"Selamat ya, Nona Harrison. Semoga pernikahan Anda dengan Tuan Muda Rowan segera dilaksanakan."Ucapan selamat dari para tamu undangan terus bergulir ketika Chelsea memasuki ruangan ballroom. Ia terus memasang senyuman lebar dan mengucapkan terima kasih sembari mengedarkan pandangannya ke sekitar ruangan.Chelsea merasa sangat bahagia. Hari ini adalah hari istimewa yang akan mengubah seluruh kehidupannya.Setelah dirinya diakui sebagai tunangan dari putra keluarga Rowan, statusnya akan menjadi setingkat lebih baik dan semua orang akan memperlakukannya dengan lebih segan lagi. "Apa kamu melihatnya, Glo?" bisik Chelsea kepada sahabat baiknya, Gloria Barclay yang sedang berjalan do sampingnya. Masih dengan tetap mempertahankan senyumnya, Chelsea melambaikan tangannya kepada beberapa tamu yang menyapanya.“Itu dia ada di sana, Chelsea," jawab Gloria setelah menemukan sosok yang dicari mereka sejak tadi.Sebelumnya keduanya sedang berada di ruang tunggu acara sambil berfoto ria bersama de
Bola mata hazel Amora terbelalak lebar. Ia menatap Noel yang sedang tersenyum manis padanya. Ingin rasanya ia menampik semuanya, tetapi jika ia melakukannya, bukan hanya Estelle dicap sebagai pembohong, tetapi juga Noel. Pandangan Amora mengitari sekelilingnya. Ia sangat khawatir akan ada awak media yang mengambil potretnya bersama Noel saat ini. Namun, ia terpaksa harus mempertahankan sandirawaranya dengan Noel. Mendengar pengakuan secara langsung dari Noel, Gloria merasa seperti orang bodoh berada di dalam ruangan itu. Padahal ketika orang tuanya memperkenalkan seorang calon suami yang berkompeten dan rupawan seperti Noel, hati Gloria sudah terpaut lebih dulu kepada pria itu dan sangat menantikan pertemuan mereka hari ini. Akan tetapi, wanita itu tidak pernah menyangka sinar harapannya langsung padam sebelum ia memulainya. “Kenapa Anda masih mengikuti perjodohan ini kalau memang sudah memiliki kekasih?” tanya Gloria dengan nada suara yang terdengar bergetar. “Maafkan saya, Nona
“Estelle.” Seruan seorang pria mengalihkan perhatian Amora dan Estelle. Terlihat sosok seorang pria bersurai ombak dengan ombre biru yang membuatnya terlihat modis datang menghampiri mereka. Kening Amora mengernyit. Ia cukup takjub dengan sosok pria yang memasang senyuman cemerlang tersebut. Penampilan pria itu sangat mencolok di antara pria lainnya karena mengenakan setelan jas berwarna perak. “Gino,” sahut Estelle dengan gembira. Ia langsung memeluk pria itu dan dibalas dengan kecupan ringan oleh pria itu. “Dia … suamimu?” tanya Amora yang hampir tak percaya jika selera Estelle terhadap seorang pria sangat ‘istimewa’. “Benar.” Estelle langsung memperkenalkan suaminya kepada Amora. “Senang bertemu dengan Anda, Tuan Muda Moonstone,” sahut Amora seraya menjabat tangan Gino yang telah terulur padanya. “Saya juga senang bisa bertemu Anda. Estelle banyak sekali bercerita tentang Anda kepada saya,” timpal pria itu dengan ramah. Amora merasa penilaian Estelle mengenai pria itu benar-
