Netra Regis mengamati penampilan Amora dari ujung rambut hingga ke ujung kaki dengan sangat serius. Membuat wanita itu merasa ada sesuatu yang salah pada dirinya.Akan tetapi, kalimat yang terucap dari bibir Regis selanjutnya membuat Amora ingin mencekiknya karena sudah membuatnya khawatir terlalu jauh."Sepertinya kamu butuh sepatu baru yang cocok untuk menyempurnakan gaunmu." Amora tidak menanggapi. Ia hanya memutar bola matanya dengan malas.Akhirnya Regis meminta salah seorang pelayan butik yang masih berada di dalam ruangan untuk membawakan sepatu yang cocok untuk istrinya tersebut.Tidak berapa lama kemudian, penampilan Amora sudah benar-benar sempurna. Ia memandang dirinya sendiri di depan cermin dengan kagum. 'Apa semua ini adalah nyata?' batinnya yang masih tak percaya dengan kemewahan yang menyelimuti dirinya. “Ah, ya ampun, aku lupa membuka label harganya,” gumam Amora yang baru menyadari kecerobohannya. Ia mencoba meraih label harga dari balik punggungnya, tetapi sulit
“Tapi, ini bukan cincin pernikahan kita yang sebenarnya.” Ucapan yang terlontar dari bibir Regis membuat Amora melongo seketika. “Maksudmu … ini cincin tiruan?” tanya Amora dengan wajah terheran-heran. “Kamu meremehkanku, hm? Apa aku perlu membeli cincin tiruan, sementara aku bisa memborong satu toko perhiasan?” Regis mengangkat satu alisnya dan menatap Amora dengan tajam. Wanita itu pun berdeham pelan dan berkata, “Habisnya tadi ucapanmu ambigu sekali.” “Makanya dengarkan dulu aku selesai bicara,” timpal Regis seraya mengetukkan jarinya pada kening wanita itu. Amora mengusap keningnya, lalu mencebikkan bibirnya dengan malas. Ia menyoroti wajah Regis dengan tajam. “Ini memang bukan cincin pernikahan kita karena cincin yang aku pesan masih belum selesai,” terang Regis. Kali ini Amora mulai memahami maksud dari perkataan suaminya itu. “Sudah kuduga kalau tuan muda sekelasmu pasti ingin menggunakan cincin buatan tangan dan membuat sebuah cincin tidak segampang dan secepat ini,” ti
“Bukankah itu Tuan Muda Lorenzo?” Seruan dari salah seorang reporter yang sedang meliput berita di depan gedung galeri seni milik Beth Jefferson langsung mengalihkan pandangan semua orang tertuju pada sosok sepasang insan yang baru saja berjalan menuju ke gedung tersebut. “Benar!” seru seorang jurnalis yang lain. “Siapa wanita itu? Kenapa Tuan Muda Lorenzo bisa datang bersamanya?” Seorang jurnalis lain ikut menimpali. “Apa jangan-jangan wanita itu adalah kekasih barunya?” Para pengais berita itu mulai berspekulasi sendiri dengan analisa mereka. “Ini adalah berita besar!” Seruan para jurnalis itu telah menghebohkan suasana di sekitar gedung tersebut. Satu per satu dari mereka mulai berlomba-lomba untuk mendapatkan berita panas itu lebih dulu hingga akhirnya petugas keamanan langsung dikerahkan ketika tim panitia dari galeri tersebut melihat situasi yang mulai tidak kondusif. Tidak mengherankan apabila para jurnalis itu begitu bersemangat dan antusias karena sudah lama sekali mer
