Biana telah berjalan ke arah kursi tunggu dengan wajah yang menyimpan kemarahan. Sepasang netranya mengedar ke sekeliling untuk mencari sosok mantan kekasihnya itu. Akan tetapi, tidak terlihat batang hidung pria itu di mana pun.Di kursi tunggu itu hanya ada beberapa wajah asing yang tidak pernah dikenalnya.‘Ke mana bajingan itu? Apa dia takut dan sudah lari terbirit-birit?’ batin Biana dengan kesal karena merasa dipermainkan.Gadis itu pun berniat untuk berjalan kembali melanjutkan pekerjaannya. Akan tetapi, tiba-tiba suara seorang pria menghentikan langkahnya.“Maaf, apa Anda … Nona Curtiz?”Perlahan Biana memutar tubuhnya dan memandang sosok pria yang terlihat lebih dewasa dibandingkan dirinya yang sedang memasang ekspresi dipenuhi kebingungan ketika mereka saling bersitatap langsung.Kedua netra Biana mengerjap berulang kali. Rasa kaget dan kagum bercampur menjadi satu di dalam diri gadis itu. Penampilan setelan jas rapi dan bersih yang dimiliki pria itu membuat Biana terpukau.M
Sudut bibir Mark terangkat sinis. “Apa Anda sekarang berniat mencuci tangan atas hal yang telah Anda lakukan dan melemparkan tuduhan tak berdasar itu kepada saya, Nona Curtiz?”Biana menggelengkan kepalanya berulang kali dengan bingung. “Tolong Anda perjelas, Tuan Carter. Dari segi mana Anda bisa mengatakan kalau saya sudah menipu Anda? Kita bahkan tidak pernah bertemu apalagi saling mengenal!”Kini Mark telah berkacak pinggang. Ia benar-benar tidak menyangka akan berhadapan dengan gadis serumit ini. Padahal ia hanya ingin memastikan bahwa orang yang ingin dicari atasannya bukanlah gadis ini.“Kita memang tidak pernah bertemu ataupun saling mengenal, Nona Curtiz. Tapi, apa yang telah Anda lakukan kemarin? Apakah Anda bisa mengatakan kepada saya kalau kemarin yang bekerja dengan identitas Biana Curtiz adalah Anda?”Wajah Biana langsung berubah pias ketika mendengar pertanyaan yang dilontarkan pria itu. “Jadi … Anda sungguh bukan ….”Kening Mark mengerut dalam. Menatap lurus gadis itu d
“Gawat apanya, Biana?”Kening Amora mengernyit. Ia melirik Rayden sejenak. Kebetulan mereka sedang duduk bersama di atas tempat tidur dengan Amora yang awalnya berniat membacakan buku untuk putranya itu.Karena tidak ingin Rayden mendengar pembicaraan mereka, Amora pun mengisyaratkan kepada putranya untuk keluar sebentar dari kamar.Setelah berada di luar kamarnya, Amora pun melanjutkan pembicaraannya dengan Biana di telepon.“Ada apa, Biana? Tadi kamu bilang siapa? Asisten dari Royal Dragon mencariku?” tanya Amora dengan bingung.“Iya. Dan kamu tau, tidak? Kalau yang mengirimkan uang tips sebesar lima ratus dolar itu adalah dia!” teriak Biana yang membuat Amora terpaksa menjauhkan gawainya sejenak dari telinganya.Amora mencoba menelaah setiap hal yang diceritakan Biana termasuk kesalahpahaman yang terjadi di antara keduanya. Ia tidak terlalu terkejut karena sudah menduganya di awal.&