“Apa tidak ada cara menerobosnya, Mark?” Suara tegas dan dingin yang terlontar dari bibir Regis membuat degup jantung sang asisten menjadi tidak karuan. Saat ini di depan mereka sedang terjadi kemacetan yang cukup panjang karena ada sebuah truk yang melanggar lalu lintas dengan melintas di jalur yang tidak seharusnya dan berakhir mogok dengan posisi melintang di tengah jalan. Suara klakson dari beberapa mobil termasuk mobil yang dikemudikan Mark turut mericuhkan suasana jalan tersebut. “Maaf, Tuan Muda. Saya rasa sulit,” jawab Mark. Kondisi kendaraan mereka saat ini berada di jalur tengah yang terhimpit di antara dua jalur yang telah dipenuhi kendaraan. Regis tidak menjawab. Wajah Mark terlihat sangat bingung. Dia dan tuan mudanya—Regis Lorenzo baru saja kembali ke New York tiga puluh menit yang lalu setelah menjalankan serangkaian pekerjaan tanpa henti yang menguras tenaga dan pikiran mereka selama sehari semalam. Demi dapat bertemu secepatnya dengan Amora, Regis mempercepat se
“Sebutkan saja berapa atau kalau perlu saya akan meninggalkan kartu identitas saya sebagai jaminan,” ujar Mark yang masih mencoba membujuk gadis itu. Sebenarnya Mark bisa saja meminjam dari pengendara lain, tetapi ia merasa meminjam dari seseorang yang dikenalnya, ia merasa lebih tenang. Biana tidak menjawab dan berpura-pura tidak mendengar permintaan pria itu. Ia memalingkan wajahnya dengan acuh tak acuh. Ia telah menyalakan mesin motornya dan hendak meninggalkan pria itu. Namun, sebelum niatnya terealisasikan, Mark buru-buru berkata, “Ini menyangkut sahabat baik Anda juga."Gadis itu pun menoleh dengan panik. “Apa yang terjadi pada Amora?” “Ceritanya panjang. Sekarang saya perlu menyusul atasan saya ke sana,” jawab Mark yang meminta Biana untuk turun dari motornya dan menyerahkan beberapa lembar uang ke tangan gadis itu. Biana masih bergeming. Ia merasa ragu dengan alasan singkat yang diberikan Mark dan berpikir pria itu masih membohonginya. ‘Huh! Dia pikir aku akan tertipu lagi
Amora menoleh dan mendapati Noel yang telah berdiri di depannya. “Kamu mau ke mana, Amora?” tanya pria itu. Sudut bibir Amora terangkat canggung. Ekor matanya melirik Chris yang terlihat ragu mendekatinya karena Noel telah menghampirinya lebih dulu. “A-aku tadi … mau mencarimu,” jawab Amora yang terpaksa berbohong. Ia merutuki dirinya yang harus bertemu dan berurusan dengan dua hal serumit ini. ‘Sebenarnya hari apa ini?’ gerutu Amora di dalam hati. Diam-diam ia mengembuskan napasnya dengan kasar. “Amora?” Noel memanggilnya kembali. Pria itu memandangnya dengan bingung. “Ya?” Amora mengangkat wajahnya dan kembali menatap pria itu. Ia sangat terkejut ketika melihat Noel yang sudah mengulurkan tangan kepadanya. “Apa kamu mau berdansa denganku, Amora?” tanya Noel yang membuat Amora tercengang. “No-Noel, aku … aku tidak terlalu pandai berdansa,” ucap Amora yang mencoba menolak dengan halus. “Tidak usah merendah begitu. Aku tahu kamu pandai berdansa. Kamu lupa kalau kita dul
“Lihatlah … kamu begitu pintar berdansa. Tadi siapa yang bilang tidak bisa, hm?”Noel tersenyum menggoda Amora yang saat ini berada dalam tuntunan langkahnya dalam berdansa. Gerakan kaki mereka begitu selaras dengan irama denting piano yang mengalun lembut.