Baru saja si paparazzi keluar dari mobil, dua orang langsung menyergap lelaki itu. Mencekalnya di atas badan mobil. Satu orang merebut kamera di pemburu berita."Berikan itu. Kembalikan!" teriaknya panik dan ketakutan."Kau mengusik privasi tuan muda kami. Karena itu kami berhak merampasnya. Atau kau mau kami menjeratmu dengan hukum?" Si pria menoleh, bola matanya melotot siapa yang sudah menelikung dirinya.Dika dan Ivan belajar dari perbuatan May, dua asisten itu kini lebih waspada pada apa pun saat Birru dan Zee berada di luar rumah. Dugaan mereka terbukti. Nyatanya ada paparazi usil yang berhasil nyolong gambar sang tuan."Aku tidak bermaksud ...." Si paparasi mencoba berdalih."Tidak bermaksud merilisnya malam ini? Tapi besok pagi." Si lelaki ketakutan, melihat Dika menatap tajam padanya."Aku akan melepasmu kali ini. Ini aku sita. Kalau sampai ada berita bocor ke media, aku pastikan kau akan kena dampaknya." Ivan mendorong tubuh si pemburu berita. Hingga tubuh orang itu menghan
Zee tidak tahu kenapa dia berbalik. Memilih kembali ke tempat Birru, yang mungkin saja bisa membahayakan jiwanya. Zee bahkan tidak percaya kalau dia baru saja membuat pingsan satu dari empat orang yang awalnya memburu dirinya dan Birru."Aku pasti sudah gila!" Zee beberapa kali tergelincir karena medan terjal juga gelapnya tempat itu. Dia tak tahu arah, Zee hanya menggunakan instingnya untuk menemukan sang suami.Entah, satu perasaan muncul di hati Zee. Hubungannya dengan Birru boleh dikatakan tidak harmonis sebagai pasangan suami istri. Sebutan baik akan lebih cocok untuk menyebut interaksi keduanya. Meski ya begitu, cekcok masih sering terjadi.Satu hal yang pasti, Zee tidak mau lagi kehilangan orang yang terbilang dekat dengannya. Dia ingat bagaimana Birru menggenggam tangannya sepanjang pelarian mereka. Begitu erat seolah Birru tak ingin kehilangannya. Lelaki itu terlihat sangat melindunginya. Keselamatan Zee adalah prioritas untuk Birru, dan gadis itu bisa merasakannya. "Jangan
Birru tertegun, menatap laptop di mana data diri Zee terpampang di sana. "Dia yatim piatu sejak dua tahun lalu. Dan apa ini? Orang tua Zee adalah ...."Birru menatap ke arah Zee yang tidur dengan gelisah. "Kenapa aku tidak tahu kalau mereka berteman." Birru semakin bingung jadinya. Lelaki itu memutar ingatannya. Menatap foto orang tua Zee. Tiba-tiba Birru teringat sesuatu, dia pernah bertemu dengan sepasang suami istri yang begitu ramah. Yang mengatakan kalau mereka punya seorang putri yang baru lulus SMA. Mereka juga bercerita kalau putri mereka bertubuh gemoy. "Jadi mereka orang tuamu, ayah dan ibumu."Birru semakin bingung ketika menemukan fakta lain kalau kematian orang tua Zee sama dengan kematian papa dan mamanya. "Apa maksudnya ini? Aku semakin bingung dibuatnya."Pagi datang, setelah drama pagi seperti biasa. Di mana Zee yang masih saja berteriak ketika dia terbangun di kasur yang sama dengan Birru. Hari itu pun sama. Hanya saja tak ada tendangan maut, yang ada omelan panjang