“Ya ampun, sudah jam segini.”Amora melirik jam yang telah menunjukkan pukul setengah lima pagi. Ia bergegas melepaskan apronnya dan mengganti pakaiannya, lalu berjalan menuju kamar putranya.Ia meraih gagang pintu kamar Rayden dengan hati-hati. Ruangan tersebut masih sangat gelap karena memang sang fajar belum menampakkan wajahnya.Hanya lampu tidur yang menjadi penerangan minim di dalam kamar anak laki-laki itu. Amora mendaratkan bokongnya di sisi ranjang. Mengusap lembut surai putranya dan tersenyum tipis.Gerakan kecilnya itu membuat Rayden terjaga. “Mama sudah mau pergi?” tanya Rayden seraya menggosok kedua matanya. Anak laki-laki itu sudah terbiasa dengan rutinitas ibunya tersebut.Amora mengangguk kecil. “Mama sudah menyiapkan sarapan untukmu di atas meja makan. Nanti kamu tinggal masukkan ke dalam microwave saja atau minta Nyonya Adams untuk menghangatkannya.”Rayden hanya mengangguk kecil dengan wajah yang masih terkantuk-kantuk di atas tempat tidur. Ibunya memang menitipkan
“Sempurna!”Seulas senyuman lebar menghiasi wajah Amora ketika ia menatap penataan produk yang baru saja dilakukannya di salah satu rak display. Ia mendorong troli kosong ke dalam gudang penyimpanannya dan melihat sosok Biana yang sedang mengatur beberapa barang yang baru saja masuk.“Bia, apa ada yang perlu aku bantu?” tanya Amora kepada gadis itu.“Tidak apa-apa, Amora. Ini aku juga sudah mau selesai,” jawab Biana seraya menghitung jumlah produk yang masuk dan mencatatnya ke dalam kertas kecil yang dibawanya.Amora mengangguk tipis. Ia melangkah menuju rak khusus untuk penyimpanan barang para karyawan yang bekerja di WW Mart tersebut. Ia mengambil tas ranselnya yang tersimpan di sana.“Oh iya, bagaimana dengan semalam? Apa laki-laki itu masih menginterogasimu?” tanya Amora yang kini telah berjalan menuju kursi kosong yang tersedia di gudang penyimpanan itu. Biana menoleh sekilas, kemudian menjawab, “Tidak. Dia langsung pergi tidak lama setelah aku meneleponmu.”Amora tertegun. Ia c
“Tuan Carter, apa Anda memiliki kriteria wanita idaman? Apa menurut Anda ... saya pantas menjadi pendamping hidup Anda?”Seorang wanita muda berpakaian seksi dengan belahan dada yang menantang sedang menatap nakal sosok Mark Carter. Asisten Regis tersebut sejak tadi hanya memasang ekspresi datar dengan sorot mata penuh selidik kepada kandidat kencan butanya siang ini.Ia dapat melihat jelas jika wanita itu sedang mencari perhatian darinya dengan melemparkan senyuman genitnya. Namun, Mark tidak sedikit pun tergerak oleh godaan wanita itu."Saya tidak memiliki kriteria apa pun, Nona Clarkson. Saya hanya ingin mencari seseorang yang dapat memberikan keuntungan kedua belah pihak," jawab Mark dengan berterus terang akan tujuannya mengikuti perjodohan tersebut.“Oh ya? Saya sangat menyukai lelaki yang memiliki prinsip. Saya rasa … Anda adalah kriteria pria idaman yang saya cari, Tuan Carter,” jawab wanita itu dengan nada mendayu m
“Anda sudah terlambat sepuluh menit dari waktu janjian kita, Nona Lysander.”Seorang pria asing berusia sekitar tiga puluhan sedang melirik arloji mahalnya, lalu menatap Amora yang baru saja mendaratkan bokongnya di atas sofa empuk yang berhadapan langsung dengannya.Terlihat setangkai bunga mawar mewah yang disematkan pada kerah jas pria itu. Bunga itu memang sengaja dipersiapkan agar pasangan kencan butanya alias Amora Lysander dapat mengenalinya.Manik mata Amora menatap lurus wajah pria itu yang tampak memendam emosi terhadap dirinya. Nada suara pria itu juga terdengar cukup sinis.“Maaf sudah membuat Anda menunggu lama, Tuan,” ujar Amora yang terpaksa mengakui kesalahannya dengan enggan.Amora tahu jika keterlambatannya memang patut dikritik, tetapi sejak awal ia memang tidak berniat untuk memenuhi janji kencan butanya. Jika bukan karena memikirkan denda yang harus dibayarkan kepada pihak pasangan kencannya, ia tidak akan datang ke kafe itu.Sebelumnya Amora berniat meminta penje
