Maaf ya telat up, Kak >< Hari ini sulit berkonsentrasi untuk nulis ><
"Ayah, menyerahlah. Akhiri semua perselisihan yang tidak berguna ini," pinta Regis dengan wajah tanpa ekspresi.Diego mencebikkan bibirnya dengan kesal. Netranya memandang wajah para bawahannya dengan penuh kemurkaan. Namun, tidak sedikit pun mengendurkan niat mereka untuk melepaskan senjata tersebut.“Kamu pikir bisa membuat Ayah mundur hanya karena kamu mengambil alih para anjing ini?” berang Diego dengan emosi yang meluap.Regis tahu jika dirinya sudah berbuat terlalu jauh dengan melakukan pemberontakan ini. Namun, ia tidak memiliki pilihan lain karena semua harus diambil alih dari tangan ayahnya apabila ia tidak ingin lagi Ayahnya berbuat hal yang melukai Amora dan putranya.Seringai kecil terbit di bibir Diego. Dengan satu gerakan dari telunjuknya, tiba-tiba Regis dan para bawahannya langsung dikepung oleh puluhan orang yang bersembunyi di tempat tersebut."Kamu yang seharusnya menyerah, Putraku," tutur Diego dengan suara yang terdengar berat.Rahang Regis mengetat. Ia tidak meny
“Jadi kamu percaya begitu saja dengan ucapannya?” timpal Diego dengan sengit.Regis menghela napas berat. Pertanyaan itu terdengar seperti tuduhan kepadanya, tetapi Regis tidak dapat berkilah dan akhirnya ia menjawab, “Ya, Ayah. Tapi, aku yakin Ayah pasti memiliki alasannya, bukan?”Diego menyeringai sinis. “Alasan? Sejak kapan orang-orang seperti kita memerlukan sebuah alasan untuk mengambil nyawa seseorang?”Kerutan pada dahi Regis semakin bertambah mendengar ucapan Ayahnya. Ia menatap Ayahnya dengan penuh pertimbangan untuk mencari kebenaran yang sesungguhnya.Regis tahu jelas jika seseorang yang bergelut di dunia mafia seperti mereka memang tidak membutuhkan alasan untuk mengambil nyawa seseorang.Namun, saat ini Regis tidak sedang berdiri sebagai seorang mafia. Ia ingin mencari titik terang dalam konflik yang terjadi selama bertahun-tahun di antara Alejandro Volker dengan Ayahnya.“Ayah … saya hanya ingin tahu, sebenarnya apa alasan Ayah sampai membenci Alejandro Volker? Apa hal
“Ternyata ada saatnya kamu dan Ayahmu jatuh di tanganku juga, Regis.” Suara Pablo seketika berubah dan terdengar familiar di telinga Regis dan Diego saat itu juga.“Murat Demir, ternyata kamu,” desis Diego yang tidak menyangka akan tertipu oleh penyamaran yang dilakukan oleh musuhnya itu.Murat langsung membuka penyamarannya dan tertawa terbahak-bahak. “Diego … kamu pikir kamu hebat, hm? Ternyata kamu tidak ada apa-apanya,” cibirnya.Diego kembali memuntahkan darah hitam yang segar untuk kedua kalinya. “Kau … apa yang sudah kamu lakukan padaku?” “Tenang saja. Racun itu akan perlahan-lahan mengambil nyawamu seperti halnya kamu mematikan langkah putraku, Diego. Kamu tahu seperti apa putraku saat berteriak di penjara bawah tanah dan mengemis untuk dikeluarkan, hm? Kamu juga akan merasakan sakitnya secara perlahan-lahan sepertinya,” desis Murat di sela-sela tawanya.Sebulan yang lalu putra Murat Demir, Altan Demir telah mengembuskan napas terakhirnya di penjara bawah tanah setelah hasil
