Telunjuk lentik Amora bergerak menyusuri lekuk bibir Regis dan sekali lagi tindakannya itu telah menstimulus gairah yang semakin bergelora hebat di dalam diri Regis."Kamu ... pasti sudah tidak tahan ingin menyentuhku, bukan?" goda Amora yang tersenyum melihat kegugupan Regis saat memandang dirinya.Sebelum Regis sempat memberikan tanggapan, bibir Amora telah memagut pelan bibirnya. Sepasang netra Regis sempat terbelalak syok, tetapi perlahan manik matanya menyipit dan menatap Amora dengan tatapan teduh yang dipenuhi hasrat liar yang ingin segera dituntaskan. Amora tampak kesal karena Regis tidak membalas ciumannya sehingga ia merasa sedang bercumbu dengan sebuah patung. Dengan sengaja ia menggigit bibir bawah pria itu sehingga memberikan akses bagi dirinya untuk melakukan cumbuan yang lebih panas dan lebih liar.Sudut bibir Regis terangkat sempurna. Tentu saja ia merasa sangat senang karena wanita itu sedang berusaha memuaskan dirinya yang memang sangat menantikan momen langka yang
Matahari telah bersinar cerah di luar kediaman Regis. Cahaya yang menyusup masuk ke dalam kamar yang ditempati Amora membuat wanita itu perlahan-lahan terjaga. “Ternyata sudah pagi,” gumam Amora seraya mengangkat tangannya untuk menghalangi cahaya menyilaukan yang menerpa matanya."Kenapa aku bisa di kamar?" gumam Amora yang meringis tatkala rasa sakit di dalam kepalanya menderanya.Sekelebat ingatan mengenai acara permainan konyol yang dilakukannya bersama Estelle dan yang lainnya terlintas di dalam kepalanya. Kini ia menyesal telah minum terlalu banyak sehingga membuat kondisi tubuhnya terasa luluh lantak. “Ini semua gara-gara Estelle,” gerutunya. Amora berusaha bangkit dari ranjangnya, tetapi rasa sakit di dalam kepalanya menghentikan gerakannya. “Astaga! Apa yang terjadi?” Amora terkesiap ketika melihat kondisi kamarnya yang sangat berantakan. Lebih kagetnya lagi ketika ia menemukan dirinya dalam keadaan tak berbusana! “A-aku … semalam aku ….” Amora berusaha mencari ingatann
Amora terkesiap. Tiba-tiba saja kilasan ingatan akan sikapnya semalam yang telah memperlakukan Regis dengan semena-mena muncul di dalam benaknya. Amora menggigit bibir bawahnya. Ia tidak menyangka akan memiliki keberanian menekan-nekan pelipis pria itu dengan telunjuknya. “Jadi karena itu kamu marah sama aku?” tanya Amora seraya menatap Regis dengan khawatir. Ia melirik bibir Regis yang tampak sedikit membengkak karena gigitannya semalam. Amora menjulurkan tangannya dan menyentuh pelan bibir suaminya itu. “Maaf, aku tidak bermaksud menggigitmu juga. Apa masih sakit?”Regis tidak menjawab dan hanya berjalan meninggalkan ruangan walk-in closet ketika Amora bermaksud mengambilkan obat untuk mengolesi bibirnya.Setelah mengambil obat oles untuk luka luar, Amora buru-buru mengikuti langkah Regis dan berkata, “Regis, kamu tahu kan kalau aku lagi mabuk? Masa kamu menganggap hal seperti itu dengan serius?” Regis masih tidak memberikan tanggapan. Pria itu mengenakan jasnya dan berjalan kel
