Kursi kosong di sebelah Bella yang sebelumnya diduduki oleh Aurora telah digantikan oleh Glenn. Suara-suara sumbang mulai berdengung kala beberapa kru melihat Glenn yang terbiasa menyendiri dan enggan bersosialisasi, tiba-tiba menghampiri meja makan milik rekan sesama pemain film 'My Boss My Love'.
Mona, Emma, dan Aaron hanya bergeming. Mereka bingung untuk memulai pembicaraan atau sekadar menyapa sosok yang tiba-tiba duduk tanpa sepatah kata tersebut. Terlebih, Bella yang kini duduk di samping Glenn memilih berpura-pura tidak acuh dan menyisihkan acar di burgernya. Gadis itu menganggap Glenn sosok tidak kasatmata.
"Hallo, Glenn!" sapa Aaron memecah kecanggungan dengan tersenyum ramah.
Seolah tuli, Glenn hanya bergeming dan tidak menjawab sapaan Aaron. Pria itu justru menatap datar Aaron dalam waktu yang cukup lama. Aura dingin menyeruak dari netra birunya kala melihat sosok Aaron yang mulai mengernyit bingung kala ditatap olehnya.
Tak lama, Glenn akhirny
Bella yang mendengar rengekan Barbara hanya bisa kembali menghela napas pendek dan kasar. Telah terjadi banyak hal tidak menyenangkan yang membuat satu hari terasa begitu panjang. Raganya terasa begitu lelah. Namun, tampaknya masih ada suatu masalah yang ingin tetap berada di sisi Bella bahkan di saat gadis itu ingin mengistirahatkan tubuh sejenak. Mencoba untuk tidak memedulikan teriakan dan rengekan sepupunya, Bella melenggang masuk ke dalam kamarnya yang berada di bawah tangga. Gadis itu segera merebahkan tubuh dengan memasang earphone di kedua telinga. Lagu Jamie Miller berjudul 'Here's Your Perfect' sengaja ia mainkan cukup kencang agar teriakan Barbara tidak mampu menembus indra pendengarannya. Bella hanya ingin beristirahat. Namun, saat ingin memejamkan mata, rambut cokelat Bella tiba-tiba ditarik, "Oho! Ternyata kau sudah datang, wanita jalang!" Barbara menggeram dengan wajah merah padam. Bella memekik kesakitan dengan kedua tangan berusaha memb
"Sekarang pergilah! Rasanya tidak ada gunanya aku merawatmu. Lebih baik kau mencari jalan hidupmu sendiri, Bella." Kata-kata yang telah lama terpendam akhirnya keluar ke permukaan. Miss Dorothy tidak menginginkan keberadaan Bella—sejak awal—sejak wanita itu menghampiri seorang gadis kecil berusia sepuluh tahun. Bella tersenyum getir. Pada akhirnya, ia kembali merasa sendiri. Mengambil napas dalam-dalam, Bella kembali menarik sudut bibirnya untuk tersenyum, "Baiklah, aku akan pergi," ucapnya seraya menggedikkan bahu, tidak acuh. Namun, di balik senyuman dan sikap tidak acuh itu, netra cokelat Bella tetap tidak mampu menyembunyikan riak-riak kesedihan di balik wajahnya. Barbara masih melayangkan tatapan tajam seraya tersenyum miring, wajahnya mengisyaratkan kemenangan. Sementara Miss Dorothy hanya bergeming, tidak ada ekspresi apapun yang ditunjukkan olehnya. Mereka berdua akhirnya keluar dari kamar untuk memberikan waktu pada Bella agar segera berkemas. Yah, k
