Share

Bab 11

Author: Louisa
last update Last Updated: 2023-09-19 16:41:56

“Nggak perlu, Mas. Saya masih punya cukup uang buat pulang-pergi naik bus,” ujar Indira, menolak kartu kredit yang disodorkan oleh Edgar.

 

Edgar tertegun, tak menduga kalau Indira akan menolak kartu kreditnya. Edgar sudah sering berkencan, bertemu dengan berbagai tipe perempuan. Tapi, sejauh ini, belum ada satu pun perempuan yang menolak kartu kreditnya.

 

“Mas Edgar dan Pak Danu udah ngasih tempat tinggal dan ngasih makan. Udah lebih dari cukup, saya nggak butuh apa-apa lagi,” sambung Indira. Berusaha menggunakan kalimat yang sehalus mungkin agar Edgar tak tersinggung.

 

“Barang-barang kamu nyaris nggak layak pakai. Bahkan buku-buku kuliahmu juga lusuh, seperti buku bekas. Jangan keras kepala, terima kartu kredit ini buat beli barang-barang baru yang kamu butuhkan,” sahut Edgar.

 

Indira terdiam selama beberapa saat, hingga akhirnya seulas senyum hadir di bibirnya.

 

“Mas Edgar nggak perlu mengasihani saya,” ucap Indira, terdengar cukup tegas. 

 

“Harga dirimu ternyata setinggi langit,” gumam Edgar sambil menggelengkan kepala. Kartu kreditnya ia tarik kembali. “Kamu memang pantas dikasihani, Indira. Nggak perlu sok kuat dan sok tegar. Nggak ada salahnya menerima bantuan dari orang lain, walaupun atas dasar kasihan.”

 

Sebab Indira tak suka dikasihani. Ya, Indira memang gadis malang yang berstatus yatim piatu, sejak kecil telah merasakan kerasnya hidup di panti asuhan. Tapi, bukan berarti semua orang boleh memandangnya dengan tatapan miris atau kasihan.

 

“Terima kasih niat baiknya, Mas. Tapi, saat ini saya nggak butuh apa-apa, jadi nggak bisa terima kartu kreditnya,” tandas Indira dengan cepat, enggan memperpanjang obrolan dengan Edgar.

 

Indira lantas bangkit dari duduknya, membawa mangkuknya menuju dapur untuk dicuci. Meskipun kondisi badannya belum benar-benar pulih, Indira tetap harus memaksakan diri untuk menggantikan tugas Bi Imah.

 

Edgar menghela napas, memandang Indira yang sedang berdiri di depan wastafel. Jujur, Edgar tak mengerti kenapa Indira begitu keras kepala. Padahal, tadi malam gadis itu terlihat menderita dan kesakitan, bahkan memanggil-manggil ibunya yang telah tiada.

 

Masa bodoh.

 

Edgar beranjak dari duduknya, kemudian pergi menuju kamar. Memutuskan untuk tidak mempedulikan Indira lagi.

 

***

 

[Papa : hari ini Antara Group mengadakan peresmian kantor baru. Papa nggak bisa datang, jadi kamu yang harus mewakilkan]

 

[Papa : ajak Indira, kenalkan pada semua orang bahwa Indira adalah tunanganmu]

 

Edgar baru saja akan pergi ke lapangan tenis saat tiba-tiba menerima pesan dari Papa Danu. Berisi rentetan perintah yang harus segera dilaksanakan. Rasanya konyol sekali karena Edgar harus mengajak Indira ke acara yang diadakan oleh seorang kolega bisnis.

 

Untuk apa memamerkan Indira di depan semua orang? Tak ada yang spesial dari Indira, sehingga percuma memperkenalkannya di depan para kolega bisnis.

 

Edgar membuka lemari, mengambil setelan jas. Dengan amat terpaksa, laki-laki itu membatalkan niatnya untuk bermain tenis.

 

Ketika Edgar baru saja akan memasang dasi, ponselnya kembali bergetar. Papa Danu mengirim pesan lagi.