Seulas senyuman penuh percaya diri terbit di bibir Amora. “Saya merasa sangat tersanjung dan juga terharu karena Anda dapat mengenali saya, Nyonya Jefferson,” tuturnya. “Bagaimana kabarmu, Nona Lysander?” tanya Beth dengan ekspresi penuh kekhawatiran. Tentu saja wanita tua itu sudah mendengar tentang hal yang terjadi pada Amora. Tujuh tahun lalu Beth pernah mendengar curhatan dari Gilda terkait cucu kesayangan sahabatnya tersebut. “Saya dengar kalau kamu ….” “Saya baik-baik saja, Nyonya Jefferson. Senang sekali melihat Anda masih sehat dan semakin cantik," sela Amora yang tidak ingin membahas tentang masa lalunya saat ini. Beth terkekeh pelan. “Mulut manismu ini masih sama seperti dulu, Nona Lysander,” timpalnya. “Saya sudah tua. Kamu yang terlihat semakin cantik dan matang sampai saya pangling dan hampir tidak mengenalmu,” imbuh wanita tua itu lagi. Sebenarnya ada banyak hal yang ingin dipertanyakan Beth kepada wanita muda itu, termasuk kedatangannya bersama Regis Lorenzo. Ak
Amora menghela napas pelan-pelan, lalu berkata, “Mungkin sebelum saya menjelaskan tentang permasalahan saya, ada baiknya Anda melihat ini.” Amora membuka tas tangannya, kemudian menyerahkan beberapa lembar kertas yang terlipat rapi kepada Beth Jefferson. Wanita tua itu memandang Amora dengan penuh keraguan, tetapi akhirnya ia membuka lembaran kertas tersebut dan seketika wajahnya berubah nanar! “Ini ….” Suara Beth tampak bergetar. Tangannya meremas erat lembaran kertas tersebut dan sorot matanya telah menyipit tajam. Perlahan ia mengangkat kembali wajahnya dan menatap Amora dengan lekat. “Dari mana Anda mendapatkan ini, Nona Lysander?” selidik wanita tua itu dengan nada suara penuh interogasi. “Dan … apa tujuan Anda memberikan ini kepada saya? Apa Anda pikir saya akan percaya begitu saja?” imbuh Beth dengan dingin. Suasana di dalam ruangan itu mulai terasa mencekam dengan kesitegangan yang terjadi di antara kedua wanita berbeda usia tersebut. Akan tetapi, Amora tidak merasa ter
“Seharusnya Gilda melihat sosokmu yang seperti ini, Nona Lysander. Dengan begitu, dia tidak akan merasa khawatir lagi kalau tahu cucunyq tidak selemah seperti yang dikiranya selama ini,” cetus Beth setelah ia berhasil menghentikan tawanya sendiri. Amora tersenyum kecut. Dari pernyataan wanita tua itu, ia tahu kalau neneknya selalu mencemaskannya. “Nyonya Jefferson, sebaiknya Anda kembali ke topik pembahasan kita." Regis yang sejak tadi memilih untuk diam dan memberikan kesempatan Amora untuk berbicara dengan Beth Jefferson, pun tidak dapat menahan diri untuk mencampuri pembahasan tersebut. Pria itu mendengar dan melihat dengan jelas seperti apa sikap wanita tua itu memperlakukan istrinya.Di satu sisi, Amora tidak menginginkan adanya perseteruan di antara mereka. Akan tetapi, ia mulai tidak yakin Beth akan memenuhi harapannya. “Apa Anda akan menindak tegas masalah ini atau tidak? Jika tidak, saya yang akan mengambil tindakan, tapi saya tidak dapat menjamin kalau Anda tidak akan t
“Seperti biasa, saya ingin Anda berinvestasi dalam bisnis baru saya,” ucap Beth dengan penuh keyakinan kepada Regis atas syarat yang diajukannya.Wanita tua itu sudah setuju untuk mendepak Johanes dan Larry dari kepengurusan yayasannya. Ia juga akan mengajukan tuntutan kepada Johanes terkait penggelapan dana yang dilakukannya tersebut."Lalu, saya ingin Anda juga membeli satu lukisan di pameran ini. Nanti dananya akan saya pergunakan untuk penambahan investasi dan … tentunya untuk dana amal