"Biar aku yang bereskan," kata Elang setelah mereka selesai sarapan. Menyingkirkan semua peralatan kotor dari meja makan, membawanya ke tempat cuci piring. Ketika kembali lagi, Elang langsung menghampiri Nindya yang sudah pindah duduk ke perpustakaan. "Ini bukan waktu untuk membaca, ini waktumu istirahat!"
"El, apaan sih?" Nindya memaksa melepaskan diri dari kungkungan di punggungnya. Niat membaca buku untuk menghindari kontak dengan Elang sepertinya tidak akan berhasil. "Aku sedang menunggu orang laundry."Bertepatan dengan itu, laundry langganan Nindya datang untuk mengambil karpet kotornya. Nindya membuka pintu, dan menutupnya kembali setelah pegawai laundry meninggalkan rumahnya.Suasana menjadi canggung untuk Nindya. Tapi Elang mana mau peduli, dia mendekati Nindya dan membalikkan tubuh dosennya dengan cepat, membungkuk rendah lalu mengangkat Nindya dalam gendongan, tangan kirinya menyelip dibawah bahu dan tangan kanan di belakang lutut Nindya.<Makrab bersama teman-teman mapala menjadi pilihan Elang sepulang dari rumah Nindya. Dia memborong berbotol-botol minuman keras dan camilan untuk berpesta sebelum menuju basecamp mapala. Makrab atau mabuk akrab alias mabuk bersama teman adalah acara spontan yang terjadi karena ada anggota mapala yang mendadak stres karena kebanyakan beban pikiran. Saling mendengar keluh kesah sambil minum merupakan cara cepat mengalihkan masalah, versi mereka. Meskipun setelah acara makrab selesai tidak ada satupun yang mengingat apa yang dikeluhkan temannya, tapi mereka menikmati kebersamaan itu. Apalagi setelah ritual mereka benar-benar mabuk dan tidur nyenyak. Mereka mendapatkan kepuasan karena sudah melepas beban di hati dengan berbagi cerita pada teman sehobi yang bisa dipercaya.Mulai dari masalah cinta sampai tugas kuliah, mulai dari ribut dengan orang tua sampai jatah jajan bulanan yang habis lebih cepat karena dipakai untuk kegiatan petualangan alam. Ya, meski se
Ya, Nindya memang sedang duduk di coffee shop bersama tunangannya, Daniel. Berhadapan, tidak seperti sepasang kekasih yang memiliki hubungan cinta, tapi lebih seperti rekan kantor yang sedang membahas pekerjaan.Daniel fokus pada laptop, sibuk dengan jarinya yang berada di atas tuts dan layar yang menampilkan struktur batuan. Sementara Nindya memegang gelas kopi sambil menatap ke luar kafe. Merenung.Alih-alih membicarakan pernikahan seperti yang disampaikan Nindya pada Elang pagi tadi, pasangan dosen muda itu hanya membicarakan sesuatu yang berhubungan dengan kerja, pendidikan, penelitian, jadwal mengajar lalu diam dengan urusan masing-masing.Nindya melamunkan Elang, jika dia keluar bersama playboy kampus, yang usianya lebih muda darinya itu … tempat seperti apa yang akan dipilih Elang untuk menghabiskan waktu berdua? Hanya ngopi seperti sekarang atau mengajaknya menatap matahari terbenam sambil berpelukan?! Nindya tersenyum samar, Elang menjanjikan senj
Elang bukan hanya tepar karena kebanyakan minuman, tapi muntah-muntah sampai kondisinya benar-benar parah dan tidak mampu bergerak lagi. Dia tidur tertelungkup di belakang basecamp begitu acara mabuk akrab bersama teman-temannya selesai. Benar-benar hari yang buruk!Bagaimana tidak? Dua hari penuh drama yang menyakitkan hati membuat Elang yang tidak dalam kondisi stabil mencari pelampiasan dengan alkohol berlebih. Hasilnya, Elang merasa sakit di seluruh tubuh saat mendapatkan kesadarannya di malam hari. Elang pulang ke kontrakan hanya untuk membersihkan diri dari bekas muntahan yang mengering di baju dan melanjutkan tidur tanpa makan malam. Tubuhnya panas dingin dan terasa remuk di bagian dalam. Tidurnya juga tidak bisa dibilang nyenyak, bayangan wanita yang melahirkannya silih berganti dengan wajah sendu Nindya saat menatapnya.Tanpa sadar, di dalam tidurnya yang gelisah, ada air mata yang jatuh membasah di bantal tempat Elang meletakkan kepala. Tanpa is