Birru masuk tergesa-gesa ke dalam sebuah gedung tua. Ivan dan Dika menyambut kedatangannya. Ketiganya masuk ke sebuah ruangan. Di mana ada dua orang lain yang berjaga. "Kapan kejadiannya?" Birru bertanya sambil memperhatikan sosok tubuh yang tergeletak di lantai, mati."Maafkan kami Tuan, saya pergi beli makan dan dia ke kamar mandi. Waktu kami kembali mereka sudah mati." Seorang dari mereka melapor.Ketiga pria itu saling pandang. Mereka sama sekali belum mendapatkan informasi apa pun mengenai penyerangan yang terjadi pada Birru dan Zee. Tapi saksi kuncinya malah sudah dihabisi lebih dulu."Dia pasti orang yang dekat dengan kita." Dika membuka wacana."Salah, mereka pasti sudah merencanakan ini. Mereka mengikuti kita semalam. Jadi mereka tahu persis ke mana kita pergi. Lalu menghabisi begitu ada kesempatan." Perkataan Ivan lebih masuk akal.Semua pasti sudah direncanakan dengan matang. Penyerangannya, plan B jika rencana A gagal. Birru terdiam, kira-kira siapa dalang di balik semua i
Demi apapun, Birru tak lagi bisa menutupi buncah bahagia di dada, ketika Zee bercerita mengenai sosok yang dia panggil Tante Kamelia. "Kenapa juga kamu gak bilang kalau orang tua kita temenan?"Pasangan suami istri itu berada dalam perjalanan menuju rumah Kamelia. Setelah Zee menceritakan semuanya. Bola mata Birru melebar, mendengar rentetan cerita sang istri. Di mana Zee mengisahkan kalau Kamelia mengalami depresi akut setelah kecelakaan sang suami."Aku mana tahu dia papa mamamu. Yang aku tahu mereka teman ayah dan ibuku. Tidak pernah cerita kalau punya anak," jawab Zee sembari menunjukkan jalan pada supir.Birru tak mau ambil resiko mengemudi mobil sendiri, ketika bahunya sedang tidak baik-baik saja. Luka Zee juga sebenarnya masih basah, tapi perempuan itu juga tak bisa menahan diri untuk tahu kebenarannya."Keterlaluan amat. Punya anak setampan ini gak dipamerin. Ayah ibumu saja pernah cerita kalau punya anak perempuan gemoy." He? Zee menoleh cepat pada Birru."Body ....""Itu kan
Bola mata Birru melebar, dengan gejolak bahagia memenuhi. "Siapa kamu?" tanya wanita yang berdiri di depan Birru."Ma ...," rengek Birru. Perempuan itu membeku di tempatnya berdiri. Bermaksud ingin mengulur waktu. Tapi dia sendiri nyatanya tak mampu menahan rindu. "Jangan drama lagi. Dua tahun, Birru seperti orang bodoh. Percaya kalau mama sudah pergi bersama papa. Kurang ya lihat Birru menderita. Kalau gitu kenapa gak suruh saja Birru mati nyusul papa." Emosi menguasai jiwa. Birru yang merasa akan dipermainkan kenyataan lagi, memilih memaksa Kamelia mengaku. Ya, wanita itu Kamelia, datang bersama Malik yang saat ini duduk di teras rumah megah tersebut.Tentu saja membuat laporan untuk sang junjungan. "Cucumu ketemu mamanya." Pesan singkat terkirim. Menunggu, sebab sinyal tidak ada. Sepertinya mereka harus pasang tower sendiri di vila daerah Bandung."Kamelia Putri Erlangga. Ma ....""Hush, gak sopan. Masak manggil gitu." Tak ada pilihan lain. Kamelia merentangkan dua tangannya, ber
Radit termenung, tak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar. Gadis yang dia lecehkan lima tahun lalu bernama Cyntia Hendrajaya, adik dari Alfa Hendrajaya. "Gila! Apa yang sebenarnya terjadi sampai dia harus menjebakku, membuatku melakukan hal menjijikkan itu pada Cyntia. Pasti ada sesuatu yang disembunyikan."Radit tampak terdiam, berpikir untuk sesaat. Jemarinya mengetuk meja dengan resah. Entah apa yang tengah Radit renungkan. Hingga dia menghubungi seseorang. Bicara sebentar lalu melangkah pergi dari sana.Di sinilah Radit berada, di depan seorang pria yang mendengarkan semua ucapan Radit dengan saksama. Si pria perlahan menunjukkan sebuah dokumen yang membuat rasa penasaran Radit semakin tinggi."Ada satu petunjuk, tapi saya sendiri masih ragu. Sebab bukti yang saya kumpulkan belum akurat." Radit memperhatikan sebuah tayangan CCTV yang membuat keningnya berkerut."Mereka pernah bertemu?" Sang pria mengangguk. "Tapi Tia terlihat ketakutan di sini," lanjut Radit."Saya pikir