 

[Papa : kirim fotomu bersama Indira di depan gedung baru Antara Group]

 

[Papa : ini perintah, bukan permintaan]

 

Dalam hati, Edgar mengumpat habis-habisan. Rasa kesalnya semakin naik sampai puncak kepala.

 

Dengan langkah gegasnya, laki-laki itu meninggalkan kamar. Hendak meminta Indira untuk berganti pakaian dan bersiap-siap.

 

“Indira!” panggil Edgar. Suaranya menggema di rumah yang sunyi itu.

 

Beberapa saat kemudian, Indira keluar dari kamar. Gadis itu baru saja akan mengerjakan tugas kuliah, terkejut saat Edar tiba-tiba memanggilnya.

 

“Kenapa, Mas?” tanya Indira.

 

Edgar mengembuskan napas, lalu berkata, “cepat ganti baju, kita harus ke suatu tempat. Ini perintah dari Papa.”

 

“Acara apa—”

 

“Jangan banyak tanya.”

 

Indira mengangguk pelan, lalu kembali ke kamarnya untuk berganti pakaian. Menghadapi Edgar memang memerlukan kesabaran ekstra. Sikapnya suka berubah-ubah. Tadi malam begitu peduli sampai mau berjaga untuk mengganti kompres di kening Indira, lalu kini kembali pada mode galak.

 

Indira tak mempunyai dress, blouse, atau rok. Pakaian paling bagus yang ia miliki hanya kemeja flannel dan celana jins. Hadiah dari adik-adiknya di panti asuhan, saat ulang tahun yang ke dua puluh.

 

Akhirnya Indira memakai kemeja flannel dan celana jins itu. Kemudian, ia duduk di depan cermin rias untuk memakai sedikit lip tint. Agar bibirnya tak terlihat pucat dan kering.

 

Beberapa menit kemudian, Indira keluar dari kamar sambil membawa tas sandang. Gadis itu terlihat seperti akan berangkat kuliah atau menghadiri sebuah seminar.

 

Edgar sudah menunggu di lantai dasar. Laki-laki itu memakai setelan jas berwarna abu-abu, rambutnya ditata rapi. Aroma musk yang maskulin menguar dari tubuhnya.

 

Edgar menoleh saat mendengar suara langkah kaki yang kian mendekat, lalu kedua matanya membulat dengan sempurna. Di mata Edgar, penampilan Indira benar-benar menyedihkan. Tak layak untuk diajak menghadiri acara formal.

 

“Kenapa pakai baju itu?” tanya Edgar.

 

“Ini baju terbagus yang saya punya, Mas,” jawab Indira dengan percaya diri.

 

Edgar memijit pelipisnya, kemudian tertawa hambar. Tak habis pikir dengan keputusan Papa Danu. Maksudnya, pasti ada banyak sekali perempuan di luar sana yang bisa dijodohkan dengan Edgar. Perempuan yang lebih pantas, berasal dari keluarga terpandang, dan memiliki segudang kelebihan.

 

Sialnya, tak ada waktu untuk protes atau menggerutu.

 

Edgar meraih kunci mobilnya, berjalan dengan cepat menuju carport. Indira mengekor di belakangnya.

 

Dua manusia itu masuk ke dalam mobil, tanpa saling memandang atau bicara. Dalam hitungan detik, mobil yang dikemudikan oleh Edgar melaju meninggalkan rumah.

 

Ekspresi Edgar terlihat serius, seolah sedang berpikir keras. Tatapannya tertuju ke arah jalanan, tangannya mencengkram setir erat-erat.

 

Sementara itu, Indira memilih untuk tetap diam. Entah ke mana Edgar akan membawanya, gadis itu tak berani bertanya. Sebab satu pertanyaan dari mulutnya bisa saja memantik emosi Edgar.