Tiga hari di Gunung Kidul, Elang sibuk dengan tim penelusuran goa. Pengambilan sampel air sungai bawah tanah menguras banyak tenaga, dan tentu saja Elang tidak ingin ditambah dengan beban memikirkan dosen pembimbingnya.Elang memasang wajah tak berdosa seperti biasanya, bercanda dengan dua teman mapalanya sambil menggoda Sandra, mahasiswa teknik geologi yang juga terlibat dalam penelitian tim dosen. Sebentar lagi mereka semua akan kembali ke kota Yogya dan Elang harus melanjutkan kegiatan penelitian di lab kimia lalu mengumpulkan laporan pada ketua jurusan di hari Sabtu."San, kamu ada hubungan spesial sama Daniel?" tuduh Elang asal. Dia sedang butuh informasi tentang dosen muda yang tak lain adalah tunangan Nindya."Daniel siapa? Hubungan yang bagaimana yang kamu maksud? Pacaran?"Elang mengedikkan bahu acuh. "Daniel dosen, entahlah … kalian terlihat dekat!"Sandra terbahak-bahak melihat ekspresi Elang. "Pak Daniel? Kamu nyebutin nama do
"Bukti apa?" tanya Nindya gelagapan, pura-pura tidak paham dengan maksud Elang.Tanpa ekspresi, Elang mendekatkan wajahnya hingga jarak satu jengkal di depan Nindya. Memperhatikan dosen muda yang bingung mencari alasan hingga menggigit bibir bawahnya sendiri."Mau aku ingatkan lagi apa yang pernah kita lakukan di tenda pinggir sungai? Biar kamu nggak lupa kalau pas malam keakraban waktu itu aku menyentuhmu tanpa pengaman!" "El!" Nindya terperangah, kepalanya spontan menoleh ke kiri dan kanan lagi untuk memastikan tidak ada orang di sekitar mereka. Sepi. Dia baru sadar kalau semua tim sudah berangkat, meninggalkan dirinya bersama Elang. Benar-benar sesuai rencana Elang."Cari siapa? Semua sudah pulang!""Kenapa mereka nggak menunggu kita?" tanya Nindya curiga.Elang menyeringai santai, "Karena aku bilang sama mereka semua kalau kita akan mampir ke rumah saudara Bu Nindya di Wonosari, ambil titipan buat dibawa ke Semarang!"
"Tertarik dengan yang kamu lihat?" tanya Elang dengan raut brengseknya. Demi apapun juga, Elang menyukai mata Nindya yang jatuh di area pribadinya."Hah? A-pa?" Nindya tergagap dengan wajah bodoh. Ya ampun, bagaimana mungkin hanya dalam waktu singkat Elang mengubahnya menjadi ABG labil dengan pikiran mesum seperti ini? Elang melengkungkan bibirnya, setengah kesal pada wanita berkepala batu yang tidak mau mengakui rasa di hatinya. Namun, di sisi lain Elang juga menyukai sifat malu-malu yang jelas tidak cocok untuk wanita seusia Nindya. "Apa kamu selalu keras dengan perasaanmu?""Ya!" Nindya menjawab mantap dan juga galak. "Ck-ck," kata Elang manis, menegur seraya menggeleng ringan. "Kita hampir sampai, jika butuh dokter aku akan mengantarmu ke klinik sekarang!""Tidak, aku baik-baik saja. Aku akan segera tidur setelah kamu pulang!""Aku belum menjejakkan kaki di rumahmu dan sudah terusir dengan pasti.""El, jangan memb
