya kepada wanita ini sudah pada taraf yang cukup mengkhawatirkan, tapi ia tidak ingin sembuh. Ia akan selalu menginginkan Kia, Kia dan Kia. Byan bahkan sadar jika ia pun tidak bisa mengontrol dirinya yang akan terus menatap penuh damba kepada wanita cantik bermani
"Alex, sakiit!!" Kia menjerit ketika Alex menjambak rambutnya yang panjang dan menyeretnya dari mobil menuju ke arah lift VIP. Cairan bening kini telah mengumpul di sudut mata Kia, sebagai representasi rasa nyeri di kulit kepalanya yang dijambak dan bagaimana perlakuan Alex yang selalu kasar dan tidak menghormatinya sebagai wanita.Kia menendang kaki Alex sekuat tenaga untuk melawan, namun malah membuat lelaki itu semakin murka. Dengan sengaja, Alex semakin kuat menarik rambut panjang Kia dan mengarahkannya ke bawah. Hingga gadis itu pun mau tak mau dipaksa berjalan dengan tertatih sambil membungkuk."Aleex!!" Jerit Kia lagi. Tangan gadis itu berusaha mencakar tangan Alex yang menjambak rambutnya. Namun lelaki itu seolah telah kebal oleh rasa sakit dan terus menyeret Kia hingga akhirnya mereka pun telah memasuki kotak besi yang merupakan lift VIP.BRUUG!!Kia mengerang lirih saat Alex membanting tubuhnya ke permukaan dinding lift yang dingin dan keras. Sisi kanan wajahnya yang mengh
"Kenapa kamu masih berdiri di situ, Kia? Kemarilah dan duduk di sampingku," ucap Byan, sembari tertawa dalam hati melihat wajah pias Kia, serta ekspresi terkejut yang kentara begitu jelas di wajah Alex.Kia menelan ludahnya yang terasa berat mendengar suara serak dan dalam yang mengalun tegas di udara, terasa menggetarkan dan entah kenapa memberikan efek menggigil pada tubuhnya."Kalian sudah saling mengenal?" Alex-lah yang paling terkejut mendengar perkataan kliennya itu yang menyebut nama Kia, seolah mereka telah dekat sebelumnya. Ia mengerutkan kening sembari menatap Byan dan Kia tajam."Saling kenal?" Ulang Byan sembari menaikkan satu alisnya yang lebat membalas tatapan Alex. "Kia adalah satu-satunya alasan untukku memilih Guntoro & Partners Law Firm sebagai jasa konsultan untuk klub milikku Beautiful Paradise," ucapnya tanpa tedeng aling-aling. "Sepertinya Anda harus berterima kasih kepada Kia, Pak Alex. Dia-lah yang membuatku yakin."Kia masih tetap terdiam tak tahu harus berkat
Kia menghela napas pelan sembari menatap ke arah pintu ruang rapat yang masih saja tertutup sejak tadi. Apa sih yang dibicarakan oleh Byan dan Alex? Kenapa mereka lama sekali? Ada rasa ingin tahu yang amat besar menggantung di dalam benaknya, namun Kia memutuskan untuk tidak berusaha menguping mencari tahu. Persetan apa yang dibicarakan oleh kedua lelaki itu, karena itu bukan urusannya. Di sini ia hanya ingin menunggu Byan, ingin mengkonfrontasi secara langsung kenapa selama ini Byan menyembunyikan jati dirinya kepada Kia.Ck. Dasar menyebalkan. Byan benar-benar membuat Kia seperti orang bodoh, yang mengira bahwa lelaki itu berprofesi sebagai bartender dan gigolo... padahal Byan adalah pemilik Beautiful Paradise, klub malam terbesar di kota ini.Ketika akhirnya suara pintu yang terbuka pun terdengar, membuat Kia serta merta menolehkan kepalanya ke sana. Ia mendesah lega ketika melihat Byan yang baru saja keluar dari sana. Langkah kaki jenjangnya pun mulai mengayun anggun menghampiri
