“Ray pergi dulu ya, Ma. Jangan lupa datang nanti,” ujar Rayden berpamitan kepada ibunya.
Mereka baru saja selesai sarapan dan Regis yang mengantarkan putranya ke sekolah karena Amora berdalih ingin membereskan pekerjaan rumah terlebih dahulu agar nanti bisa menyaksikan acara yang diikuti putranya.
Hanya anggukan kecil yang diberikan Amora atas ucapan putranya tersebut. Ia memberikan kecupan kecil pada kening putranya dan bergumam, “Jaga dirimu baik-baik ya, Ray.”
Kening Rayden mengernyit. “Ray tidak akan melukai diri Ray sendiri kok, Ma,”cetusnya yang mengira ibunya masih saja mengkhawatirkan kemampuannya dalam memanah nanti.
Amora hanya tersenyum tipis. Pandangannya beralih kepada Regis yang tampak menatapnya dengan penuh arti, tetapi Amora segera mengalihkan tatapannya dan berkata, “Sudahlah. Pergilah sebelum terlambat.”
“Iya nih, Pa. Ayo!” ajak Rayden yang telah meraih ranselnya.
“Apa Anda sudah membawa yang Tuan Besar inginkan?” tanya Pablo tanpa mengubah ekspresi wajahnya.Amora pun memandang dokumen di tangannya dengan perasaan yang sangat berat. Lembaran kertas itu adalah surat permohonan cerai yang dibuatnya sesuai permintaan dari Diego dan juga sebagai persyaratan untuk memasukkan Rayden ke dalam keluarga Lorenzo!Sesungguhnya ia masih tidak rela bercerai dari Regis, tetapi tekanan dan ancaman yang diberikan Diego benar-benar membuatnya tidak berdaya. Ia tidak memiliki kekuasaan yang besar seperti halnya Diego. Ia juga tidak ingin melihat Regis terus berada dalam tekanan ayah kandungnya sendiri.“Nona, Tuan Besar bukan orang yang tidak menepati janji. Beliau pasti akan memperlakukan putra Anda sebagai bagian keluarga Lorenzo seperti yang telah diucapkannya. Pengorbanan Anda tidak akan sia-sia,” ujar Pablo menyampaikan amanat dari majikannya.Mendengar hal tersebut, beban di dalam hati Amora terasa lep
Regis bersama Amora telah masuk ke dalam rumah kontrakan mereka. Namun, pria itu masih menggenggam erat pergelangan tangan istrinya sehingga membuat wanita itu meringis kesakitan. “Regis, apa kamu tidak dengar? Lepaskan tanganku!” teriak Amora yang terdengar kesal karena langkahnya terseret-seret oleh suaminya sejak tadi. Bantingan pintu kamar yang dilakukan Regis membuat Amora terlonjak kaget. Degup jantung Amora terasa berhenti ketika tatapan yang dipenuhi oleh amarah dilayangkan Regis untuknya. Amora meneguk salivanya dengan kasar dan bergumam lirih, "Sakit, Regis." Melihat ketidakberdayaan wanita itu, akhirnya Regis melepaskan cekalan tangannya. Sudut matanya melihat bekas kemerahan dari genggamannya tadi pada pergelangan tangan istrinya tersebut. Walaupun Regis merasa bersalah telah bersikap kasar kepada wanita itu, tetapi ia tidak mengungkapkannya secara langsung karena ia masih tidak dapat memaafkan tindakan Amora saat ini. Sudut bibir Regis terangkat sinis ketika melirik
Melihat ekspresi Amora yang tampak sangat menyesal di depan matanya saat ini, Regis pun menghela napas kasar. Sesungguhnya ia tidak berniat memarahi wanita itu, tetapi Regis ingin Amora menyadari perilakunya saja. Regis pun mencoba mengendalikan emosinya agar tidak meluapkannya kepada Amora karena ia tahu jika wanita itu sedang dihadapi dilema yang mengacaukan pikirannya. “Bukankah aku sering mengatakan untuk tidak menanggung semuanya seorang diri, Amora?” ucap Regis mengingatkan. Amora tidak menjawab. Wanita itu masih tertunduk dalam hingga akhirnya Regis mengulurkan tangannya ke arah istrinya tersebut, lalu mengangkat dagu wanita itu dengan lembut sehingga tatapan mereka bertemu kembali. Sorot mata Regis yang tampak teduh dan sayu itu membuat Amora merasa sangat nyaman sekaligus perih karena merasa bersalah telah memberikan luka bagi pria itu dengan pengajuan gugatan cerai yang dilakukannya. “Aku ini suamimu, Amora. Bukankah kita sudah sepakat untuk bersama-sama menghadapi semu