Nindya larut dalam kegilaan. Ingkar dengan statusnya sebagai dosen pembimbing Elang. Lupa kalau yang sedang mencumbunya sekarang adalah mahasiswanya sendiri.Dosen cantik itu bahkan tidak ingat dengan tunangan konservatifnya, tunangan yang tidak pernah membuatnya mengerang nikmat seperti apa yang sedang Elang lakukan. Daniel terlalu sopan dan formal, dewasa di usia hampir tiga puluh tahun. Selalu memperlakukan Nindya dengan lembut dan hanya memberikan ciuman kecil saat mereka bersama. Ciuman di kening dan pelukan sekedarnya untuk menunjukkan kedekatan.Tunangan Nindya itu memang tidak bisa dibandingkan dengan Elang, dia menjaga Nindya yang keras kepala dengan baik, dengan tidak menyentuh terlalu banyak sebelum mereka menikah. Daniel lebih menghargai sikap-sikap Nindya yang cenderung tidak menyukai laki-laki yang tidak bisa menghargai wanita seperti ayahnya. Daniel tampil manis agar Nindya merasa tidak sebagai obyek bagi hormon lelakinya.Nindya t
"Kamu mau bukain? Caranya sama seperti apa yang udah aku lakuin sama kamu!" jawab Elang kalem, sedikit mengejek Nindya yang merona malu karena ucapannya.Nindya menggigit bibir, Elang kembali menempatkan dirinya pada situasi yang tidak menguntungkan. Nindya berperang dengan hatinya, nyalinya untuk menelanjangi Elang tidak cukup kuat. Meski Nindya ingin melihat dan meraba otot perut Elang yang keras, semua diurungkan begitu saja. Dia merasa senewen sendiri di bawah tatapan Elang. Konyol karena dia tanpa sehelai benang sedangkan Elang masih berpakaian lengkap dengan tatapan panasnya. "Kamu memang beneran brengsek!"Elang mengabaikan umpatan Nindya, dia justru kembali memeriksa suhu tubuh dosennya. Kali ini punggung tangannya menyentuh dahi Nindya lebih lama. "Selain demam, sepertinya kamu juga rada edan!" Tangan Elang meraih selimut dan menutup tubuh Nindya dari ujung kaki sampai leher. "Tidurlah, kamu masih demam! Aku mau ke kamar mandi
Dua bulan kemudian ….Elang mendapatkan ucapan selamat dari Pak Ronald, dua dosen penguji dan teman-teman dari teknik kimia yang hadir dalam seminar. Penelitian Elang sukses, membawa proyek kampus pada tahap berikutnya, yaitu menaikkan sumber air tanah yang telah teruji dari dalam goa untuk didistribusikan ke desa dan dijadikan kebutuhan sehari-hari oleh warga sekitar. "Sukses ya, El!" Mayra menjabat tangan Elang paling akhir, tulus mengucapkan doa untuk orang yang dicintainya. "Bisa langsung skripsi itu, jaminan lancar kamu sama Pak Ronald! Aku yakin tiga bulan kelar, bisa wisuda periode semester ini kamu, El!""Thanks, sukses buat kamu juga, May!" Elang bersyukur, Mayra tidak berubah sikap. Tetap baik dan ramah padanya. "Kayaknya kamu bakal lulus lebih dulu … ngomong-ngomong kemana Bu Nindya? Kok cepet banget ilangnya, padahal tadi masih sempat ngasih masukan buat revisi laporan!"Elang mengedikkan bahu, dia memang tidak tau
Bukan pernikahan mewah seperti yang diimpikan oleh semua gadis dan juga orang tuanya. Elang menikahi Nindya di rumah sakit sebagai permintaan maaf, sebagai hadiah untuk keteledorannya dan sebagai penyembuh untuk hati Nindya yang sedang terluka.Elang menebus semua rasa bersalahnya dengan berjanji akan mencintai Nindya selamanya. Hatinya ikut perih, bukan hanya karena kehilangan calon anaknya tapi karena dirinyalah yang telah merusak masa depan Nindya dan tunangannya, meski itu terjadi tanpa disengaja.Elang tidak ingin Nindya tidak bahagia di masa depan karena ulahnya, karena ada bekas yang mungkin akan jadi pemantik dalam kisah rumah tangga dosennya itu bila menikah dengan Daniel. Biarlah Elang yang menanggung semua itu terlepas Nindya mencintainya atau tidak.Sudah seminggu berlalu, Nindya masih di rumah ibunya untuk beristirahat, sementara Elang memulai kesibukannya dengan penelitian dan juga latihan untuk persiapan lomba.Nindya tidak mau dije