Waktu menunjukkan pukul tujuh pagi. Bulu mata lentik Bella mulai mengerjap disusul dengan terbukanya sepasang kelopak mata. Persendian dan otot-otot gadis itu terasa lebih segar dan nyaman setelah tidur semalam. Suasana pagi yang menyenangkan dan berbeda dengan hari-hari Bella sebelumnya. Sebab, kala Bella tinggal di kediaman Miss Dorothy dan menempati kamar bawah tangga, gadis itu selalu terbangun akibat kebisingan dari injakan kaki yang dilakukan oleh Barbara. 'Aku tidak pernah merasa senyaman ini. Apakah karena kasur ini memiliki kualitas terbaik?' batin Bella dengan tubuh yang masih enggan untuk terbangun. Bibir ranumnya tersenyum cerah. Sebab, gadis itu ingin mengawali hari secerah senyumannya. Wajah cantik gadis itu memancarkan aura penuh semangat. Tak lama, Bella sedikit membuka selimut yang melilit tubuhnya kemudian mendudukkan bokong di atas tempat tidur. Kedua tangannya merentang untuk melakukan peregangan. Hari ini Bella tidak ada gilir
Royal Luc Penthouse nomor enam puluh empat, bukan enam puluh sembilan. Pablo dan Emma kini telah berada di dalam kamar tersebut bersama Bella yang tidak lain adalah sang empunya. Pablo yang berdiri dengan kepala menunduk di hadapan Bella yang sedang terduduk, serta Emma yang tengah berjalan berkeliling untuk melihat-lihat ruang di dalam apartemen."Jadi, mengapa kau tidak mengatakan jika apartemen ini milik Glenn Lucas?" tanya Bella dengan menampilkan raut wajah tidak suka mengenai kenyataan tersebut. Netranya menatap tajam Pablo yang sejak tadi hanya berdiri mematung sembari menundukkan kepala."Ehm ... kupikir hal itu juga tidak penting untukmu, Bella. Sebab yang kupikirkan hanya harga murah yang ditawarkan oleh managernya." Pablo memanyunkan bibir dengan bola mata mengedar tak tentu arah. "Bahkan, yang kutahu hanya orang-orang tertentu atas ijin Glenn saja yang bisa menempati penthouse di lantai ini. Sebab menurut kabar yang kudengar, di lantai ini juga terdapat kam
Menaiki taksi di jalanan La Serenissimo, tempat di mana Royal Luc Penthouse berada. Bella tengah menatap keluar jendela mobil sembari menikmati pemandangan yang ada. Venesia terlihat begitu cantik dan unik. Terlebih jika musim dingin telah usai, keindahan kota di atas air itu semakin terlihat nyata."Kita sudah sampai, Nona," ujar supir taksi seraya menoleh ke belakang, menatap Bella.Bella tersenyum kemudian mengambil beberapa lembar dolar untuk diberikan pada sang supir. Setelahnya, gadis itu segera beranjak dan keluar dari mobil.Mengenakan penutup kepala jaket bulu yang ia kenakan, Bella meletakkan sepasang jemari tangannya yang telanjang ke dalam saku jaket tersebut. Gadis itu lupa mengenakan sarung tangan untuk menghangatkan tubuh. Sementara langkahnya terus berjalan menyusuri jalanan bersalju.Bella melewati rumah-rumah bergaya klasik, sebuah coffe shop, bahkan penjual barang antik di jalan. Bangunan-bangunan klasik tersebut juga tertut
"Pollux ...." Bella menggumam rendah, tetapi masih bisa didengar oleh pria paruh baya yang ada di seberangnya. Hanya meja kayu mahoni berbentuk bulat dan berukuran cukup besar yang memisahkan mereka.Pollux yang sebelumnya sibuk dengan buku yang sedang ia baca, seketika menatap ke depan sembari membenarkan kacamata, "Nona Bella?" Pria itu memastikan jika yang ia lihat adalah Bella.Bella tersenyum tipis, "Ya, kebetulan sekali melihatmu di sini. Apa kau sering datang ke sini?""Benar, Nona. Saya sering mengunjungi tempat ini karena Benito adalah teman lama saya," jelas Pollux yang ternyata teman lama dari pria paruh baya penjaga perpustakaan toko tersebut.Bella mengangguk pelan, "Buku apa yang sedang kau baca, Tuan Pollux?" tanya Bella untuk memecah kecanggungan."Mmm ... Dark Places," jawab Pollux seraya menunjukkan sampul buku yang ia baca."Gillian Flynn?" Bella memekik antusias."Ya. Apakah Anda tidak menganggap saya aneh?"