Mobil mewah yang membawa Byan dan Kia kini telah memasuki kompleks bandara. Kia memandangi situasi dari balik jendela kaca, masih tak percaya bahwa Byan benar-benar membawanya kemari dengan dalih mengajaknya makan siang di Bali! Dan kening Kia pun semakin mengernyit ketika melihat bahwa mobil yang ia naiki memasuki area bandara yang belum pernah ia lihat sebelumnya. Dimana ini? Rasanya ia baru tahu kalau ada terminal keberangkatan yang baru dan berbeda dari yang pernah ia kunjungi sebelumnya. Betapa terkejutnya gadis itu ketika menyadari bahwa ternyata Byan telah membawanya ke area parkir yang diperuntukkan khusus untuk penumpang yang akan menaiki pesawat pribadi! ((Selamat datang di Saphire Precious Lounge)). Kia membaca tulisan yang tertera di pintu sebuah flyer besar, sebelum dirinya dibawa oleh Byan yang terus menarik tangannya. Mereka terus berjalan memasuki sebuah ruang tunggu executive untuk penumpang yang menyewa private jet. "Selamat siang, Pak Byantara," seorang wanita m
Suara sang pilot pesawat yang menggema mengumumkan bahwa tak lama lagi mereka akan sampai di tujuan, nyatanya tak membuat Byan melepaskan Kia yang berada di atas pangkuannya. Kedua insan rupawan itu saling memagut, menyatukan bibir dalam deru dua jantung yang sama-sama memburu. Ciuman itu terasa sangat manis meski hasrat di dalamnya pun juga ikut tersemat. ((Aku sayang kamu, Byan.)) Kalimat yang diucapkan suara renyah Kia sebelumnya itu membuat kinerja otak Byan seketika kacau balau. Meskipun ia tahu definisi 'sayang' sangat berbeda dengan 'cinta', namun tetap saja ia tak bisa mengontrol ketika serasa ada ribuan bunga warna-warni yang mekar di dalam hatinya. Byan pun segera melepas sabuk pengaman dari pinggang ramping Kia, lalu mengangkat tubuh mungil berlekuk indah itu ke atas pangkuannya dan langsung menyergap bibir manis berpulas lipstik merah menyala yang sejak tadi membuatnya tergoda. Kia pun ikut menyambut kecupan mendalam Byan yang sepenuh hati dan menuntut. Sembari d
"Kamu belum tahu, Mae? Aku adalah adik tiri dari Byantara Samudra. Kenalkan, namaku Baraka Samudra. Waktu itu kita belum sempat berkenalan dengan baik, kan?" Kia mengerjap kaget mendengar kalimat penegasan Bara itu. Diam-diam ia pun melirik ke arah Byan, yang saat ini dengan sengaja berdiri di depannya untuk menghalau Bara yang hendak mendekatinya. Kia bisa merasakan sikap antipati Byan yang tertuju kepada Bara, dan itu bukan hanya karena ia cemburu. Sepertinya hubungan antara mereka memang kurang baik. "Kalian sudah berkenalan kan sekarang?" Cetus Byan dingin, tanpa berusaha menutupi rasa tidak sukanya kepada Bara. Kia merasakan tangannya tiba-tiba saja digenggam dengan erat, dan siapa lagi pelakunya jika bukan Byan. "Jadi permisi, Bara. Aku dan kekasihku ingin menikmati hari-hari menyenangkan kami di Bali." Kalimat sindiran itu mengakhiri segala bentuk interaksi kaku di antara mereka, terutama dengan adanya penekanan Byan yang dengan sengaja pada kata "kekasih". Byan te
