Tangan Arianne yang memegang sendok gemetar. Melihat mangkuk sup yang tersisa separuhnya, dia ragu-ragu sebelum akhirnya berkata, “Mary, bantu aku tambahkan lagi…”Mary melihat tingkah polahnya dan menjawab pelan, “Ah, mengapa kau begitu takut pada tuan? Dia tidak akan melahapmu.”Setelah selesai makan, Arianne menaiki tangga dengan susah payah tepat setelah Mary selesai membereskan meja.Pintu kamar tidur utama separuh terbuka, namun dia masih tetap mengetuknya sebelum masuk.Mark Tremont sedang membongkar dokumen-dokumen di depan jendela kamar dengan sebatang rokok tersemat di jemarinya. Gelas yang setengahnya terisi anggur merah terlihat di meja kecil disampingnya. Biasanya, dia mematikan rokoknya ketika Arianne terbatuk dari asap.“Kemarilah.”Dia mendekat padanya. “A… apa yang kau mau dariku?”Meletakkan dokumen yang dia pegang, Mark Tremont mendekap nya tiba-tiba. “Aku akan pergi keluar negeri untuk perjalanan bisnis besok. Ikutlah denganku.”Arianne sudah tidak mampu berpikir j
Mark Tremont pergi pagi-pagi sekali keesokan harinya.Arianne Wynn sudah membongkar lemarinya tapi dia belum menemukan pakaian yang menurutnya cocok untuk dipakai ke pesta Will Sivan. Untuk pertama kalinya dia merasa ingin berbelanja. Lalu dia mengajak Tiffany dan mereka berdua pergi ke mall bersama.Saat Arianne membayar pakaiannya, Tifanny kaget, saat dia melihat berapa total yang Arianne bayarkan. “Ari, bukankah itu terlalu mahal, aku selalu mengira kalau kau ini miskin, tapi sepertinya kau hanya berpura-pura miskin saja ya! Kau ini sebenarnya gadis yang kaya!”Arianne enggan menyebutkan kalau uang itu dari Mark, maka dia hanya menjawab singkat, “Jangan mengada-ngada. Ayo pergi.”Pesta nanti malam akan diadakan di villa milik keluarga Will Sivan.Saat Arianne dan Tiffany tiba di pestanya, sudah banyak orang disana. Arianne tidak kenal dengan kebanyakan tamu disana , karena dia belum pernah bertemu mereka. Will Sivan terlihat menonjol di antara kerumunan, sehingga dengan mudah A
Brian Pearce menyadari ekspresi Mark yang suram dan langsung menyimpulkan kalau sesuatu yang buruk pasti telah terjadi, lalu dia dengan cepat berbalik arah. Setiap kali Mark Tremont marah, pasti selalu ada hubungannya dengan Arianne.Arianne baru saja membuka pakaiannya di kamarnya saat pintu kamarnya dibuka paksa dan menimbulkan suara hantaman keras.Dia menoleh dengan terkejut. Lalu matanya bertatapan dengan tatapan penuh amarah Mark Tremont. Dia menarik jaketnya untuk menutupi badannya, karena dia sedang tidak mengenakan apa-apa. Suaranya bergetar saat dia bertanya, “Kenapa kau ada dirumah…”Kemarahan pada mata Mark Tremont menjadi semakin menyala saat dia melihat jaket yang ditangan Arianne adalah jaket pria. “Singkirkan jaket itu!”Arianne mengerti apa yang dia maksud tapi dia tidak mengenakan apa-apa karena dia baru saja akan mandi. Kalau dia menyingkirkan jaket itu, maka…Saat dia dalam kebingungan, Mark Tremont sudah ada di hadapannya dan memegang dagunya.“Apa kau akan m
Mark Tremont bangkit dan pergi dengan rasa jijik. “Kau tidak pantas bernegosiasi denganku!”Dia menutup pintu dengan membantingnya, suara hantaman pintu itu membuat Arianne merinding. Untuk pertama kalinya setelah sepuluh tahun, dia merasa dunianya sudah runtuh.Kata-kata amarah yang dilontarkan Mark Tremont seperti menggema di telinganya, sangat membuatnya takut. Arianne mencoba menelpon Tiffany berkali-kali sepanjang siang tapi tidak ada jawaban.Arianne merasa panik. Mungkinkah Mark Tremont sudah mengirim mereka ke luar negeri?Dia lalu pergi ke kamar Mark Tremont. Ini adalah pertama kalinya dia masuk tanpa mengetuk. Kamarnya dipenuhi asap, Mark Tremont masih terduduk di depan jendela, tapi kali ini dia menghadap ke jendela membelakanginya. Asbak di belakangnya penuh dengan puntung rokok dan abu. “Kumohon… jangan lakukan apapun pada mereka. Ini kesalahanku. Aku tahu kalau aku salah…” Arianne menangis saat dia mengemis padanya. Kepergian Will Sivan waktu itu baru merupakan pe