juga,” lanjut Beth menjelaskan keinginannya tersebut dengan santai.Regis tersenyum smirk. “Bukan masalah,” timpalnya yang langsung menyanggupi. Amora yang berdiri di antara mereka hanya bisa melongo terheran-heran. Ia merasa telah dipermainkan oleh keduanya seolah kesitegangan yang terjadi tadi tidak pernah ada. ‘Huh, apa semua pebisnis memang bermuka dua?’ gumam Amora di dalam hati seraya memanyunkan bibirnya. Pandangan Beth beralih kepada Amora. Wanita tua itu tersenyum simpul saat melihat ek
Pandangan tajam Regis beredar ke sekitarnya. Pencahayaan di area taman terlihat remang-remang. Hanya ada lampu-lampu kecil yang terpasang di beberapa titik taman itu sehingga sulit bagi Regis untuk mencari tahu di mana letak persembunyian penembak misterius tersebut. Regis tidak masalah jika sasaran yang ditargetkan adalah dirinya, tetapi ia tidak bisa membiarkan Amora ikut terlibat dalam bahaya bersamanya. Dilihat dari ukuran peluru yang tergeletak di lantai teras gedung tersebut, Regis menerka jika penembak misterius itu menggunakan senjata berlaras pendek. Biasanya penembak dengan senjata seperti itu tidak bisa mengambil jarak lebih dari 25 meter untuk menargetkan sasarannya. Apalagi dengan pencahayaan minim di luar gedung saat ini. Sulit bagi mereka untuk menargetkan denagn tepat, kecuali memang seorang penembak profesional. Wajah nanar Regis terlihat semakin menggelap. Jika tadi ia telat satu detik saja, mungkin timah panas itu sudah bersarang di tubuh istrinya sekarang. Re
Satu per satu acara pun dimulai dan berakhir dengan lancar. Regis juga memperkenalkan kedua putranya yang menjadi kebanggaan keluarga Lorenzo di hadapan para tamunya. Kali ini Regis tidak melarang beberapa awak media terpercaya untuk meliput kedua buah hatinya itu. Namun, para bawahan Regis tetap memberikan batasan-batasan yang boleh dan tidak boleh dilakukan saat mengambil gambar. Akhirnya tiba saatnya sesi pelemparan buket bunga yang dilakukan oleh Amora sebagai mempelai wanita. Para gadis maupun pemuda lajang telah bersiap-siap untuk berebutan buket dari sang mempelai wanita.Biana juga telah bersiap di posisinya. Pada hitungan ketiga, buket bunga tersebut melayang di udara dan semua orang berlomba-lomba menggapainya. Buket bunga tersebut beralih dari satu tangan ke tangan yang lain hingga akhirnya seseorang berhasil merebutnya! Seketika suasana menjadi sangat hening, semua orang berdiri mematung untuk melihat sosok yang beruntung tersebut. Biana tampak kesal karena ia tidak b
Dalam balutan gaun pengantin berwarna putih gading dan tiara cantik yang menghiasi puncak kepalanya serta juntaian wedding veil yang menutupi sebagian wajahnya, Amora berjalan selangkah demi selangkah menuju ke arah suaminya, Regis Lorenzo. Wanita itu mengamit lengan Alejandro Volker selaku ayah kandungnya. Mereka berjalan berdampingan. Terlihat sosok sepasang malaikat kecil di depan mereka yang berpenampilan tampan dan imut. Mereka tidak lain adalah Rayden dan Kimmy. Keduanya berjalan bergandengan tangan sembari menebarkan kelopak bunga mawar yang menuntun langkah mempelai wanita menuju ke ujung aisle. Sementara itu, tiga orang bridesmaid berjalan di belakang Amora. Mereka adalah Estelle Mauverick, Biana Curtiz dan Alicia Lorenzo. Amora memandang ke sekelilingnya. Ia bertemu pandang dengan beberapa orang terdekatnya seperti Noel Ritter, Chris Walden, Bianca Lysander, Hilde Maven, Henry Allen serta Emma Adams yang sedang menggendong buah hatinya, Ryuji Lorenzo. Amora memberikan la
