Baku tembak tidak lagi terelakkan. Para bawahan Royal Dragon berhasil menjatuhkan beberapa bawahan Altan Demir yang berjaga di depan kediaman Jefferson tersebut. Mereka terus menerobos dan menyerang tanpa ampun hingga akhirnya hanya tersisa beberapa bawahan Altan di dalam rumah megah itu.Regis baru saja turun dari mobil. Ia telah memegang pistol genggamnya dan berjalan dengan langkah santai. Para bawahannya telah membukakan jalan untuknya hingga akhirnya mereka berhasil masuk ke dalam kediaman Jefferson tersebut. Netra elang Regis mengelilingi seluruh ruangan dengan sangat cepat, lalu ia bersitatap langsung dengan sosok Altan yang telah menunggu kedatangannya dengan angkuh. Para bawahan dari kedua kubu saling mengacungkan senjata api mereka dan hanya menunggu instruksi dari majikan mereka. Altan mengangkat satu tangannya dan perlahan para bawahannya menurunkan senjata mereka. Begitu juga dengan bawahan Regis. “Tuan Muda Lorenzo, selamat datang. Kedatanganmu sangat meriah sekali,”
Sejak mengetahui Regis sedang mengusut hal yang terjadi pada kecelakaan tujuh tahun lalu, Altan mulai merasa tidak tenang. Padahal ia berharap pria itu tidak akan mengingat hal itu selamanya. “Kamu yang sudah membunuh Kenneth Volker, bukan?” selidik Regis dengan ekspresi yang sangat dingin. Beth yang ikut mendengar hal itu, sangat terkejut. Ia masih ingat peristiwa besar yang terjadi saat itu. Meskipun tidak ada berita akurat tentang penyebab kematian putra sulung keluarga Volker, tetapi saat itu beberapa orang besar mendengar isu bahwa Regis Lorenzo berada di tempat kejadian tersebut. Hanya saja tidak ada yang berani mengusutnya lebih lanjut. Apalagi Alejandro Volker juga tidak membuka suaranya. “Apa sebegitu yakinkah kamu kalau aku adalah pembunuhnya? Bukankah saat itu kamu yang sudah menembaknya, Regis?” timpal Altan yang enggan mengakui perbuatan tersebut. Sudut bibir Altan menyeringai sinis. Ia kembali teringat dengan pertikaiannya dengan Kenneth Volker sebelum Regis datang
Beth terduduk lemas di lantai. Netra senjanya menilik wajah Altan yang berubah pucat. Putra Murat Demir itu mengerang histeris. Darah mengalir dari lengan kanan pria itu. Para bawahan Regis langsung menyergap Altan dan membekuk pria itu agar tidak dapat melakukan perlawanan lagi. Beberapa saat lalu timah panas milik Mark berhasil menghentikan aksi Altan. Regis telah memperhitungkan dengan sangat tepat dan memberikan isyarat kepada Mark untuk bertindak. Beth berusaha bangkit dari duduknya. Ia menghampiri cucunya yang saat ini sedang menangis histeris dengan tubuh yang bergetar hebat. “La-Laura … tenanglah. Semuanya sudah baik-baik saja. Kita aman sekarang," hiburnya. Gadis malang itu tidak menjawab. Ia masih larut dalam tangisannya karena belum bisa menenangkan dirinya sendiri yang baru saja berdiri di depan pintu kematian. Laura benar-benar mengira nyawanya akan melayang tadi. Melihat ketakutan yang dialami gadis itu, Regis sedikit merasa bersalah. Namun, ia terpaksa melakukannya