 

Selang sepuluh menit kemudian, Edgar menghentikan mobilnya di depan sebuah bangunan sepuluh lantai. Ada banyak karangan bunga yang ditata berjejer di dekat lobi, beberapa jurnalis juga menampakkan diri untuk meliput acara.

 

“Shit,” gumam Edgar.

 

Indira tak mengerti apa yang sebenarnya terjadi. Ia hanya menatap ke arah orang-orang berjas rapi yang baru saja keluar dari gedung.

 

“Keluar dari mobil,” pinta Edgar.

 

Indira melepas seat belt, kemudian keluar dari mobil. Menuruti perintah Edgar tanpa protes.

 

Edgar mengeluarkan ponsel dari saku celananya, kemudian berkata, “berdiri di situ. Saya harus ngirim foto ke Papa.”

 

Dengan amat terpaksa, Indira berdiri di pelataran parkir yang panas, lalu tersenyum ke arah kamera. Edgar langsung mengambil foto, mengirimkannya kepada Papa Danu.

 

“Okay. Sekarang kamu bisa pulang naik taksi,” ujar Edgar sambil mengeluarkan dompet, lalu melemparkannya pada Indira.

 

Untungnya, Indira bisa menangkap dompet hitam itu dengan cepat.

 

“Mas Edgar ngajak saya ke sini cuma buat foto di depan gedung?” tanya Indira.

 

“Right. Karena saya nggak mungkin ngajak kamu ke acara peresmian,” jawab Edgar, lalu berjalan meninggalkan pelataran parkir.

 

Indira kehilangan kata-kata, menatap punggung Edgar yang kian menjauh setiap detiknya. Tampaknya Indira benar-benar tertimpa sial karena dijodohkan dengan Edgar.

 

“Tuhan…” gumam Indira sambil meremas dompet yang ada di dalam genggamannya. “Bisa-bisanya aku dijodohin sama laki-laki nggak jelas kayak Mas Edgar.”

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Novita Sari
sabar indira semoga jodohmu bukan edgar
goodnovel comment avatar
lilyedy.
Sabar y Indira orang sabar disayang readers Terima kasih upnya
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Gadis Rahasia Sang Pewaris   Bab 12

    [Papa : ajak Indira belanja, pilihkan pakaian, sepatu, dan tas yang bagus][Papa : sertakan bukti foto, agar Papa percaya kalau kamu benar-benar menjalankan tugas]Edgar baru saja membuka kedua matanya, mendadak pening saat membaca rentetan pesan singkat yang dikirimkan oleh Papa Danu. Ternyata mengajak Indira ke peresmian gedung baru Antara Group tidaklah cukup, hari ini Edgar bahkan harus mengajak gadis itu ke pusat perbelanjaan. Sumpah, Edgar benar-benar muak. Hari ini ia ada janji bermain golf dengan beberapa rekan lama, tapi perintah yang diberikan oleh Papa Danu seketika merusak segalanya. Kenapa harus Edgar yang mengantar Indira ke pusat perbelanjaan? Padahal, gadis itu punya kaki, tangan, dan mulut yang masih berfungsi dengan sangat baik. Edgar mengembuskan napas, kemudian menelepon Papa Danu. “Sudah baca pesan dari Papa?” tanya Papa Danu begitu mengangkat telepon dari Edgar. Sangat to the point. Tak ada basa-basi untuk sekadar menanyakan kabar. “Minta Indira pergi ke pusa

    Last Updated : 2023-09-20
  • Gadis Rahasia Sang Pewaris   Bab 13

    Setelah memborong banyak baju tidur dan pakaian dalam, Edgar mengajak Indira ke sebuah outlet dari brand fashion ternama. Berbagai jenis dress terpajang di etalase kaca, sepatu dan tas keluaran terbaru juga dipertontonkan di meja display. Saat melihat price tag di salah satu dress yang dipajang pada manekin, Indira langsung bergidik ngeri. Harga sebuah simple dress berwarna hitam setara dengan uang kuliah Indira selama empat semester. Seumur hidupnya, belum pernah sekali pun Indira membeli pakaian yang harganya lebih dari satu juta.“Mas,” panggil Indira sambil berjalan di belakang Edgar. Edgar tak menyahuti, sibuk memilih dress pada etalase kaca. Jujur, Edgar muak sekali melihat kemeja flannel dan celana jins yang dipakai oleh Indira setiap harinya. Tak enak dipandang. Oleh sebab itu, semua pakaian yang ada di dalam lemari Indira harus diganti dengan yang baru. Tanpa ragu sedikit pun, Edgar mengambil sebuah casual dress berwarna biru pastel, sebuah mini dress berwarna peach, sert