"Kia?" "Hm?" Byan mengelus punggung sehalus sutra yang berada di dalam dekapannya. Dua tubuh anak manusia itu kini saling berpelukan erat di atas ranjang yang telah berantakan. Bantal Kia bahkan telah menghilang entah kemana, namun itu tidak menjadi masalah karena Byan dengan senang hati memberikan lengannya sebagai pengganti. Mereka telah bercinta selama berjam-jam nonstop, dan Byan tahu kalau sesungguhnya Kia kelelahan memenuhi hasratnya. Tapi ada sesuatu yang terasa mengganjal di hatinya, dan Byan ingin mengungkapkan semuanya kepada Kia sebelum gadis seksi ini tertidur pulas. "Aku ingin kamu tahu tentang apa yang sesungguhnya terjadi. Tentang ucapan Bara yang tadi." Kia terdiam sejenak mencoba untuk mencerna. Sebenarnya ia sangat mengantuk setelah maraton bercinta, namun nada serius yang tercipta di dalam suara Byan membuat kantuknya serta-merta sirna. Awalnya Kia sangat ingin pulas terlelap, namun ucapan Byan tadi sukses membuat benaknya tergugah. Melayani ha
"Byan!" Suara yang memanggilnya itu membuat Byan mengangkat wajahnya yang semula tertunduk dalam kalut. Lelaki itu pun berdiri dari duduknya di atas sofa panjang rumah sakit tempat penunggu pasien yang sedang berada di ruang emergency. Tak terkira betapa leganya dirinya melihat wajah secantik bidadari dengan sosoknya yang akan selamanya sempurna di matanya itu, kini tengah memeluk dirinya dengan erat.Byan menghirup aroma lembut rambut istrinya yang sejenak mengalihkan gelisahnya, memberikan suntikan adrenalin yang kembali memimbulkan asa yang semula telah surut. Byan membuka mulutnya, untuk mengeluarkan suara serak yang dipenuhi kecemasan mendalam. "Kia, ayah..." "Ayahmu akan baik-baik saja," potong Kia. Ia mengeratkan pelukannya sebelum mulai melepasnya perlahan sembari mendongakkan wajahnya, hingga kini ia beradu tatap dengan wajah tampan suaminya yang kini terlihat murung. Satu tangannya terulur untuk mengusap pipi Byan. Seulas senyuman manis ia berikan untuk suaminya, berha
Kedua lelaki itu saling menatap dengan sorot yang dipenuhi oleh permusuhan. Perkataan telak dari Byan barusan sebenarnya cukup membuat batin Alex goyah, namun lelaki itu sepertinya menolak untuk menyerah. Meskipun harapan yang semula hadir karena ia meyakini bahwa janin yang dikandung Kia adalah miliknya, kini menjadi semu. Seiring dengan penyesalan demi penyesalan yang saat ini memenuhi benaknya.Alex mengutuk diri sendiri yang begitu bodohnya karena telah menyia-nyiakan Kia, setelah kehilangan membuatnya sadar bahwa sesungguhnya ia mencintai gadis itu. Alex mengira bahwa Kia hanyalah "ngambek" padanya, karena ia tidak bisa memberi status yang jelas untuk Kia dan malah hendak menikahi Tessa.Ia pun mengira bahwa Kia hanya ingin bermaksud membuat dirinya cemburu dengan mendekati Byan, karena Alex yang berkeyakinan jika Kia juga masih mencintainya.Namun kabar berita yang diberikan oleh Bara membuat Alex sangat terkejut. Ketika berita pertama yang ia dengar adalah Byan yang membawa K
"Morning, my sexy wifey." Suara berat yang berbisik lembut di telinganya itu membuat Kia seketika terbangun. Ia sedang menguap, ketika bibir Byan mengecup dadanya dengan bertubi-tubi dan membuat Kia tertawa pelan. Wanita itu lalu tersenyum dan mengelus rambut lebat lelaki itu yang masih asyik berkelana di dadanya dan tidak terlihat ingin beranjak. "Byan." "Hm?" Kia terdiam sebentar, seperti sedang berpikir untuk menyusun kalimat yang tepat. Namun akhirnya ia pun menyerah, karena kehamilan