“Deportasikan dia kembali ke negaranya. Blokir aksesnya untuk masuk ke negara ini lagi,” titah Regis secara tiba-tiba.“Tuan Muda, Anda yakin?” Mark cukup terkejut mendengar keputusan tuan mudanya yang dinilainya terlalu berperikemanusiaan.Regis tersenyum smirk. Tentu saja ia sangat ingin membunuh Altan Demir karena pria itu sangat berbahaya baginya, tetapi ia tidak bisa mengabaikan Levent. Membunuh Altan sama saja Regis membuat pernyataan perang secara terbuka dengan Levent.Royal Dragon mungkin bisa menangani hal tersebut, tetapi Regis tidak bisa memastikan tidak akan banyak korban berjatuhan jika ia melakukannya. Apalagi Golden Snake juga pasti akan memanfaatkan kesempatan emas itu untuk memperbesar kericuhan.Meskipun tadi Murat Demir sudah membiarkan Regis melakukan apa pun terhadap Altan, tetapi Regis tidak dapat memastikan apakah Murat tidak melakukan sesuatu di belakangnya untuk membalas hal yang terjadi pada Altan.Regis tahu jika hatinya terlalu lemah kali ini. Akan tetapi,
Manik mata Amora memandang layar gawai yang hanya menampilkan tanggal dan waktu ketika ia menyalakannya. Gawai itu sudah berada di dalam genggamannya cukup lama, tetapi tidak ada satu pun panggilan masuk yang ditunggunya. ‘Kenapa dia tidak menelepon juga? Apa dia baik-baik saja?’ Embusan napas panjang bergulir dari bibirnya. Kekhawatiran terlukis jelas pada wajah wanita itu. Sejak Regis meninggalkannya dua jam yang lalu, Amora tidak hentinya menunggu panggilan telepon dari pria itu. Tidak pernah sekalipun Amora begitu antusias menunggu telepon dari seseorang seperti saat ini sebelumnya. Bibir Amora merengut masam. Hatinya benar-benar tidak tenang. Berbagai pikiran negatif terus menghantuinya. Wanita itu menyugar surainya dengan ekspresinya yang terlihat sangat frustasi. ‘Kenapa juga aku harus mencemaskan dia? Bukankah dia adalah mafia hebat? Waktu itu saja dia bisa mengalahkan tiga orang dengan tangan kosong,’ batinnya.Amora teringat dengan tiga orang utusan Julia Brown yang pern
Estelle Mauverick menghela napas lega. “Syukurlah kalau sekarang hidupmu lebih baik. Aku sempat merasa bersalah karena dulu tidak bisa membantumu terlalu jauh. Ayahku—” “Aku tahu, kamu harus segera berangkat ke Paris karena ayahmu menjodohkanmu dengan pria berkewarganegaraan sana dan akhirnya kamu menetap di sana setelah menikah,” sela Amora yang sudah pernah mendengar alasan dan cerita tentang wanita itu. Dulu Amora memang sempat meminta Estelle untuk memberikannya tumpangan selama beberapa hari di kediaman Mauverick ketika ia diusir oleh kakeknya. Di antara para sahabatnya yang lain, hanya Estelle yang masih mau menerimanya.Namun, ia hanya menginap tiga hari saja karena setelah itu, Estelle diminta untuk berangkat ke Paris untuk bertemu dengan lelaki yang dijodohkan oleh ayahnya. Sebulan kemudian, Amora mendengar kabar pernikahan sahabatnya tersebut. Estelle sempat mengundangnya untuk hadir, tetapi Amora tahu jika kedatangannya ke acara tersebut hanya akan menjadi bahan olok-olo
“Apa kamu memintanya untuk meng-endorse pakaianmu?” ledek Chelsea kepada sahabat yang merupakan pemilik butik tersebut.