Sepatu hak tinggi berwarna merah maroon yang dikenakan Bella keluar dari pintu mobil dan menapaki karpet merah. Dengan penuh percaya diri, Bella berjalan di samping Emma seolah berada di atas catwalk. Tiada henti bibir merah Bella mengulas senyuman menawan yang ditujukan pada kamera para wartawan.Sementara cahaya flash kamera dan suara bidikan itu terus menghujani Bella dan Emma yang tengah melangkah di sepanjang tergelarnya karpet merah. Karpet itu akan membawa dua gadis cantik tersebut ke dalam gedung, tempat diadakannya gala premiere.Hingga akhirnya, sampailah mereka di dalam sebuah ruangan yang telah dipadati oleh para artis dan petinggi-petinggi penting. Bahkan, beberapa penggemar VIP dan beberapa wartawan terpilih juga ada di dalamnya. Mereka yang hadir terlebih dahulu telah duduk seraya menghadap ke sebuah layar besar yang akan menampilkan sebuah cuplikan film.Bella berjalan menuju kursi kosong yang telah disediakan untuknya beserta beberapa pema
Suara gemericik air menggema di dalam toilet ruangan pribadi yang ada di dalam gedung gala premiere. Glenn tengah mencuci telapak tangannya setelah selesai mengganti pakaian. Setelan jas yang dikenakan Glenn sebelumnya telah ternoda lantaran terkena lemparan telur yang mendarat tepat di bagian punggungnya. Sementara di balik pintu ruangan, Bella sedang menggigit bibir bawahnya. Otak cantik gadis itu sedang berperang untuk memutuskan masuk ke dalam ruangan tersebut atau tidak. Di sisi lain, nurani gadis itu terus menggelitik seolah mendorongnya untuk segera masuk. Bella harus berterima kasih sebab karena bantuan Glenn, ia berhasil keluar dari situasi genting yang ia alami beberapa saat yang lalu. Dengan memberanikan diri, Bella akhirnya memutuskan untuk mengetuk pintu. Sebuah jawaban dengan suara bariton yang berkata 'masuk' seketika terdengar. Suara tersebut adalah suara berat terseksi yang pernah Bella dengar. Membuka pintu, Bella melihat Glenn yang sedang berdiri d
Alhamdulillah ... penulis dapat merampungkan cerita GCBT sesuai dengan plot yang sudah ada di dalam kepala. Bagaimana dengan endingnya? Maaf jika ending cerita ini cukup berbeda dengan kebanyakan novel yang diakhiri dengan ritual pernikahan, bulan madu, dan memiliki bayi. Kalian bisa mengimajinasikan kebahagiaan itu sendiri untuk kisah Bella dan Glenn yang sudah berakhir bahagia ️ Dan sesuai dengan janji penulis sebelumnya berkaitan dengan giveaway, penulis akan memilih satu dari komentar yang terbaik dan mendapat paket bingkisan dari penulis. Namun, penulis juga akan memberi hadiah transfer atau pulsa senilai @50.000 pada bebe
Langit malam seketika menyambut netra seorang gadis yang berada dalam gendongan pria yang dicintainya. Wajah gadis itu memucat dan tidak ada lagi semburat warna di wajahnya. Warna-warna itu telah pergi bersama dengan sebuah kehormatan yang dimiliki. Gadis itu adalah Bella yang hanya menunggu hitungan detik untuk kematiannya. Pandangan Bella yang mulai meremang berusaha menatap sayu pada ukiran wajah tampan pria yang dicintainya dari bawah sinar rembulan dan langit malam yang bertabur bintang. Sayangnya, jiwa gadis itu telah terbunuh sebelum belati tajam mengiris pembuluh darah arteri karotis di lehernya. Jika Tuhan memberikannya kesempatan, gadis itu ingin mengungkapkan rasa cintanya pada sosok pria tampan yang kini sedang ia lihat di bawah sinar rembulan, sosok pria yang selalu menjadi perisai di hidupnya, sosok pria yang tetap datang di saat-saat terakhir, dan sosok pria yang merupakan Pangeran berkuda putihnya. Namun, takdir berkata lain. Takdir itu