“Ternyata kamu memang bisa berdiri,” gumam Regis.Cedric berdecak sinis. Namun, ia merasa aneh dengan respon Regis yang terlihat biasa saja dengan kehadirannya di tempat itu seolah telah mengetahui semuanya.“Jadi kalian bekerja sama untuk menjatuhkan Royal Dragon?” desis Regis dengan penuh selidik. Ia pun mulai memahami arti dari simbol yang ditemukan pada beberapa tubuh mata-mata Royal Dragon.Simbol yang menunjukkan perpaduan antara Levent dan Golden Snake adalah kelompok baru yang dibentuk untuk menjalankan misi bersama di antara Cedric dengan Levent dalam menghancurkan Royal Dragon!Regis tidak tahu kapan keduanya mulai merencanakan penggabungan tersebut. Namun, ia menerka jika hal itu sudah dilakukan sejak lama, mengingat Cedric dan Altan Demir pernah bekerja sama untuk mencelakainya dulu!“Tuan Demir, bisa-bisanya Anda malah bekerja sama dengan orang yang telah menjerumuskan putra Anda ke dalam masalah,” cibir Regis yang membuat Murat tersentak.Tentu saja Murat tahu jika Altan
“Selain itu, kesalahanmu yang lain adalah kecerobohanmu yang ingin menabrakku di parkiran rumah sakit kemarin.”Ucapan Regis selanjutnya membuat sepasang bola mata Cedric terbelalak. Padahal Cedric sudah mengatur sedemikian rupa agar tidak ada yang mengetahui bahwa dialah pelakunya.“Nomor polisi mobilmu,” ucap Regis seraya menyeringai lebar.Mata Cedric terbelalak besar. “Nomor polisi? Mana mungkin. Jelas-jelas aku sudah—”“Kamu sudah mengganti dan merusak kamera pengawas di tempat itu maksudmu?” sela Regis seraya tersenyum mengejek. Cedric mendengus kesal karena Regis berhasil menebak dengan benar. Padahal ia sudah berusaha menyembunyikan semuanya dengan baik. Di tengah kericuhan kemarin, ia berhasil melarikan diri secepatnya dan meninggalkan semua hal kepada Jack.Namun, Cedric tidak menyangka Ayahnya malah terlibat dan membawa pulang Amora ke kediaman keluarga Volker!Semua menjadi semakin berantakan dan Cedric pun tidak dapat lagi tinggal diam sehingga memutuskan untuk bertindak
"Kalau kamu tidak mengerti dengan keadaanku, sebaiknya tutup mulut baumu itu, Regis!" bentak Cedric dengan wajah yang terlihat sangat murka. Namun, bentakannya itu tidak membuat Regis patuh padanya. Regis mengusap darah yang mengalir dari sudut bibirnya, lalu menatap Cedric dengan dingin. “Aku memang tidak mengerti. Tapi, apa kamu pikir … hanya kamu orang yang paling menderita? Dasar tidak tahu bersyukur,” desisnya yang membuat amarah Cedric semakin memuncak. Melihat emosi Cedric yang tidak stabil, Regis pun mengambil kesempatan itu untuk mengambil alih situasi. Ia sudah tidak lagi peduli dengan nyawanya sendiri dan memilih untuk melakukan sesuatu agar tidak ada lagi korban yang mati sia-sia. Ini adalah pertarungan hidup dan mati. Regis tidak dapat memperhitungkan berapa persen kemenangannya. Satu hal yang terlintas di dalam benaknya adalah menghentikan kekejaman Cedric! Dengan gesit Regis menyikut bawahan Cedric yang membekuknya di belakang, lalu berputar dengan cepat dan langsung
