“Ray, tunggu sebentar,” sela Amora dengan khawatir. “Kenapa, Ma? Ray tidak boleh?” tanya anak laki-laki itu dengan tatapan yang terlihat sendu. Amora tahu jika Rayden sangat ingin membanggakan ayahnya kepada teman-temannya, tetapi ia berpikir jika ia perlu memastikan kejelasan hubungannya dengan Regis terlebih dahulu. Ia perlu tertulis hitam di atas putih mengenai status Rayden. “Bukan begitu. Mama bukan ingin melarangmu untuk menceritakan hal ini kepada teman-teman atau gurumu, tapi … Mama pikir sebaiknya setelah kita menemui keluarga besar ayahmu dulu,” jawab Amora dengan hati-hati. Amora tidak ingin melukai hati putranya. Ada kecemasan yang muncul di dalam benak Amora. Ia khawatir keluarga besar Lorenzo tidak bisa sepenuhnya menerima Rayden. Meskipun hal itu hanyalah kekhawatiran yang tidak terbukti, tetapi Amora berpikir untuk memastikan hal itu terlebih dahulu. Bola mata hazel mungil milik Rayden menatap ibunya dengan lekat. Ia tidak mengerti kenapa ibunya meminta untuk men
Tubuh Amora membeku di tempat. Kedua netranya terpejam dengan erat selama beberapa saat. Debaran jantungnya tengah bergelora tidak karuan. Ia merutuk di dalam hati karena kepergok oleh Regis sebelum ia sempat meninggalkan tempat tersebut. “Amora?” Netra elang Regis menyipit tajam ketika melihat punggung wanita itu. Perlahan sudut bibirnya tertarik ke atas. “Apa yang kamu lakukan dengan mencurigakan di sana, hm? Kamu sedang mengintipku?” Sontak, Amora berbalik badan menghadapnya. “Si-siapa juga yang mengintip?!” tampiknya tanpa menoleh ke bawah. Ia khawatir melihat hal yang tidak sepatutnya dilihatnya. “Oh ya? Padahal wajah mesummu terlihat jelas . Masih mau menyangkal?” ledek Regis seraya mengusap wajahnya yang basah. Rahang tirus Amora mengetat. Ia menggiertakkan gigi-giginya dengan erat. Kesal karena memberikan kesempatan bagi pria itu untuk mengejeknya. “Matamu saja yang rabun!” gerutu Amora dengan emosi yang meluap-luap. Namun, Amora tidak ingin berlama-lama di sana untuk b
Amora dapat merasakan desiran di dalam tubuhnya hanya karena sentuhan kecil pria itu padanya. ‘Berengsek!’ umpatnya di dalam hati. Ia langsung memalingkan wajahnya dari pemandangan menggoda yang mengobrak-abrik pikirannya. “Ha-habisnya tadi aku pikir kamu tidak pakai apa pun,” gerutunya. “Kenapa? Apa kamu lebih suka aku tidak mengenakan apa pun?” ledek Regis dengan suara gelak tawa yang mengiringi kalimatnya. “Tidak!” timpal Amora yang membuat dirinya terdengar semakin konyol. Ia memijit pelipisnya yang berdenyut hebat. Berdebat dengan Regis hanya membuat kepalanya terasa semakin pusing. “Seharusnya tadi kamu menutup pintumu, jadi aku tidak akan masuk,” ucapnya yang melimpahkan kesalahan kepada pria itu. Regis menarik sudut bibirnya. “Ini kamarku, Amora. Aku tidak pernah melakukan hal merepotkan seperti itu sebelumnya." “Tapi, sekarang kita sudah tinggal bersama, Regis. Kamu harus membiasakan dirimu,” timpal Amora mengingatkannya. Suara kekehan kecil terlontar dari bibir Regis.