    Last Updated : 2023-09-21
  • Gadis Rahasia Sang Pewaris   Bab 14

    Indira merasa seperti boneka. Yang didandani sedemikian rupa agar sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh pemiliknya. Dalam hal ini, pemilik yang dimaksud adalah Edgar. Ketika menatap cermin, Indira tak lagi menjumpai sosok gadis sederhana dengan pakaian lusuhnya. Kini, ia telah berubah menjadi seorang nona muda yang terlihat mempesona dari ujung kaki sampai ujung kepala. Edgar benar-benar membuang semua pakaian lama Indira, mengisi lemarinya dengan pakaian-pakaian yang baru. Demikian pula dengan sepasang sepatu kesayangan Indira yang telah lusuh, serta tote bagnya yang telah pudar. Indira menghela napas, perlahan menyentuh dress berwarna biru yang kini membalut tubuhnya. Sejak pertama kali masuk kuliah, tak pernah sekali pun Indira datang ke kampus dengan mengenakan dress. Rasanya benar-benar aneh. “Indira!” Lamunan Indira seketika buyar ketika mendengar suara panggilan dari arah bawah. Edgar memanggil, tampaknya minta dibuatkan kopi karena sampai detik ini Bi Imah belum kem

    Last Updated : 2023-09-22
  • Gadis Rahasia Sang Pewaris   Bab 15

    Malam ini Indira benar-benar sendirian di rumah tiga lantai yang sangat luas. Suasana rumah benar-benar sunyi, hanya suara jarum jam yang terdengar begitu lantang dan menggema. Sebenarnya Indira bukanlah seorang penakut. Saat masih tinggal di panti asuhan, Indira sering pergi ke ruang penyimpanan saat tengah malam untuk sekadar mengambil stok diapers atau selimut baru untuk adik-adiknya. Dan, ruang penyimpanan itu letaknya di belakang, dekat dengan kebun bambu yang gelap gulita ketika malam hari. Tapi, kali ini situasinya berbeda karena Indira berada di sebuah rumah mewah dengan banyak barang berharga di dalamnya. Bagaimana jika perampok tiba-tiba masuk karena tahu rumah dalam keadaan kosong? Sebab di luar sana, ada banyak sekali orang-orang yang menunggu waktu yang tepat untuk melakukan kejahatan. Maka, Indira hanya berdiam diri di dalam kamar. Mencoba mendistraksi pikirannya dengan mengerjakan tugas dan mendengarkan musik. Di atas meja, telah tersaji satu kotak nasi goreng dan sa

    Last Updated : 2023-09-23
  • Gadis Rahasia Sang Pewaris   Bab 16

    Pagi ini suasana rumah menjadi lebih tegang daripada biasanya. Indira bahkan tak berani bersuara, pura-pura fokus memasak nasi goreng di dapur. Mencoba untuk mengabaikan Edgar dan Ezra yang sedang berdebat di ruang makan. Kakak beradik itu jelas-jelas muak melihat wajah satu sama lain. Saat harus berada di tempat yang sama, perdebatan dan pertengkaran tak dapat dihindari. Tak ada yang bisa menengahi, sebab keduanya sama-sama keras kepala dan merasa menjadi pihak yang paling benar. “Udah hampir dua tahun kita nggak ketemu, Bang,” kata Ezra yang duduk di atas kursi sambil melipat kedua kakinya. “Terakhir kali ketemu di acara makan malam keluarga.” Edgar tersenyum sinis, lalu berkata, “tolong tahu diri sedikit, Ez. Statusmu cuma anak yang lahir dari hasil perselingkuhan. Nggak perlu bangga cuma karena ada Bumantara di belakang namamu.”“Yeah. Aku cukup tahu diri, that’s why selama dua tahun nggak pernah muncul lagi di rumah ini. Sekarang aku ke sini lagi karena permintaannya Papa.” “