ini membuat kepalanya terasa agak pusing di pagi hari untuk berpikir terlalu berat. "Uhm... sampai kapan kita di sini?" Kia pun akhirnya menyuarakan pertanyaan yang terus berputar di dalam benaknya secara gamblang. "Di sini?" Ulang Byan yang telah mengangkat kepalanya dari dada Kia dan menatap istrinya sambil menaikkan alis. "Maksudmu di Bali? Atau di resort?" "Di Bali. Maksudku, sampai kapan kita di Bali," sahut Kia cepat. Ia tahu resort ini memiliki arti yang sangat dalam bagi Byan,
Sempurna.Kia tak bisa menemukan kata yang jauh lebih tepat untuk mendeskripsikan semua yang sedang terjadi hari ini... selain tanpa cela.Semua yang ia pandang terlihat begitu indah dan memukau. Bunga-bunga berwarna putih, merah muda lembut, kuning pucat dan biru muda menghias seluruh ruangan yang menjadi dekorasi acara pernikahannya hari ini.Manik coklat sayu itu pun mengerjap pelan seolah tak percaya, karena kalimat yang dalam hati ia ucapkan sendiri barusan.Pernikahannya.Selama seminggu penuh kemarin, dirinya dirawat di rumah sakit karena dokter menyarankan Kia untuk total bedrest, sebagai upaya untuk menjaga kehamilannya yang masih muda dan agak rentan.Lalu ketika ia telah diperbolehkan untuk pulang, tiga hari kemudian Byan pun mengundang Om dan Tantenya Kia yang bernama Burhan dan Ana untuk datang ke Bali. Mereka berdua adalah satu-satunya keluarga Kia yang tertinggal, setelah ayahnya meninggal ketika Kia masih kecil dan ibunya juga telah berpulang beberapa tahun yang lalu.
Kia bernapas pelan sebelum perlahan ia membuka kedua matanya. Posisi kepalanya yang bertumpu di atas lengan Byan terasa sangat nyaman, begitu pun halnya dengan 'selimut hidup' yang semalaman mendekap tubuhnya erat, seolah tak ingin kehilangan. Untuk kali ini, Kia-lah yang lebih dulu terbangun dibandingkan Byan selepas mereka tertidur setelah puas bercinta.Gadis itu pun sontak mendongak, untuk menatap seraut wajah tampan Byan yang masih terlelap dengan pulasnya.Bibir penuh Kia pun melukiskan sebuah senyuman, ketika teringat kembali pada perkataan yang semalam dengan sengaja diucapkan berulang-ulang oleh Byan. "I love you, Kia." Mengingat kembali suara berat dan maskulin Byan berucap lembut menyuarakan isi hatinya, membuat Kia larut dalam kebahagiaan yang merasuk ke dalam sukma.Tahu jika ia tidak akan pernah merasa bosan mendengar kalimat itu. Tidak, selama hanya Byan-lah yang akan selalu mengucapkannya.Apakah boleh jatuh cinta bisa terasa seindah ini?Rasanya seperti seumur hid
Pintu itu terbuka dari luar, berbarengan dengan masuknya kedua sosok dari arah luar ke dalam ruang Presidential Suite.Mereka sama-sama diam tanpa bersuara berjalan menuju ke arah master bedroom, meskipun dengan suara-suara di dalam benak masing-masing yang ribut. "Aku mau menelepon dulu," ucap Byan kepada Kia yang sejak tadi mengekorinya karena tangannya yang terus digenggam.Gadis itu mengangguk perlahan sambil tersenyum. "Aku akan menunggumu di balkon." "Kamu tidak perlu kemana-mana, Kia. Percakapan ini bukanlah rahasia," tegas Byan dengan maniknya yang kelam menatap Kia lekat-lekat, mencoba menggali apa yang sedang dipikirkan oleh gadisnya yang mendadak menjadi pendiam itu."Tidak apa-apa, Byan. Aku cuma mau menghirup udara segar saja," kilah Kia beralasan.Byan terdiam sesaat tanpa lepas mamandang wajah cantik yang dengan senyuman yang memikat, namun lelaki itu sangat menyadari bahwa sesungguhnya dibalik itu Kia sedang menyembunyikan sesuatu. 'Bara sialan! Ini semua gara-gara