“Sial! Siapa yang sudah menghancurkan semua rencanaku?” geram Murat dengan kesal.Saat ini pria paruh baya itu sedang bersembunyi di salah satu rak yang berisi barisan dus. Deru napasnya tampak tersengal-sengal.Stamina tubuhnya sudah tidak seperti waktu muda dulu sehingga membuatnya sangat kewalahan menghindari serangan buta yang datang bertubi-tubi. Peluh telah mengalir deras dari keningnya.“Ugh!” Suara erangan kecil terdengar dari sosok Diego yang ada di sampingnya.Tadi Diego dibawa menepi oleh Murat Demir ketika situasi sedang memanas di antara Regis dan Cedric. Pemimpin Levent tersebut tidak langsung membunuh Diego karena ia ingin menyaksikan kematian Diego secara perlahan-lahan seperti hal yang terjadi pada putranya dulu.Akan tetapi, situasi yang berbalik arah dan membuat Murat Demir merasa terancam sehingga ia berpikir jika dirinya tidak bisa terus-menerus menunggu di sana.Murat tidak ingin mati konyol di tempat itu, tetapi ia juga tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan untu
“Lihatlah semua yang telah kamu lakukan, Cedric. Apakah ini akhir yang kamu inginkan?”Regis tersenyum smirk melihat kondisi putra kedua Alejandro yang saat ini sedang memberontak ketika kedua bawahannya mengikat tangan dan kakinya. Dengan satu tangannya Regis menekan dada kanannya untuk menghentikan darah yang terus mengalir karena tembakan yang dilakukan Cedric padanya.Di sekeliling mereka sudah tidak lagi terdengar suara tembakan apa pun. Hanya terlihat beberapa jasad yang telah bergelimpangan dengan darah segar yang masih mengalir dari tubuh yang tidak bernyawa tersebut.Regis benar-benar sangat menyayangkan nyawa para anggotanya yang telah berkorban demi memenuhi tugas mereka. Perlahan Regis tertunduk dalam. Seumur hidupnya ia tidak akan pernah melupakan peristiwa tragis ini dan akan memberikan kompensasi serta penghargaan yang pantas atas pengorbanan para anggotanya tersebut.“Lepaskan aku!” bentak Cedric. Ia masih memberontak hebat hingga akhirnya sebuah tamparan keras melayan
Satu per satu acara pun dimulai dan berakhir dengan lancar. Regis juga memperkenalkan kedua putranya yang menjadi kebanggaan keluarga Lorenzo di hadapan para tamunya. Kali ini Regis tidak melarang beberapa awak media terpercaya untuk meliput kedua buah hatinya itu. Namun, para bawahan Regis tetap memberikan batasan-batasan yang boleh dan tidak boleh dilakukan saat mengambil gambar. Akhirnya tiba saatnya sesi pelemparan buket bunga yang dilakukan oleh Amora sebagai mempelai wanita. Para gadis maupun pemuda lajang telah bersiap-siap untuk berebutan buket dari sang mempelai wanita.Biana juga telah bersiap di posisinya. Pada hitungan ketiga, buket bunga tersebut melayang di udara dan semua orang berlomba-lomba menggapainya. Buket bunga tersebut beralih dari satu tangan ke tangan yang lain hingga akhirnya seseorang berhasil merebutnya! Seketika suasana menjadi sangat hening, semua orang berdiri mematung untuk melihat sosok yang beruntung tersebut. Biana tampak kesal karena ia tidak b
Dalam balutan gaun pengantin berwarna putih gading dan tiara cantik yang menghiasi puncak kepalanya serta juntaian wedding veil yang menutupi sebagian wajahnya, Amora berjalan selangkah demi selangkah menuju ke arah suaminya, Regis Lorenzo. Wanita itu mengamit lengan Alejandro Volker selaku ayah kandungnya. Mereka berjalan berdampingan. Terlihat sosok sepasang malaikat kecil di depan mereka yang berpenampilan tampan dan imut. Mereka tidak lain adalah Rayden dan Kimmy. Keduanya berjalan bergandengan tangan sembari menebarkan kelopak bunga mawar yang menuntun langkah mempelai wanita menuju ke ujung aisle. Sementara itu, tiga orang bridesmaid berjalan di belakang Amora. Mereka adalah Estelle Mauverick, Biana Curtiz dan Alicia Lorenzo. Amora memandang ke sekelilingnya. Ia bertemu pandang dengan beberapa orang terdekatnya seperti Noel Ritter, Chris Walden, Bianca Lysander, Hilde Maven, Henry Allen serta Emma Adams yang sedang menggendong buah hatinya, Ryuji Lorenzo. Amora memberikan la