Pintu terbuka dengan suara nyaring karena terbentur dinding. Pangeran Glenrhys berdiri di ambang pintu dengan aroma kematian yang tersebar di wajah. Bella dapat melihat keterkejutan dan rasa sakit hati yang terpancar di riak-riak mata pria yang dicintainya tersebut. Tiba-tiba, Bella merasakan ujung pisau di lehernya. "Majulah selangkah dan kau akan melihat pisauku tertancap di leher wanitamu, Kakak." Pangeran Stefan tersenyum menyeringai dengan belati lipat di tangannya yang diarahkan di leher Bella. Pangeran Glenrhys membeku. "Apa yang kau inginkan, Stefan?" Suaranya tenang, tetapi terlihat betapa tajamnya tatapan Pangeran Glenrhys pada adik tirinya. Percayalah! Bella justru merasa ingin mengakhiri hidupnya saat ini juga. Rasa malu, trauma, hina, dan marah kini bergejolak dalam darahnya dan merasuk hingga tulangnya. Gadis itu tidak pernah menyangka jika seseorang yang ia cintai—Pangeran Glenrhys akan melihatnya dalam kondisi tanpa sehelai benan
✍️ Hallo, bab ini menurut penulis akan cukup dark. Jika tidak suka, bisa diskip meskipun bab ini cukup vital dan juga merupakan inti dari cerita. ~~~ Bella kembali membuka mata. Kedua tangan dan kakinya masih terikat dengan tali. Mulutnya juga tersumpal dengan kain. Masih terbalut gaun mewah dengan bawahan mengembang, wajah Bella sudah tampak lusuh meskipun kecantikanya masih tetap terlihat. Sudah berhari-hari Bella diculik dan disekap oleh Pangeran Stefan. Berkali-kali Pangeran gila itu menyatakan cinta dan berkali-kali pula Bella menolaknya dan meludah di wajah Pangeran tersebut. Bella berusaha membebaskan diri dari ikatannya, tetapi tak satupun ikatan itu mengendur. Gadis itu benar-benar ingin kabur dan melarikan diri dari Pangeran mengerikan yang terobsesi padanya. Saat masih berusaha melepas ikatan tali, tiba-tiba terdengar suara pintu berderit, pertanda seseorang telah membukanya. Sosok pria berdiri di ambang pintu. Ya, pria itu ad
Pangeran Glenrhys menaiki kereta kuda kala baru saja keluar dari kapal yang membawanya dari London. Pangeran itu menuju istana untuk bertemu dengan Ratu Cecilia. Turun dari kereta kuda, langkah Pangeran Glenrhys menyusuri taman istana barat untuk menuju aula Ratu.Hingga akhirnya, Pangeran itu telah tiba di depan pintu kamar Ratu. Jemari panjangnya mulai terulur dan membuka pintu ganda kamar yang seketika memperlihatkan seorang wanita yang sedang terbaring di atas tempat tidur.Pangeran Glenrhys melangkah mendekat, "Apakah kau sudah meminum obatmu?" Suara bariton yang terdengar begitu dalam keluar dari mulut Pangeran tersebut.Ratu Cecilia yang awalnya memejamkan mata mulai membuka kelopak mata yang dinaungi bulu mata lentik dan seketika memperlihatkan iris mata biru yang indah, mirip seperti iris mata milik Pangeran Glenrhys. Wanita cantik itu menarik sudut bibirnya dan tersenyum menatap sang putra yang tiba-tiba datang mengunjunginya."Obat