Byan dan Kia berjalan bersama menuju bagian restoran dengan spot khusus VIP, yaitu sebuah ruangan mewah berkapasitas 25 orang yang memiliki privasi.Malam ini Kia benar-benar terlihat menawan. Make up yang terpulas di wajahnya semakin menonjolkan kecantikannya yang bernilai sempurna. Pun dengan gaun hitam off-shoulders yang dibelikan Byan, terlihat sempurna mengikuti lekuk tubuhnya.Meskipun penampilannya tanpa cela, namun jangan tanyakan tentang kondisi jantungnya yang sejak tadi tak henti berdebar, meskipun Byan terus berusaha meyakinkan dirinya bahwa tak ada yang perlu dicemaskan."Itu mereka." Byan menunjuk kepada sekelompok orang yang sedang berdiri sembari mengobrol, Tampak mereka semua sedang menikmati segelas cocktail di tangan masing-masing.Sambil memeluk lengan kanan Byan, Kia berusaha berjalan dengan langkah yang anggun dan meyakinkan, walaupun saat ini rasanya ia seperti ingin terjungkal oleh kakinya sendiri saking gugupnya.Seorang gadis muda berparas sangat cantik berus
Byan membukakan pintu kamar Presidential Suite-nya, ketika mendengar suara denting bel dari arah sana.Setelah merapikan sedikit selimut yang menutupi tubuh Kia dan memastikan bahwa gadis itu masih nyenyak tertidur, Byan pun segera melangkahkan kaki keluar dari master bedroom menuju pintu."Halo. Selamat malam, Byan," ucap seraut wajah yang tersenyum kepada Byan dari balik pintu.Byan membalas senyum ramah lelaki paruh baya itu. "Silahkan masuk, Dokter Indra," ucapnya mempersilahkan.Dokter Indra adalah petugas kesehatan yang telah lama bekerja di Resort milik keluarga Samudra. Mereka berdua pun kemudian masuk ke dalam lalu duduk di sofa besar dari bahan kulit mewah berwarna coklat tua.Dokter Indra menaruh tas berisi peralatan dokternya di atas meja, lalu menatap lekat perban di tangan kanan Byan yang mulai berubah warna karena darah yang merembes di sela-sela kainnya."Boleh saya lihat tanganmu?" Pintanya.Byan mengangkat tangannya yang terluka, melirik sekilas perbannya yang basah
"Aku baik-baik saja, Sayang. Jangan menangis lagi, ya?" Byan menyeka air mata yang sejak tadi mengalir dari manik coklat sayu milik Kia. Gadis itu tak hentinya menumpahkan cairan bening dari matanya sejak tadi, sebagai efek perasaan lega yang luar biasa bercampur shock yang masih tersisa."A-aku tidak... tidak bisaa berhenti, Byan. Hiks. Air mataku... terus keluar..." Gadis bersurai panjang yang masih terisak itu pun akhirnya didekap erat oleh Byan. Kia langsung melingkarkan kedua tangannya di pinggang lelaki itu.Matanya yang basah dan berkilau karena air mata menatap Byan sendu. "Aku benar-benar lega karena kamu berhasil mengalahkan mereka, Byan. Tapi di sisi lain... tanganmu... hiks..." Kia mengalihkan pandangannya ke tangan kanan Byan yang dibalut perban. Tangan itu terluka karena Byan refleks menangkis pisau yang hendak dihujamkan ke kepalanya.Tangisan Kia yang malah semakin meraung membuat Byan tertawa kecil. "Hei, tanganku cuma luka ringan saja, Kia. Tidak apa-apa, dalam bebe