Setelah beberapa waktu yang terasa sangat lama bagi Elang, akhirnya Nindya dipindahkan ke bangsal perawatan. Elang duduk gelisah di sisi ranjang tempat Nindya istirahat. Sesekali masih tersenyum sembari mengusap jemari Nindya yang terasa dingin."El, aku minta maaf!" Nindya menatap Elang sendu, dengan mata merebak dan penuh penyesalan.Elang mengeratkan genggaman, lalu mencium tangan Nindya dengan kasih sayang. "Sssttt …! No, kamu tidak boleh menangis! Itu salahku, jadi seharusnya aku yang minta maaf." "Aku tidak bermaksud berbohong," ucap Nindya serak."Kamu pasti punya alasan kuat melakukan itu semua, aku menduga ada dua hal yang menyebabkan kamu begitu. Pertama kamu akan menikah dengan Daniel dalam waktu dekat karena aku tidak pantas menjadi seorang suami. Kedua, kamu melakukan ini untuk Mayra." Elang menjeda kalimatnya dengan satu tarikan nafas panjang. "Aku kehilangan satu lembar surat mama!"Elang setiap beberapa hari sekali selalu
Nindya terengah-engah, nafasnya berat dan serasa hampir putus melewati tanjakan cinta. Padahal, dia berjalan setengah ditarik Elang. Melihat pemuda itu masih bisa cengengesan di depannya, Nindya menyadari kalau fisiknya terlalu lembek.Elang mengusap keringat di wajah Nindya, "Capek ya?""Sangat, rasanya aku tidak mungkin kuat berjalan lagi, El! Kakiku gemetar, perutku juga melilit." Nindya merasa ada yang tidak beres dengan tubuhnya. Rasa lelah menghampiri dengan dahsyat, tubuhnya lemas tak bertenaga dan perut bagian bawahnya sakit. Elang mengajak Nindya duduk di pinggir jalan, meluruskan kaki dosennya dan memberikan tasnya untuk bersandar. Wajah Nindya terlalu pucat, keringat dingin juga tidak berhenti memenuhi dahi Nindya. "Kamu sakit? Apa yang kamu rasakan?"Ada orang yang memiliki alergi dingin, ada juga yang mendadak sakit saat beradaptasi dengan cuaca gunung. Elang menemukan kasus serupa di beberapa kegiatan pendakian massal yang
Setelah mendapat izin dari ibu Nindya, Elang mengemudi ke tempat penyewaan alat-alat petualangan. Mereka akan berangkat langsung dari Semarang, Elang tidak akan sempat kembali ke Yogya mengambil semua kebutuhannya untuk di gunung nanti. Mereka juga mampir ke minimarket untuk membeli kebutuhan makanan.Elang cukup gila memilih jalur ngagrong sebagai pendakian pertama untuk Nindya. Selain lebih ekstrim, jalur tikus tersebut terbilang bukan jalur resmi yang direkomendasikan untuk mendaki Gunung Merbabu. Tidak ada pos pantau untuk mengawasi para pendaki dari jalur yang tidak resmi, sehingga membahayakan bagi pendaki yang tidak berpengalaman, karena tidak ada data yang tercatat di pos utama.Pendaki pemula kebanyakan lebih memilih jalur Selo dengan tingkat kesulitan medium. Elang pribadi kurang menyukai jalur tersebut karena terlalu ramai. Dia suka sepi saat di alam terbuka, agar suara alam terdengar jelas dan dia bisa lebih leluasa menikmati perjalanannya.Ela