“Regis, sebenarnya Ayahmu punya alasan melakukan semua ini."Ucapan yang meluncur dari bibir Amora sempat membuat kening Regis berkerut. Namun, beberapa detik kemudian suara kekehan kecil meluncur dari bibir pria itu.“Alasan? Memangnya dia punya alasan apa selain ingin menundukkan putranya yang membangkang ini?” cibir Regis.Seperti hal Amora dulu, Regis memang tidak mengetahui permasalahan yang sesungguhnya mengenai alasan dari tindakan ayahnya yang terus berusaha memisahkan mereka.Melihat kebencian yang tersirat dari tatapan Regis saat membicarakan tentang Diego Lorenzo, akhirnya Amora pun memutuskan untuk memberitahu alasan yang sempat diungkapkan oleh Diego kepadanya. Amora berpikir setidaknya hal itu dapat mengurangi sedikit kebencian Regis terhadap Diego. Padahal sebenarnya Amora bisa saja membiarkan Regis terus membenci Diego sebagai balasan atas tindakan yang dilakukan ayah mertuanya itu terhadap dirinya. Hanya saja hati nurani Amora tidak mengizinkan dirinya untuk berpura
“Ba-bagaimana kamu bisa tahu masalah ini?” gumam Amora yang masih merasa linglung. Padahal ia sudah berusaha menutupi masalah kandungannya dari Regis karena ia tidak ingin pendiriannya menjadi goyah saat melihat kegembiraan Regis saat mengetahui berita kehamilannya tersebut.“Kamu tidak perlu tahu dari mana aku mengetahuinya. Kamu hanya perlu tahu kalau aku tidak akan pernah membiarkanmu pergi dari sisiku, Amora,” ucap Regis dengan tegas. Manik mata pria itu tampak menyala-nyala untuk menunjukkan bahwa ia sangat marah dengan kebohongan istrinya tersebut. Namun, beberapa detik kemudian pandangannya berubah menjadi lebih teduh. Regis meraih kedua tangan Amora dan menatap wanita itu dengan lembut. Perlahan seulas senyuman terukir di bibirnya saat melihat penyesalan dari sepasang manik mata istrinya itu. Helaan napas pelan turut bergulir dari bibirnya, lalu pria itu berucap dengan lembut, “Aku harap kamu tidak mengulangi kebodohanmu ini lagi, Amora. Aku tahu kalau Ayahku sudah keterlal
Ketegangan sangat terasa di ruang kerja pemimpin Royal Dragon. Wajah semua orang tampak pias ketika Pablo Varon kembali dengan laporan yang membuat wajah Diego Lorenzo menggelap. “Kamu bilang apa tadi?” selidik Diego dengan nada suara yang terdengar dingin. “Maafkan saya, Tuan Besar. Saya gagal membawa Nona Lysander pergi. Tadi Tuan Muda datang dan membawanya lebih dulu,” jawab Pablo dengan wajah tertunduk dalam. Diego pun beranjak dari tempat duduknya. Ia menghampiri bawahannya tersebut. Satu tangannya menepuk pundak Pablo, lalu mencengkeramnya dengan kuat. “Sudah berapa lama kamu bekerja denganku, Pablo? Menangani satu orang wanita seperti itu saja kamu tidak bisa! Apa kamu sedang mempermalukan nama besar Royal Dragon, huh?" desis Diego dengan seulas senyuman sinis yang terukir di bibirnya. Pablo dapat merasakan kemarahan dan kekecewaan Diego. "Maafkan saya, Tuan Besar. Saya siap menerima hukuman apa pun," timpalnya seraya bersimpuh di hadapan majikannya tersebut. Sejak awal P