“Kan sudah lama sekali aku tidak melakukannya. Wajar kalau aku tidak yakin tadi,” cicit Amora berdalih.Seulas senyuman tak hentinya terukir di bibir Noel. Dari sudut matanya yang lain, ia bisa melihat kekaguman orang-orang terhadap dirinya, tetapi ia tidak terlalu menghiraukan tanggapan mereka. Saat ini sepasang iris matanya hanya ada sosok wanita pujaan yang telah menawan hatinya sejak lama. Jarak yang begitu dekat dengan tangan yang saling bersentuhan membuat degup jantung Noel berpacu cepat.Namun, pria itu berusaha untuk menikmati momen langka tersebut dengan tetap bersikap tenang, sedangkan Amora terlihat cukup gugup.Wanita itu hanya sesekali membalas tatapannya dan membalas senyumannya dengan kikuk, lalu kembali menundukka
“Tenang saja, Nyonya. Semua sudah teratasi dengan baik.” Pria plontos berperawakan tinggi dan besar dengan wajah yang diliputi seringai sinis sedang menghubungi seseorang melalui gawainya. Netra sipitnya memantau sosok wanita muda yang sedang terbaring di dalam mobil box miliknya. Saat ini pria itu sedang berdiri di lahan pakiran basement yang sangat sepi karena parkiran tersebut hanya dipergunakan untuk kendaraan-kendaraan khusus barang saja. “Jangan khawatir, Nyonya. Setidaknya wanita ini akan tertidur selama dua atau tiga jam lebih,” ucap pria berkepala botak itu lagi. Tentu saja wanita yang dimaksud pria itu adalah Amora Lysander. Istri Regis Lorenzo tersebut telah terlelap karena obat bius yang dihirupnya saat pria itu membekapnya tadi. Pria tersebut adalah orang bayaran Julia Brown. Demi memperlancar proses pertunangan Chelsea dengan putra keluarga Rowan, Julia meminta seseorang kenalannya untuk menyekap Amora untuk sementara waktu hingga acara selesai. Setelah membius A
Satu per satu acara pun dimulai dan berakhir dengan lancar. Regis juga memperkenalkan kedua putranya yang menjadi kebanggaan keluarga Lorenzo di hadapan para tamunya. Kali ini Regis tidak melarang beberapa awak media terpercaya untuk meliput kedua buah hatinya itu. Namun, para bawahan Regis tetap memberikan batasan-batasan yang boleh dan tidak boleh dilakukan saat mengambil gambar. Akhirnya tiba saatnya sesi pelemparan buket bunga yang dilakukan oleh Amora sebagai mempelai wanita. Para gadis maupun pemuda lajang telah bersiap-siap untuk berebutan buket dari sang mempelai wanita.Biana juga telah bersiap di posisinya. Pada hitungan ketiga, buket bunga tersebut melayang di udara dan semua orang berlomba-lomba menggapainya. Buket bunga tersebut beralih dari satu tangan ke tangan yang lain hingga akhirnya seseorang berhasil merebutnya! Seketika suasana menjadi sangat hening, semua orang berdiri mematung untuk melihat sosok yang beruntung tersebut. Biana tampak kesal karena ia tidak b
Dalam balutan gaun pengantin berwarna putih gading dan tiara cantik yang menghiasi puncak kepalanya serta juntaian wedding veil yang menutupi sebagian wajahnya, Amora berjalan selangkah demi selangkah menuju ke arah suaminya, Regis Lorenzo. Wanita itu mengamit lengan Alejandro Volker selaku ayah kandungnya. Mereka berjalan berdampingan. Terlihat sosok sepasang malaikat kecil di depan mereka yang berpenampilan tampan dan imut. Mereka tidak lain adalah Rayden dan Kimmy. Keduanya berjalan bergandengan tangan sembari menebarkan kelopak bunga mawar yang menuntun langkah mempelai wanita menuju ke ujung aisle. Sementara itu, tiga orang bridesmaid berjalan di belakang Amora. Mereka adalah Estelle Mauverick, Biana Curtiz dan Alicia Lorenzo. Amora memandang ke sekelilingnya. Ia bertemu pandang dengan beberapa orang terdekatnya seperti Noel Ritter, Chris Walden, Bianca Lysander, Hilde Maven, Henry Allen serta Emma Adams yang sedang menggendong buah hatinya, Ryuji Lorenzo. Amora memberikan la