    Last Updated : 2023-09-24
  • Gadis Rahasia Sang Pewaris   Bab 17

    [Mas Edgar : pulang jam berapa?]Indira mengucek matanya, memastikan bahwa sebaris pesan yang baru saja ia baca benar-benar dikirimkan oleh Edgar. Tumben sekali, tak ada angin tak ada hujan tiba-tiba mengirim pesan. Saking terkejutnya, Indira sampai hampir menjatuhkan ponselnya. Gadis itu sedang berada di perpustakaan, duduk di depan komputer untuk mengerjakan tugas. Ada setumpuk buku di hadapannya, dijadikan sumber referensi. Dengan ragu-ragu, jemarinya bergerak di atas layar ponsel untuk mengetik pesan balasan. [Indira : saya sedang mengerjakan tugas di perpustakaan, Mas. Mungkin selesai sekitar jam setengah lima]Usai mengirim balasan, Indira kembali memfokuskan pandangannya ke arah komputer. Ia harus bergegas menyelesaikan essay, setelah itu membuat power point. Memasuki semester enam, tugasnya memang kian menggunung. Belum lagi Indira harus mulai menentukan topik skripsi, lalu membuat kerangka proposal. Tak berselang lama, ponsel Indira kembali bergetar. Lagi-lagi nama Edgar y

    Last Updated : 2023-09-25
  • Gadis Rahasia Sang Pewaris   Bab 18

    Tugas yang sudah Indira ketik dengan susah payah ternyata tak tersimpan di emailnya. Indira sepenuhnya yakin kalau file tugasnya sudah terkirim lewat email sebelum komputer dimatikan. Tapi, rupanya tak ada apa-apa. Entah karena ada masalah dengan koneksi internet atau murni kesalahan yang dilakukan secara tanpa sengaja. Alhasil, Indira panik. Besok pagi tugasnya harus dikumpulkan, plus dipresentasikan dengan power point. Saat ini waktu menunjukkan pukul tujuh petang, Indira tak bisa pergi ke perpustakaan karena dipastikan sudah tutup. Secara otomatis, gadis itu juga tak dapat meminjam buku sebagai sumber referensi. Indira bergegas menghubungi Kiran, berniat meminjam laptopnya. Tapi, sayangnya saat ini Kiran sedang mengikuti rapat himpunan. Laptopnya dipakai untuk mengetik proposal. Tiba-tiba Indira ingin menangis. Tugas yang sudah ia kerjakan dengan susah payah hilang begitu saja, waktu yang tersisa untuk mengerjakan ulang juga tidak banyak. “Mbak Indira!”Bi Imah memanggil, kemud

    Last Updated : 2023-09-26
  • Gadis Rahasia Sang Pewaris   Bab 19

    Awalnya, Edgar mengira kalau Indira adalah sosok gadis sederhana yang sejak kecil telah merasakan pahitnya kehidupan. Keadaan memaksanya untuk dewasa, tak ada ruang untuk cengeng atau merengek saat sedang kesusahan. Siapa yang akan membantu? Tidak ada. Segalanya harus diselesaikan sendiri.Tapi, akhirnya Edgar mengerti kalau pada akhirnya Indira tetaplah gadis dua puluh tahun yang masih agak kekanakan, suka menangis, dan suka mengeluhkan segala hal. Sama seperti manusia dua puluh tahun pada umumnya. Baru lepas dari dunia remaja, sering salah langkah dan tak mengerti apa-apa ketika dipaksa untuk menjadi dewasa. Agak miris sebenarnya. Indira harus memasang topeng, pura-pura kuat dan tegar menjalani hidup dengan keadaan yang serba terbatas. Jarang menunjukkan raut sedih atau meneteskan air mata di depan orang lain. Serta terus-terusan menolak bantuan karena tak mau membebani. “Mas Edgar, terima kasih banyak ya. Tadi malam mau meminjamkan laptop, plus bantu saya ngerjain essay,” ucap In

