Manik mata Amora melirik Albert yang masih menunggu keputusannya untuk menentukan tujuannya. Namun, Amora masih mengajaknya bicara dan bertanya, “Tuan Parker, sebagai seorang lelaki, menurut Anda, apa alasan seorang lelaki marah-marah tanpa sebab?”Albert tertegun. Ia tampak ragu untuk menjawab dan bertanya, “Apa yang Anda maksud adalah Tuan Muda?” Amora berdeham canggung. “Apa … terlihat sejelas itu?" "Maafkan saya, Nyonya. Saya sudah berbicara lancang," timpal Albert yang khawatir nyonya mudanya itu akan tidak suka dengan sikap sok tahunya. "Lupakan saja, Tuan Parker. Saya hanya ingin bertanya ... apa Tuan Mudamu itu pernah marah tanpa alasan?” selidik Amora. Ia berpikir mungkin saja Albert yang sudah ikut lama dengan Regis akan lebih memahami pria itu.Albert tampak berpikir sejenak, lalu berkata, "Maaf, Nyonya. Saya tidak bisa menerka jalan pikiran beliau, tetapi menurut saya, kemarahan beliau selalu beralasan. Misal, kami gagal menjalankan tugas ataupun membuatnya marah karena
“Selamat datang, Nyonya.” Amora disambut oleh salah seorang pelayan restoran. Ia baru saja tiba di Restoran Blossom. Restoran khas Yunani itu cukup mendapat perhatian besar dari para pecinta kuliner dan selalu ramai di saat jam makan siang. Karena alasan itulah, Amora datang lebih awal agar bisa mendapatkan tempat yang nyaman. Kebetulan restoran tersebut tidak memiliki ruangan privat sehingga harus duduk di ruangan terbuka bersama para pengunjung lain. Pelayan restoran tersebut mengantarkan Amora ke salah satu meja dan memberikan buku menu kepadanya. “Maaf, apa saya bisa nanti saja baru memesannya? Saya sedang menunggu suami saya,” ucap Amora kepada pelayan tersebut. “Baik, Nyonya. Anda boleh memanggil saya jika sudah siap menentukan menu yang ingin dipesan.” Amora hanya memberikan anggukan kecil dan senyuman kepada pelayan tersebut, lalu pelayan itu meninggalkan mejanya. Amora mengeluarkan gawainya. Ia menghubungi kontak Xavier dan meminta pria itu untuk menjemput Rayden. Kebe
Permintaan yang diminta Noel bukanlah permintaan yang sulit bagi Amora, tetapi ia tidak tahu harus bagaimana menyetujui hal tersebut karena ia khawatir Regis tidak akan suka melihat kedatangan Noel. Namun, Amora juga masih merasa bersalah terhadap Noel yang telah mengira dirinya memblokir nomor kontaknya.“Ada apa? Apa kamu sedang menunggu seseorang?” tanya Noel ketika melihat kebingungan wanita itu. Sebenarnya sejak tadi Noel sudah mengamatinya cukup lama dari tempat duduknya yang hanya berjarak tiga meja darinya. Ketika melihat tidak ada yang menghampiri Amora, Noel pun meninggalkan mejanya dan mendekati wanita itu.Amora memberikan anggukan kecil. "Ya, tapi dia belum datang," jawabnya."Laki-laki?" selidik Noel dengan penuh rasa ingin tahu.Seulas senyuman tipis terbit di bibir Amora. Ia melirik gawainya di mana sudah lewat lima menit dari waktu janjian mereka. Padahal tadi Regis berkata akan tiba dalam waktu sepuluh menit, tetapi pria itu bahkan tidak terlihat batang hidungnya