Syok! Satu kata itulah yang pantas menggambarkan ekspresi wajah Amora saat ini. Wanita itu benar-benar tidak menyangka akan bertemu dengan pria yang paling tidak ingin ditemuinya. Regis Lorenzo tiba-tiba saja datang mengusik kencan butanya dan memanggilnya ‘Sayang’. Tentu saja hal ini membuat Amora bertanya-tanya.‘Apa dia sudah gila? Kenapa dia memanggilku dengan sebutan seperti itu?’ Amora hanya bisa menggerutu di dalam hatinya dengan histeris karena ia tidak ingin mempermalukan dirinya sendiri. Ia masih berpikir mungkin saja lidah pria itu sedang keseleo sehingga tanpa sengaja memanggilnya seperti itu. “Sepertinya Anda salah orang, Tuan,” ucap Amora yang mencoba meluruskan kesalahan Regis. Sayangnya, Amora tidak pernah menyangka jika Regis malah tersenyum tanpa rasa bersalah dan berkata, “Apa kamu masih marah denganku, Sayang? Maafkan aku karena sudah membatalkan kencan kita kemarin.” “Apa?” Amora kembali terperangah. Sebelum wanita itu sempat mempertanyakan kebingungannya,
Satu per satu acara pun dimulai dan berakhir dengan lancar. Regis juga memperkenalkan kedua putranya yang menjadi kebanggaan keluarga Lorenzo di hadapan para tamunya. Kali ini Regis tidak melarang beberapa awak media terpercaya untuk meliput kedua buah hatinya itu. Namun, para bawahan Regis tetap memberikan batasan-batasan yang boleh dan tidak boleh dilakukan saat mengambil gambar. Akhirnya tiba saatnya sesi pelemparan buket bunga yang dilakukan oleh Amora sebagai mempelai wanita. Para gadis maupun pemuda lajang telah bersiap-siap untuk berebutan buket dari sang mempelai wanita.Biana juga telah bersiap di posisinya. Pada hitungan ketiga, buket bunga tersebut melayang di udara dan semua orang berlomba-lomba menggapainya. Buket bunga tersebut beralih dari satu tangan ke tangan yang lain hingga akhirnya seseorang berhasil merebutnya! Seketika suasana menjadi sangat hening, semua orang berdiri mematung untuk melihat sosok yang beruntung tersebut. Biana tampak kesal karena ia tidak b
Dalam balutan gaun pengantin berwarna putih gading dan tiara cantik yang menghiasi puncak kepalanya serta juntaian wedding veil yang menutupi sebagian wajahnya, Amora berjalan selangkah demi selangkah menuju ke arah suaminya, Regis Lorenzo. Wanita itu mengamit lengan Alejandro Volker selaku ayah kandungnya. Mereka berjalan berdampingan. Terlihat sosok sepasang malaikat kecil di depan mereka yang berpenampilan tampan dan imut. Mereka tidak lain adalah Rayden dan Kimmy. Keduanya berjalan bergandengan tangan sembari menebarkan kelopak bunga mawar yang menuntun langkah mempelai wanita menuju ke ujung aisle. Sementara itu, tiga orang bridesmaid berjalan di belakang Amora. Mereka adalah Estelle Mauverick, Biana Curtiz dan Alicia Lorenzo. Amora memandang ke sekelilingnya. Ia bertemu pandang dengan beberapa orang terdekatnya seperti Noel Ritter, Chris Walden, Bianca Lysander, Hilde Maven, Henry Allen serta Emma Adams yang sedang menggendong buah hatinya, Ryuji Lorenzo. Amora memberikan la