Mobil yang dikemudikan Mark baru saja tiba di depan pintu masuk kedatangan. Ia melirik tuan mudanya yang sedang mengistirahatkan matanya sejenak di kursi mobil penumpang belakang.Regis memang terlihat lelah. Dua malam terakhir ini pria itu memang sibuk melakukan beberapa pertemuan secara tertutup bersama para bawahan Royal Dragon untuk mengatur strategi dalam mengambil alih kekuasaan yang berada di tangan Diego Lorenzo.Saat ini Regis dan beberapa abdi setianya sudah berhasil mengumpulkan beberapa suara dari para bawahan yang bersedia mengabdi kepadanya. Akan tetapi, masih ada beberapa pihak yang menolak karena khawatir akan menjadi pelampiasan amarah Diego apabila nanti Diego mengetahui rencana mereka saat ini.“Tuan Muda, kita sudah sampai,” ucap Mark yang terpaksa membangunkan atasannya tersebut.Perlahan netra Regis terbuka. Ia mengedarkan pandangannya sejenak untuk memahami situasi, lalu ia pun turun dari mobil tersebut ketika melihat sosok Albert yang datang untuk menyambutnya
Akhirnya taksi yang ditumpangi Regis berhenti di dekat jalan setapak yang menuju ke area pegunungan yang dikelilingi oleh hutan yang lebat. Amora juga meminta sopir taksinya untuk berhenti tidak jauh dari taksi di depannya. Ia mengeluarkan seluruh lembaran uang yang dimilikinya dan menyerahkannya kepada sopir taksi tersebut. “Tuan, jika Anda tidak keberatan, bisakah Anda menunggu di sini? Jika saya tidak kembali dalam waktu lima belas menit, saya mohon Anda dapat menghubungi pihak berwajib,” pinta Amora kepada sopir taksi tersebut. Pria itu hanya memberikan anggukan kecil setelah menerima uang bayaran yang diberikan Amora. Setelah wanita itu keluar dari taksinya, sang pengemudi tersebut mengeluarkan gawainya dan menghubungi nomor seseorang. Tidak berapa lama kemudian, panggilan tersebut terhubung dan terdengar suara berat dari seorang pria di seberang teleponnya itu. Dia adalah Alejandro Volker! Ya, pengemudi taksi yang sejak tadi mengantarkan Amora adalah bawahan Alejandro yang m
Satu per satu acara pun dimulai dan berakhir dengan lancar. Regis juga memperkenalkan kedua putranya yang menjadi kebanggaan keluarga Lorenzo di hadapan para tamunya. Kali ini Regis tidak melarang beberapa awak media terpercaya untuk meliput kedua buah hatinya itu. Namun, para bawahan Regis tetap memberikan batasan-batasan yang boleh dan tidak boleh dilakukan saat mengambil gambar. Akhirnya tiba saatnya sesi pelemparan buket bunga yang dilakukan oleh Amora sebagai mempelai wanita. Para gadis maupun pemuda lajang telah bersiap-siap untuk berebutan buket dari sang mempelai wanita.Biana juga telah bersiap di posisinya. Pada hitungan ketiga, buket bunga tersebut melayang di udara dan semua orang berlomba-lomba menggapainya. Buket bunga tersebut beralih dari satu tangan ke tangan yang lain hingga akhirnya seseorang berhasil merebutnya! Seketika suasana menjadi sangat hening, semua orang berdiri mematung untuk melihat sosok yang beruntung tersebut. Biana tampak kesal karena ia tidak b
Dalam balutan gaun pengantin berwarna putih gading dan tiara cantik yang menghiasi puncak kepalanya serta juntaian wedding veil yang menutupi sebagian wajahnya, Amora berjalan selangkah demi selangkah menuju ke arah suaminya, Regis Lorenzo. Wanita itu mengamit lengan Alejandro Volker selaku ayah kandungnya. Mereka berjalan berdampingan. Terlihat sosok sepasang malaikat kecil di depan mereka yang berpenampilan tampan dan imut. Mereka tidak lain adalah Rayden dan Kimmy. Keduanya berjalan bergandengan tangan sembari menebarkan kelopak bunga mawar yang menuntun langkah mempelai wanita menuju ke ujung aisle. Sementara itu, tiga orang bridesmaid berjalan di belakang Amora. Mereka adalah Estelle Mauverick, Biana Curtiz dan Alicia Lorenzo. Amora memandang ke sekelilingnya. Ia bertemu pandang dengan beberapa orang terdekatnya seperti Noel Ritter, Chris Walden, Bianca Lysander, Hilde Maven, Henry Allen serta Emma Adams yang sedang menggendong buah hatinya, Ryuji Lorenzo. Amora memberikan la