‘Ke-kenapa juga dia harus datang di saat seperti ini sih?’ batin Amora dengan debaran jantung yang sedang berpacu hebat.Manik mata Amora memperhatikan Regis dengan waswas. Khawatir jika pria itu mengetahui jika dirinya baru saja melihat hal yang tidak seharusnya ia ketahui.Amora meneguk salivanya dengan kasar ketika melihat pemandangan yang memanjakan matanya. Regis baru saja selesai mandi dan hanya mengenakan sehelai handuk menutupi bagian tubuh dari pinggang ke bawah.“A-apa kamu tidak bisa memakai bajumu lebih dulu sebelum bertanya?” sergah Amora dengan gugup.Ia berusaha mengalihkan perhatian Regis terhadap benda yang saat ini sedang berusaha ditutupinya dengan salah satu alas kakinya.Amora berharap Regis tidak melihatnya. Sayangnya, hal itu tidak terjadi. Netra tajam Regis begitu jeli untuk membaca situasi yang terjadi. Pria itu langsung mengalihkan pandangannya ke bawah. Sepasang alis tebalnya langsung bertaut saat melihat ada hal yang sedang disembunyikan wanita itu darinya.
“Turunkan aku, Regis!” jerit Amora dengan histeris. Wanita itu terus meronta saat Regis memanggulnya. Kepalanya terasa semakin pusing karena posisinya mengarah ke bawah. Ia dapat melihat tato naga hitam yang mengukir kulit punggung pria itu seolah sedang meledeknya. Regis terus melangkah. Mengabaikan rontaan Amora yang berulang kali memukul punggungnya dengan kedua kepalan tangannya yang lemah. “Berengsek! Turunkan aku! Dasar naga mesum!” Amora kembali berteriak. Ia terus memberontak dengan hebat, tetapi Regis tidak menggubrisnya hingga akhirnya pria itu menghempaskan tubuhnya di atas ranjang dalam satu kali sentakan. “Akh!” Amora meringis. Wanita itu memegang keningnya. Rasa pusing yang semakin bertambah hebat menderanya karena hempasan pria itu pada tubuhnya. Namun, ia tidak bisa fokus dengan rasa sakitnya itu karena ada hal yang lebih penting yang sedang mengancamnya saat ini. Regis telah mengungkung tubuhnya. Terlihat seulas seringai licik yang sedang menertawakan Amora yang
‘Apa maksudnya? Apa dia sedang memberikan pengakuan secara tidak langsung?’ batin Amora yang dipenuhi kebingungan.Wajah Amora langsung tertunduk dalam. Ia tidak ingin Regis melihat rona merah yang menyebar di kedua belah pipinya.Ekor mata Amora kembali melirik Regis yang terlihat begitu santai seolah tidak terjadi apa pun. ‘Sepertinya … aku terlalu berpikiran jauh,’ batinnya yang diam-diam menghela napas pelan.Amora berharap Regis segera mengakhiri pengolesannya dengan cepat.Beberapa detik kemudian, usapan telunjuk Regis terhenti. Akan tetapi, pria itu masih tidak melepaskan tangan pada puncak kepalan Amora. Netra elangnya melirik tajam pada bagian pelipis kiri Amora di mana terlihat bekas luka yang tertinggal di sana.Regis tahu jika luka itu bukan luka baru, melainkan sudah lama sekali. Tanpa sadar jemari Regis menyentuh bekas luka tersebut hingga Amora tersentak dan segera menarik dirinya menjauh.Wanita itu bergegas merapikan poninya dan berdeham pelan. “Terima ka—”“Kenapa bi