Manik mata Regis menatap tajam layar gawainya. Ekspresi dinginnya itu seolah mampu membekukan seluruh daratan yang tengah dipijaknya. Mark hanya bisa meneguk salivanya tanpa berani mengatakan sepatah kata pun. Suasana hati atasannya itu berubah sangat buruk setelah mendapatkan pesan masuk beberapa waktu lalu. Padahal saat meninggalkan gedung perkantoran Royal Dragon, wajah tuan mudanya itu masih berseri-seri. Mark tidak tahu jika satu foto yang dikirimkan oleh Pedro yang telah mengubah ketenangan menjadi gemuruh badai! Sorot mata Regis masih tertuju pada foto seorang lelaki yang sangat dikenalnya—Noel Ritter sedang duduk bersama istrinya. Regis sungguh tidak menyangka Amora akan mengajak pria lain di acara makan siang yang sangat dinantikannya sejak tadi pagi. Genggaman tangan Regis pada gawainya semakin mengetat ketika melihat senyuman Amora yang ditujukan kepada Noel pada potret yang dikirimkan salah satu bawahannya. Rasa panas dari amarah telah menyebar di dalam dadanya hingga
“Kamu berubah, Amora.” Ucapan yang terlontar dari bibir Noel mengalihkan pandangan Amora dari layar gawainya. Sejak tadi wanita itu terus menunggu kabar dari Regis, tetapi tidak ada satu pun pesan masuk tentang suaminya itu. Kening Amora mengernyit ketika ia menatap Noel. “Berubah seperti apa maksudmu, Noel?” Sudut bibir Noel terangkat sempurna tatkala melihat kebingungan wanita di sampingnya itu. “Maksudku, kamu berubah jadi cantik, Amora,” goda pria itu. Amora berdeham canggung dan mengalihkan pandangannya dari pria itu sejenak. “Candaanmu garing banget, Noel,” timpalnya. “Aku serius. Sampai sekarang aku masih belum bisa lupa bagaimana cantiknya kamu di pesta kemarin-kemarin itu. Aku benar-benar pangling, Amora,” ucap Noel dengan sepasang netra yang terus menatap wanita itu dengan lekat. Amora tidak tahu harus memberikan reaksi seperti apa selain tersenyum tipis. "Sudah deh. Menggoda seperti ini sama sekali bukan gayamu, Noel," ledeknya. Noel terkekeh pelan. Ia juga merasa ane
“Siapa yang sudah berani membuat seorang Tuan Muda sepertimu marah? Apa dia tidak mengenal siapa kamu?” goda Noel seraya menepuk pelan lengan Regis. Amora menggigit bibirnya dengan gugup. Ingin rasanya ia membungkam mulut Noel karena tidak memahami situasi. Meskipun wajah Regis menampilkan senyuman tipis, tetapi Amora tahu jika sesungguhnya suaminya itu sedang berusaha menahan kemurkaannya. Amora merasa aneh dengan dirinya sendiri. Entah sejak kapan ia bisa memahami pikiran Regis hanya dengan melihat ekspresinya saja. Padahal pria itu tidak mengucapkan sepatah kata pun. Amora menduga jika kemarahan suaminya itu berkaitan dengan Noel. Namun, ia masih tidak dapat menerka hal apa yang ingin dilakukan Regis sebenarnya. “Tuan Muda Lorenzo, saya tidak menyangka kalau Anda dan Noel saling mengenal,” ucap Amora yang akhirnya memiliki kesempatan untuk berbicara. Amora berusaha menyamakan dirinya untuk melakukan sandiwara sesuai dengan halnya yang dilakukan Regis padanya, tetapi tindakanny