“Ada apa? Kamu masih saja cemburu dengan mantan istrimu?” goda Gino yang sejak tadi memperhatikan Regis di belakangnya. Malam ini pria itu memang menjadi groomsmen-nya alias pendamping mempelai pria. Regis hanya melayangkan tatapan tajamnya. Ia enggan menanggapinya. “Aku mengerti. Mantan memang sulit dilupakan. Apalagi mantan pertama. Rasanya aku ingin mencabik-cabiknya,” geram Gino yang dapat memahami perasaan Regis. Istrinya juga masih beberapa kali bertemu dengan mantan suaminya karena mantan suami istrinya itu ingin bertemu dengan Kimmy, putri mereka. “Apa mau aku membantumu?” tawar Regis dengan serius. Gino langsung meliriknya dengan syok. Tentu saja ia memahami maksud dari Regis. “Mengambil nyawanya bukan penyelesaian yang baik, Regis. Kalau Estelle dan Kimmy tahu aku yang sudah menghabisi ayah kandungnya, mau ditaruh di mana wajahku ini,” timpalnya. Regis mengulum senyumnya. “Dasar pengecut,” ledeknya. Gino mencebikkan bibirnya dengan malas. Ia mengedarkan pandangannya ke
“Ada apa, Amora?” tanya Estelle dan Biana secara serempak. Mereka tampak khawatir melihat kondisi Amora. Namun, Amora menggeleng pelan. “Tidak apa-apa. Sepertinya aku harus memompa asiku dulu deh. Tapi, aku tidak bawa alatnya lagi,” cicitnya. “Tenang saja. Aku bawa kok. Pakai punyaku dulu saja,” sahut Estelle sembari mengambil tas ransel yang berisi berbagai barang keperluan putra keduanya. Amora pun meminjam peralatan pompa asi dari sahabatnya, lalu bergegas menyelesaikan kegiatannya dan kembali melanjutkan persiapannya untuk acara malam ini. “Tolong kalian gunakan jari-jari ajaib kalian untuk menyulapnya menjadi ratu tercantik sejagat raya malam ini,” pinta Estelle kepada para penata rias dan penata busana pilihannya. “Serahkan saja kepada kami, Nyonya Moonstone!” sahut tim tersebut. *** Suara alunan piano memenuhi di sekitar lahan hijau yang telah didekorasi dengan sangat cantik. Pintu masuk menuju ke area resepsi acara juga telah dihiasi dengan aneka bunga segar berwarna put
“Apa? Pesta pernikahan?” Amora menatap Mark dengan syok, lalu memandang Biana dan Estelle yang sedang tersenyum sumringah padanya. “Sejak kapan kalian merencanakan semua ini, hm?” selidik Amora dengan sengit. “Maaf, Amora. Kami benar-benar tulus ingin memberikan kejutan. Tolong jangan marah,” cicit Estelle. “Benar, Amora. Aku juga terpaksa mengikuti rencana mereka. Tapi, percayalah kalau kami tidak pernah bermaksud buruk padamu,” timpal Biana dengan bersungguh-sungguh. “Ck, kalian benar-benar tidak setia kawan, huh?” Amora mengomeli kedua sahabatnya. Ia masih sangat kesal dibohongi dan dipermainkan seperti orang bodoh. “Tentu saja kami setia kawan, Amora. Kami ingin kamu bahagia,” cetus Estelle yang diikuti anggukan oleh Biana. “Sia-sia saja air mataku tadi,” sungut Amora dengan wajah ditekuk masam. Regis menghampiri istrinya tersebut, lalu menyeka sudut mata wanita itu yang masih berair. “Jangan marah lagi, Sayang. Maafkan aku. Aku bersedia menerima hukuman apa pun,” ucapnya.