“Ada apa? Kamu masih saja cemburu dengan mantan istrimu?” goda Gino yang sejak tadi memperhatikan Regis di belakangnya. Malam ini pria itu memang menjadi groomsmen-nya alias pendamping mempelai pria. Regis hanya melayangkan tatapan tajamnya. Ia enggan menanggapinya. “Aku mengerti. Mantan memang sulit dilupakan. Apalagi mantan pertama. Rasanya aku ingin mencabik-cabiknya,” geram Gino yang dapat memahami perasaan Regis. Istrinya juga masih beberapa kali bertemu dengan mantan suaminya karena mantan suami istrinya itu ingin bertemu dengan Kimmy, putri mereka. “Apa mau aku membantumu?” tawar Regis dengan serius. Gino langsung meliriknya dengan syok. Tentu saja ia memahami maksud dari Regis. “Mengambil nyawanya bukan penyelesaian yang baik, Regis. Kalau Estelle dan Kimmy tahu aku yang sudah menghabisi ayah kandungnya, mau ditaruh di mana wajahku ini,” timpalnya. Regis mengulum senyumnya. “Dasar pengecut,” ledeknya. Gino mencebikkan bibirnya dengan malas. Ia mengedarkan pandangannya ke
“Ada apa, Amora?” tanya Estelle dan Biana secara serempak. Mereka tampak khawatir melihat kondisi Amora. Namun, Amora menggeleng pelan. “Tidak apa-apa. Sepertinya aku harus memompa asiku dulu deh. Tapi, aku tidak bawa alatnya lagi,” cicitnya. “Tenang saja. Aku bawa kok. Pakai punyaku dulu saja,” sahut Estelle sembari mengambil tas ransel yang berisi berbagai barang keperluan putra keduanya. Amora pun meminjam peralatan pompa asi dari sahabatnya, lalu bergegas menyelesaikan kegiatannya dan kembali melanjutkan persiapannya untuk acara malam ini. “Tolong kalian gunakan jari-jari ajaib kalian untuk menyulapnya menjadi ratu tercantik sejagat raya malam ini,” pinta Estelle kepada para penata rias dan penata busana pilihannya. “Serahkan saja kepada kami, Nyonya Moonstone!” sahut tim tersebut. *** Suara alunan piano memenuhi di sekitar lahan hijau yang telah didekorasi dengan sangat cantik. Pintu masuk menuju ke area resepsi acara juga telah dihiasi dengan aneka bunga segar berwarna put
“Apa? Pesta pernikahan?” Amora menatap Mark dengan syok, lalu memandang Biana dan Estelle yang sedang tersenyum sumringah padanya. “Sejak kapan kalian merencanakan semua ini, hm?” selidik Amora dengan sengit. “Maaf, Amora. Kami benar-benar tulus ingin memberikan kejutan. Tolong jangan marah,” cicit Estelle. “Benar, Amora. Aku juga terpaksa mengikuti rencana mereka. Tapi, percayalah kalau kami tidak pernah bermaksud buruk padamu,” timpal Biana dengan bersungguh-sungguh. “Ck, kalian benar-benar tidak setia kawan, huh?” Amora mengomeli kedua sahabatnya. Ia masih sangat kesal dibohongi dan dipermainkan seperti orang bodoh. “Tentu saja kami setia kawan, Amora. Kami ingin kamu bahagia,” cetus Estelle yang diikuti anggukan oleh Biana. “Sia-sia saja air mataku tadi,” sungut Amora dengan wajah ditekuk masam. Regis menghampiri istrinya tersebut, lalu menyeka sudut mata wanita itu yang masih berair. “Jangan marah lagi, Sayang. Maafkan aku. Aku bersedia menerima hukuman apa pun,” ucapnya.