Noel menyambut jabatan tangan Laura dengan ramah ketika gadis itu mengajaknya bersalaman, lalu ia turut memperkenalkan dirinya. “Noel Ritter,” ucapnya.“Saya tahu tentang Anda, Tuan Muda Ritter,” celetuk Laura dengan tersenyum lebar.“Oh ya?” Noel tampak terkejut mendengar ucapan gadis yang baru ditemuinya hari ini.“Mungkin Anda tidak mengenali saya, tapi saya pernah menjadi salah satu volunteer bersama Anda pasca gempa di Peru empat tahun lalu,” cetus Laura.Saat itu Laura masih merupakan mahasiswi dan diminta menjadi salah satu perwakilan universitas dalam rangka memberikan hasil charity kepada para korban bencana gempa. Di saat itulah ia melihat sosok Noel yang begitu aktif dalam memberikan pengobatan kepada para korban tanpa mengenal lelah sedikit pun.Laura cukup mengaguminya, tetapi mereka tidak pernah berkenalan lebih jauh. Ia sungguh tidak menyangka jika pria itu adalah seorang Tuan Muda Ritt
"Uhuk! Uhuk!"Pertanyaan yang diajukan Laura membuat Amora tersedak seketika. Noel pun buru-buru mengambilkan minuman untuknya. Amora pun meneguknya perlahan-lahan."Terima kasih," cicit Amora seraya menghentikan Noel yang menepuk-nepuk pelan punggungnya.“Maaf, Nona Lysander. Saya tidak tahu kalau pertanyaan saya tadi sangat mengejutkan Anda,” ucap Laura dengan penuh sesal.Amora menggeleng pelan. “Tidak. Sa-saya yang tidak berhati-hati saja saat makan tadi,” cicitnya.Manik mata Amora melirik Regis yang terlihat acuh tak acuh seolah tidak peduli dengan hal yang terjadi padanya tadi. Hati Amora terasa perih. Padahal ia berharap suaminya itu setidaknya menaruh perhatian kecil padanya, tetapi ia sadar jika inilah sosok Regis Lorenzo yang sebenarnya.Tanpa sepengetahuan Amora, meskipun Regis terlihat sangat tenang, tetapi ketenangan pria itu bukanlah ketenangan biasa. Regis sedang berusaha keras untuk menunjukkan jika d
Satu per satu acara pun dimulai dan berakhir dengan lancar. Regis juga memperkenalkan kedua putranya yang menjadi kebanggaan keluarga Lorenzo di hadapan para tamunya. Kali ini Regis tidak melarang beberapa awak media terpercaya untuk meliput kedua buah hatinya itu. Namun, para bawahan Regis tetap memberikan batasan-batasan yang boleh dan tidak boleh dilakukan saat mengambil gambar. Akhirnya tiba saatnya sesi pelemparan buket bunga yang dilakukan oleh Amora sebagai mempelai wanita. Para gadis maupun pemuda lajang telah bersiap-siap untuk berebutan buket dari sang mempelai wanita.Biana juga telah bersiap di posisinya. Pada hitungan ketiga, buket bunga tersebut melayang di udara dan semua orang berlomba-lomba menggapainya. Buket bunga tersebut beralih dari satu tangan ke tangan yang lain hingga akhirnya seseorang berhasil merebutnya! Seketika suasana menjadi sangat hening, semua orang berdiri mematung untuk melihat sosok yang beruntung tersebut. Biana tampak kesal karena ia tidak b
Dalam balutan gaun pengantin berwarna putih gading dan tiara cantik yang menghiasi puncak kepalanya serta juntaian wedding veil yang menutupi sebagian wajahnya, Amora berjalan selangkah demi selangkah menuju ke arah suaminya, Regis Lorenzo. Wanita itu mengamit lengan Alejandro Volker selaku ayah kandungnya. Mereka berjalan berdampingan. Terlihat sosok sepasang malaikat kecil di depan mereka yang berpenampilan tampan dan imut. Mereka tidak lain adalah Rayden dan Kimmy. Keduanya berjalan bergandengan tangan sembari menebarkan kelopak bunga mawar yang menuntun langkah mempelai wanita menuju ke ujung aisle. Sementara itu, tiga orang bridesmaid berjalan di belakang Amora. Mereka adalah Estelle Mauverick, Biana Curtiz dan Alicia Lorenzo. Amora memandang ke sekelilingnya. Ia bertemu pandang dengan beberapa orang terdekatnya seperti Noel Ritter, Chris Walden, Bianca Lysander, Hilde Maven, Henry Allen serta Emma Adams yang sedang menggendong buah hatinya, Ryuji Lorenzo. Amora memberikan la