“Mana mungkin. Aku khawatir yang datang nanti malah minta berhutang. Bisa kacau nanti,” timpal Gloria seraya terkekeh geli.Tawa Chelsea meledak seketika. Ia yakin Amora mendengar celotehan mereka, tetapi wanita itu masih bergeming dengan acuh tak acuh dari posisinya.Netra Chelsea menyipit tajam. Ia menilik penampilan Amora yang dinilainya sangat berkelas hari ini. Meskipun ia tidak tahu dari mana Amora bisa mendapatkan pakaian mewah itu, tetapi Chelsea menerka jika Amora pasti mendapatkannya dengan uang kotor."Bagaimana? Apa ada yang kamu suka?"Gloria meminta pendapat Chelsea atas pakaian-pakaian yang dicobanya. Ia tidak ingin memperpanjang sindiran itu karena hanya akan memperbesar masalah saja. Gloria tidak ingin terjadi keributan di dalam butiknya."Aku suka dan aku mau ambil semuanya," jawab Chelsea dengan bangga."Wah, kamu habis dapat uang jajan dari ayahmu
“Chelsea, cukup! Berhentilah meremehkan Amora. Aku yang mengajaknya ke sini. Apa tidak boleh? Bukankah kita semua teman? Lagipula ini tempat umum. Aku rasa semua orang berhak datang ke butik ini. Bukankah begitu?” Estelle yang sejak tadi diam, akhirnya memilih untuk bersuara. Ia merasa sikap dan ucapan Chelsea sudah keterlaluan. Tidak terdengar lucu sedikit pun. Pandangan Estelle beralih kepada Gloria, selaku pemilik butik tersebut dan bertanya kepada wanita itu, “Apa di butik ini ada dipasang larangan kalau hanya orang-orang tertentu saja yang boleh berbelanja di sini?” Gloria tersenyum kikuk. Ia melirik Chelsea yang tampak kesal, tetapi ia tidak memiliki pilihan lain selain menjawab, “Te-tentu saja tidak ada. Semua boleh berbelanja di sini tanpa terkecuali selagi mereka mampu membelinya.” Sudut bibir Chelsea terangkat sinis. “Tuh dengar sendiri kan? Selagi mampu,” jawabnya yang kembali melirik Amora. Tatapannya tertuju pada cincin berlian yang tersemat pada jari manis wanita itu.
Satu per satu acara pun dimulai dan berakhir dengan lancar. Regis juga memperkenalkan kedua putranya yang menjadi kebanggaan keluarga Lorenzo di hadapan para tamunya. Kali ini Regis tidak melarang beberapa awak media terpercaya untuk meliput kedua buah hatinya itu. Namun, para bawahan Regis tetap memberikan batasan-batasan yang boleh dan tidak boleh dilakukan saat mengambil gambar. Akhirnya tiba saatnya sesi pelemparan buket bunga yang dilakukan oleh Amora sebagai mempelai wanita. Para gadis maupun pemuda lajang telah bersiap-siap untuk berebutan buket dari sang mempelai wanita.Biana juga telah bersiap di posisinya. Pada hitungan ketiga, buket bunga tersebut melayang di udara dan semua orang berlomba-lomba menggapainya. Buket bunga tersebut beralih dari satu tangan ke tangan yang lain hingga akhirnya seseorang berhasil merebutnya! Seketika suasana menjadi sangat hening, semua orang berdiri mematung untuk melihat sosok yang beruntung tersebut. Biana tampak kesal karena ia tidak b
Dalam balutan gaun pengantin berwarna putih gading dan tiara cantik yang menghiasi puncak kepalanya serta juntaian wedding veil yang menutupi sebagian wajahnya, Amora berjalan selangkah demi selangkah menuju ke arah suaminya, Regis Lorenzo. Wanita itu mengamit lengan Alejandro Volker selaku ayah kandungnya. Mereka berjalan berdampingan. Terlihat sosok sepasang malaikat kecil di depan mereka yang berpenampilan tampan dan imut. Mereka tidak lain adalah Rayden dan Kimmy. Keduanya berjalan bergandengan tangan sembari menebarkan kelopak bunga mawar yang menuntun langkah mempelai wanita menuju ke ujung aisle. Sementara itu, tiga orang bridesmaid berjalan di belakang Amora. Mereka adalah Estelle Mauverick, Biana Curtiz dan Alicia Lorenzo. Amora memandang ke sekelilingnya. Ia bertemu pandang dengan beberapa orang terdekatnya seperti Noel Ritter, Chris Walden, Bianca Lysander, Hilde Maven, Henry Allen serta Emma Adams yang sedang menggendong buah hatinya, Ryuji Lorenzo. Amora memberikan la
