Davy tidak sengaja mendengar percakapan itu. Dia dengan hati-hati mengambil dokumen di lantai dan berkata, "Baik, aku akan segera melakukannya..."Mark meninggalkan kantor setelah memberikan instruksinya dan langsung menuju ke kantor Arianne. Dia mengirimkan pesan ketika dia tiba di gedung kantornya. "Aku di pintu masuk. Turun."Arianne bergegas ke jendela ketika dia menerima pesan itu dan mengkonfirmasi bahwa Mark telah tiba. Dia panik. Mark mengetahuinya begitu cepat? Dia sedikit takut bertemu dengannya saat itu. Pikiran tentang wajah marahnya membuatnya takut. Namun, dia tahu dia tidak bisa bersembunyi darinya selamanya. Ketika dia kembali ke rumah, mereka pasti akan bertengkar. Dia tidak punya pilihan selain meminta cuti pada Pak Yaleman sebelum turun.Robin menyemangati dia sebelum dia pergi. “Jangan takut, Arianne. Kau tidak melakukan kesalahan apa pun. Tidak ada yang perlu ditakuti."Ketika dia tiba di luar mobil Mark, dia menarik nafas dalam-dalam sebelum membuka pintu dan
Arianne hanya diam. Dia tidak menyangka kalau istri Will akan sangat agresif. Tidak hanya istrinya mempermalukan dia dengan membuat drama, tapi dia bahkan mendatangi kantor Mark. Arianne merasa kasihan pada Will. Dia adalah pria yang lembut dan baik, tapi dia malah menikah dengan wanita yang tidak masuk akal dan kasar. Terlebih lagi, dia bukanlah wanita yang Will cintai. Tampaknya beban yang dipikul Will lebih berat dari apa yang dia bayangkan.Mark meledak marah saat melihat Arianne hanya diam. “Katakan sesuatu, kenapa kau diam? Apa kau mengaku bersalah? Aku baru berusia tiga puluhan dan aku tidak mau mati karena marah padamu!”Arianne lalu berkata, “Kau mau aku bilang apa? Aku sudah mengatakan apa yang perlu aku katakan. Itu benar benar hanya makan siang biasa. Dia mengajakku makan bersama sebagai teman. Dia pria yang baik, aku tidak punya alasan untuk menolaknya. Dan soal masa lalu kita, bukankah seharusnya kita menghadapinya? Karena berlari atau bersembunyi hanya akan membuat kit
##Saat mereka memasuki kantor, Mark langsung kembali melanjutkan pekerjaanya sementara Arianne melepaskan sepatunya dan duduk di sofa, sambil membolak-balik halaman majalah. Dia melirik ke arah Mark sesekali untuk memperhatikan raut wajahnya. Arianne bisa melihat kalau Mark masih marah. Walaupun dia tidak meledak-ledak, tetap saja, tatapan marahnya masih membuatnya tidak nyaman.Arianne akhirnya merasa sedikit lebih lega saat Mark pergi untuk menghadiri rapat. Dia mem-video call Tiffany dan berkata. “Tiffany, kau tidak akan percaya dengan apa yang baru saja terjadi. Aku sangat senang karena aku masih hidup dan bisa bicara denganmu!”Tiffany sedang ada dikantor dan langsung penasaran saat mendengar kata-kata Arianne, maka dia menyelinap ke tangga. “Apa yang terjadi? Siapa yang berani menyentuhmu? Apakah itu Mark?”Arianne mengangguk. “Will datang ke kantorku tadi pagi. Dia menanyakan nomor ponselmu dan mengajakku makan siang juga. Siapa yang mengira kalau istrinya akan menungguku di
##Saat Mark selesai dengan rapatnya dan sudah kembali ke ruang kerjanya, dia terkejut melihat Arianne tertidur di sofa. Walaupun penghangat ruangannya dinyalakan, itu masih akan dingin untuk tidur tanpa selimut. Dia berjalan untuk membangunkannya. “Aku sudah selesai dengan pekerjaanku. Ayo makan.”Arianne membuka matanya dan duduk. Dia merasa sedikit pusing dan hidungnya berair. Siapa tahu tidur siang sebentar akan membuatnya masuk angin. Dia merasa kalau dia terlalu lemas dan mudah kena flu. “Jam… jam berapa sekarang?”Mark melirik ke jam tangannya. “Jam berapa sekarang? Ini sudah jam selesai bekerja. Apa kau kena flu?”Arianne mendengus. “Sepertinya iya, tapi tidak apa-apa. Ayo pergi.”Saat mereka keluar dari perusahaan, Arianne diterpa hembusan angin dingin dan menggigil. Dia secara langsung memeluk Mark. “Dingin sekali!”Mark tersenyum. Dia mengulurkan tangan dan meraih bahunya tanpa memperhatikan tatapan dari orang-orang. “Masuklah ke dalam mobil. Kau akan merasa lebih hanga