Beberapa waktu sebelumnya, setelah melalui penyelidikan panjang dan berliku. Orang kepercayaan Abdi dan Abdi sendiri mampu menemukan petunjuk mengenai siapa dalang di balik semua kekacauaun dalam keluarga Erlangga.Hasilnya sungguh di luar dugaan. Abdi bahkan sampai harus menenangkan diri lebih dulu sebelum berhadapan dengan si pelaku. "Memangnya apa salah kami padanya?" Rintih Abdi.Air mata mengalir di netra tua miliknya. Umurnya tak lagi panjang, Abdi sudah banyak melalui liku kehidupan. Hidup terasa hampa ketika belahan jiwanya turut meninggalkan Abdi lima tahun lalu. Namun semua kesuraman hidup Abdi berubah, tatkala Zee muncul bersama sang putri Kamelia. Gadis yang selalu ceria meski duka menggerus waras Zee akibat kecelakaan yang menimpa orang tuanya. Dia yang jadi pelipur lara untuk Abdi. "Tidak ada yang salah, Tuan. Dia hanya terlalu tamak. Tidak puas dengan apa yang sudah Tuan berikan." Tangan kanan Abdi menyahut penuh hormat. Sepanjang mengikuti tuannya dalam dinas luar, p
Radit tak berkutik, lelaki itu kena marah Sita. Sekaligus kena hajar Nadia yang langsung menghadiahkan bogem mentah pada Radit. Gadis itu marah besar pada Radit yang dia pikir sudah melecehkannya."Jadi karena kejadiannya seperti ini, maka hari ini kami akan melamar nona Nadia." "A-apa? Tante mau melamar saya?" Nadia terkejut luar biasa saat Sita mengutarakan keinginannya. Sementara Radit tampak pasrah duduk di sofa tunggal ruang keluarga, masih mengenakan bath rope tanpa ada meinginan untuk mengganti pakaian.Pun dengan wajah lebamnya, dia biarkan begitu saja. Pria itu tak ada tenaga untuk meladeni dua wanita yang kemungkinan besar akan jadi sumber stres paling besar dalam hidupnya."Radit! Kamu jangan diam saja! Bantu mama bujuk nadia. Kan kamu yang berulah.""Apaan sih Ma. Baru nyicil cium doang mama sudah mengganggu. Sebal!" Sita dan Nadia kompak mendelik."Pokoknya Mama gak mau tahu, Mama mau lamarin Nadia buat kamu nanti malam.""Tapi Tante, mama Nadia ....""Tenang, mamamu sud
"Tolonglah Ma, ini tidak seperti yang Mama lihat."Radit merengek dengan tubuh bagian atas tanpa baju, bahkan gasper lelaki itu sudah berada di lantai dengan kancing celana terbuka. Zee buru-buru mundur, berlindung di belakang tubuh Birru. Sesaat mencuri pandang siapa yang tengah terbaring di kasur Radit."Tapi buktinya kamu memperkosa anak gadis orang Dit." Sita yang akhir-akhir ini mulai stabil mentalnya karena kasus Dion, tampaknya bakal terguncang lagi."Perkosa apa sih Ma, belum sempat buka ini. Belum keluar juga naganya. Dianya aja yang napsu, main tarik baju Radit."Zee menutup telinganya, amboi Radit ampun juga kalau ngomong sama mamanya. "Mas tolongin!" Radit memohon pada Birru dan Alfa bergantian. Giliran dua pria itu bertukar pandang. "Dia siapa?" Kamelia bertanya lirih. Perhatian semua orang teralihkan pada sosok yang telentang di ranjang Radit. "Bukannya dia Nadia Affandi, putri pengusaha Ramlan Affandi." Semua mata tertuju pada Mega yang selesai bicara."Busyet Dit, se