"Kamu bisa pingsan di pelukanku!" Uh, Elang memang selalu penuh rayuan mematikan untuk Nindya yang sering naif dalam sebuah hubungan. "Apa Lala masih melihat kita?""Tidak, dia membuang muka!" Elang terkekeh, dia agak keterlaluan menciptakan suasana romantis bersama Nindya. Bukan hanya Lala yang gerah, tapi pria seumuran ayahnya yang sedari tadi memperhatikannya spontan memasang wajah dingin. "Siapa pria yang berdiri arah jam sembilan?"Nindya tidak menoleh tapi melihat dengan ekor matanya. "Oh … itu ayahku!""Hm … sepertinya aku dalam masalah!"Nindya terkikik melihat ekspresi Elang yang mendadak serius. "Tidak akan, kami sudah tidak bertegur sapa selama sepuluh tahun.""Apa alasan ibumu tidak mau datang karena situasi ini, karena ada ayahmu?""Mempelai wanita itu sepupuku dari keluarga ayah, jadi ayah pasti hadir, dan ibu menghindari masalah. Istri ayahku masih saja cemburu pada ibuku, dan selalu saja berusaha menying
"Pegang tanganku," perintah Elang pada Nindya ketika mereka turun dari mobil. Masuk ke dalam gedung serbaguna yang sudah disulap menjadi tempat resepsi pernikahan yang lumayan mewah.Sepupu Nindya cukup mujur karena mendapatkan suami dari kalangan orang banyak harta, sehingga pesta pernikahan pun tidak bisa dibilang sederhana. Beruntung Nindya dan Elang memakai pakaian yang pantas. Sangat serasi sebagai pasangan muda yang sedang jatuh cinta. Ups … sepertinya baru Elang yang jatuh cinta. Nindya baru tahap suka."Hm, ide bagus! Aku kurang nyaman dengan heels ini, terlalu tinggi!" Nindya mengaitkan tangan pada lengan mahasiswanya, selain agar tampak mesra sebagai pasangan, Nindya butuh bantalan kuat jika ada yang menyindir statusnya yang masih melajang di usia dua puluh delapan. Masalahnya tidak sederhana sederhana karena sepupunya yang sedang menggelar pesta pernikahan belum genap berusia 23 tahun. "Kenapa tidak pakai yang tanpa heels?" Elang mela
Sulit untuk menolak pria yang bisa membuatmu selalu tersenyum! Mungkin itu pepatah kuno yang dulu tidak pernah diyakini Nindya. Sekarang kalimat sakti itu membuktikan diri padanya, memberikan kebenaran yang mau tidak mau harus diakui. Nindya memiliki kesulitan menolak Elang! Pemuda itu terus saja menempel padanya di tiap kesempatan, membuat mereka selalu berdekatan tanpa rasa malu sedikitpun. Terlalu cuek atau terlalu percaya diri juga Nindya tak paham, yang jelas Elang cukup berani untuk ikut pulang bersamanya ke Semarang.Cinta? Ya Elang memang sudah menyatakan cinta padanya, tapi bagi Nindya cinta Elang bisa jadi hanya kamuflase dari nafsunya. Mereka menjadi dekat dan banyak bersentuhan karena sebuah kesalahan, yang berasal dari nafsu. Jadi kemungkinan untuk berubah menjadi cinta masih sulit untuk dipercaya Nindya. Lalu bagaimana Nindya nanti akan mengenalkan Elang pada ibunya? Entahlah! Bagaimana dia menjawab pertanyaan yang akan datang padanya saat
Di rumah, Nindya belum juga bersiap pulang ke Semarang. Hatinya masih terguncang dengan permintaan Daniel yang menurutnya kejam dan tak berperasaan. "Aku akan menikahimu setelah janin itu dihilangkan!""Aku tidak mau menjadi ayahnya, dia bukan anakku!""Untuk apa kamu mempertahankan bayi itu jika bapaknya saja tidak mau bertanggung jawab?""Kenapa kamu harus melindungi pria yang melecehkanmu?" "Gugurkan minggu depan dan kita atur pernikahan segera!""Aku juga salah karena terlalu sibuk!"Dan masih banyak kalimat-kalimat Daniel yang terngiang-ngiang di telinga Nindya. Namun, keputusannya sudah bulat, dia tidak akan melakukan aborsi. Soal Elang? Entahlah, Nindya juga masih dalam kebimbangan. Dia bukan wanita jahat, terlebih pada sesama wanita. Nindya tidak ingin merebut Elang dari siapapun, apalagi dari Mayra.Tangan Nindya mengambil satu kertas lusuh yang beberapa waktu lalu diambilnya dari tas Elang.