“Ada apa? Kamu masih saja cemburu dengan mantan istrimu?” goda Gino yang sejak tadi memperhatikan Regis di belakangnya. Malam ini pria itu memang menjadi groomsmen-nya alias pendamping mempelai pria. Regis hanya melayangkan tatapan tajamnya. Ia enggan menanggapinya. “Aku mengerti. Mantan memang sulit dilupakan. Apalagi mantan pertama. Rasanya aku ingin mencabik-cabiknya,” geram Gino yang dapat memahami perasaan Regis. Istrinya juga masih beberapa kali bertemu dengan mantan suaminya karena mantan suami istrinya itu ingin bertemu dengan Kimmy, putri mereka. “Apa mau aku membantumu?” tawar Regis dengan serius. Gino langsung meliriknya dengan syok. Tentu saja ia memahami maksud dari Regis. “Mengambil nyawanya bukan penyelesaian yang baik, Regis. Kalau Estelle dan Kimmy tahu aku yang sudah menghabisi ayah kandungnya, mau ditaruh di mana wajahku ini,” timpalnya. Regis mengulum senyumnya. “Dasar pengecut,” ledeknya. Gino mencebikkan bibirnya dengan malas. Ia mengedarkan pandangannya ke
“Ada apa, Amora?” tanya Estelle dan Biana secara serempak. Mereka tampak khawatir melihat kondisi Amora. Namun, Amora menggeleng pelan. “Tidak apa-apa. Sepertinya aku harus memompa asiku dulu deh. Tapi, aku tidak bawa alatnya lagi,” cicitnya. “Tenang saja. Aku bawa kok. Pakai punyaku dulu saja,” sahut Estelle sembari mengambil tas ransel yang berisi berbagai barang keperluan putra keduanya. Amora pun meminjam peralatan pompa asi dari sahabatnya, lalu bergegas menyelesaikan kegiatannya dan kembali melanjutkan persiapannya untuk acara malam ini. “Tolong kalian gunakan jari-jari ajaib kalian untuk menyulapnya menjadi ratu tercantik sejagat raya malam ini,” pinta Estelle kepada para penata rias dan penata busana pilihannya. “Serahkan saja kepada kami, Nyonya Moonstone!” sahut tim tersebut. *** Suara alunan piano memenuhi di sekitar lahan hijau yang telah didekorasi dengan sangat cantik. Pintu masuk menuju ke area resepsi acara juga telah dihiasi dengan aneka bunga segar berwarna put
“Apa? Pesta pernikahan?” Amora menatap Mark dengan syok, lalu memandang Biana dan Estelle yang sedang tersenyum sumringah padanya. “Sejak kapan kalian merencanakan semua ini, hm?” selidik Amora dengan sengit. “Maaf, Amora. Kami benar-benar tulus ingin memberikan kejutan. Tolong jangan marah,” cicit Estelle. “Benar, Amora. Aku juga terpaksa mengikuti rencana mereka. Tapi, percayalah kalau kami tidak pernah bermaksud buruk padamu,” timpal Biana dengan bersungguh-sungguh. “Ck, kalian benar-benar tidak setia kawan, huh?” Amora mengomeli kedua sahabatnya. Ia masih sangat kesal dibohongi dan dipermainkan seperti orang bodoh. “Tentu saja kami setia kawan, Amora. Kami ingin kamu bahagia,” cetus Estelle yang diikuti anggukan oleh Biana. “Sia-sia saja air mataku tadi,” sungut Amora dengan wajah ditekuk masam. Regis menghampiri istrinya tersebut, lalu menyeka sudut mata wanita itu yang masih berair. “Jangan marah lagi, Sayang. Maafkan aku. Aku bersedia menerima hukuman apa pun,” ucapnya.