Suara letusan konfeti mengagetkan Amora. Refleks, ia memejamkan matanya dan taburan potongan kertas warna-warni menghujani tubuhnya. “Surprise!” Seruan penuh semangat terdengar di telinganya. Ketika ia membuka matanya kembali, ia disuguhkan dengan kehadiran Regis yang telah berdiri di depan matanya. “Regis?” Amora menatap suaminya dengan kening yang berkerut. Pandangan Amora pun mengedar ke sekelilingnya. Ia tidak menemukan sosok yang mencurigakan di dalam ruangan itu. Justru ia malah dikagetkan dengan kehadiran beberapa orang yang dikenalnya. “Kalian ….” Amora memandang satu per satu sosok tersebut dengan bingung. Tatapannya terhenti pada Alicia yang berdiri di sampingnya. Gadis itu memegang konfeti yang diletuskannya tadi. Amora pun menginterogasinya. “Alicia, kenapa kamu bisa ada di sini? Apa maksud semua ini? Di mana wanita itu?" "Wanita?" Regis memandang Amora dengan bingung. "Tidak usah berpura-pura, Regis. Apa kamu menyembunyikannya?" selidik Amora. Ia telah mendorong d
Perasaan Amora terasa tidak karuan. Ucapan Alicia masih terngiang jelas di dalam benaknya. “Ini tidak mungkin. Tidak mungkin,” gumam Amora berulang kali.Seth melirik kaca spion mobil tengah untuk memantau kondisi nyonya mudanya tersebut. Ia tidak tahu menahu tentang hal yang terjadi. Tadi wanita itu hanya memintanya untuk segera mengantarkannya ke Mansion Blue Lake.Tadi Alicia berkata jika ia melihat Regis bertemu dengan seorang wanita saat ia dalam perjalanan menuju taman bermain dengan Rayden. Padahal sepengetahuannya, pria itu seharusnya berada dalam perjalanan ke Italia seperti yang dikatakannya kemarin kepadanya.Alicia berkata kepada Amora jika ia telah membuntuti Regis dan melihat keduanya masuk ke dalam Mansion Blue Lake. Tentu saja hal tersebut membuat Amora sangat terkejut. Ia tidak percaya jika Regis melakukan sesuatu yang mengkhianati cinta mereka.Namun, di satu sisi, Amora juga yakin kalau Alicia tidak mungkin membohonginya. ‘Apa mungkin Regis tidak jadi berangkat ke
“Bagaimana? Apa kamu bisa tenang membiarkan Emma membantumu mulai hari ini?” tanya Liliana meminta pendapat menantunya tersebut. Amora tertegun. Ia menatap Emma yang masih menunggu tanggapannya. “Tentu saja aku setuju,” sahutnya dengan mengulas senyuman lebar di bibirnya. Dibandingkan para pengasuh lain, Amora tentu saja akan lebih percaya dengan Emma. Dulu wanita paruh baya itu juga sering membantunya menjaga Rayden. “Tapi, apa Nyonya Adams tidak apa-apa? Aku tidak ingin terus-menerus merepotkan Anda. Apa Henry dan Hilde mengizinkannya?” tanya Amora dengan penuh selidik. Ia tidak ingin putra dan menantu Emma tidak menyetujui hal tersebut. Apalagi kondisi Emma yang pernah dirawat di rumah sakit dulu. “Tenang saja, Amora. Malah mereka memintaku untuk membantumu. Hilde malah lebih mendukungku,” terang Emma yang dapat memahami pemikiran Amora tersebut. “Nanti Tante akan sering-sering datang dan ikut membantu kok,” timpal Liliana yang mencoba meyakinkan menantunya itu. Amora tersen
“Selamat pagi Anak Mama. Bagaimana tidurnya semalam, hm?”Amora berceloteh sendiri dengan Ryuji yang sedang duduk di dalam box bayinya. Amora baru saja bangun saat mendengar suara bayi bertubuh gembul itu.“Anak Mama sudah bangun saja pagi begini. Siapa yang sudah menggantikan popokmu, hm? Papa?” tanya Amora ketika melihat putranya telah berganti pakaian.Ryuji hanya menanggapinya dengan senyuman lebar dan menendang kedua tangan dan kakinya berulang kali. Ia asyik memasukkan teether ke dalam mulutnya dan menggigit-gigitnya dengan gemas.Amora pun menggendong Ryuji keluar dari tempat tidurnya dan mengelilingi kamarnya untuk mencari keberadaan Regis.“Sayang,” panggil Amora. Namun, tidak ada yang menyahutnya.“Ke mana dia?” gumam Amora yang akhirnya kembali ke kamarnya. Ia baru menyadari jika koper yang dipersiapkannya semalam untuk Regis sudah tidak ada di tempatnya.“Dia sudah pergi?” terka Amora dengan terheran-heran.Tidak biasanya Regis pergi tanpa berpamitan padanya. Biasanya Regi