Eric menggelengkan kepalanya. “Tidak tahu. Kau bisa mengatakan ini pada orang lain dan menggertak mereka, tetapi berbohong pada kawan mu? Kau kira kita tidak tahu siapa dirimu? Selain mata keranjang, kau tidak punya kelemahan. Perempuan di sekitar mu jika tidak saudaramu pasti kekasihmu.”Jackson tersenyum tanpa membalas. Ketika dia mendengar suara gelas pecah di dapur, dia melonjak. “Kalian lanjutkan, aku akan mengeceknya.”Ketika Jackson pergi, Eric berbisik pada Mark, “Apakah kita akan membiarkan istrimu tahu? Ini sahabatnya. Bagaimana menurutmu?”Mark tetap diam, menunjukkan ketidaktertarikannya tentang hal ini. Tidak ingin menyerah, Eric mengeluarkan sebuah kotak rokok yang elok dan memberikannya. “Mau?”Melihat rokok yang ditawarkan padanya, Mark tampak ragu-ragu untuk sesaat sebelum sepenuhnya menolak Eric. “Aku tidak merokok.”Eric menggodanya. “Oh ho ho, kau benar-benar berhenti? Tentu, seakan aku percaya itu. Arianne tidak disini, jadi tidak perlu berpura-pura.”Mungkin ini k
Eric hampir meragukan dirinya setelah mendengar ucapan Tiffany. “Kau… Baiklah! Itu saja yang bisa kukatakan. Lakukan semaumu. Aku hanya mengingatkanmu. Kau tidak bisa bermain dengan orang tertentu, tidak juga dapat mendapatkannya. Ini untuk mencegah keadaan menjadi aneh ketika kita bertemu Arianne nanti. Jackson bukanlah tipe yang suka memaksa orang lain. Jika kau terlihat menolak, tidak akan ada yang terjadi diantara kalian. Selesai sudah, pikirkan tentang dirimu sendiri.”Tiffany memutar bola matanya. “Oke, oke. Terima kasih atas pengingatnya. Sekarang pergilah, jangan halangi lampunya!”…Empat puluh menit berlalu, Brian menurunkan Arianne di Teluk Air Putih. pintu ke rumah Jackson sedikit terbuka, tetapi dia masih mengetuk terlebih dahulu.Ketika Tiffany mendengarnya, dia berlari untuk membukakan pintu secepat kilat. “Ari!”Arianne terkejut. “Tiffie, mengapa kau disini?”Setelah menarik Arianne masuk, Tiffany menjelaskan singkat, “Pekerjaan paruh waktu. Aku bekerja per jam disini.
Sejujurnya, tidak banyak wanita yang bisa menolak pria seperti Jackson. Bahkan jika kau tahu dia seorang playboy, kau masih menganggap dia mempesona dan menawan. Detail itu akan selalu mencerminkan sikap santunnya dan karakter yang baik budi. Lebih penting lagi, dia memiliki modal untuk menjadi playboy. Dia kaya dan tampan. Bahkan perempuan yang cuek seperti Tiffany merasa tertarik beberapa saat.…Waktu telah menunjukan lewat dari pukul sepuluh malam ketika Mark dan Arianne meninggalkan villa Jackson. Semua orang telah meminum wine selama makan malam, termasuk Arianne, tetapi dia tidak meminum terlalu banyak. Dia bisa merasakan hangat di pipinya tetapi pikirannya masih jernih.Brian telah menunggu di luar untuk waktu yang lama. Ketika mereka memasuki mobil, Arianne melihat ke arah villa yang tampak gemerlap dalam gelap malam dan tiba-tiba bertanya, “Apakah Jackson sudah menikah?”Mark terdiam sesaat sebelum menjawab, “Belum, tetapi segera. Dia tahu yang dia lakukan, kau tidak perlu kh
”Beri aku alasan. Jangan bilang orang seumurmu masih takut tidur sendiri. Apa kau takut gelap?” Tanya Tiffany dengan nada bercanda.“Seperti itu. Pikirkanlah.” Jackson bangkit dan menuangkan segelas anggur untuknya sendiri lalu meminum setengahnya sekali teguk.Tiffany memikirkannya, tetapi akhirnya masih menolak. “Taksi yang aku panggil akan segera datang. Lagipula… tidak pantas bagi kita untuk melakukan ini. Aku dengar dari Eric bahwa pernikahanmu telah ditentukan, yang berarti kau telah memiliki pasangan. Mengapa kau memintaku untuk melakukan hal seperti ini dan bukan tunanganmu? Aku tidak mau dilabrak orang lain. Ayolah, tidak ada yang menakutkan dari tidur sendiri. Jangan terlalu khawatir.”Jackson tersenyum, merendah. “Tunanganku? Tidakkah kau lihat dia di restoran tempo hari? Dia tidak seperti kau.”Tiffany tidak bisa berkata-kata. Apa maksudnya? Apakah dia sedang menghinanya? Berada disini sendiri bersama Jackson membuatnya merasa canggung. Dia hanya bisa berharap mobil tak