“Ada apa? Kamu masih saja cemburu dengan mantan istrimu?” goda Gino yang sejak tadi memperhatikan Regis di belakangnya. Malam ini pria itu memang menjadi groomsmen-nya alias pendamping mempelai pria. Regis hanya melayangkan tatapan tajamnya. Ia enggan menanggapinya. “Aku mengerti. Mantan memang sulit dilupakan. Apalagi mantan pertama. Rasanya aku ingin mencabik-cabiknya,” geram Gino yang dapat memahami perasaan Regis. Istrinya juga masih beberapa kali bertemu dengan mantan suaminya karena mantan suami istrinya itu ingin bertemu dengan Kimmy, putri mereka. “Apa mau aku membantumu?” tawar Regis dengan serius. Gino langsung meliriknya dengan syok. Tentu saja ia memahami maksud dari Regis. “Mengambil nyawanya bukan penyelesaian yang baik, Regis. Kalau Estelle dan Kimmy tahu aku yang sudah menghabisi ayah kandungnya, mau ditaruh di mana wajahku ini,” timpalnya. Regis mengulum senyumnya. “Dasar pengecut,” ledeknya. Gino mencebikkan bibirnya dengan malas. Ia mengedarkan pandangannya ke
“Ada apa, Amora?” tanya Estelle dan Biana secara serempak. Mereka tampak khawatir melihat kondisi Amora. Namun, Amora menggeleng pelan. “Tidak apa-apa. Sepertinya aku harus memompa asiku dulu deh. Tapi, aku tidak bawa alatnya lagi,” cicitnya. “Tenang saja. Aku bawa kok. Pakai punyaku dulu saja,” sahut Estelle sembari mengambil tas ransel yang berisi berbagai barang keperluan putra keduanya. Amora pun meminjam peralatan pompa asi dari sahabatnya, lalu bergegas menyelesaikan kegiatannya dan kembali melanjutkan persiapannya untuk acara malam ini. “Tolong kalian gunakan jari-jari ajaib kalian untuk menyulapnya menjadi ratu tercantik sejagat raya malam ini,” pinta Estelle kepada para penata rias dan penata busana pilihannya. “Serahkan saja kepada kami, Nyonya Moonstone!” sahut tim tersebut. *** Suara alunan piano memenuhi di sekitar lahan hijau yang telah didekorasi dengan sangat cantik. Pintu masuk menuju ke area resepsi acara juga telah dihiasi dengan aneka bunga segar berwarna put
“Apa? Pesta pernikahan?” Amora menatap Mark dengan syok, lalu memandang Biana dan Estelle yang sedang tersenyum sumringah padanya. “Sejak kapan kalian merencanakan semua ini, hm?” selidik Amora dengan sengit. “Maaf, Amora. Kami benar-benar tulus ingin memberikan kejutan. Tolong jangan marah,” cicit Estelle. “Benar, Amora. Aku juga terpaksa mengikuti rencana mereka. Tapi, percayalah kalau kami tidak pernah bermaksud buruk padamu,” timpal Biana dengan bersungguh-sungguh. “Ck, kalian benar-benar tidak setia kawan, huh?” Amora mengomeli kedua sahabatnya. Ia masih sangat kesal dibohongi dan dipermainkan seperti orang bodoh. “Tentu saja kami setia kawan, Amora. Kami ingin kamu bahagia,” cetus Estelle yang diikuti anggukan oleh Biana. “Sia-sia saja air mataku tadi,” sungut Amora dengan wajah ditekuk masam. Regis menghampiri istrinya tersebut, lalu menyeka sudut mata wanita itu yang masih berair. “Jangan marah lagi, Sayang. Maafkan aku. Aku bersedia menerima hukuman apa pun,” ucapnya.