“Ada apa? Kamu masih saja cemburu dengan mantan istrimu?” goda Gino yang sejak tadi memperhatikan Regis di belakangnya. Malam ini pria itu memang menjadi groomsmen-nya alias pendamping mempelai pria. Regis hanya melayangkan tatapan tajamnya. Ia enggan menanggapinya. “Aku mengerti. Mantan memang sulit dilupakan. Apalagi mantan pertama. Rasanya aku ingin mencabik-cabiknya,” geram Gino yang dapat memahami perasaan Regis. Istrinya juga masih beberapa kali bertemu dengan mantan suaminya karena mantan suami istrinya itu ingin bertemu dengan Kimmy, putri mereka. “Apa mau aku membantumu?” tawar Regis dengan serius. Gino langsung meliriknya dengan syok. Tentu saja ia memahami maksud dari Regis. “Mengambil nyawanya bukan penyelesaian yang baik, Regis. Kalau Estelle dan Kimmy tahu aku yang sudah menghabisi ayah kandungnya, mau ditaruh di mana wajahku ini,” timpalnya. Regis mengulum senyumnya. “Dasar pengecut,” ledeknya. Gino mencebikkan bibirnya dengan malas. Ia mengedarkan pandangannya ke
“Ada apa, Amora?” tanya Estelle dan Biana secara serempak. Mereka tampak khawatir melihat kondisi Amora. Namun, Amora menggeleng pelan. “Tidak apa-apa. Sepertinya aku harus memompa asiku dulu deh. Tapi, aku tidak bawa alatnya lagi,” cicitnya. “Tenang saja. Aku bawa kok. Pakai punyaku dulu saja,” sahut Estelle sembari mengambil tas ransel yang berisi berbagai barang keperluan putra keduanya. Amora pun meminjam peralatan pompa asi dari sahabatnya, lalu bergegas menyelesaikan kegiatannya dan kembali melanjutkan persiapannya untuk acara malam ini. “Tolong kalian gunakan jari-jari ajaib kalian untuk menyulapnya menjadi ratu tercantik sejagat raya malam ini,” pinta Estelle kepada para penata rias dan penata busana pilihannya. “Serahkan saja kepada kami, Nyonya Moonstone!” sahut tim tersebut. *** Suara alunan piano memenuhi di sekitar lahan hijau yang telah didekorasi dengan sangat cantik. Pintu masuk menuju ke area resepsi acara juga telah dihiasi dengan aneka bunga segar berwarna put
“Apa? Pesta pernikahan?” Amora menatap Mark dengan syok, lalu memandang Biana dan Estelle yang sedang tersenyum sumringah padanya. “Sejak kapan kalian merencanakan semua ini, hm?” selidik Amora dengan sengit. “Maaf, Amora. Kami benar-benar tulus ingin memberikan kejutan. Tolong jangan marah,” cicit Estelle. “Benar, Amora. Aku juga terpaksa mengikuti rencana mereka. Tapi, percayalah kalau kami tidak pernah bermaksud buruk padamu,” timpal Biana dengan bersungguh-sungguh. “Ck, kalian benar-benar tidak setia kawan, huh?” Amora mengomeli kedua sahabatnya. Ia masih sangat kesal dibohongi dan dipermainkan seperti orang bodoh. “Tentu saja kami setia kawan, Amora. Kami ingin kamu bahagia,” cetus Estelle yang diikuti anggukan oleh Biana. “Sia-sia saja air mataku tadi,” sungut Amora dengan wajah ditekuk masam. Regis menghampiri istrinya tersebut, lalu menyeka sudut mata wanita itu yang masih berair. “Jangan marah lagi, Sayang. Maafkan aku. Aku bersedia menerima hukuman apa pun,” ucapnya.