    Last Updated : 2023-09-27

Latest chapter

  • Gadis Rahasia Sang Pewaris   Bab 111

    Setelah duabelas hari lamanya dirawat di NICU, akhirnya hari ini Kavi diperbolehkan untuk pulang. Duabelas hari belakangan Indira selalu overthinking, tak bisa tidur dengan nyenyak saat malam hari karena mengingat putranya yang masih di rumah sakit. Yang bisa Indira lakukan setiap harinya hanyalah berdoa, seraya memulihkan kondisi fisiknya. Rasanya masih seperti mimpi saat akhirnya Indira bisa memeluk Kavi. Bayi laki-laki itu masih sangat kecil dan rapuh, membuat Indira berselimut rasa takut ketika menggendongnya. Tapi, Indira cukup lega karena bisa menjaga dan merawat Kavi dalam jarak dekat. Kebahagiaan yang hadir di dalam hati Indira tak dapat diterjemahkan ke dalam kata-kata, terlebih saat mendengar suara tangisan Kavi. Meskipun lahir lebih cepat dari perkiraan, tapi Kavi cukup kuat dan mampu bertahan.“Mau pulang sekarang?” tanya Edgar. Indira menganggukkan kepala, “ayo pulang, Mas.” Mereka sama-sama tersenyum, kemudian berjalan meninggalkan NICU. Saling bersisian, sesekali b

  • Gadis Rahasia Sang Pewaris   Bab 110

    Saat pertama kali melihat Kavi di NICU, Indira meneteskan air mata. Sebab bayinya begitu kecil, lemah, bahkan suara tangisannya juga tak terlalu keras. Lahir sebelum waktunya membuat berat badan Kavi hanya satu koma enam kilogram, perlu dirawat di inkubator dan mendapat pemantauan khusus dari dokter. Indira merasa bersalah, apalagi produksi ASI-nya tidak lancar. Hanya bisa memompa sebanyak sepuluh mililiter setiap harinya. Entah karena efek stress atau karena faktor lainnya. Setelah empat hari lamanya dirawat di rumah sakit, akhirnya Indira diperbolehkan untuk pulang. Agar fokus menjalani pemulihan di rumah. Sayangnya, Kavi belum bisa pulang karena masih memerlukan perawatan di NICU. Indira sedih bukan main, seperti ada bagian dari hatinya yang dicabik-cabik. Ia telah melahirkan dan resmi menjadi seorang ibu, tapi belum bisa memeluk dan menjaga putranya selama duapuluh empat jam. Hal-hal negatif mulai bermunculan di dalam kepala Indira, seketika menghadirkan rasa cemas yang sulit d

  • Gadis Rahasia Sang Pewaris   Bab 109

    Indira menatap punggung tangannya yang ditancapi jarum infus. Ia sudah dipindahkan ke kamar rawat, efek anastesi telah hilang sehingga nyeri di luka jahitan mulai terasa. Tubuhnya lemas, tak ada energi yang tersisa untuk sekadar bergerak. Indira tak menyangka kalau melahirkan ternyata sesakit itu. Yang lebih parah, hati Indira masih berselimut cemas lantaran bayinya harus dirawat di NICU. Saat ini waktu menunjukkan pukul setengah enam pagi. Matahari belum sepenuhnya naik, kamar rawat terasa cukup dingin karena AC yang dinyalakan. Kamar berselimut keheningan, hanya terdengar suara jarum jam yang cukup lantang. Indira mengerjapkan mata, menatap ke arah Edgar yang sedang tidur di atas sofa. Laki-laki itu tampaknya kelelahan karena tadi malam begadang, menemani Indira yang overthinking dan kesakitan. Operasi memang sudah selesai, tak ada pendarahan atau komplikasi. Tapi, tetap saja Indira belum bisa bernapas lega karena belum melihat seperti apa kondisi putranya. Indira menghela napa