“Pesanan 210!” Seorang karyawan kafe memanggil nomor pesanan dari pelanggannya berulang kali, tetapi tidak ada yang datang untuk mengambil pesanan kopi yang telah dibuat. “Nona, bukankah itu pesanan Anda?” Seorang lelaki yang berdiri mengantri di samping Biana membuat gadis itu tersentak. Biana langsung memandang struk di tangannya yang tertera nomor antrian yang sama dengan yang dipanggil oleh karyawan kafe tersebut. "Ah, ya ampun! Terima kasih, Tuan," ucap gadis itu, lalu ia pun buru-buru mengambil pesanan tersebut dengan wajah tersipu malu karena dirinya langsung menjadi pusat perhatian oleh para pengunjung kafe. Gadis itu memang sedang melamun tanpa ia sadari sehingga tidak mendengar nomor pesanannya telah dipanggil sejak tadi. “Maafkan saya,” ucap Biana kepada sang karyawan kafe, lalu ia buru-buru meninggalkan antrian pengambilan minuman. Wajah Biana terlihat sangat lelah siang ini. Ia masih mengalami hangover akibat minum-minum semalam. Akhirnya ia memutuskan untuk menca
“Mana mungkin, Tuan Carter." Biana tidak dapat menerima pernyataan pria itu."Jelas-jelas kita berdua dalam keadaan seperti itu, apa mungkin seorang gadis dan lelaki lajang di dalam ruangan seperti kita tidak melakukan apa pun?” desis Biana berbisik pelan dengan sepasang netra yang mengedar dengan gelisah karena tidak ingin ada yang menguping pembicaraan mereka."Apa menurut Anda, ada sesuatu yang berubah dari diri Anda?" tanya Mark memastikan keadaan gadis tersebut.Biana tertegun. Sebelumnya ia memang tidak pernah bercinta dengan siapa pun dan tidak tahu seperti apa rasanya usai bercinta. Selain seluruh tubuhnya yang terasa pegal dan kepala yang terasa sakit, ia tidak menemukan adanya keanehan pada tubuhnya.Saat terjaga tadi, Biana juga buru-buru keluar dari kamar karena tidak ingin memperlihatkan kondisinya yang memalukan kepada pria itu.“Sepertinya Anda memang tidak tahu apa-apa," gumam Mark seraya tersenyum sinis.Biana mencebikkan bibirnya dengan malas. "Memangnya apa yang mem
"A-anda bercanda kan, Tuan Carter?" Biana sempat meragukan ucapan Mark, tetapi melihat ekspresi datar di wajah pria itu, ia menyadari jika pria itu memang tidak sedang berbohong padanya. "Maaf, silakan lanjutkan," cicit Biana yang kembali menata ekspresiya dan mendengarkan Mark dengan serius. Akhirnya Mark kembali melanjutkan ceritanya. "Saya hanya dibesarkan dari tangan seorang ibu yang hebat. Saya tidak pernah tahu seperti apa sosok ayah kandung saya hingga saya berumur delapan belas tahun." Mark pun berkata jika dia melakukan penyelidikan terkait sang ayah dan menemukan bahwa pria itu ternyata merupakan seorang pejabat tinggi yang sering melakukan tindakan semena-mena dengan mengambil kesucian dari para wanita yang menarik minatnya. Ketika mereka bertemu kembali dan Mark meminta pertanggungjawaban pria itu terhadap ibunya, pria itu malah menghinanya dan menganggap dirinya sebagai kotoran yang ingin mengambil keuntungan darinya. Bahkan pria itu menghina ibunya yang telah diambil
Hari telah berganti. Pagi ini Amora kembali disibukkan dengan rutinitas hariannya. Ia harus mengantarkan Rayden ke sekolah. “Ayo, Ray. Apa masih ada yang ketinggalan?” tanya Amora kepada putranya yang bangun kesiangan hari ini. Kemarin Rayden menghabiskan seluruh waktunya di taman bermain bersama Kimmy dan pasangan suami istri Moonstone. Awalnya putra Amora tersebut tidak ingin pergi, tetapi Kimmy terus memaksanya dan kedua orang tua anak perempuan itu juga membujuknya untuk ikut bersama