Suara letusan konfeti mengagetkan Amora. Refleks, ia memejamkan matanya dan taburan potongan kertas warna-warni menghujani tubuhnya. “Surprise!” Seruan penuh semangat terdengar di telinganya. Ketika ia membuka matanya kembali, ia disuguhkan dengan kehadiran Regis yang telah berdiri di depan matanya. “Regis?” Amora menatap suaminya dengan kening yang berkerut. Pandangan Amora pun mengedar ke sekelilingnya. Ia tidak menemukan sosok yang mencurigakan di dalam ruangan itu. Justru ia malah dikagetkan dengan kehadiran beberapa orang yang dikenalnya. “Kalian ….” Amora memandang satu per satu sosok tersebut dengan bingung. Tatapannya terhenti pada Alicia yang berdiri di sampingnya. Gadis itu memegang konfeti yang diletuskannya tadi. Amora pun menginterogasinya. “Alicia, kenapa kamu bisa ada di sini? Apa maksud semua ini? Di mana wanita itu?" "Wanita?" Regis memandang Amora dengan bingung. "Tidak usah berpura-pura, Regis. Apa kamu menyembunyikannya?" selidik Amora. Ia telah mendorong d
Perasaan Amora terasa tidak karuan. Ucapan Alicia masih terngiang jelas di dalam benaknya. “Ini tidak mungkin. Tidak mungkin,” gumam Amora berulang kali.Seth melirik kaca spion mobil tengah untuk memantau kondisi nyonya mudanya tersebut. Ia tidak tahu menahu tentang hal yang terjadi. Tadi wanita itu hanya memintanya untuk segera mengantarkannya ke Mansion Blue Lake.Tadi Alicia berkata jika ia melihat Regis bertemu dengan seorang wanita saat ia dalam perjalanan menuju taman bermain dengan Rayden. Padahal sepengetahuannya, pria itu seharusnya berada dalam perjalanan ke Italia seperti yang dikatakannya kemarin kepadanya.Alicia berkata kepada Amora jika ia telah membuntuti Regis dan melihat keduanya masuk ke dalam Mansion Blue Lake. Tentu saja hal tersebut membuat Amora sangat terkejut. Ia tidak percaya jika Regis melakukan sesuatu yang mengkhianati cinta mereka.Namun, di satu sisi, Amora juga yakin kalau Alicia tidak mungkin membohonginya. ‘Apa mungkin Regis tidak jadi berangkat ke
“Bagaimana? Apa kamu bisa tenang membiarkan Emma membantumu mulai hari ini?” tanya Liliana meminta pendapat menantunya tersebut. Amora tertegun. Ia menatap Emma yang masih menunggu tanggapannya. “Tentu saja aku setuju,” sahutnya dengan mengulas senyuman lebar di bibirnya. Dibandingkan para pengasuh lain, Amora tentu saja akan lebih percaya dengan Emma. Dulu wanita paruh baya itu juga sering membantunya menjaga Rayden. “Tapi, apa Nyonya Adams tidak apa-apa? Aku tidak ingin terus-menerus merepotkan Anda. Apa Henry dan Hilde mengizinkannya?” tanya Amora dengan penuh selidik. Ia tidak ingin putra dan menantu Emma tidak menyetujui hal tersebut. Apalagi kondisi Emma yang pernah dirawat di rumah sakit dulu. “Tenang saja, Amora. Malah mereka memintaku untuk membantumu. Hilde malah lebih mendukungku,” terang Emma yang dapat memahami pemikiran Amora tersebut. “Nanti Tante akan sering-sering datang dan ikut membantu kok,” timpal Liliana yang mencoba meyakinkan menantunya itu. Amora tersen
“Selamat pagi Anak Mama. Bagaimana tidurnya semalam, hm?”Amora berceloteh sendiri dengan Ryuji yang sedang duduk di dalam box bayinya. Amora baru saja bangun saat mendengar suara bayi bertubuh gembul itu.“Anak Mama sudah bangun saja pagi begini. Siapa yang sudah menggantikan popokmu, hm? Papa?” tanya Amora ketika melihat putranya telah berganti pakaian.Ryuji hanya menanggapinya dengan senyuman lebar dan menendang kedua tangan dan kakinya berulang kali. Ia asyik memasukkan teether ke dalam mulutnya dan menggigit-gigitnya dengan gemas.Amora pun menggendong Ryuji keluar dari tempat tidurnya dan mengelilingi kamarnya untuk mencari keberadaan Regis.“Sayang,” panggil Amora. Namun, tidak ada yang menyahutnya.“Ke mana dia?” gumam Amora yang akhirnya kembali ke kamarnya. Ia baru menyadari jika koper yang dipersiapkannya semalam untuk Regis sudah tidak ada di tempatnya.“Dia sudah pergi?” terka Amora dengan terheran-heran.Tidak biasanya Regis pergi tanpa berpamitan padanya. Biasanya Regi