Kening Amora mengerut karena merasa tidak memberikan apa pun kepada pria itu. “Hadiah apa yang kamu maksud, Regis? Sepertinya aku—"“Rayden adalah hadiah luar biasa yang telah kamu berikan untukku, Amora,” sela Regis yang membuat wanita itu terperangah.Amora tidak menyangka jika Regis akan menganggap Rayden sebagai anugerah seperti hal dirinya yang memiliki pemikiran yang sama. Ketika Amora hendak menanggapi, tiba-tiba Regis menepuk pelan puncak kepalanya.“Terima kasih sudah bertahan hingga hari ini, Amora."Wanita itu tersentak dengan kalimat yang diucapkan Regis. Seulas senyuman yang mengembang di bibir Regis membuat Amora menjadi grogi.Akan tetapi, ungkapan rasa terima kasih yang diucapkan Regis membuat Amora merasa sangat dihargai. Ia tidak menyangka pria itu akan melakukan tindakan dan mengatakan hal yang tidak terduga. Padahal sebelumnya Amora selalu menyembunyikan rasa lelah dan sakit yang didapatkannya dalam menjalani tujuh tahun kehidupan yang dipenuhi dengan berbagai lika
Sinar mentari telah mengintip di balik tirai tipis dalam kamar tidur yang sedang ditempati Amora. Wanita itu masih enggan membuka sepasang netranya dan membenamkan seluruh tubuhnya di salam selimut. Suhu udara di dalam ruangan itu masih terasa sangat dingin meskipun sang surya telah menampakkan dirinya. “Mama! Mama!” Suara teriakan Rayden menyentakkan bunga tidur Amora. Wanita itu langsung membuka matanya dan bergegas bangkit dari pembaringannya. Namun, gerakannya terhenti sejenak. Amora memijit pelipisnya untuk menstabilkan tekanan darahnya. Karena bangun tidur terlalu terburu-buru menyebabkan rasa nyeri pada kepalanya. "Selamat pagi, Mama," seru Rayden yang telah menghampiri Amora lebih dulu. Ia langsung naik ke atas tempat tidur dan memeluk ibunya. Kening Amora mengerut. Perlahan ia melepaskan pelukan putranya, lalu menatapnya dengan lekat. “Ada apa, Ray? Apa terjadi sesuatu?” Seulas senyuman sumringah terbit di bibir anak laki-laki itu. “Ray cuma disuruh untuk membangunkan
Satu per satu acara pun dimulai dan berakhir dengan lancar. Regis juga memperkenalkan kedua putranya yang menjadi kebanggaan keluarga Lorenzo di hadapan para tamunya. Kali ini Regis tidak melarang beberapa awak media terpercaya untuk meliput kedua buah hatinya itu. Namun, para bawahan Regis tetap memberikan batasan-batasan yang boleh dan tidak boleh dilakukan saat mengambil gambar. Akhirnya tiba saatnya sesi pelemparan buket bunga yang dilakukan oleh Amora sebagai mempelai wanita. Para gadis maupun pemuda lajang telah bersiap-siap untuk berebutan buket dari sang mempelai wanita.Biana juga telah bersiap di posisinya. Pada hitungan ketiga, buket bunga tersebut melayang di udara dan semua orang berlomba-lomba menggapainya. Buket bunga tersebut beralih dari satu tangan ke tangan yang lain hingga akhirnya seseorang berhasil merebutnya! Seketika suasana menjadi sangat hening, semua orang berdiri mematung untuk melihat sosok yang beruntung tersebut. Biana tampak kesal karena ia tidak b
Dalam balutan gaun pengantin berwarna putih gading dan tiara cantik yang menghiasi puncak kepalanya serta juntaian wedding veil yang menutupi sebagian wajahnya, Amora berjalan selangkah demi selangkah menuju ke arah suaminya, Regis Lorenzo. Wanita itu mengamit lengan Alejandro Volker selaku ayah kandungnya. Mereka berjalan berdampingan. Terlihat sosok sepasang malaikat kecil di depan mereka yang berpenampilan tampan dan imut. Mereka tidak lain adalah Rayden dan Kimmy. Keduanya berjalan bergandengan tangan sembari menebarkan kelopak bunga mawar yang menuntun langkah mempelai wanita menuju ke ujung aisle. Sementara itu, tiga orang bridesmaid berjalan di belakang Amora. Mereka adalah Estelle Mauverick, Biana Curtiz dan Alicia Lorenzo. Amora memandang ke sekelilingnya. Ia bertemu pandang dengan beberapa orang terdekatnya seperti Noel Ritter, Chris Walden, Bianca Lysander, Hilde Maven, Henry Allen serta Emma Adams yang sedang menggendong buah hatinya, Ryuji Lorenzo. Amora memberikan la