Dalam hidup selalu ada yang berubah. Semua hal bisa berganti mengikuti keadaan di sekitarnya. Atau berubah karena suatu hal. Ada orang yang ekonominya menjadi lebih baik saat dia bekerja lebih giat. Atau seseorang yang menjadi luluh karena perhatian orang lain.Dalam kasus ini, yang kita bicarakan adalah Zee. Rupanya usaha Birru tak sia-sia untuk mendapatkan cinta sang istri. Perempuan, bukankah makhluk ini sejatinya punya perasaan yang sangat lembut.Mudah tersentuh dengan perhatian lebih dari orang lain. Apalagi orang itu sekelas Birru. Lelaki yang masih jadi incaran kaum hawa di luaran sana. Bahkan ketika dia sudah mengumumkan kalau dia sudah punya istri dan sebentar lagi akan mendapatkan gelar ayah.Zee perlahan melunak ketika cinta dan kasih sayang Birru terus menyiraminya tiap saat. Zee yang dulu berangan ingin punya suami seorang pria yang setidaknya tahu soal ilmu agama, dibuat tercengang ketika tahu lelaki itu mampu melantunkan ayat dalam kitab suci mereka dengan merdu juga f
Alfa sesaat terdiam, melihat sosok Mega yang muncul di hadapannya. Tinggi dengan wajah oriental, rambut panjang diikat asal, tapi tetap terlihat cantik. Kulit putih, serta tubuh ramping. Yang membuat Alfa harus berdehem adalah wajah Mega yang mirip Selin dan Zee yang dijadikan satu."Apa-apaan ini?!" Alfa mengumpat lirih."Selamat siang, Pak. Saya Mega.""Semua sudah siap? Ayo berangkat." Alfa beranjak mengambil ponselnya. Berjalan mendahului Mega yang menghembuskan nafasnya pelan."Dia tidak ingat, ini bagus sekali." Mega melompat kegirangan. Keduanya duduk di mobil yang sama dengan Mega memilih duduk di depan, tidak mau duduk di samping Alfa.Selama perjalanan, Alfa dibuat berpikir keras soal sosok Mega. Siapa gadis ini sebenarnya? Kenapa Alfa seperti mengenalnya setelah dia mengamati Mega lumayan lama.Meeting berjalan lancar dengan kemampuan Mega membuat Alfa diam-diam memuji dalam hati. Kompeten, cakap dan pandai membaca situasi. Mr Han pun sangat puas dengan cara Alfa bernegosia
Yang pertama kali Birru lakukan untuk meluluhkan hati sang istri adalah melakukan presscon untuk mengukuhkan pengakuan Birru waktu acara fashion show mengenai statusnya yang sudah menikah dengan Zee.Birru begitu pandai memanfaatkan momen. Ketika media mulai santer menguliti kasus Dion, lelaki itu memanfaatkan waktu untuk membongkar pernikahannya. Hingga perhatian media dan masyarakat teralihkan.Tak melulu membahas kasus Dion, yang tentu saja akan menyeret nama Sita, Radit lantas nama keluarganya akan jadi topik bahasan panas di berbagai media sosial.Birru tak mau itu terjadi, karena itu dia perlu pengalihan isu. Dan pernikahannya adalah bahan yang sangat berpotensi untuk dikulik media. Benar saja, tagar pewaris Erlangga Grup sudah menikah menempati posisi pertama di sistem pencarian."Kamu manipulatif juga." Abdi yang sudah merasa lebih baik perasaannya, tersenyum lebar melihat perkembangan berita akhir-akhir ini."Aku anggap itu pujian." Birru menipiskan bibir. Melihat sang kakek
Zee menjauhkan diri dari Birru, begitu melihat Alfa mendekat. Malu luar biasa ketika crush-nya menangkap basah dirinya sedang berciuman dengan sang suami. Kan tidak ada yang salah dengan hal itu Zee. Dia kan suami kamu. Justru salah kalau Zee masih memikirkan pria lain dalam hidupnya."Ganggu saja!" gerutu Birru. Alfa tampak acuh melihat Birru tapi berubah lembut begitu berhadapan dengan Zee. Wajah lelaki itu tampak kusut, gurat lelah terlihat nyata di sana."Pergi sana! Gue mau curhat sama adik gue!" Alfa mengusir Birru, lelaki itu mendudukkan diri di sebuah kursi yang kesannya sengaja disiapkan. Tempat ini sepertinya memang sering dikunjungi. Ada set tempat duduk macam kursi taman, dengan bangunan peneduh. Sangat nyaman untuk digunakan.Zee mengamati Alfa yang terlihat tak baik-baik saja. Sebuah masalah agaknya sedang dihadapi Alfa. "Move on. Cari yang lain. Cewek kayak dia gak pantas elu tangisin." Celetukan tajam Birru menarik perhatian Zee. Ada apa sebenarnya.Alfa terdiam bebera