“Ada apa? Kamu masih saja cemburu dengan mantan istrimu?” goda Gino yang sejak tadi memperhatikan Regis di belakangnya. Malam ini pria itu memang menjadi groomsmen-nya alias pendamping mempelai pria. Regis hanya melayangkan tatapan tajamnya. Ia enggan menanggapinya. “Aku mengerti. Mantan memang sulit dilupakan. Apalagi mantan pertama. Rasanya aku ingin mencabik-cabiknya,” geram Gino yang dapat memahami perasaan Regis. Istrinya juga masih beberapa kali bertemu dengan mantan suaminya karena mantan suami istrinya itu ingin bertemu dengan Kimmy, putri mereka. “Apa mau aku membantumu?” tawar Regis dengan serius. Gino langsung meliriknya dengan syok. Tentu saja ia memahami maksud dari Regis. “Mengambil nyawanya bukan penyelesaian yang baik, Regis. Kalau Estelle dan Kimmy tahu aku yang sudah menghabisi ayah kandungnya, mau ditaruh di mana wajahku ini,” timpalnya. Regis mengulum senyumnya. “Dasar pengecut,” ledeknya. Gino mencebikkan bibirnya dengan malas. Ia mengedarkan pandangannya ke
“Ada apa, Amora?” tanya Estelle dan Biana secara serempak. Mereka tampak khawatir melihat kondisi Amora. Namun, Amora menggeleng pelan. “Tidak apa-apa. Sepertinya aku harus memompa asiku dulu deh. Tapi, aku tidak bawa alatnya lagi,” cicitnya. “Tenang saja. Aku bawa kok. Pakai punyaku dulu saja,” sahut Estelle sembari mengambil tas ransel yang berisi berbagai barang keperluan putra keduanya. Amora pun meminjam peralatan pompa asi dari sahabatnya, lalu bergegas menyelesaikan kegiatannya dan kembali melanjutkan persiapannya untuk acara malam ini. “Tolong kalian gunakan jari-jari ajaib kalian untuk menyulapnya menjadi ratu tercantik sejagat raya malam ini,” pinta Estelle kepada para penata rias dan penata busana pilihannya. “Serahkan saja kepada kami, Nyonya Moonstone!” sahut tim tersebut. *** Suara alunan piano memenuhi di sekitar lahan hijau yang telah didekorasi dengan sangat cantik. Pintu masuk menuju ke area resepsi acara juga telah dihiasi dengan aneka bunga segar berwarna put
“Apa? Pesta pernikahan?” Amora menatap Mark dengan syok, lalu memandang Biana dan Estelle yang sedang tersenyum sumringah padanya. “Sejak kapan kalian merencanakan semua ini, hm?” selidik Amora dengan sengit. “Maaf, Amora. Kami benar-benar tulus ingin memberikan kejutan. Tolong jangan marah,” cicit Estelle. “Benar, Amora. Aku juga terpaksa mengikuti rencana mereka. Tapi, percayalah kalau kami tidak pernah bermaksud buruk padamu,” timpal Biana dengan bersungguh-sungguh. “Ck, kalian benar-benar tidak setia kawan, huh?” Amora mengomeli kedua sahabatnya. Ia masih sangat kesal dibohongi dan dipermainkan seperti orang bodoh. “Tentu saja kami setia kawan, Amora. Kami ingin kamu bahagia,” cetus Estelle yang diikuti anggukan oleh Biana. “Sia-sia saja air mataku tadi,” sungut Amora dengan wajah ditekuk masam. Regis menghampiri istrinya tersebut, lalu menyeka sudut mata wanita itu yang masih berair. “Jangan marah lagi, Sayang. Maafkan aku. Aku bersedia menerima hukuman apa pun,” ucapnya.