“Ada apa? Kamu masih saja cemburu dengan mantan istrimu?” goda Gino yang sejak tadi memperhatikan Regis di belakangnya. Malam ini pria itu memang menjadi groomsmen-nya alias pendamping mempelai pria. Regis hanya melayangkan tatapan tajamnya. Ia enggan menanggapinya. “Aku mengerti. Mantan memang sulit dilupakan. Apalagi mantan pertama. Rasanya aku ingin mencabik-cabiknya,” geram Gino yang dapat memahami perasaan Regis. Istrinya juga masih beberapa kali bertemu dengan mantan suaminya karena mantan suami istrinya itu ingin bertemu dengan Kimmy, putri mereka. “Apa mau aku membantumu?” tawar Regis dengan serius. Gino langsung meliriknya dengan syok. Tentu saja ia memahami maksud dari Regis. “Mengambil nyawanya bukan penyelesaian yang baik, Regis. Kalau Estelle dan Kimmy tahu aku yang sudah menghabisi ayah kandungnya, mau ditaruh di mana wajahku ini,” timpalnya. Regis mengulum senyumnya. “Dasar pengecut,” ledeknya. Gino mencebikkan bibirnya dengan malas. Ia mengedarkan pandangannya ke
“Ada apa, Amora?” tanya Estelle dan Biana secara serempak. Mereka tampak khawatir melihat kondisi Amora. Namun, Amora menggeleng pelan. “Tidak apa-apa. Sepertinya aku harus memompa asiku dulu deh. Tapi, aku tidak bawa alatnya lagi,” cicitnya. “Tenang saja. Aku bawa kok. Pakai punyaku dulu saja,” sahut Estelle sembari mengambil tas ransel yang berisi berbagai barang keperluan putra keduanya. Amora pun meminjam peralatan pompa asi dari sahabatnya, lalu bergegas menyelesaikan kegiatannya dan kembali melanjutkan persiapannya untuk acara malam ini. “Tolong kalian gunakan jari-jari ajaib kalian untuk menyulapnya menjadi ratu tercantik sejagat raya malam ini,” pinta Estelle kepada para penata rias dan penata busana pilihannya. “Serahkan saja kepada kami, Nyonya Moonstone!” sahut tim tersebut. *** Suara alunan piano memenuhi di sekitar lahan hijau yang telah didekorasi dengan sangat cantik. Pintu masuk menuju ke area resepsi acara juga telah dihiasi dengan aneka bunga segar berwarna put
“Apa? Pesta pernikahan?” Amora menatap Mark dengan syok, lalu memandang Biana dan Estelle yang sedang tersenyum sumringah padanya. “Sejak kapan kalian merencanakan semua ini, hm?” selidik Amora dengan sengit. “Maaf, Amora. Kami benar-benar tulus ingin memberikan kejutan. Tolong jangan marah,” cicit Estelle. “Benar, Amora. Aku juga terpaksa mengikuti rencana mereka. Tapi, percayalah kalau kami tidak pernah bermaksud buruk padamu,” timpal Biana dengan bersungguh-sungguh. “Ck, kalian benar-benar tidak setia kawan, huh?” Amora mengomeli kedua sahabatnya. Ia masih sangat kesal dibohongi dan dipermainkan seperti orang bodoh. “Tentu saja kami setia kawan, Amora. Kami ingin kamu bahagia,” cetus Estelle yang diikuti anggukan oleh Biana. “Sia-sia saja air mataku tadi,” sungut Amora dengan wajah ditekuk masam. Regis menghampiri istrinya tersebut, lalu menyeka sudut mata wanita itu yang masih berair. “Jangan marah lagi, Sayang. Maafkan aku. Aku bersedia menerima hukuman apa pun,” ucapnya.