“Ada apa? Kamu masih saja cemburu dengan mantan istrimu?” goda Gino yang sejak tadi memperhatikan Regis di belakangnya. Malam ini pria itu memang menjadi groomsmen-nya alias pendamping mempelai pria. Regis hanya melayangkan tatapan tajamnya. Ia enggan menanggapinya. “Aku mengerti. Mantan memang sulit dilupakan. Apalagi mantan pertama. Rasanya aku ingin mencabik-cabiknya,” geram Gino yang dapat memahami perasaan Regis. Istrinya juga masih beberapa kali bertemu dengan mantan suaminya karena mantan suami istrinya itu ingin bertemu dengan Kimmy, putri mereka. “Apa mau aku membantumu?” tawar Regis dengan serius. Gino langsung meliriknya dengan syok. Tentu saja ia memahami maksud dari Regis. “Mengambil nyawanya bukan penyelesaian yang baik, Regis. Kalau Estelle dan Kimmy tahu aku yang sudah menghabisi ayah kandungnya, mau ditaruh di mana wajahku ini,” timpalnya. Regis mengulum senyumnya. “Dasar pengecut,” ledeknya. Gino mencebikkan bibirnya dengan malas. Ia mengedarkan pandangannya ke
“Ada apa, Amora?” tanya Estelle dan Biana secara serempak. Mereka tampak khawatir melihat kondisi Amora. Namun, Amora menggeleng pelan. “Tidak apa-apa. Sepertinya aku harus memompa asiku dulu deh. Tapi, aku tidak bawa alatnya lagi,” cicitnya. “Tenang saja. Aku bawa kok. Pakai punyaku dulu saja,” sahut Estelle sembari mengambil tas ransel yang berisi berbagai barang keperluan putra keduanya. Amora pun meminjam peralatan pompa asi dari sahabatnya, lalu bergegas menyelesaikan kegiatannya dan kembali melanjutkan persiapannya untuk acara malam ini. “Tolong kalian gunakan jari-jari ajaib kalian untuk menyulapnya menjadi ratu tercantik sejagat raya malam ini,” pinta Estelle kepada para penata rias dan penata busana pilihannya. “Serahkan saja kepada kami, Nyonya Moonstone!” sahut tim tersebut. *** Suara alunan piano memenuhi di sekitar lahan hijau yang telah didekorasi dengan sangat cantik. Pintu masuk menuju ke area resepsi acara juga telah dihiasi dengan aneka bunga segar berwarna put
“Apa? Pesta pernikahan?” Amora menatap Mark dengan syok, lalu memandang Biana dan Estelle yang sedang tersenyum sumringah padanya. “Sejak kapan kalian merencanakan semua ini, hm?” selidik Amora dengan sengit. “Maaf, Amora. Kami benar-benar tulus ingin memberikan kejutan. Tolong jangan marah,” cicit Estelle. “Benar, Amora. Aku juga terpaksa mengikuti rencana mereka. Tapi, percayalah kalau kami tidak pernah bermaksud buruk padamu,” timpal Biana dengan bersungguh-sungguh. “Ck, kalian benar-benar tidak setia kawan, huh?” Amora mengomeli kedua sahabatnya. Ia masih sangat kesal dibohongi dan dipermainkan seperti orang bodoh. “Tentu saja kami setia kawan, Amora. Kami ingin kamu bahagia,” cetus Estelle yang diikuti anggukan oleh Biana. “Sia-sia saja air mataku tadi,” sungut Amora dengan wajah ditekuk masam. Regis menghampiri istrinya tersebut, lalu menyeka sudut mata wanita itu yang masih berair. “Jangan marah lagi, Sayang. Maafkan aku. Aku bersedia menerima hukuman apa pun,” ucapnya.