mereka. Akhirnya Rayden terpaksa pergi dan ia malah bermain hingga lupa waktu bersama Kimmy. Mereka melakukan sebagian besar wahana permainan yang ada di taman bermain tersebut. Rayden baru pulang ketika senja berakhir. Ia benar-benar lelah sehingga terlambat bangun pagi ini meskipun ibunya telah membangunkannya. Amora sendiri juga hampir terlambat. Semalam ia bahkan tertidur di ruang tamu saat ia berniat untuk menunggu kepulangan Regis. Namun, siapa yang menyangka jika ternyata Regis tidak pulan
Manik mata Amora melirik Albert yang masih menunggu keputusannya untuk menentukan tujuannya. Namun, Amora masih mengajaknya bicara dan bertanya, “Tuan Parker, sebagai seorang lelaki, menurut Anda, apa alasan seorang lelaki marah-marah tanpa sebab?”Albert tertegun. Ia tampak ragu untuk menjawab dan bertanya, “Apa yang Anda maksud adalah Tuan Muda?” Amora berdeham canggung. “Apa … terlihat sejelas itu?" "Maafkan saya, Nyonya. Saya sudah berbicara lancang," timpal Albert yang khawatir nyonya mudanya itu akan tidak suka dengan sikap sok tahunya. "Lupakan saja, Tuan Parker. Saya hanya ingin bertanya ... apa Tuan Mudamu itu pernah marah tanpa alasan?” selidik Amora. Ia berpikir mungkin saja Albert yang sudah ikut lama dengan Regis akan lebih memahami pria itu.Albert tampak berpikir sejenak, lalu berkata, "Maaf, Nyonya. Saya tidak bisa menerka jalan pikiran beliau, tetapi menurut saya, kemarahan beliau selalu beralasan. Misal, kami gagal menjalankan tugas ataupun membuatnya marah karena
Satu per satu acara pun dimulai dan berakhir dengan lancar. Regis juga memperkenalkan kedua putranya yang menjadi kebanggaan keluarga Lorenzo di hadapan para tamunya. Kali ini Regis tidak melarang beberapa awak media terpercaya untuk meliput kedua buah hatinya itu. Namun, para bawahan Regis tetap memberikan batasan-batasan yang boleh dan tidak boleh dilakukan saat mengambil gambar. Akhirnya tiba saatnya sesi pelemparan buket bunga yang dilakukan oleh Amora sebagai mempelai wanita. Para gadis maupun pemuda lajang telah bersiap-siap untuk berebutan buket dari sang mempelai wanita.Biana juga telah bersiap di posisinya. Pada hitungan ketiga, buket bunga tersebut melayang di udara dan semua orang berlomba-lomba menggapainya. Buket bunga tersebut beralih dari satu tangan ke tangan yang lain hingga akhirnya seseorang berhasil merebutnya! Seketika suasana menjadi sangat hening, semua orang berdiri mematung untuk melihat sosok yang beruntung tersebut. Biana tampak kesal karena ia tidak b
Dalam balutan gaun pengantin berwarna putih gading dan tiara cantik yang menghiasi puncak kepalanya serta juntaian wedding veil yang menutupi sebagian wajahnya, Amora berjalan selangkah demi selangkah menuju ke arah suaminya, Regis Lorenzo. Wanita itu mengamit lengan Alejandro Volker selaku ayah kandungnya. Mereka berjalan berdampingan. Terlihat sosok sepasang malaikat kecil di depan mereka yang berpenampilan tampan dan imut. Mereka tidak lain adalah Rayden dan Kimmy. Keduanya berjalan bergandengan tangan sembari menebarkan kelopak bunga mawar yang menuntun langkah mempelai wanita menuju ke ujung aisle. Sementara itu, tiga orang bridesmaid berjalan di belakang Amora. Mereka adalah Estelle Mauverick, Biana Curtiz dan Alicia Lorenzo. Amora memandang ke sekelilingnya. Ia bertemu pandang dengan beberapa orang terdekatnya seperti Noel Ritter, Chris Walden, Bianca Lysander, Hilde Maven, Henry Allen serta Emma Adams yang sedang menggendong buah hatinya, Ryuji Lorenzo. Amora memberikan la
