Share

Bab 84

Author: Louisa
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Indira melepas sweater dari tubuhnya, biarkan terjatuh begitu saja di atas lantai. Ia lantas masuk ke kolam renang. Air kolam yang dingin langsung bersentuhan dengan kulitnya.

Perempuan itu berenang menuju ujung, kemudian bertumpu pada pinggiran kolam. Tatapannya tertuju pada lautan lepas yang ada di depan mata, permukaan airnya yang terkena cahaya matahari sore terlihat cantik sekali.

Kini Indira mengerti kenapa orang-orang sangat menyukai sunset, bahkan rela datang ke tempat-tempat yang terkenal memiliki pemandangan sunset terbaik. Rasanya menenangkan kala melihat langit yang perlahan berganti warna, beriringan dengan matahari yang hampir tenggelam. Seperti tertelan dalamnya lautan.

Beberapa saat kemudian, Edgar muncul di backyard sambil membawa dua gelas soda. Laki-laki itu bertelanjang dada, hanya mengenakan celana pendek berwarna hitam. Kedua kakinya berjalan menyusuri pinggiran kolam yang basah, hingga akhirnya berhenti di dekat sang istri.

“Soda,” kata Edgar sambil menyodor
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP
Comments (3)
goodnovel comment avatar
Novita Sari
itu yg ditunggu mas edgar
goodnovel comment avatar
Titi Murniati
Wah, justru itu yg ditunggu Mas Edgar. Inisiatif kamu Indira. Hihi...
goodnovel comment avatar
Kenzien Yodha
edgar semakin manis saja...
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Gadis Rahasia Sang Pewaris   Bab 85

    Hari kedua di Bali, Edgar dan Indira memutuskan untuk pergi ke Ubud. Mendatangi The Blanco Renaissance Museum untuk melihat karya seni, kemudian dilanjutkan ke studio yoga untuk mengikuti kelas yoga bersama beberapa wisatawan lainnya, lalu mampir ke Sweet Orange untuk makan siang. Wajah Indira berseri-seri, sebab agenda jalan-jalan hari ini terasa sangat menyenangkan. Tubuhnya terasa lebih fresh setelah mengikuti kelas yoga, apalagi saat melihat pemandangan persawahan yang tersaji di depan mata. Perempuan itu kini duduk di kursi kayu, memandang ke arah hamparan sawah. Helaian-helaian rambutnya sedikit berterbangan tertiup angun. Mulutnya sibuk mengunyah bakwan. “Malam ini kita menginap di Ubud kan, Mas?” tanya Indira beberapa saat kemudian. Edgar terkekeh pelan, kemudian berkata, “iya, saya udah booking kamar buat malam ini.” Indira mengangguk, lalu mengambil satu tusuk sate ayam. “Kamu lebih suka pemandangan persawahan daripada pantai?” tanya Edgar. “Iya, Mas. Saya suka lihat

  • Gadis Rahasia Sang Pewaris   Bab 86

    Indira keluar dari kamar sambil membawa segelas lemonade, kemudian duduk di dekat kolam renang. Perempuan itu hanya memakai bathrobe, rambutnya masih setengah basah. Sisa-sisa wangi lavender dari sabun cair yang tadi dipakai masih menguar dari tubuh. Indira menengadah, menatap langit malam yang cukup cerah. Suasana malam di Ubud terasa begitu tenang, tak terdengar suara debur ombak maupun angin laut. Yang terdengar hanyalah suara seranga dan gemersik dedaunan yang tertiup angin sepoi, terasa sangat nyaman di telinga. Indira memang menyukai ketenangan, sehingga lebih senang menghabiskan hari di daerah yang masih dikelilingi persawahan hijau daripada pusat kota yang tak ada matinya. Tak berselang lama, Edgar keluar. Laki-laki itu juga memakai bathrobe, tangan kanannya memegang sebuah handuk kecil yang digunakan untuk mengeringkan rambut. Tanpa mengucapkan sepatah kata, Edgar langsung duduk di samping Indira. Indira menengok ke samping, tersenyum saat melihat suaminya yang lebih f