”Kau sengaja melakukannya, bukan?” Dia memberikan tatapan menuduh pada Jackson.“Tidak, Aku tidak sengaja. Gelas anggur itu berada di sandaran tangan ketika aku pergi. Aku tidak tahu bagaimana ia tumpah.” Jackson mengangkat bahu tidak bersalah.“Kau sengaja membuat semuanya sulit bagiku, bukan? Kau tahu betapa lelahnya aku dari bekerja dan membuat satu lagi kekacauan untukku! Bagaimana aku harus membersihkan sofa ini?” Tiffany terlihat seakan dia akan menangis karena dia sama sekali tidak memiliki pengalaman membersihkan noda di sofa.Jackson tertawa terbahak-bahak. Dia mengira Tiffany akan menuduhnya sengaja mengotori sofa untuk memaksa Tiffany untuk patuh. Dia tidak mengira pikirannya begitu suci. Seakan pikirannya tidak berfungsi sebagaimana orang normal.Waktu telah tengah malam dan Tiffany akhirnya pasrah dia tidak bisa akan pulang ke rumah hari ini. Walaupun demikian, dia masih bersikeras untuk tidak berbagi selimut yang sama dengan Jackson. Setidaknya, akan terasa lebih aman
Setelah serangan yang liar, Mark akhirnya bangun dan pergi ke kamar mandi. “Aku akan mengantar Nina nanti. Kau sebaiknya tidur lagi setelah makan.”Arianne tersipu dan menenggelamkan dirinya dibalik selimut. Orang itu terlihat sedingin bongkahan batu es lagi setelah bangun dari tempat tidur, tetapi mereka lebih banyak bicara sekarang. Dahulu, Mark tidak akan pernah bicara pada Arianne kecuali seperlunya.Di villa Teluk Air Putih, Tiffany bangun kedinginan. Selain dari kehangatan di punggungnya, dia merasa dingin di sekujur tubuhnya. Dia tidak tahu bagaimana dua selimut berakhir dengan tertendang ke lantai. Jackson dan dirinya seharusnya tidur bersisian di tempat tidur, tetapi mereka saling berpelukan! Bukan, lebih tepatnya, Tiffany yang berada dalam pelukan Jackson. Tiffany mungkin sudah membunuhnya jika bukan karena Jackson menjaga tangannya tetap di pinggang Tiffany dan tidak lebih tinggi dari itu.Baru sekarang dia memahami apa yang Jackson maksud dengan tidur bersamanya. Dia han
Suasana seketika hening. Kepala Jackson mulai terasa pening. Annie tidak mengira perempuan ini begitu ‘berani’ dan tidak menggapnya serius! Dia menatap ke arah Tiffany dan seketika teringat bertemu dengannya di restoran sebelumnya. Tidak hanya itu, Jackson bahkan membayarkan tagihannya sebesar 6,600 dolar saat itu!Menyadari suasana yang tegang, Tiffany akhirnya sepenuhnya terjaga. Melihat situasi di pintu, dia menelan ludah. “Mmm.. ini salah paham! Ini semua salah paham! Aku hanya pembantu paruh waktu disini. Silahkan mengobrol, aku akan pergi sekarang.”Tentu saja, Annie tidak percaya itu. Dia mencoba sebisa mungkin untuk merentangkan tangan kurusnya dan menghalangi pintu. “Pembantu? Kau kira aku bodoh? Bagaimana bisa seorang pembantu berakhir berada di tempat tidurnya!”Tiffany berhenti mencoba menjelaskan dirinya. Tidak ada cara dia dapat membenarkan situasinya dengan wajah mengantuknya dan pakaian kusutnya. Tidak ada yang mengira Annie akan mengeluarkan ponselnya sedetik kemudi
Mark sesaat berpikir. “Kita bicarakan lagi nanti setelah aku pulang. Masih sibuk sekarang. Masih banyak yang perlu dibeli untuk tempat baru Nina.”Di sore hari, Arianne bertemu dengan Tiffany di Cafe Selatan. Keduanya terlihat murung. Tidak ada kabar dari Jackson, tetapi Annie tak berbelas kasih. Dia segera mendapat seseorang untuk menulis berita dan memasangnya di Internet. Pembacanya meroket dalam hitungan jam. Tiffany satu-satunya yang tampak di berita itu dan tidak terlihat Jackson di foto itu. Tidak bahkan bayangannya. Pada akhirnya, ini hanya membuat Tiffany merasa seakan dialah yang disalahkan atas semuanya.Arianne selalu membenci berita yang menyudutkan seperti ini. “Aku baru saja menghubungi Mark, dia akan menemui Jackson. Jangan khawatir, aku tidak akan membiarkan berita ini ada di internet untuk lebih dari satu hari. Kau tidak bisa disalahkan atas semua ini.”Tiffany menyeruput kopinya dan menyimpulkan bibirnya. “Bagaimana tidak disalahkan? Faktanya, aku bahkan tidur den