  • Gadis Rahasia Sang Pewaris   Bab 108

    Indira mulai merasakan celana dalamnya basah ketika berada di dalam mobil, hingga akhirnya ada cairan yang mengalir di pahanya. Jantung Indira berdegup kencang, rasa gugup dan panik memenuhi rongga dadanya. Kandungannya baru memasuki usia tigapuluh dua minggu, HPL-nya masih dua bulan lagi. Edgar juga sama paniknya dengan Indira, terus menambah kecepatan mobilnya agar segera tiba di rumah sakit. Edgar mencoba untuk tetap tenang, menepis semua hal-hal negatif yang mulai bermunculan di dalam kepala. “Tahan, ya. Sebentar lagi kita sampai rumah sakit,” ucap Edgar. Indira meringis sambil menyentuh perutnya sendiri. Saking kalutnya, perempuan itu sampai tak dapat mengucapkan sepatah kata. Setibanya di rumah sakit, Edgar langsung menggendong Indira menuju IGD. Perawat lekas memanggil residen obgyn untuk melakukan pemeriksaan awal, agar selanjutnya bisa diskusi dengan konsulen mengenai tindakan yang harus diambil. Dan, dari hasil pemeriksaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa

  • Gadis Rahasia Sang Pewaris   Bab 107

    Indira menarik napas dalam-dalam, lalu mengembuskannya secara perlahan. Momen yang ditunggu-tunggu akhirnya datang, tapi entah bagaimana Indira malah gugup luar biasa. “Jangan nervous, Ndi. Pasti lancar, kok,” ucap Kiran sambil menyerahkan sebotol air mineral. Indira duduk di atas kursi, menerima sebotol air yang disodorkan oleh Kiran. Saat ini mereka berada di depan ruang sidang, menunggu dosen pembimbing dan penguji datang. Jadwal sidangnya pukul setengah sembilan, tapi Indira sengaja berangkat ke kampus sejak pukul tujuh untuk membaca ulang catatan-catatan penting yang telah dibuat. Perempuan itu mengenakan baju hitam-putih, seperti kandidat karyawan yang akan melakukan tahapan interview. Perutnya tak bisa lagi ditutupi dengan blazer, sehingga siapa pun yang melihat pasti langsung tahu kalau Indira Kalani sedang berbadan dua. Kandungannya sudah berusia tujuh bulan, gerakan si bayi semakin aktif. Bahkan ketika Indira sedang gugup, si bayi menendang-nendang dengan cukup kuat. Se

  • Gadis Rahasia Sang Pewaris   Bab 106

    Saat kandungannya semakin membesar, Indira makin sulit menutupi baby bumpnya. Hari ini ia harus berangkat ke kampus untuk bimbingan, tapi agak ragu kalau harus muncul di kampus dengan perut besarnya. Bagaimana kalau ia kembali menjadi pusat perhatian? Bagaimana kalau ada rumor aneh yang berkembang di antara teman-teman satu angkatan? Indira sudah mencoba untuk menutupi perutnya dengan sweater dan jaket. Tapi, usahanya terbuang sia-sia karena baby bumpnya tetap terlihat dengan jelas. Awalnya Indira berniat untuk membatalkan jadwal bimbingan. Tapi, sedetik kemudian perempuan itu mengingat bahwa menyelesaikan skripsi sebelum melahirkan adalah prioritas yang harus diutamakan. Maka, akhirnya Indira berangkat ke kampus bersama Pak Rahmat. Tiba di pelataran parkir pada pukul sembilan pagi, masih ada sisa waktu satu jam sampai bimbingan dimulai. Yeah, Indira datang lebih awal karena khawatir terjebak macet, tapi ternyata jalanan cukup senggang pagi ini. Indira turun dari mobil dengan tote