  • Gadis Rahasia Sang Pewaris   Bab 87

    Honeymoon di Bali telah berakhir. Edgar dan Indira kembali ke Jakarta dengan hati berbunga-bunga, masih dalam suasana romantis setelah puas bercengkrama dan bermesraan. Masa honeymoonnya memang sangat singkat, tapi setidaknya mereka telah menciptakan banyak kenangan indah bersama. Pagi ini, Edgar dan Indira harus kembali menjalani rutinitas masing-masing. Ujian Tengah Semester resmi dimulai hari ini, sehingga Indira menyempatkan diri untuk bangun lebih awal agar bisa membaca materi sekali lagi. Perempuan itu memang cukup ambisius kalau menyangkut nilai, sehingga harus berjuang agar hasil yang didapatkan sesuai dengan ekspektasinya. Matahari belum sepenuhnya naik, tapi Indira sudah duduk di balkon sambil memegang sebuah buku yang penuh berisi catatan selama mengikuti perkuliahan. Sesekali Indira menoleh ke belakang untuk menatap Edgar yang sedang terlelap di atas ranjang. Laki-laki itu bertelanjang dada, selimut menutupi tubuhnya sampai sebatas pinggang. Tanpa sadar, sudut bibir I

  • Gadis Rahasia Sang Pewaris   Bab 88

    “Indira! Habis nikah kok jadi tambah cantik, sih?” “By the way, pesta resepsinya keren banget, loh. Sayang yang diundang cuma Kiran.”“Iya. Kita cuma bisa lihat foto-foto resepsi dari postingannya Kiran.”“Kenapa nggak ngundang anak-anak seangkatan sih, Ndi? Udah hampir empat tahun loh kita kuliah bareng.” Indira mengerjapkan mata, benar-benar bingung karena semua orang mendadak baik kepadanya. Padahal, selama ini eksistensi Indira di dalam kelas selalu diabaikan. Orang-orang hanya menganggap Indira sebagai gadis yatim piatu yang serba kekurangan dan suka berburu beasiswa. Oleh sebab itu, mereka juga tak pernah mengajak Indira hang out ke mall, kemah ke Puncak, atau berlibur ke pantai ketika masuk musim liburan. Indira malah tak suka dengan perubahan sikap teman-teman sekelasnya. Lebih baik tetap diabaikan seperti biasanya, sehingga Indira tak perlu berbasa-basi atau menunjukkan senyum palsu di bibirnya. “Maaf, ya. Acaranya mendadak, jadi nggak sempat ngundang banyak orang,” jelas

  • Gadis Rahasia Sang Pewaris   Bab 89

    Ujian Tengah Semester telah berakhir. Hanya perlu menunggu nilai-nilainya keluar, biasanya beberapa dosen akan mengadakan perbaikan untuk para mahasiswa yang nilainya masih di bawah angka tujuhpuluh. Indira cukup percaya diri kalau nilai-nilainya akan bagus. Ia rajin mencatat, selalu belajar sampai tengah malam, dan banyak membaca jurnal untuk menambah wawasan. Faktanya, IPK yang tertera di dalam transkrip nilai memang nyaris sempurna. Indira termasuk mahasiswi berprestasi, bahkan pernah memenangkan sebuah kompetisi menulis essay. Malam ini India bisa sedikit bersantai, tak perlu lagi berkutat dengan materi ujian. Daripada tak melakukan apa-apa, Indira memutuskan untuk menyusun kerangka proposal. Ia harus segera mengumpulkan judul dan ringkasan penelitian, agar nantinya pihak program studi bisa memilihkan dosen pembimbing. Indira ingin cepat-cepat lulus dan mendapatkan ijazah, oleh sebab itu ia tak bisa membuang-buang waktu. Lebih baik mulai mengerjakan proposal dari sekarang, aga

  • Gadis Rahasia Sang Pewaris   Bab 90

    “Pak, hari ini saya sudah mengajukan surat resign. Kemungkinan sebentar lagi HRD akan mengadakan open recruitment untuk posisi sekretaris,” kata Mila sambil menyodorkan sebuah laporan untuk ditandatangani oleh Edgar. “Kenapa tiba-tiba mau resign? Ada masalah?” tanya Edgar sambil menggoreskan bolpoin di atas kertas. “Bulan depan saya menikah, Pak. Habis itu mau tinggal di Bandung.” “Oh, akhirnya dilamar juga?”Mila langsung mendengus kesal. Edgar tertawa, kemudian menutup dokumen yang telah ditandatangani. Tentu saja Edgar ikut bahagia saat mendengar berita pernikahan Mila. Tapi, di sisi lain, Edgar juga bingung karena nantinya harus menyesuaikan diri dengan sekretaris yang baru. “Jujur, sebenarnya saya malas kalau harus beradaptasi sama sekretaris yang baru. Maksudnya, kamu udah tahu segala hal tentang saya, ngerti gimana cara kerja saya. Agak repot kalau harus menjelaskan semuanya ke sekretaris baru, belum tentu juga cocok diajak kerjasama,” kata Edgar. “Apa? Malas beradaptasi