Suara letusan konfeti mengagetkan Amora. Refleks, ia memejamkan matanya dan taburan potongan kertas warna-warni menghujani tubuhnya. “Surprise!” Seruan penuh semangat terdengar di telinganya. Ketika ia membuka matanya kembali, ia disuguhkan dengan kehadiran Regis yang telah berdiri di depan matanya. “Regis?” Amora menatap suaminya dengan kening yang berkerut. Pandangan Amora pun mengedar ke sekelilingnya. Ia tidak menemukan sosok yang mencurigakan di dalam ruangan itu. Justru ia malah dikagetkan dengan kehadiran beberapa orang yang dikenalnya. “Kalian ….” Amora memandang satu per satu sosok tersebut dengan bingung. Tatapannya terhenti pada Alicia yang berdiri di sampingnya. Gadis itu memegang konfeti yang diletuskannya tadi. Amora pun menginterogasinya. “Alicia, kenapa kamu bisa ada di sini? Apa maksud semua ini? Di mana wanita itu?" "Wanita?" Regis memandang Amora dengan bingung. "Tidak usah berpura-pura, Regis. Apa kamu menyembunyikannya?" selidik Amora. Ia telah mendorong d
Perasaan Amora terasa tidak karuan. Ucapan Alicia masih terngiang jelas di dalam benaknya. “Ini tidak mungkin. Tidak mungkin,” gumam Amora berulang kali.Seth melirik kaca spion mobil tengah untuk memantau kondisi nyonya mudanya tersebut. Ia tidak tahu menahu tentang hal yang terjadi. Tadi wanita itu hanya memintanya untuk segera mengantarkannya ke Mansion Blue Lake.Tadi Alicia berkata jika ia melihat Regis bertemu dengan seorang wanita saat ia dalam perjalanan menuju taman bermain dengan Rayden. Padahal sepengetahuannya, pria itu seharusnya berada dalam perjalanan ke Italia seperti yang dikatakannya kemarin kepadanya.Alicia berkata kepada Amora jika ia telah membuntuti Regis dan melihat keduanya masuk ke dalam Mansion Blue Lake. Tentu saja hal tersebut membuat Amora sangat terkejut. Ia tidak percaya jika Regis melakukan sesuatu yang mengkhianati cinta mereka.Namun, di satu sisi, Amora juga yakin kalau Alicia tidak mungkin membohonginya. ‘Apa mungkin Regis tidak jadi berangkat ke
“Bagaimana? Apa kamu bisa tenang membiarkan Emma membantumu mulai hari ini?” tanya Liliana meminta pendapat menantunya tersebut. Amora tertegun. Ia menatap Emma yang masih menunggu tanggapannya. “Tentu saja aku setuju,” sahutnya dengan mengulas senyuman lebar di bibirnya. Dibandingkan para pengasuh lain, Amora tentu saja akan lebih percaya dengan Emma. Dulu wanita paruh baya itu juga sering membantunya menjaga Rayden. “Tapi, apa Nyonya Adams tidak apa-apa? Aku tidak ingin terus-menerus merepotkan Anda. Apa Henry dan Hilde mengizinkannya?” tanya Amora dengan penuh selidik. Ia tidak ingin putra dan menantu Emma tidak menyetujui hal tersebut. Apalagi kondisi Emma yang pernah dirawat di rumah sakit dulu. “Tenang saja, Amora. Malah mereka memintaku untuk membantumu. Hilde malah lebih mendukungku,” terang Emma yang dapat memahami pemikiran Amora tersebut. “Nanti Tante akan sering-sering datang dan ikut membantu kok,” timpal Liliana yang mencoba meyakinkan menantunya itu. Amora tersen
“Selamat pagi Anak Mama. Bagaimana tidurnya semalam, hm?”Amora berceloteh sendiri dengan Ryuji yang sedang duduk di dalam box bayinya. Amora baru saja bangun saat mendengar suara bayi bertubuh gembul itu.“Anak Mama sudah bangun saja pagi begini. Siapa yang sudah menggantikan popokmu, hm? Papa?” tanya Amora ketika melihat putranya telah berganti pakaian.Ryuji hanya menanggapinya dengan senyuman lebar dan menendang kedua tangan dan kakinya berulang kali. Ia asyik memasukkan teether ke dalam mulutnya dan menggigit-gigitnya dengan gemas.Amora pun menggendong Ryuji keluar dari tempat tidurnya dan mengelilingi kamarnya untuk mencari keberadaan Regis.“Sayang,” panggil Amora. Namun, tidak ada yang menyahutnya.“Ke mana dia?” gumam Amora yang akhirnya kembali ke kamarnya. Ia baru menyadari jika koper yang dipersiapkannya semalam untuk Regis sudah tidak ada di tempatnya.“Dia sudah pergi?” terka Amora dengan terheran-heran.Tidak biasanya Regis pergi tanpa berpamitan padanya. Biasanya Regi