Suara letusan konfeti mengagetkan Amora. Refleks, ia memejamkan matanya dan taburan potongan kertas warna-warni menghujani tubuhnya. “Surprise!” Seruan penuh semangat terdengar di telinganya. Ketika ia membuka matanya kembali, ia disuguhkan dengan kehadiran Regis yang telah berdiri di depan matanya. “Regis?” Amora menatap suaminya dengan kening yang berkerut. Pandangan Amora pun mengedar ke sekelilingnya. Ia tidak menemukan sosok yang mencurigakan di dalam ruangan itu. Justru ia malah dikagetkan dengan kehadiran beberapa orang yang dikenalnya. “Kalian ….” Amora memandang satu per satu sosok tersebut dengan bingung. Tatapannya terhenti pada Alicia yang berdiri di sampingnya. Gadis itu memegang konfeti yang diletuskannya tadi. Amora pun menginterogasinya. “Alicia, kenapa kamu bisa ada di sini? Apa maksud semua ini? Di mana wanita itu?" "Wanita?" Regis memandang Amora dengan bingung. "Tidak usah berpura-pura, Regis. Apa kamu menyembunyikannya?" selidik Amora. Ia telah mendorong d
Perasaan Amora terasa tidak karuan. Ucapan Alicia masih terngiang jelas di dalam benaknya. “Ini tidak mungkin. Tidak mungkin,” gumam Amora berulang kali.Seth melirik kaca spion mobil tengah untuk memantau kondisi nyonya mudanya tersebut. Ia tidak tahu menahu tentang hal yang terjadi. Tadi wanita itu hanya memintanya untuk segera mengantarkannya ke Mansion Blue Lake.Tadi Alicia berkata jika ia melihat Regis bertemu dengan seorang wanita saat ia dalam perjalanan menuju taman bermain dengan Rayden. Padahal sepengetahuannya, pria itu seharusnya berada dalam perjalanan ke Italia seperti yang dikatakannya kemarin kepadanya.Alicia berkata kepada Amora jika ia telah membuntuti Regis dan melihat keduanya masuk ke dalam Mansion Blue Lake. Tentu saja hal tersebut membuat Amora sangat terkejut. Ia tidak percaya jika Regis melakukan sesuatu yang mengkhianati cinta mereka.Namun, di satu sisi, Amora juga yakin kalau Alicia tidak mungkin membohonginya. ‘Apa mungkin Regis tidak jadi berangkat ke
“Bagaimana? Apa kamu bisa tenang membiarkan Emma membantumu mulai hari ini?” tanya Liliana meminta pendapat menantunya tersebut. Amora tertegun. Ia menatap Emma yang masih menunggu tanggapannya. “Tentu saja aku setuju,” sahutnya dengan mengulas senyuman lebar di bibirnya. Dibandingkan para pengasuh lain, Amora tentu saja akan lebih percaya dengan Emma. Dulu wanita paruh baya itu juga sering membantunya menjaga Rayden. “Tapi, apa Nyonya Adams tidak apa-apa? Aku tidak ingin terus-menerus merepotkan Anda. Apa Henry dan Hilde mengizinkannya?” tanya Amora dengan penuh selidik. Ia tidak ingin putra dan menantu Emma tidak menyetujui hal tersebut. Apalagi kondisi Emma yang pernah dirawat di rumah sakit dulu. “Tenang saja, Amora. Malah mereka memintaku untuk membantumu. Hilde malah lebih mendukungku,” terang Emma yang dapat memahami pemikiran Amora tersebut. “Nanti Tante akan sering-sering datang dan ikut membantu kok,” timpal Liliana yang mencoba meyakinkan menantunya itu. Amora tersen
“Selamat pagi Anak Mama. Bagaimana tidurnya semalam, hm?”Amora berceloteh sendiri dengan Ryuji yang sedang duduk di dalam box bayinya. Amora baru saja bangun saat mendengar suara bayi bertubuh gembul itu.“Anak Mama sudah bangun saja pagi begini. Siapa yang sudah menggantikan popokmu, hm? Papa?” tanya Amora ketika melihat putranya telah berganti pakaian.Ryuji hanya menanggapinya dengan senyuman lebar dan menendang kedua tangan dan kakinya berulang kali. Ia asyik memasukkan teether ke dalam mulutnya dan menggigit-gigitnya dengan gemas.Amora pun menggendong Ryuji keluar dari tempat tidurnya dan mengelilingi kamarnya untuk mencari keberadaan Regis.“Sayang,” panggil Amora. Namun, tidak ada yang menyahutnya.“Ke mana dia?” gumam Amora yang akhirnya kembali ke kamarnya. Ia baru menyadari jika koper yang dipersiapkannya semalam untuk Regis sudah tidak ada di tempatnya.“Dia sudah pergi?” terka Amora dengan terheran-heran.Tidak biasanya Regis pergi tanpa berpamitan padanya. Biasanya Regi