Arianne tersentak kesakitan. Saat dia akan berdiri, sepasang sepatu kulit yang mewah muncul di depan matanya. Suara Mark Tremont terdengar.“Kau punya waktu dua menit.”Arianne menoleh keatas pada matanya yang dalam dan dengan hati-hati berkata. “Bisakah kau… melepaskan mereka sekarang?”Arianne tidak melihat kekecewaan dalam mata Mark Tremont. Bukan ini yang dia harapkan akan dia dengar dari Arianne.“Kau membuang waktuku saja jika hanya itu yang ingin kau katakan setelah mengejar mobilku.”Mark Tremont kembali ke mobil dan membanting pintu dengan keras hingga mengagetkan Brian.“Batalkan tiket kepulanganku untuk minggu depan. Aku akan mengurus cabang luar negeri sendiri.”Brian Pearce agak ragu tapi dia tetap menjawab. “Tuan… kalau begitu, kau tidak akan bisa kembali lagi untuk setidaknya tiga tahun.. Apa kau yakin akan membatalkannya?”“Lakukan apa yang aku perintahkan!” Mark Tremont memejamkan matanya dan bersandar pada kursi.Arianne Wynn mematung di tempat tadi hingga mo
Akhirnya dia baru mencerna kabar ini, dan Arianne merasa semakin gugup sekarang dibanding di telepon tadi. Dia pun menuju ke lantai bawah.“Mama Mary, tolong bersihkan rumah ini dengan sangat bersih…”Mary tekejut karena Arianne biasanya tidak memperdulikan hal itu.“Ada apa Ari?”Arianne tidak bisa menunjukan dengan pasti apakah dia merasa senang atau takut. “Dia…. akan pulang.” Mary terkejut beberapa saat, sebelum menyadari siapa yang Arianne maksud. Dengan mata yang berseri-seri dia menjawab. “Benarkah? Tuan akan kembali? Itu luar biasa. Kalian sudah lama tidak bertemu sejak kalian menikah tiga tahun lalu. Ini benar-benar kabar baik kalau dia kembali. Aku akan membersihkan seluruh sudut rumah jadi jangan khawatir.”Arianne kembali ke kamarnya dan membereskan kertas-kertas sketsa yang berserakan di lantai. Dia bekerja untuk sebuah perusahaan desain fashion dan baru saja melewati masa training. Dia biasanya sibuk maka kamarnya selalu berantakan. Mary tidak berani membereskan ka
Kata-kata Mark menghentikan langkah Arianne sesaat. Dia tidak meragukan kemampuan Mark Tremont untuk membubarkan perusahaan tempat dia bekerja jika dia menginginkannya…Namun, Arianne tidak mengatakan apapun, dia memilih untuk kembali ke kamarnya. Lalu berbaring di ranjang dengan pikiran kosong.Di meja makan, Mark Tremont meletakkan ponselnya dan melanjutkan melahap makanannya, berpura-pura tidak memperdulikan semua pesan yang menumpuk di ponselnya.“Mary, pindahkan dia ke kamarku.”Mary akhirnya tersadar, “Seharusnya memang begitu.. Tapi kau pergi selama tiga tahun ini, kan? Makanya Ari tinggal di kamar lamanya. Karena sekarang kau sudah kembali, dia harus pindah ke kamarmu. Aku akan mengurusnya.”Mark Tremont mengoreksi nya. “Kau harus merubah caramu memanggilnya juga sekarang.”“Oh ya kau benar. Aku sudah terbiasa memanggilnya Ari. Aku akan memanggilnya nyonya mulai sekarang,” jawab Mary dengan Senyuman.Saat Mary pergi ke kamar Arianne untuk memindahkan barang-barangnya, Ar
Suara asing seorang pria terdengar dari sisi lain telepon.“Hello, kakak ipar? Uh, Mark minum terlalu banyak. Apa kau bisa datang dan menjemputnya?”Kakak ipar? Panggilan itu mengejutkannya. Awalnya Arianne mengira kalau orang ini pasti salah sambung, dan dia masih merasa bingung.“Apa? Dimana?”Setelah beberapa saat akhirnya Arianne mendapatkan nama bar tempat mereka minum.Dia menutup teleponnya, memakai jaketnya dan membangunkan Henry. Karena dia tidak punya surat izin mengemudi maka dia tidak bisa menjemputnya sendiri.Setelah tiba di bar itu, dia melihat para pria di depan pintu masuk tepat saat dia keluar dari mobil. Selain Mark Tremont yang terlihat mabuk, ada dua pria lainnya.Sekumpulan pria tampan yang suka mabuk-mabukan-- pikir Arianne. Kedua pria itu terlihat tampan dan tinggi. Hanya saja dia belum pernah melihat mereka sebelumnya.“Wow, Mark sangat hebat dalam menyimpan rahasia. Baru hari ini saat dia mabuk dia akhirnya mengatakan kalau dia sudah menikah. Aku tida