“Ada apa? Kamu masih saja cemburu dengan mantan istrimu?” goda Gino yang sejak tadi memperhatikan Regis di belakangnya. Malam ini pria itu memang menjadi groomsmen-nya alias pendamping mempelai pria. Regis hanya melayangkan tatapan tajamnya. Ia enggan menanggapinya. “Aku mengerti. Mantan memang sulit dilupakan. Apalagi mantan pertama. Rasanya aku ingin mencabik-cabiknya,” geram Gino yang dapat memahami perasaan Regis. Istrinya juga masih beberapa kali bertemu dengan mantan suaminya karena mantan suami istrinya itu ingin bertemu dengan Kimmy, putri mereka. “Apa mau aku membantumu?” tawar Regis dengan serius. Gino langsung meliriknya dengan syok. Tentu saja ia memahami maksud dari Regis. “Mengambil nyawanya bukan penyelesaian yang baik, Regis. Kalau Estelle dan Kimmy tahu aku yang sudah menghabisi ayah kandungnya, mau ditaruh di mana wajahku ini,” timpalnya. Regis mengulum senyumnya. “Dasar pengecut,” ledeknya. Gino mencebikkan bibirnya dengan malas. Ia mengedarkan pandangannya ke
“Ada apa, Amora?” tanya Estelle dan Biana secara serempak. Mereka tampak khawatir melihat kondisi Amora. Namun, Amora menggeleng pelan. “Tidak apa-apa. Sepertinya aku harus memompa asiku dulu deh. Tapi, aku tidak bawa alatnya lagi,” cicitnya. “Tenang saja. Aku bawa kok. Pakai punyaku dulu saja,” sahut Estelle sembari mengambil tas ransel yang berisi berbagai barang keperluan putra keduanya. Amora pun meminjam peralatan pompa asi dari sahabatnya, lalu bergegas menyelesaikan kegiatannya dan kembali melanjutkan persiapannya untuk acara malam ini. “Tolong kalian gunakan jari-jari ajaib kalian untuk menyulapnya menjadi ratu tercantik sejagat raya malam ini,” pinta Estelle kepada para penata rias dan penata busana pilihannya. “Serahkan saja kepada kami, Nyonya Moonstone!” sahut tim tersebut. *** Suara alunan piano memenuhi di sekitar lahan hijau yang telah didekorasi dengan sangat cantik. Pintu masuk menuju ke area resepsi acara juga telah dihiasi dengan aneka bunga segar berwarna put
“Apa? Pesta pernikahan?” Amora menatap Mark dengan syok, lalu memandang Biana dan Estelle yang sedang tersenyum sumringah padanya. “Sejak kapan kalian merencanakan semua ini, hm?” selidik Amora dengan sengit. “Maaf, Amora. Kami benar-benar tulus ingin memberikan kejutan. Tolong jangan marah,” cicit Estelle. “Benar, Amora. Aku juga terpaksa mengikuti rencana mereka. Tapi, percayalah kalau kami tidak pernah bermaksud buruk padamu,” timpal Biana dengan bersungguh-sungguh. “Ck, kalian benar-benar tidak setia kawan, huh?” Amora mengomeli kedua sahabatnya. Ia masih sangat kesal dibohongi dan dipermainkan seperti orang bodoh. “Tentu saja kami setia kawan, Amora. Kami ingin kamu bahagia,” cetus Estelle yang diikuti anggukan oleh Biana. “Sia-sia saja air mataku tadi,” sungut Amora dengan wajah ditekuk masam. Regis menghampiri istrinya tersebut, lalu menyeka sudut mata wanita itu yang masih berair. “Jangan marah lagi, Sayang. Maafkan aku. Aku bersedia menerima hukuman apa pun,” ucapnya.