Zee terpaku menatap nisan sederhana yang ditempatkan di sebuah bangunan serupa pondok kecil. Sekeliling tempat itu dihijaukan dengan tanaman lily yang tumbuh subur dengan bunga berwarna putih mendominasi."Ini ....""Cyntia Hendrajaya, adik kak Alfa-mu. Dia meninggal, diduga dibunuh oleh Dion Mahendra, karena Tia tahu rahasia Dion yang telah menghabisi nenek." Birru berucap dengan wajah menunduk. Tak sanggup menahan laju air mata.Sementara Zee, wanita itu bergeming di tempatnya berdiri. Betapa menyedihkannya nasib Tia. Dan dia masih menambah penderitaan untuk Tia, dengan cemburu pada eksistensi sang gadis yang bahkan sudah tidak ada di dunia."Dia dibunuh pamanmu?""Digantung setelah Radit menidurinya, lebih tepatnya. Radit belum lama tahu kalau gadis yang dia lecehkan malam itu adalah Tia." Zee syok mendengar fakta sebenar mengenai Tia. Tak terbayangkan betapa sakit yang Tia rasakan. Kini perempuan itu tahu kenapa Radit terlihat sedih akhir-akhir ini."Maaf." Zee berucap lirih."Dan
"Ayah."Sita memanggil lirih pria tua yang duduk di sofa menghadap jendela, dengan wajah nelangsa dan putus asa."Ayah," panggil Sita lagi. Lelaki itu tidak merespon. Lebih suka memandang rerumputan yang tampak menyegarkan mata dibanding pemandangan muram ruang kerja Abdi.Netra lelaki itu basah, dia sudah menangis untuk waktu yang cukup lama. Menyesali diri dengan apa yang telah terjadi dalam keluarganya. Kehilangan keluarga ini sudah terlalu banyak, luka yang diakibatkan oleh kehilangan tersebut juga cukup dalam. Mereka yang pergi tak mungkin kembali."Aku dan ibumu pernah berjanji akan bersama sampai akhir. Aji dan Kamelia perlu usaha keras agar aku tidak ikut menyusul ibumu saat itu. Tapi apa yang kudengar hari itu, sangat melukaiku, Ta."Masih tidak menatap putri sulungnya. Bulir bening itu kembali datang, menciptakan sendu teramat perih untuk Abdi. Belahan jiwanya pergi dengan cara menyakitkan. "Aku tidak masalah jika ibumu pergi karena waktunya sudah habis, tapi dia! Berani se
Setelah perkara cilok yang penuh drama. Lelaki itu balik ke rumah sakit sekitar pukul sepuluh malam. Birru harus pergi ke rumah si penjual cilok. Memintanya membuatkan benda bulat dari tepung tapioka versus tepung terigu.Waktu kembali ke ruangan Zee, perempuan itu sudah tidur memeluk boneka beruang yang entah dari mana dia dapat. Lebih menyebalkan lagi, ketika Birru disuruh melahap ciloknya jika sudah datang."Kamu kelamaan sih. Ngambek kan yang punya hajat." Kamelia berujar lirih."Yaelah Ma, tukang ciloknya sudah gak pada eksis jam segitu di kampus. Terpaksa ke rumahnya. Terus ini gimana dong?" Birru menunjuk dua kresek bening berisi cilok dan kondimennya alias sambal kacang."Berikan ke perawat aja sana. Itung-itung sedekah, dari pada gak ada yang makan. Mumpung masih anget gitu.""Bagiin sana." Birru mendorong kresek itu ke dada Radit yang tiduran di sofa. Sepertinya lelaki itu memutuskan pulang ke kediaman utama, pun dengan Kamelia. "Kok aku sih Mas?" protes Radit."Tinggal an