Suara letusan konfeti mengagetkan Amora. Refleks, ia memejamkan matanya dan taburan potongan kertas warna-warni menghujani tubuhnya. “Surprise!” Seruan penuh semangat terdengar di telinganya. Ketika ia membuka matanya kembali, ia disuguhkan dengan kehadiran Regis yang telah berdiri di depan matanya. “Regis?” Amora menatap suaminya dengan kening yang berkerut. Pandangan Amora pun mengedar ke sekelilingnya. Ia tidak menemukan sosok yang mencurigakan di dalam ruangan itu. Justru ia malah dikagetkan dengan kehadiran beberapa orang yang dikenalnya. “Kalian ….” Amora memandang satu per satu sosok tersebut dengan bingung. Tatapannya terhenti pada Alicia yang berdiri di sampingnya. Gadis itu memegang konfeti yang diletuskannya tadi. Amora pun menginterogasinya. “Alicia, kenapa kamu bisa ada di sini? Apa maksud semua ini? Di mana wanita itu?" "Wanita?" Regis memandang Amora dengan bingung. "Tidak usah berpura-pura, Regis. Apa kamu menyembunyikannya?" selidik Amora. Ia telah mendorong d
Perasaan Amora terasa tidak karuan. Ucapan Alicia masih terngiang jelas di dalam benaknya. “Ini tidak mungkin. Tidak mungkin,” gumam Amora berulang kali.Seth melirik kaca spion mobil tengah untuk memantau kondisi nyonya mudanya tersebut. Ia tidak tahu menahu tentang hal yang terjadi. Tadi wanita itu hanya memintanya untuk segera mengantarkannya ke Mansion Blue Lake.Tadi Alicia berkata jika ia melihat Regis bertemu dengan seorang wanita saat ia dalam perjalanan menuju taman bermain dengan Rayden. Padahal sepengetahuannya, pria itu seharusnya berada dalam perjalanan ke Italia seperti yang dikatakannya kemarin kepadanya.Alicia berkata kepada Amora jika ia telah membuntuti Regis dan melihat keduanya masuk ke dalam Mansion Blue Lake. Tentu saja hal tersebut membuat Amora sangat terkejut. Ia tidak percaya jika Regis melakukan sesuatu yang mengkhianati cinta mereka.Namun, di satu sisi, Amora juga yakin kalau Alicia tidak mungkin membohonginya. ‘Apa mungkin Regis tidak jadi berangkat ke
“Bagaimana? Apa kamu bisa tenang membiarkan Emma membantumu mulai hari ini?” tanya Liliana meminta pendapat menantunya tersebut. Amora tertegun. Ia menatap Emma yang masih menunggu tanggapannya. “Tentu saja aku setuju,” sahutnya dengan mengulas senyuman lebar di bibirnya. Dibandingkan para pengasuh lain, Amora tentu saja akan lebih percaya dengan Emma. Dulu wanita paruh baya itu juga sering membantunya menjaga Rayden. “Tapi, apa Nyonya Adams tidak apa-apa? Aku tidak ingin terus-menerus merepotkan Anda. Apa Henry dan Hilde mengizinkannya?” tanya Amora dengan penuh selidik. Ia tidak ingin putra dan menantu Emma tidak menyetujui hal tersebut. Apalagi kondisi Emma yang pernah dirawat di rumah sakit dulu. “Tenang saja, Amora. Malah mereka memintaku untuk membantumu. Hilde malah lebih mendukungku,” terang Emma yang dapat memahami pemikiran Amora tersebut. “Nanti Tante akan sering-sering datang dan ikut membantu kok,” timpal Liliana yang mencoba meyakinkan menantunya itu. Amora tersen
“Selamat pagi Anak Mama. Bagaimana tidurnya semalam, hm?”Amora berceloteh sendiri dengan Ryuji yang sedang duduk di dalam box bayinya. Amora baru saja bangun saat mendengar suara bayi bertubuh gembul itu.“Anak Mama sudah bangun saja pagi begini. Siapa yang sudah menggantikan popokmu, hm? Papa?” tanya Amora ketika melihat putranya telah berganti pakaian.Ryuji hanya menanggapinya dengan senyuman lebar dan menendang kedua tangan dan kakinya berulang kali. Ia asyik memasukkan teether ke dalam mulutnya dan menggigit-gigitnya dengan gemas.Amora pun menggendong Ryuji keluar dari tempat tidurnya dan mengelilingi kamarnya untuk mencari keberadaan Regis.“Sayang,” panggil Amora. Namun, tidak ada yang menyahutnya.“Ke mana dia?” gumam Amora yang akhirnya kembali ke kamarnya. Ia baru menyadari jika koper yang dipersiapkannya semalam untuk Regis sudah tidak ada di tempatnya.“Dia sudah pergi?” terka Amora dengan terheran-heran.Tidak biasanya Regis pergi tanpa berpamitan padanya. Biasanya Regi