##Mark sedikit tidak senang dengan jawaban Arianne yang singkat itu. “Apakah kau sangat ingin melihatku pergi? Aku akan pergi selama seminggu, apakah kau tidak mau mengatakan sesuatu sama sekali?”Arianne menggelengkan kepalanya. “Aku tidak keberatan. Mengapa aku keberatan jika kau melakukan perjalanan bisnis? Jangan khawatir, aku akan tinggal di rumah. Satu minggu akan berlalu dalam sekejap mata. Ini tidak seperti kau akan pergi lebih dari sebulan. Aku yakin kau akan tetap sibuk selama musim perayaan. Biar bagaimanapun, setidaknya kita harus menghabiskan waktu bersama untuk Perayaan Tahun Baru nanti.”Mark tenggelam dalam pikirannya sebelum dia memutuskan untuk membahas topik yang sensitif. “Jika aku mengetahui bahwa kau bertemu Will lagi saat aku pergi, Semuanya akan berakhir berbeda dari hari ini.”Arianne menunduk dan meminum supnya. Dia ingin mengatakan sesuatu tetapi tidak berani mengungkapkannya. Maka dia hanya berkata, “Berhentilah mengomel. Makanannya mulai dingin.”Setela
Mata Mark menatap kotak itu dengan penuh arti. Karena itu, Arianne menebak-nebak apa isi kotak itu. Dia merasa wajahnya menjadi panas. Dia membawa kotak itu ke kamar mandi dan membukanya. Dia telah menebak dengan benar. Itu adalah satu set piyama yang sangat spesial. Lebih tepatnya, itu adalah pakaian dalam berbahan sutra berwarna hitam. Semakin dia melihatnya, semakin memerah wajahnya.Tentu saja, dia tidak cukup berani untuk keluar hanya dengan mengenakan pakaian dalam itu. Dia pun mengenakan jas mandi di atasnya. Dia telah mengulur waktu dan menghabiskan empat puluh menit di dalam kamar mandi, sebelum akhirnya dia keluar. Jika bukan karena dia tidak takut membuat Mark marah, dia pasti akan tinggal lebih lama di dalam kamar mandi.Saat pintu kamar mandi terbuka, dia saling bertatapan dengan Mark. “Lepaskan jas mandimu.”Arianne menggelengkan kepalanya dan menolak, “Aku tidak...aku belum pernah memakai pakaian seperti ini sebelumnya, dan aku merasa tidak nyaman. Bisakah kau memat
Dia meninggalkannya. Seperti yang dia duga, Mark benar-benar lupa memberikannya padanya tadi malam. Namun, tampaknya tidak semua hadiah itu untuk dia… Arianne hanya menemukan kalungnya. Sepasang anting cantik itu tidak ada. Dia bahkan meninggalkan catatan untuknya. 'Aku membelikan hadiah ini untukmu, tapi aku lupa memberikannya padamu tadi malam. Aku ingin melihatmu memakainya saat aku pulang.”Arianne merasa tidak senang, mungkin karena anting-antingnya tidak ada. Haruskah dia bertanya kepadanya tentang hal itu atau haruskah dia berpura-pura tidak tahu?Mary melangkah mendekat, menggendong Aristotle, saat Arianne sedang melamun. “Ari, apa yang kau lakukan? Kau tidak menghampiri Aristotle saat kau tiba. Apa yang kau lamunkan?”Arianne sadar kembali dan memeluk Aristotle. “Tidak ada. Aku akan mengajak Si Gemas jalan-jalan di bawah. Panggil aku kalau sudah waktunya makan malam.”Mark meneleponnya saat dia berjalan-jalan di taman.Arianne memegang ponselnya dengan satu tangan, dan me
Tiffany mengunyah kue sambil memberi pujian pada Arianne. “Ari, kue buatanmu sama enaknya seperti biasanya. Senangnya menjadi orang yang pintar, kau bisa mempelajari segalanya dengan lebih cepat. Tidak butuh waktu lama bagimu untuk mempelajari cara membuat kue waktu itu.”Arianne tersenyum saat dia menuangkan segelas minuman hangat untuk Tiffany. “Makanlah pelan-pelan. Tidak ada yang akan mengambilnya darimu. Aku akan membuatkanmu lagi untuk kau bawa pulang nanti.”Jackson memperhatikannya dari samping. “Jangan makan kue terlalu banyak, atau kau tidak akan bisa makan nanti. Kue akan membuatmu gemuk.”“Wanita hamil seharusnya menjadi gemuk,” bisik Tiffany, “Aku belum segemuk itu, dan kau sudah membenciku? Ari tidak membuat kue setiap hari. Tentu saja, aku akan makan lebih banyak.”Arianne memperhatikan bahwa Tiffany juga memakan buah yang atas kue-kuenya. Buahnya sebenarnya hanya untuk dekorasi saja, dan buah stroberi dan kiwi kebanyakan rasanya asam di musim ini. Namun, Tiffany tet