  • Gadis Rahasia Sang Pewaris   Bab 105

    Indira berhasil melewati trimester pertama kehamilan yang terasa sangat berat. Saat mulai masuk trimester kedua, morning sicknessnya mulai berkurang. Indira bisa menelan lebih banyak makanan, bahkan bisa mengonsumsi telur dan ayam yang tadinya dapat memancing rasa mual. Sebuah hal yang patut disyukuri, meskipun tubuhnya jadi mudah lelah karena perutnya yang kian membesar. Perkuliahan semester genap telah berakhir. Indira bisa sedikit bersantai karena semester depan tak ada jadwal kelas yang tersisa, hanya perlu fokus mengerjakan skripsinya. Sesekali datang ke kampus untuk bimbingan. Setidaknya, Indira tidak perlu terus berkeliaran di kampus dengan perut besarnya (yang pastinya akan menjadi pusat perhatian). Minggu lalu, Indira sudah melakukan USG. Menurut penjelasan dokter, bayi yang ada di dalam kandungan Indira diprediksi berjenis kelamin laki-laki. Tentu saja Edgar sangat bahagia, sebab sebentar lagi akan ada versi kecil dari dirinya. Hari ini Edgar mengajak Indira ke baby shop

  • Gadis Rahasia Sang Pewaris   Bab 104

    Indira bahagia menyambut kepulangan Papa Danu dan Ezra. Rumah tak lagi terasa sepi dan kosong. Saat siang hari, Indira bisa mengobrol dengan Papa Danu atau Ezra, sehingga tak perlu termenung seorang diri di dalam kamar dan merebahkan tubuh di atas ranjang. Saat ini Indira sedang berada di attic room, menemani Ezra yang sedang melukis. Edgar pasti mengomel panjang lebar kalau mengetahuinya, tapi Indira tak peduli. Lebih baik mengobrol dengan Ezra daripada hanya merebahkan tubuh di atas ranjang seperti orang yang sedang sakit parah. “Jujur, aku kaget waktu tahu kamu positif hamil. I mean, dulu kamu pernah bilang soal rencana nunda momongan,” ucap Ezra sambil menggerakkan kuasnya di atas palet. Indira tersenyum tipis, kemudian berkata, “kehamilan yang nggak direncanakan, Mas. Saya juga kaget banget waktu lihat dua garis di atas testpack, sampai nangis. Karena saya merasa belum siap punya anak, masih mau menikmati masa muda dan ngejar impian.” “I see. Pasti berat banget, ya?”“Iya, a

  • Gadis Rahasia Sang Pewaris   Bab 103

    Sebelum positif hamil, Indira sempat berencana untuk mengikuti program paid internship lagi. Untuk mengisi libur semester, sekaligus mencari pengalaman dan ilmu. Tapi, akhirnya rencana itu dibatalkan. Indira memutuskan untuk fokus memanfaatkan waktu luangnya untuk mengerjakan skripsi, plus memperdalam pengetahuannya tentang parenting. Indira berusaha menyingkirkan ambisinya. Toh, liburan semester kemarin ia sudah sempat menjadi intern selama tiga bulan. Meskipun ilmu yang didapatkan belum seberapa, setidaknya Indira sudah paham bagaimana sebuah perusahaan bekerja. Indira berdiri di depan standing mirror sambil mengusap perutnya sendiri. Baby bumpnya semakin terlihat. Apabila jalan-jalan di tempat umum, orang-orang pasti langsung tahu kalau Indira sedang berbadan dua. Perempuan itu mengembuskan napas, kemudian mengusap perutnya dengan lembut. Seolah sedang berkomunikasi dengan janin kecil yang ada di dalam sana. Beberapa saat kemudian, Edgar keluar dari kamar mandi. Langsung membuk

DMCA.com Protection Status