Secret~Seorang pria paruh baya berambut hitam panjang dan bertopi fedora memasuki salah satu ruang kamar yang berada di istana. Ia menunduk sopan kala berhadapan dengan seorang Pangeran yang duduk santai di peraduannya dengan sebatang cerutu di tangannya. Pria paruh baya itu adalah Pollux. Sedangkan Pangeran itu adalah Stefanus Aldrich."Dia sudah menyetujuinya, My Lord. Duchess Marimar bersedia berada di pihak kita. Semua rencana sudah kita bicarakan dan tinggal menunggu waktunya."Senyuman menyeringai tergambar di bibir Pangeran Stefan. Sebelah tangannya mulai mendekatkan sebatang cerutu di bibir merah mudanya. Menyesap sari pati tembakau, Pangeran itu mengembuskannya secara perlahan, "Bagus, Pollux. Aku sudah tidak sabar menunggu hari itu tiba. Aku tidak sabar bersama dengannya," desis Pangeran Stefan masih dengan senyuman menyeringai yang belum memudar.Hingga akhirnya, hari itu pun tiba. Hari di mana Enzo menjemput Bella yang sedang berada di markas
Secret~Hari ini adalah jadwal dilakukannya penyulingan air di Desa Oldegloe sebagai upaya penyelematan dari wabah seperti yang telah dicetuskan Bella di rumah kesehatan bersama Derek sebelumnya. Pangeran Glenrhys sedang bersiap menuju Desa dan melihat kembali beberapa bahan-bahan penyulingan dari alam yang berada di kereta kuda. Bahan-bahan itu akan di bawa ke desa seperti yang diminta oleh Bella. Sedangkan Bella dan Emma sudah berangkat terlebih dahulu ke desa menaiki kuda.Pangeran Stefan yang juga berada di mansion kediaman Duke Arandel diam-diam memandangi Pangeran Glenrhys dari kejauhan. Berhiaskan wajah datar, Pangeran itu merasa muak dengan sikap Pangeran Glenrhys yang menangani semua masalah penduduk dengan tangannya sendiri. Terlebih, ia juga geram kala belakangan ini Pangeran Glenrhys menjadi semakin dekat dengan Bella. Tak lama, langkahnya mendekat."Sepertinya kakakku cukup sibuk akhir-akhir ini. Apakah aku perlu membantu?" Senyuman menggemask
Secret~Apakah kalian pernah mendengar sebuah kisah tentang obsesi maniak cinta yang melenceng dari jalurnya dan bisa berakhir tidak sehat atau biasa dikenal dengan Obsessive Compulsive Disorder atau OCD? Ya, hal itu yang dialami Aaron di kehidupan Bella Marlene di masa depan.Namun, bukankah seseorang yang terobesi pada kekasihnya memang sudah biasa dan sering terjadi? Dan kini ... apakah kalian pernah mendengar cerita tentang sebuah obsesi maniak pada ibunya sendiri? Bahkan, cerita itu pernah menjadi sebuah legenda di Indonesia, Sangkuriang.Anehnya, hal itu justru dialami oleh seorang anak berusia sepuluh tahun. Ayolah, bagaimana mungkin anak sekecil itu mengetahui hal semacam cinta? Tidak. Anak itu bahkan tidak tahu apa itu cinta. Yang dia tau, hanyalah ibunya yang selalu membuatnya merasa nyaman dan dia ingin selalu bersama sang ibu.Bukankah hal itu wajar? Bukankah setiap Anak memang ingin selalu dekat bersama sang ibu? Benar, setiap Ana
Tiba-tiba terdengar suara keributan yang memekakkan telinga dan menembus alam bawah sadar Bella. Gadis itu lantas membuka kelopak mata dan mendapati dirinya masih berada di dalam kereta kuda. Namun, kereta kuda itu berhenti dan justru berganti dengan berbagai macam suara jeritan kesakitan, pekikan, hingga suara pedang yang saling beradu dan berdesing di telinga. Dan, di mana Emma? Hanya Bella yang ada di dalam kereta kuda tersebut.Layaknya Cinderella, Bella keluar dari kereta kuda dengan gaun indah dan sepatu kaca yang terbalut sempurna di tubuhnya. Namun, kini yang ada di depan mata Bella bukanlah pemandangan indah berupa istana sang pangeran yang akan digunakan Cinderella berdansa hingga jam dua belas malam, tetapi justru hal mengerikan di mana para pengawal dan pelayannya yang berjatuhan bersimbah darah. Ya, Enzo dan Emma kini tergeletak di atas permukaan tanah.Manik mata Bella seketika membulat. Tubuhnya mematung dengan kedua tangan gemetaran. Dihampirinya Emma y