Suara letusan konfeti mengagetkan Amora. Refleks, ia memejamkan matanya dan taburan potongan kertas warna-warni menghujani tubuhnya. “Surprise!” Seruan penuh semangat terdengar di telinganya. Ketika ia membuka matanya kembali, ia disuguhkan dengan kehadiran Regis yang telah berdiri di depan matanya. “Regis?” Amora menatap suaminya dengan kening yang berkerut. Pandangan Amora pun mengedar ke sekelilingnya. Ia tidak menemukan sosok yang mencurigakan di dalam ruangan itu. Justru ia malah dikagetkan dengan kehadiran beberapa orang yang dikenalnya. “Kalian ….” Amora memandang satu per satu sosok tersebut dengan bingung. Tatapannya terhenti pada Alicia yang berdiri di sampingnya. Gadis itu memegang konfeti yang diletuskannya tadi. Amora pun menginterogasinya. “Alicia, kenapa kamu bisa ada di sini? Apa maksud semua ini? Di mana wanita itu?" "Wanita?" Regis memandang Amora dengan bingung. "Tidak usah berpura-pura, Regis. Apa kamu menyembunyikannya?" selidik Amora. Ia telah mendorong d
Perasaan Amora terasa tidak karuan. Ucapan Alicia masih terngiang jelas di dalam benaknya. “Ini tidak mungkin. Tidak mungkin,” gumam Amora berulang kali.Seth melirik kaca spion mobil tengah untuk memantau kondisi nyonya mudanya tersebut. Ia tidak tahu menahu tentang hal yang terjadi. Tadi wanita itu hanya memintanya untuk segera mengantarkannya ke Mansion Blue Lake.Tadi Alicia berkata jika ia melihat Regis bertemu dengan seorang wanita saat ia dalam perjalanan menuju taman bermain dengan Rayden. Padahal sepengetahuannya, pria itu seharusnya berada dalam perjalanan ke Italia seperti yang dikatakannya kemarin kepadanya.Alicia berkata kepada Amora jika ia telah membuntuti Regis dan melihat keduanya masuk ke dalam Mansion Blue Lake. Tentu saja hal tersebut membuat Amora sangat terkejut. Ia tidak percaya jika Regis melakukan sesuatu yang mengkhianati cinta mereka.Namun, di satu sisi, Amora juga yakin kalau Alicia tidak mungkin membohonginya. ‘Apa mungkin Regis tidak jadi berangkat ke
“Bagaimana? Apa kamu bisa tenang membiarkan Emma membantumu mulai hari ini?” tanya Liliana meminta pendapat menantunya tersebut. Amora tertegun. Ia menatap Emma yang masih menunggu tanggapannya. “Tentu saja aku setuju,” sahutnya dengan mengulas senyuman lebar di bibirnya. Dibandingkan para pengasuh lain, Amora tentu saja akan lebih percaya dengan Emma. Dulu wanita paruh baya itu juga sering membantunya menjaga Rayden. “Tapi, apa Nyonya Adams tidak apa-apa? Aku tidak ingin terus-menerus merepotkan Anda. Apa Henry dan Hilde mengizinkannya?” tanya Amora dengan penuh selidik. Ia tidak ingin putra dan menantu Emma tidak menyetujui hal tersebut. Apalagi kondisi Emma yang pernah dirawat di rumah sakit dulu. “Tenang saja, Amora. Malah mereka memintaku untuk membantumu. Hilde malah lebih mendukungku,” terang Emma yang dapat memahami pemikiran Amora tersebut. “Nanti Tante akan sering-sering datang dan ikut membantu kok,” timpal Liliana yang mencoba meyakinkan menantunya itu. Amora tersen
“Selamat pagi Anak Mama. Bagaimana tidurnya semalam, hm?”Amora berceloteh sendiri dengan Ryuji yang sedang duduk di dalam box bayinya. Amora baru saja bangun saat mendengar suara bayi bertubuh gembul itu.“Anak Mama sudah bangun saja pagi begini. Siapa yang sudah menggantikan popokmu, hm? Papa?” tanya Amora ketika melihat putranya telah berganti pakaian.Ryuji hanya menanggapinya dengan senyuman lebar dan menendang kedua tangan dan kakinya berulang kali. Ia asyik memasukkan teether ke dalam mulutnya dan menggigit-gigitnya dengan gemas.Amora pun menggendong Ryuji keluar dari tempat tidurnya dan mengelilingi kamarnya untuk mencari keberadaan Regis.“Sayang,” panggil Amora. Namun, tidak ada yang menyahutnya.“Ke mana dia?” gumam Amora yang akhirnya kembali ke kamarnya. Ia baru menyadari jika koper yang dipersiapkannya semalam untuk Regis sudah tidak ada di tempatnya.“Dia sudah pergi?” terka Amora dengan terheran-heran.Tidak biasanya Regis pergi tanpa berpamitan padanya. Biasanya Regi