Suara letusan konfeti mengagetkan Amora. Refleks, ia memejamkan matanya dan taburan potongan kertas warna-warni menghujani tubuhnya. “Surprise!” Seruan penuh semangat terdengar di telinganya. Ketika ia membuka matanya kembali, ia disuguhkan dengan kehadiran Regis yang telah berdiri di depan matanya. “Regis?” Amora menatap suaminya dengan kening yang berkerut. Pandangan Amora pun mengedar ke sekelilingnya. Ia tidak menemukan sosok yang mencurigakan di dalam ruangan itu. Justru ia malah dikagetkan dengan kehadiran beberapa orang yang dikenalnya. “Kalian ….” Amora memandang satu per satu sosok tersebut dengan bingung. Tatapannya terhenti pada Alicia yang berdiri di sampingnya. Gadis itu memegang konfeti yang diletuskannya tadi. Amora pun menginterogasinya. “Alicia, kenapa kamu bisa ada di sini? Apa maksud semua ini? Di mana wanita itu?" "Wanita?" Regis memandang Amora dengan bingung. "Tidak usah berpura-pura, Regis. Apa kamu menyembunyikannya?" selidik Amora. Ia telah mendorong d
Perasaan Amora terasa tidak karuan. Ucapan Alicia masih terngiang jelas di dalam benaknya. “Ini tidak mungkin. Tidak mungkin,” gumam Amora berulang kali.Seth melirik kaca spion mobil tengah untuk memantau kondisi nyonya mudanya tersebut. Ia tidak tahu menahu tentang hal yang terjadi. Tadi wanita itu hanya memintanya untuk segera mengantarkannya ke Mansion Blue Lake.Tadi Alicia berkata jika ia melihat Regis bertemu dengan seorang wanita saat ia dalam perjalanan menuju taman bermain dengan Rayden. Padahal sepengetahuannya, pria itu seharusnya berada dalam perjalanan ke Italia seperti yang dikatakannya kemarin kepadanya.Alicia berkata kepada Amora jika ia telah membuntuti Regis dan melihat keduanya masuk ke dalam Mansion Blue Lake. Tentu saja hal tersebut membuat Amora sangat terkejut. Ia tidak percaya jika Regis melakukan sesuatu yang mengkhianati cinta mereka.Namun, di satu sisi, Amora juga yakin kalau Alicia tidak mungkin membohonginya. ‘Apa mungkin Regis tidak jadi berangkat ke
“Bagaimana? Apa kamu bisa tenang membiarkan Emma membantumu mulai hari ini?” tanya Liliana meminta pendapat menantunya tersebut. Amora tertegun. Ia menatap Emma yang masih menunggu tanggapannya. “Tentu saja aku setuju,” sahutnya dengan mengulas senyuman lebar di bibirnya. Dibandingkan para pengasuh lain, Amora tentu saja akan lebih percaya dengan Emma. Dulu wanita paruh baya itu juga sering membantunya menjaga Rayden. “Tapi, apa Nyonya Adams tidak apa-apa? Aku tidak ingin terus-menerus merepotkan Anda. Apa Henry dan Hilde mengizinkannya?” tanya Amora dengan penuh selidik. Ia tidak ingin putra dan menantu Emma tidak menyetujui hal tersebut. Apalagi kondisi Emma yang pernah dirawat di rumah sakit dulu. “Tenang saja, Amora. Malah mereka memintaku untuk membantumu. Hilde malah lebih mendukungku,” terang Emma yang dapat memahami pemikiran Amora tersebut. “Nanti Tante akan sering-sering datang dan ikut membantu kok,” timpal Liliana yang mencoba meyakinkan menantunya itu. Amora tersen
“Selamat pagi Anak Mama. Bagaimana tidurnya semalam, hm?”Amora berceloteh sendiri dengan Ryuji yang sedang duduk di dalam box bayinya. Amora baru saja bangun saat mendengar suara bayi bertubuh gembul itu.“Anak Mama sudah bangun saja pagi begini. Siapa yang sudah menggantikan popokmu, hm? Papa?” tanya Amora ketika melihat putranya telah berganti pakaian.Ryuji hanya menanggapinya dengan senyuman lebar dan menendang kedua tangan dan kakinya berulang kali. Ia asyik memasukkan teether ke dalam mulutnya dan menggigit-gigitnya dengan gemas.Amora pun menggendong Ryuji keluar dari tempat tidurnya dan mengelilingi kamarnya untuk mencari keberadaan Regis.“Sayang,” panggil Amora. Namun, tidak ada yang menyahutnya.“Ke mana dia?” gumam Amora yang akhirnya kembali ke kamarnya. Ia baru menyadari jika koper yang dipersiapkannya semalam untuk Regis sudah tidak ada di tempatnya.“Dia sudah pergi?” terka Amora dengan terheran-heran.Tidak biasanya Regis pergi tanpa berpamitan padanya. Biasanya Regi