  • Gadis Rahasia Sang Pewaris   Bab 91

    [Mas Edgar : Indira, nanti malam temani saya ke resepsi pernikahan][Mas Edgar : saya udah pesan dress, heels, dan hand bag. Harusnya sebentar lagi sampai rumah]Indira baru saja tiba di rumah ketika membaca pesan singkat yang dikirimkan oleh Edgar. Tampaknya rencana mengerjakan proposal skripsi harus dibatalkan, mengingat malam ini Indira harus menemani Edgar menghadiri pesta pernikahan seorang teman lama. Indira menutup ponselnya, kemudian berjalan memasuki rumah lewat pintu samping yang tak terkunci. Di atas sofa ruang tengah, terdapat tiga buah kotak berukuran besar, masing-masing berisi dress, high heels, dan hand bag. Ternyata sudah datang. “Mbak Indira, ini ada kiriman barang,” kata Bi Imah. Indira tersenyum, “iya, Bi. Terima kasih.” “Biar Bibi bantu bawakan ke kamar, ya.” “Nggak perlu, Bi. Ini nggak berat kok, jadi saya bisa bawa sendiri.” Bi Imah mengangguk, kemudian berjalan menuju dapur untuk melanjutkan aktivitas menata isi kulkas. Sementara itu, Indira mengangkat ti

  • Gadis Rahasia Sang Pewaris   Bab 92

    Indira berdiri di depan wastafel, sedang menggosok gigi. Saat ini waktu menunjukkan pukul setengah sebelas malam. Rumah terasa sepi, hampir semua lampu di dalam rumah sudah dimatikan (kecuali lampu kamar mandi, balkon, dan teras). Indira mencuci sikat gigi yang baru saja dipakai, lalu mengembalikannya ke dalam cangkir keramik yang diletakkan di dekat wastafel. Keran kembali dinyalakan, Indira menggunakan kedua tangannya untuk menampung air yang selanjutnya dipakai untuk membasuh wajah. Setelah menggosok gigi dan membasuh wajah, Indira lekas meninggalkan kamar mandi sambil memegang handuk kecil. Lalu, tatapan Indira tertuju ke arah Edgar yang sudah terlelap di atas ranjang. Laki-laki itu tampaknya baru saja tertidur, tubuhnya sedikit lelah setelah melakukan banyak aktivitas dari pagi sampai malam. Indira tersenyum, perlahan naik ke atas ranjang. Berusaha semampunya untuk tidak menimbulkan suara, agar Edgar tetap tidur dengan tenang tanpa ada gangguan. Besok pagi ada jadwal prese

Latest chapter

  • Gadis Rahasia Sang Pewaris   Bab 111

    Setelah duabelas hari lamanya dirawat di NICU, akhirnya hari ini Kavi diperbolehkan untuk pulang. Duabelas hari belakangan Indira selalu overthinking, tak bisa tidur dengan nyenyak saat malam hari karena mengingat putranya yang masih di rumah sakit. Yang bisa Indira lakukan setiap harinya hanyalah berdoa, seraya memulihkan kondisi fisiknya. Rasanya masih seperti mimpi saat akhirnya Indira bisa memeluk Kavi. Bayi laki-laki itu masih sangat kecil dan rapuh, membuat Indira berselimut rasa takut ketika menggendongnya. Tapi, Indira cukup lega karena bisa menjaga dan merawat Kavi dalam jarak dekat. Kebahagiaan yang hadir di dalam hati Indira tak dapat diterjemahkan ke dalam kata-kata, terlebih saat mendengar suara tangisan Kavi. Meskipun lahir lebih cepat dari perkiraan, tapi Kavi cukup kuat dan mampu bertahan.“Mau pulang sekarang?” tanya Edgar. Indira menganggukkan kepala, “ayo pulang, Mas.” Mereka sama-sama tersenyum, kemudian berjalan meninggalkan NICU. Saling bersisian, sesekali b

  • Gadis Rahasia Sang Pewaris   Bab 110

    Saat pertama kali melihat Kavi di NICU, Indira meneteskan air mata. Sebab bayinya begitu kecil, lemah, bahkan suara tangisannya juga tak terlalu keras. Lahir sebelum waktunya membuat berat badan Kavi hanya satu koma enam kilogram, perlu dirawat di inkubator dan mendapat pemantauan khusus dari dokter. Indira merasa bersalah, apalagi produksi ASI-nya tidak lancar. Hanya bisa memompa sebanyak sepuluh mililiter setiap harinya. Entah karena efek stress atau karena faktor lainnya. Setelah empat hari lamanya dirawat di rumah sakit, akhirnya Indira diperbolehkan untuk pulang. Agar fokus menjalani pemulihan di rumah. Sayangnya, Kavi belum bisa pulang karena masih memerlukan perawatan di NICU. Indira sedih bukan main, seperti ada bagian dari hatinya yang dicabik-cabik. Ia telah melahirkan dan resmi menjadi seorang ibu, tapi belum bisa memeluk dan menjaga putranya selama duapuluh empat jam. Hal-hal negatif mulai bermunculan di dalam kepala Indira, seketika menghadirkan rasa cemas yang sulit d