Suara letusan konfeti mengagetkan Amora. Refleks, ia memejamkan matanya dan taburan potongan kertas warna-warni menghujani tubuhnya. “Surprise!” Seruan penuh semangat terdengar di telinganya. Ketika ia membuka matanya kembali, ia disuguhkan dengan kehadiran Regis yang telah berdiri di depan matanya. “Regis?” Amora menatap suaminya dengan kening yang berkerut. Pandangan Amora pun mengedar ke sekelilingnya. Ia tidak menemukan sosok yang mencurigakan di dalam ruangan itu. Justru ia malah dikagetkan dengan kehadiran beberapa orang yang dikenalnya. “Kalian ….” Amora memandang satu per satu sosok tersebut dengan bingung. Tatapannya terhenti pada Alicia yang berdiri di sampingnya. Gadis itu memegang konfeti yang diletuskannya tadi. Amora pun menginterogasinya. “Alicia, kenapa kamu bisa ada di sini? Apa maksud semua ini? Di mana wanita itu?" "Wanita?" Regis memandang Amora dengan bingung. "Tidak usah berpura-pura, Regis. Apa kamu menyembunyikannya?" selidik Amora. Ia telah mendorong d
Perasaan Amora terasa tidak karuan. Ucapan Alicia masih terngiang jelas di dalam benaknya. “Ini tidak mungkin. Tidak mungkin,” gumam Amora berulang kali.Seth melirik kaca spion mobil tengah untuk memantau kondisi nyonya mudanya tersebut. Ia tidak tahu menahu tentang hal yang terjadi. Tadi wanita itu hanya memintanya untuk segera mengantarkannya ke Mansion Blue Lake.Tadi Alicia berkata jika ia melihat Regis bertemu dengan seorang wanita saat ia dalam perjalanan menuju taman bermain dengan Rayden. Padahal sepengetahuannya, pria itu seharusnya berada dalam perjalanan ke Italia seperti yang dikatakannya kemarin kepadanya.Alicia berkata kepada Amora jika ia telah membuntuti Regis dan melihat keduanya masuk ke dalam Mansion Blue Lake. Tentu saja hal tersebut membuat Amora sangat terkejut. Ia tidak percaya jika Regis melakukan sesuatu yang mengkhianati cinta mereka.Namun, di satu sisi, Amora juga yakin kalau Alicia tidak mungkin membohonginya. ‘Apa mungkin Regis tidak jadi berangkat ke
“Bagaimana? Apa kamu bisa tenang membiarkan Emma membantumu mulai hari ini?” tanya Liliana meminta pendapat menantunya tersebut. Amora tertegun. Ia menatap Emma yang masih menunggu tanggapannya. “Tentu saja aku setuju,” sahutnya dengan mengulas senyuman lebar di bibirnya. Dibandingkan para pengasuh lain, Amora tentu saja akan lebih percaya dengan Emma. Dulu wanita paruh baya itu juga sering membantunya menjaga Rayden. “Tapi, apa Nyonya Adams tidak apa-apa? Aku tidak ingin terus-menerus merepotkan Anda. Apa Henry dan Hilde mengizinkannya?” tanya Amora dengan penuh selidik. Ia tidak ingin putra dan menantu Emma tidak menyetujui hal tersebut. Apalagi kondisi Emma yang pernah dirawat di rumah sakit dulu. “Tenang saja, Amora. Malah mereka memintaku untuk membantumu. Hilde malah lebih mendukungku,” terang Emma yang dapat memahami pemikiran Amora tersebut. “Nanti Tante akan sering-sering datang dan ikut membantu kok,” timpal Liliana yang mencoba meyakinkan menantunya itu. Amora tersen
“Selamat pagi Anak Mama. Bagaimana tidurnya semalam, hm?”Amora berceloteh sendiri dengan Ryuji yang sedang duduk di dalam box bayinya. Amora baru saja bangun saat mendengar suara bayi bertubuh gembul itu.“Anak Mama sudah bangun saja pagi begini. Siapa yang sudah menggantikan popokmu, hm? Papa?” tanya Amora ketika melihat putranya telah berganti pakaian.Ryuji hanya menanggapinya dengan senyuman lebar dan menendang kedua tangan dan kakinya berulang kali. Ia asyik memasukkan teether ke dalam mulutnya dan menggigit-gigitnya dengan gemas.Amora pun menggendong Ryuji keluar dari tempat tidurnya dan mengelilingi kamarnya untuk mencari keberadaan Regis.“Sayang,” panggil Amora. Namun, tidak ada yang menyahutnya.“Ke mana dia?” gumam Amora yang akhirnya kembali ke kamarnya. Ia baru menyadari jika koper yang dipersiapkannya semalam untuk Regis sudah tidak ada di tempatnya.“Dia sudah pergi?” terka Amora dengan terheran-heran.Tidak biasanya Regis pergi tanpa berpamitan padanya. Biasanya Regi