Suara letusan konfeti mengagetkan Amora. Refleks, ia memejamkan matanya dan taburan potongan kertas warna-warni menghujani tubuhnya. “Surprise!” Seruan penuh semangat terdengar di telinganya. Ketika ia membuka matanya kembali, ia disuguhkan dengan kehadiran Regis yang telah berdiri di depan matanya. “Regis?” Amora menatap suaminya dengan kening yang berkerut. Pandangan Amora pun mengedar ke sekelilingnya. Ia tidak menemukan sosok yang mencurigakan di dalam ruangan itu. Justru ia malah dikagetkan dengan kehadiran beberapa orang yang dikenalnya. “Kalian ….” Amora memandang satu per satu sosok tersebut dengan bingung. Tatapannya terhenti pada Alicia yang berdiri di sampingnya. Gadis itu memegang konfeti yang diletuskannya tadi. Amora pun menginterogasinya. “Alicia, kenapa kamu bisa ada di sini? Apa maksud semua ini? Di mana wanita itu?" "Wanita?" Regis memandang Amora dengan bingung. "Tidak usah berpura-pura, Regis. Apa kamu menyembunyikannya?" selidik Amora. Ia telah mendorong d
Perasaan Amora terasa tidak karuan. Ucapan Alicia masih terngiang jelas di dalam benaknya. “Ini tidak mungkin. Tidak mungkin,” gumam Amora berulang kali.Seth melirik kaca spion mobil tengah untuk memantau kondisi nyonya mudanya tersebut. Ia tidak tahu menahu tentang hal yang terjadi. Tadi wanita itu hanya memintanya untuk segera mengantarkannya ke Mansion Blue Lake.Tadi Alicia berkata jika ia melihat Regis bertemu dengan seorang wanita saat ia dalam perjalanan menuju taman bermain dengan Rayden. Padahal sepengetahuannya, pria itu seharusnya berada dalam perjalanan ke Italia seperti yang dikatakannya kemarin kepadanya.Alicia berkata kepada Amora jika ia telah membuntuti Regis dan melihat keduanya masuk ke dalam Mansion Blue Lake. Tentu saja hal tersebut membuat Amora sangat terkejut. Ia tidak percaya jika Regis melakukan sesuatu yang mengkhianati cinta mereka.Namun, di satu sisi, Amora juga yakin kalau Alicia tidak mungkin membohonginya. ‘Apa mungkin Regis tidak jadi berangkat ke
“Bagaimana? Apa kamu bisa tenang membiarkan Emma membantumu mulai hari ini?” tanya Liliana meminta pendapat menantunya tersebut. Amora tertegun. Ia menatap Emma yang masih menunggu tanggapannya. “Tentu saja aku setuju,” sahutnya dengan mengulas senyuman lebar di bibirnya. Dibandingkan para pengasuh lain, Amora tentu saja akan lebih percaya dengan Emma. Dulu wanita paruh baya itu juga sering membantunya menjaga Rayden. “Tapi, apa Nyonya Adams tidak apa-apa? Aku tidak ingin terus-menerus merepotkan Anda. Apa Henry dan Hilde mengizinkannya?” tanya Amora dengan penuh selidik. Ia tidak ingin putra dan menantu Emma tidak menyetujui hal tersebut. Apalagi kondisi Emma yang pernah dirawat di rumah sakit dulu. “Tenang saja, Amora. Malah mereka memintaku untuk membantumu. Hilde malah lebih mendukungku,” terang Emma yang dapat memahami pemikiran Amora tersebut. “Nanti Tante akan sering-sering datang dan ikut membantu kok,” timpal Liliana yang mencoba meyakinkan menantunya itu. Amora tersen
“Selamat pagi Anak Mama. Bagaimana tidurnya semalam, hm?”Amora berceloteh sendiri dengan Ryuji yang sedang duduk di dalam box bayinya. Amora baru saja bangun saat mendengar suara bayi bertubuh gembul itu.“Anak Mama sudah bangun saja pagi begini. Siapa yang sudah menggantikan popokmu, hm? Papa?” tanya Amora ketika melihat putranya telah berganti pakaian.Ryuji hanya menanggapinya dengan senyuman lebar dan menendang kedua tangan dan kakinya berulang kali. Ia asyik memasukkan teether ke dalam mulutnya dan menggigit-gigitnya dengan gemas.Amora pun menggendong Ryuji keluar dari tempat tidurnya dan mengelilingi kamarnya untuk mencari keberadaan Regis.“Sayang,” panggil Amora. Namun, tidak ada yang menyahutnya.“Ke mana dia?” gumam Amora yang akhirnya kembali ke kamarnya. Ia baru menyadari jika koper yang dipersiapkannya semalam untuk Regis sudah tidak ada di tempatnya.“Dia sudah pergi?” terka Amora dengan terheran-heran.Tidak biasanya Regis pergi tanpa berpamitan padanya. Biasanya Regi