  • Gadis Rahasia Sang Pewaris   Bab 109

    Indira menatap punggung tangannya yang ditancapi jarum infus. Ia sudah dipindahkan ke kamar rawat, efek anastesi telah hilang sehingga nyeri di luka jahitan mulai terasa. Tubuhnya lemas, tak ada energi yang tersisa untuk sekadar bergerak. Indira tak menyangka kalau melahirkan ternyata sesakit itu. Yang lebih parah, hati Indira masih berselimut cemas lantaran bayinya harus dirawat di NICU. Saat ini waktu menunjukkan pukul setengah enam pagi. Matahari belum sepenuhnya naik, kamar rawat terasa cukup dingin karena AC yang dinyalakan. Kamar berselimut keheningan, hanya terdengar suara jarum jam yang cukup lantang. Indira mengerjapkan mata, menatap ke arah Edgar yang sedang tidur di atas sofa. Laki-laki itu tampaknya kelelahan karena tadi malam begadang, menemani Indira yang overthinking dan kesakitan. Operasi memang sudah selesai, tak ada pendarahan atau komplikasi. Tapi, tetap saja Indira belum bisa bernapas lega karena belum melihat seperti apa kondisi putranya. Indira menghela napa

  • Gadis Rahasia Sang Pewaris   Bab 108

    Indira mulai merasakan celana dalamnya basah ketika berada di dalam mobil, hingga akhirnya ada cairan yang mengalir di pahanya. Jantung Indira berdegup kencang, rasa gugup dan panik memenuhi rongga dadanya. Kandungannya baru memasuki usia tigapuluh dua minggu, HPL-nya masih dua bulan lagi. Edgar juga sama paniknya dengan Indira, terus menambah kecepatan mobilnya agar segera tiba di rumah sakit. Edgar mencoba untuk tetap tenang, menepis semua hal-hal negatif yang mulai bermunculan di dalam kepala. “Tahan, ya. Sebentar lagi kita sampai rumah sakit,” ucap Edgar. Indira meringis sambil menyentuh perutnya sendiri. Saking kalutnya, perempuan itu sampai tak dapat mengucapkan sepatah kata. Setibanya di rumah sakit, Edgar langsung menggendong Indira menuju IGD. Perawat lekas memanggil residen obgyn untuk melakukan pemeriksaan awal, agar selanjutnya bisa diskusi dengan konsulen mengenai tindakan yang harus diambil. Dan, dari hasil pemeriksaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa

  • Gadis Rahasia Sang Pewaris   Bab 107

    Indira menarik napas dalam-dalam, lalu mengembuskannya secara perlahan. Momen yang ditunggu-tunggu akhirnya datang, tapi entah bagaimana Indira malah gugup luar biasa. “Jangan nervous, Ndi. Pasti lancar, kok,” ucap Kiran sambil menyerahkan sebotol air mineral. Indira duduk di atas kursi, menerima sebotol air yang disodorkan oleh Kiran. Saat ini mereka berada di depan ruang sidang, menunggu dosen pembimbing dan penguji datang. Jadwal sidangnya pukul setengah sembilan, tapi Indira sengaja berangkat ke kampus sejak pukul tujuh untuk membaca ulang catatan-catatan penting yang telah dibuat. Perempuan itu mengenakan baju hitam-putih, seperti kandidat karyawan yang akan melakukan tahapan interview. Perutnya tak bisa lagi ditutupi dengan blazer, sehingga siapa pun yang melihat pasti langsung tahu kalau Indira Kalani sedang berbadan dua. Kandungannya sudah berusia tujuh bulan, gerakan si bayi semakin aktif. Bahkan ketika Indira sedang gugup, si bayi menendang-nendang dengan cukup kuat. Se

  • Gadis Rahasia Sang Pewaris   Bab 106

    Saat kandungannya semakin membesar, Indira makin sulit menutupi baby bumpnya. Hari ini ia harus berangkat ke kampus untuk bimbingan, tapi agak ragu kalau harus muncul di kampus dengan perut besarnya. Bagaimana kalau ia kembali menjadi pusat perhatian? Bagaimana kalau ada rumor aneh yang berkembang di antara teman-teman satu angkatan? Indira sudah mencoba untuk menutupi perutnya dengan sweater dan jaket. Tapi, usahanya terbuang sia-sia karena baby bumpnya tetap terlihat dengan jelas. Awalnya Indira berniat untuk membatalkan jadwal bimbingan. Tapi, sedetik kemudian perempuan itu mengingat bahwa menyelesaikan skripsi sebelum melahirkan adalah prioritas yang harus diutamakan. Maka, akhirnya Indira berangkat ke kampus bersama Pak Rahmat. Tiba di pelataran parkir pada pukul sembilan pagi, masih ada sisa waktu satu jam sampai bimbingan dimulai. Yeah, Indira datang lebih awal karena khawatir terjebak macet, tapi ternyata jalanan cukup senggang pagi ini. Indira turun dari mobil dengan tote

  • Gadis Rahasia Sang Pewaris   Bab 105

    Indira berhasil melewati trimester pertama kehamilan yang terasa sangat berat. Saat mulai masuk trimester kedua, morning sicknessnya mulai berkurang. Indira bisa menelan lebih banyak makanan, bahkan bisa mengonsumsi telur dan ayam yang tadinya dapat memancing rasa mual. Sebuah hal yang patut disyukuri, meskipun tubuhnya jadi mudah lelah karena perutnya yang kian membesar. Perkuliahan semester genap telah berakhir. Indira bisa sedikit bersantai karena semester depan tak ada jadwal kelas yang tersisa, hanya perlu fokus mengerjakan skripsinya. Sesekali datang ke kampus untuk bimbingan. Setidaknya, Indira tidak perlu terus berkeliaran di kampus dengan perut besarnya (yang pastinya akan menjadi pusat perhatian). Minggu lalu, Indira sudah melakukan USG. Menurut penjelasan dokter, bayi yang ada di dalam kandungan Indira diprediksi berjenis kelamin laki-laki. Tentu saja Edgar sangat bahagia, sebab sebentar lagi akan ada versi kecil dari dirinya. Hari ini Edgar mengajak Indira ke baby shop

  • Gadis Rahasia Sang Pewaris   Bab 104

    Indira bahagia menyambut kepulangan Papa Danu dan Ezra. Rumah tak lagi terasa sepi dan kosong. Saat siang hari, Indira bisa mengobrol dengan Papa Danu atau Ezra, sehingga tak perlu termenung seorang diri di dalam kamar dan merebahkan tubuh di atas ranjang. Saat ini Indira sedang berada di attic room, menemani Ezra yang sedang melukis. Edgar pasti mengomel panjang lebar kalau mengetahuinya, tapi Indira tak peduli. Lebih baik mengobrol dengan Ezra daripada hanya merebahkan tubuh di atas ranjang seperti orang yang sedang sakit parah. “Jujur, aku kaget waktu tahu kamu positif hamil. I mean, dulu kamu pernah bilang soal rencana nunda momongan,” ucap Ezra sambil menggerakkan kuasnya di atas palet. Indira tersenyum tipis, kemudian berkata, “kehamilan yang nggak direncanakan, Mas. Saya juga kaget banget waktu lihat dua garis di atas testpack, sampai nangis. Karena saya merasa belum siap punya anak, masih mau menikmati masa muda dan ngejar impian.” “I see. Pasti berat banget, ya?”“Iya, a

  • Gadis Rahasia Sang Pewaris   Bab 103

    Sebelum positif hamil, Indira sempat berencana untuk mengikuti program paid internship lagi. Untuk mengisi libur semester, sekaligus mencari pengalaman dan ilmu. Tapi, akhirnya rencana itu dibatalkan. Indira memutuskan untuk fokus memanfaatkan waktu luangnya untuk mengerjakan skripsi, plus memperdalam pengetahuannya tentang parenting. Indira berusaha menyingkirkan ambisinya. Toh, liburan semester kemarin ia sudah sempat menjadi intern selama tiga bulan. Meskipun ilmu yang didapatkan belum seberapa, setidaknya Indira sudah paham bagaimana sebuah perusahaan bekerja. Indira berdiri di depan standing mirror sambil mengusap perutnya sendiri. Baby bumpnya semakin terlihat. Apabila jalan-jalan di tempat umum, orang-orang pasti langsung tahu kalau Indira sedang berbadan dua. Perempuan itu mengembuskan napas, kemudian mengusap perutnya dengan lembut. Seolah sedang berkomunikasi dengan janin kecil yang ada di dalam sana. Beberapa saat kemudian, Edgar keluar dari kamar mandi. Langsung membuk

DMCA.com Protection Status